Anda di halaman 1dari 17

Rabu, 22 Mei 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

Tujuan Pembelajaran :

Setelah mengikuti pembelajaran mahasiswa dapat :

1. Menjelaskan definisi kejang demam

2. Menyebutkan penyebab kejang demam pada anak

3. Menyebutkan tanda dan gejala kejang demam

4. Menjelaskan patofisiologi kejang demam

5. Menyebutkan komplikasi kejang demam

6. Menyebutkan pemeriksaan penunjang pada klien dengan kejang demam

7. Menjelaskan penatalaksanaan klien dengan kejang demam

8. Menjelaskan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam

KONSEP DASAR TEORITIS

A. PENGERTIAN

Apa yang dimaksud dengan Kejang Demam?, Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada
saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam
biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku,
kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan
terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal
kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama
lebih dari 15 menit.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari
38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (diluar rongga kepala). Menurut Consensus
Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak
yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak
pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa
demam dan bayi yang berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus
dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

– (Kejang Demam. Info Kesehatan, MER-C. Maret 2004)

Kejang demam, dalam istilah medis dikenal sebagai febrile konvulsi, adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal > 38oC), yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (di luar susunan saraf pusat). Penyakit ini paling sering terjadi pada anak, terutama
pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% -
15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak
dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
sehingga terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke
seluruh sel/membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi kejang.

Kejang tersebut kebanyakan terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat
yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis (peradangan pada
amandel), infeksi pada telinga, dan infeksi saluran pernafasan lainnya. Kejang umumnya berhenti
sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa
detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf.

Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak.

– (Artikel Medis. ThreeInOne. Hal. 5)

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (rectal > 38oC) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam biasanya
terjadi pada anak umur 6bln - 5th. Bila anak berumur kurang dari 6bln atau lebih dari 5th mengalami
kejang didahului demam perlu dipikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi susunan saraf pusat,
epilepsy yang kebetulan terjadi bersamaan dengan demam.Beberapa faktor penting pada kejang
demam adalah demam, umur, dan genetic.

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu
kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).

Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley
and Wong’s edisi III,1996).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam
tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan
oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia
A. Price, Latraine M. Wikson, 1995

Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis,
dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi, kadang-kadang
demam yang tidak begitu tinggi sudah dapat menyebabkan kejang. Bila kejang telah terjadi pada
demam yang tidak tinggi, anak mempunyai risiko tinggi untuk berulangnya kejang. Kejang demam
dibedakan menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang
demam sederhana berlangsung singkat, kurang dari 10 menit, tonik klonik, serangan akan berhenti
sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks cirinya
kejang berlangsung > 15 menit; kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang partial; berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

– (Natalina Soesilawati, dr. Sp.A. RS. Mitra Keluarga)

Kejang disebabkan oleh pelepasan hantaran listrik yang abnormal di otak. Gejala-gejala yang timbul
dapat bermacam-macam tergantung pada bagian otak yang terpengaruh, tetapi umumnya kejang
berkaitan dengan suatu sensasi “aneh”, kekakuan otot yang tidak terkendali, dan hilangnya
kesadaran.

Kejang dapat terjadi akibat adanya kelainan medis. Rendahnya kadar gula darah, infeksi, cedera
kepala, keracunan, atau overdosis obat-obatan dapat menyebabkan kejang. Selain itu, kejang juga
dapat disebabkan oleh tumor otak atau kelainan saraf lainnya. Kurangnya oksigen ke otak juga dapat
menyebabkan kejang. Pada beberapa kasus, penyebab kejang mungkin tidak diketahui. Kejang yang
terjadi berulang mungkin merupakan suatu indikasi akan adanya suatu kondisi kronik yang dikenal
sebagai epilepsi.

Kejang demam merupakan kejang yang cukup sering dijumpai pada anak-anak yang berusia dibawah
5 tahun. Kejang demam dapat timbul bila seorang anak mengalami demam tinggi, biasanya suhu
tubuh meningkat dengan cepat mencapai 39 derajat Celsius atau lebih. Walaupun hal ini sangat
mengkhawatirkan bagi orang tua, kejang seperti ini umumnya terjadi singkat dan jarang
menimbulkan masalah, kecuali bila demam yang terjadi berkaitan dengan infeksi serius seperti
meningitis. Anak yang mengalami kejang demam tidak mempunyai kecenderungan untuk mengalami
epilepsi.

– (Kejang Demam. Tips-tips, Pediatrik.Com. 24 April 2004)

Febrile convulsions are seizures (sometimes known as fits) that occur in a child with a high fever of
over 39oC (102.2oF). These most typically occur during the early stages of a viral infection such as a
respiratory infection, while the temperature is rising rapidly.

Febrile convulsions can be frightening but they’re rarely serious.

– (Dr Trisha Macnair. Febrile convulsions. Health, BBC)

In children between 6 months and 5 years, fever can trigger seizures, called febrile convulsions.
These usually happen during the first few hours of a febrile illness. The child may look “peculiar” for
a few moments, then stiffen out, twitch and roll his eyes. He will be unresponsive for a short time,
and his skin may appear a little darker than usual during the episode. The entire convulsion usually
will last no more than three or four minutes and may be over in a few seconds, but it can seem like a
lifetime to a frightened parent. It is reassuring to know that febrile convulsions almost always are
harmless, although he should be examined by your pediatrician as soon as possible, particularly if
this is the first time it has occurred or if it is more severe or prolonged than others he has had. You
need to be sure that the seizure is due to fever and not to a more serious condition such as
meningitis.

– (Febrile convulsions. Medical Library, American Academy of Pediatrics.)


A febrile convulsion is a common medical condition when a convulsion or fit is brought on by an
elevated temperature. Babies and young children often have illnesses that are accompanied by fever
- this is a normal part of growing up. Most children with fever suffer only minor discomfort.
However, in about 3-4% of infants and toddlers fever brings on a convulsion. These kinds of
convulsions are not harmful to the child and do not cause brain damage.

– (Febrile convulsions. Kids health info for parents, Royal Children’s Hospital. Melbourne – Australia

Umum ditemui pada anak-anak dalam rentang usia 3 bulan hingga 6 tahun. Lebih detail; 2-4% pada
usia dibawah 5 tahun, 4% pada 6 bulan pertama kelahiran, 90% diantara 6 bulan hingga 3 tahun, dan
6% pada usia diatas 3 tahun. (Lihat: Febrile convulsion. PRODIGY Guidance, U.K. National Health
Service. April 2002.)

Kejang demam terjadi dalam waktu singkat, umumnya pada rentang waktu dibawah 15 menit. Lebih
detail; 78% dialami kurang dari 6 menit, 50% terjadi dibawah 3 menit. sekitar 5% terjadi diatas 30
menit. Diatas rentang waktu 15 menit, serangan tersebut perlu diwaspadai, karena tergolong
serangan kompleks yang bisa terjadi lebih dari 1 kali dalam kurun waktu 24 jam.

Kejang terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan (demam) yang tinggi dan cepat hingga
mencapai suhu luar tubuh 38oC atau lebih.

Wujud kejang dapat berupa (bola) mata berbalik ke atas disertai kekakuan atau kelemahan. Atau,
terjadi gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan pada anggota gerak. (Lihat: Nanny
Selamihardja. Tetaplah Tenang Jika Anak Kejang Demam. Terapi, Intisari. Mei 2001.)

Untuk kasus kejang demam kompleks, biasanya penderita memiliki kelainan neurologis dan atau
memiliki riwayat kejang bahkan epilepsi dalam keluarganya

Penderita biasanya akan tidur pulas atau nyenyak setelah mengalami kejang demam.

Secepatnya menurunkan panas badan adalah hal utama menghindari kejang.

Longgarkan pakaian yang ketat atau yang berbahan dasar dengan sifat memerangkap panas.

Gunakan kompres air hangat dan perbanyak minum air putih untuk merangsang turunnya panas
badan penderita, hindari penggunaan air dingin dan kompres alkohol. Obat penurun panas dapat
pula digunakan bila dibutuhkan. (Lihat: Anak Demam Perlu Kompres?. Keluarga, Bali Post dan
Bagaimana Menolong Anak Kejang?. Bias Wanita, Pusat Data dan Informasi PERSI. 16 Feb 2004.).

Hindari penggunaan kopi sebagai anti kejang, gunakan obat pencegah kejang yang diberikan lewat
dubur jika penderita tidak dapat mengkonsumsi obat.

Bila terjadi kejang, jangan menahan gerakan-gerakan anak seperti memegangi tangan atau kakinya.
Segera miringkan anak apabila kejang telah berhenti.

Keadaan ini tidak identik dengan epilepsi, dimana serangan kejang terjadi berulang-ulang tanpa
demam. Ada sekitar 15% kasus epilepsi yang didahului dengan gejala kejang demam. Namun, kurang
dari 5% anak kejang demam berkembang menjadi epilepsi.
Tetap monitor suhu tubuh penderita selama 16 hingga 24 jam sejak awal serangan. Karena
kemungkinan serangan ulang masih mengintainya.

Yang paling penting, tetap tenang dan tidak panik saat menghadapi gejala dan serangan kejang
demam yang terjadi pada penderita.

Kejang demam yang banyak dialami anak balita yang memiliki sifat bawaan mudah mendapatkan
gangguan kesehatan tersebut. Tidak seperti epilepsi, pencetus kejang demam pada umumnya
demam tinggi. Bila kejang demam terjadi, tenanglah. Namun bila serangan itu berlanjut lebih dari
lima menit, segeralah mencari bantuan dokter.

Orangtua disarankan tetap waspada terhadap kemungkinan serangan kejang demam. Kalau
serangan datang, orang tua hendaknya tetap tenang. Menulis dan mngatakan untuk tetap tetang
memang tidak semudah melakukannya saat kita berhadapan dengan penderita, apalagi bila
penderita adalah buah hati tercinta. Namun hal tersebut teramat sangat penting, untuk menghindari
hal-hal bodoh yang kelak justru akan berakhir dengan kesal tak berkesudahan. Sebab emosi atau
kebingungan tidak akan menyelesaikan masalah dengan cepat!

B. KLASIFIKASI KEJANG DEMAM

Secara umum, Kejang Demam dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :

- Simple febrile seizures (Kejang Demam Sederhana) : kejang menyeluruh yang berlangsung < 15
menit dan tidak berulang dalam 24 jam.

- Complex febrile seizures / complex partial seizures (Kejang Demam Kompleks) : kejang fokal (hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang dalam waktu
singkat (selama demam berlangsung).

Lalu apa yang membedakan kejang demam ini dengan epilepsi? Walaupun gejalanya sama yaitu
kejang dan berulang, namun pada anak yang menderita epilepsi, episode kejang tidak disertai
dengan demam.

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat
diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.

a. Kejang Tonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini
yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan
dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan
sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau
kernikterus

b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang
berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan
baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini
dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau
oleh ensepalopati metabolik.

c. Kejang Mioklonik

Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak
yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini
merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada
kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KEJANG DEMAM BERULANG

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain:

- Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama

- Riwayat kejang demam dalam keluarga

- Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal

- Riwayat demam yang sering

- Kejang pertama adalah complex febrile seizure

Jika kejang terjadi segera setelah demam atau jika suhu tubuh relatif rendah, maka besar
kemungkinannya akan terjadi kembali kejang demam. Risiko berulangnya kejang demam adalah 10%
tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50% dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai
100% dengan = 3 faktor risiko.

Bagaimana jika anak anda demam yang disebabkan oleh imunisasi?Walaupun imunisasi dapat
menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang demam. Suatu penelitian yang
dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut :

· DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.

· MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada
kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan
berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.

Sebenarnya, apa sih yang terjadi dalam tubuh saat anak mengalami kejang demam? Pada keadaan
demam, kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15% dan
kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
sehingga terjadi lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel/membran sel di dekatnya
dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi kejang. Kejang tersebut kebanyakan terjadi
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis (peradangan pada amandel), infeksi pada telinga, dan infeksi
saluran pernafasan lainnya.

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan
dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.

Melihat paparan kejadian dalam tubuh diatas, saya tarik benang merah gejala yang bisa anda lihat
saat anak mengalami Kejang Demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi
atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan
yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam).

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20
detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung
selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia
(mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),
dan kulitnya kebiruan.

D. ETIOLOGI

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan
darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat
gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang
merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).

1) Intrakranial

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik

Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular

Infeksi : Bakteri, virus, parasit

Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz.

2) Ekstra kranial

Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.


Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dankekurangan
produksi kernikterus.

3) Idiopatik

Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)

E. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu
adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system
kardiovaskuler.

Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah
menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.

Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan
diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K,
ATP yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra
selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada
seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %.
Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam
singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya
lepasnya muatan listrik.

Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga
mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.

Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat,
kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan
menimbulkan terjadinya asidosis.

F. MANIFESTASI KLINIK

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya
tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat
kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.

untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :

1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)

2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever

Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di
pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan
kelainan.

G. PENATALAKSANAAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

Saat anak mengalami Kejang Demam, hal hal penting yang harus kita lakukan antara lain :

- Jika anak anda mengalami kejang demam, cepat bertindak untuk mencegah luka.

- Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan dari benda yang keras atau tajam

- Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah) atau muntah dapat mengalir keluar dari
mulut

- Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak anda tidak akan menelan lidahnya sendiri.

- Hubungi dokter anak anda

Akhirnya timbul pertanyaan bagaimana cara mencegah agar anak tidak mengalami Kejang Demam,
seperti yang saya tulis diatas kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada
sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat
anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam,
tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.

Pada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat mereka menderita demam
bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun melalui rektal).

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan tidak menimbulkan
kematian.
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya
penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah
kerusakan otak lebih lanjut.

Penatalaksanaan Umum terdiri dari :

a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati

b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung

c. Usahakan suhu tetap stabil

d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain

e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena

Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat
hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan
kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena.
Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan
bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak
mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.

Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4
dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi
hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.

Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau
hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital
(Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak
sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20
mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.

Diazepam jarang digunakan untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan

a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya

b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan

c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan
bilirubin dalam darah.

6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

a. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan
secara sistematis dan berurutan seperti berikut :

1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-
pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang
tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid
mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan
oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian
tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi
yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau
fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai
gangguan perkembangan kortex serebri.

5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang
merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi
pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran
vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.

6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau
kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang
dapat membantu diagnosis iskemia otak.

b. Pemeriksaan laboratorium

Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx
dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan
meningitis bakterilisasi.

Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu

1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting
untuk memantau pendarahan intraventikuler.

2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas
darah.

3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan
serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning
menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di
kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal

4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia

5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk
menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal
dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik.
Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan
perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya
pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.

6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu
mencakup :

a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic

b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes

c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku

d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular

e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi dan
kelainan bawaan otak

e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun
besar tegang, membenjol dan kepala membesar.

7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahu

1. Fisik

f. Ubun-ubun anterior tertutup.

g. Physiologis dapat mengontrol spinkter

2. Motorik kasar

a. Berlari dengan tidak mantap

b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan

c. Menarik dan mendorong mainan

d. Melompat ditempat dengan kedua kaki

e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk

f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh

3. Motorik halus

a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan

b. Melepaskan dan meraih dengan baik

c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu

d. Menggambar dengan membuat tiruan

4. Vokal atau suara


a. Mengatakan 10 kata atau lebih

b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh

5. Sosialisasi atau kognitif

a. Meniru

b. Menggunakan sendok dengan baik

c. Menggunakan sarung tangan

d. Watak pemarah mungkin lebih jelas

e. Mulai sadar dengan barang miliknya

8. Dampak hospitalisasi

Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang kontrol
menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan
nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi.

Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :

a) Rasa takut

1) Memandang penyakit dan hospitalisasi

2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal

3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit

4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan

5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol, menyentuh tubuh


yang sakit berulang-ulang.

b. Ansietas

1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal

2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)

3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat

4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit

5) Tidak berdaya

6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan

7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi pengobatan
atau perawatan
8) Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol

9) Protes dan Ansietas karena restrain

c. Gangguan citra diri

1) Sedih dengan perubahan citra diri

2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)

3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian

Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan
kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi
(aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan
termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.

Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang
untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.

1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan
involunter

2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan

3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan, peka rangsangan.

4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter

5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi

6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra

7. Riwayat jatuh / trauma

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.

2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular

3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh


4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan

5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi

3. INTERVENSI

Diagnosa 1

Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.

Tujuan

Cidera / trauma tidak terjadi

Kriteria hasil

Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan


lingkungan

Intervensi

Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum,
selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan
penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.

Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan

Diagnosa 2

Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular

Tujuan

Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi

Kriteria hasil

Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas
normal

Intervensi

Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan
lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi

Diagnosa 3

Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh

Tujuan

Aktivitas kejang tidak berulang


Kriteria hasil

Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal

Intervensi

Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi
tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.

Diagnosa 4

Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan

Tujuan

Kerusakan mobilisasi fisik teratasi

Kriteria hasil

Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi

Intervensi

Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan
kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan klien.

Diagnosa 5

Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi

Tujuan

Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil

Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang
penyakit, perawatan dan kondisi klien.

Intervensi

Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada
keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga
untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.

6. EVALUASI

1. Cidera / trauma tidak terjadi

2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi


3. Aktivitas kejang tidak berulang

4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi

5. Pengetahuan keluarga meningkat

Anda mungkin juga menyukai