STEROID ACNE
Pembimbing:
dr. Gina Sutedja, SpKK
Oleh:
Rescky Felsario Rona / 11 2016 071
1
LEMBAR PENGESAHAN
STEROOID ACNE
Disusun oleh :
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Ciawi
2
LEMBAR PENGESAHAN
STEROOID ACNE
Disusun oleh :
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Ciawi
Mengetahui,
3
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk, Jakarta Barat
I. IDENTITAS
Nama : An. F
Umur : 17 tahun
Tempat/Tanggal Lahir : Bogor, 06 Jini 2001
Agama : Islam
Alamat : Coblong Megamendung, Bogor
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Belum menikah
Suku Bangsa : Sunda
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 20 Agustus 2018, pukul 11:00
4
Keluhan utama:
Muncul bintil-bintil kecil pada daerah wajah, punggung, dada dan lengan atas sejak ± 2
minggu yang lalu.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sudah 1 bulan sedang berobat jalan di poli mata dengan mendapatkan obat
Metil prednisolon untuk keluhan infeksi pada matanya.
5
Riwayat Asupan Nutrisi
Pasien mengatakan jika ia makan 2-3x sehari dengan lauk pauk yang beraneka ragam.
6
Anus dan Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik
Tulang Belakang : Skoliosis (-)
KGB : tidak teraba membesar pada KGB leher dan ketiak
Distribusi: regional
- Pada regio facialis (±30), thorax (±25), punggung(±50), dan brachii/lengan atas (±40),
tampak lesi multipel, diskret, dengan ukuran terkecil 0,2 cm dan terbesar 0,5 cm, bentuk
anular, berbatas tegas, menonjol, kering berupa lesi papul-pustul disertai makula eritema
pada tepinya.
7
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
VI. RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki usia 17 tahun, pelajar, belum menikah, Islam, suku
Sunda, berobat ke Poliklinik IK Kulit dan Kelamin RSUD CIAWI pada tanggal 20 Agustus
2018 dengan keluhan muncul bintil-bintil kecil pada daerah wajah, punggung, dada dan
lengan atas sejak ± 2 minggu yang lalu. Dari hasil anamesis didapatkan papul-pustul
tersebut awalnya muncul di daerah punggung pasien dan bertambah banyak, lalu muncul
di daerah dada, wajah dan sebagian lengan atas. Keluhan tersebut tidak disertai rasa gatal
dan perih. Pasien mengatakan sebelumnya pasien memang memiliki keluhan seperti ini
(jerawat) pada wajah namun hanya 1 atau 2 jerawat saja. Pasien belum pernah mengobati
keluhannya ini. 1 bulan sebelum ke poliklinik kulit, pasien mengatakan mengkomsumsi
obat dari poli mata berupa metil prednisolon untuk mengobati infeksi pada matanya.
Riwayat terakhir komsumsi obat tersebut ialah 2 hari yang lalu. Sebelum ini, pasien tidak
pernah mengeluh keluhan seperti ini. Riwayat keluarga atau orang terdekat mengalami
keluhan yang sama juga disangkal pasien. Pasien mandi dua kali sehari dan pasien tidak
pernah membersihkan wajahnya dengan sabun cuci muka. Adanya riwayat sering
berkeringat diakui, namun pasien jarang langsung mencuci muka atau mengganti
pakaiannya. Dari pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Pada status
dermatologikus didapatkan distribusi regioner, pada regio facialis (±30), thorax (±25),
punggung(±50), dan brachii/lengan atas (±40), tampak lesi multipel, diskret, dengan
ukuran terkecil 0,2 cm dan terbesar 0,5 cm, bentuk anular, berbatas tegas, menonjol, kering
berupa lesi papul-pustul disertai makula eritema pada tepinya.
8
- Milia
- Rosacea
IX. PENATALAKSANAAN
1. Umum
2. Khusus
- Topikal
- Sistemik
X. RENCANA EVALUASI
Perbaikan klinis (keluhan dan lesi kulit)
XI. PROGNOSIS
Ad Vitam Ad bonam
Ad Fungsionam Ad bonam
Ad Sanationam Dubia
9
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Acne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan
adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi acne vulgaris pada daerah-daerah wajah,
bahu bagian atas, dada, dan punggung.1
Acne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada
remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih besar
pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit
terjadi sebelum usia 25 tahun.2
Acne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum
diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain
: genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan
dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium
acnes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya acne yakni, peningkatan
sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).2,3
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya acne
yang diderita. Acne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe (komedoal/papular,
pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit ( ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi
kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi.4
Diagnosis acne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan tes laboratorium. Diagnosis banding acne vulgaris antara lain erupsi acneiformis,
rosasea, dan dermatitis perioral.2
Penatalaksanaan acne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan diet. Pada
umumnya prognosis dari acne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset
munculnya acne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat permanen.2
10
II. EPIDEMIOLOGI
Acne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada saat itu
dinyatakan bahwa insiden terjadinya acne vulgaris lebih banyak pada anak perempuan
dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada anak usia 6 tahun dan 32% pada anak
usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya
jerawat. Menurut studi yang berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11
tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.5
Acne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada
remaja dengan beberapa derajat acne. Hal tersebut terjadi dengan frekuensi yang lebih besar
pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit
terjadi sebelum usia 25 tahun. Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat
onset dan resolusi 12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia
44 tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia dewasa akhir.2
Acne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh karena
stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada periode neonatal.
Acne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan komedo sebagai lesi
predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus terbanyak terjadi pada periode
pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu insidennya akan menurun. Namun pada wanita
dapat terus berlanjut sampai lebih dari dekade ketiga.2
III. ETIOPATOGENESIS
Acne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum
diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan, antara lain
: genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan
dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes),
kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3
11
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya acne. Pada acne terjadi
peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada acne, tetapi dapat
juga pada penyakit parkinson dan akromegali.3
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya acne adalah Propionibacterium
acnes, Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang
terpenting yakni Propionibacterium acnes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal pada
kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus pilosebasea
yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi substansi
kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi
sitokin pro-inflamasi.3
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar
palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas acne,
kemungkinan besar anaknya akan menderita acne.3
4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal. Hormon ini
menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat pada
remaja laki-laki dan perempuan.1
Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum oleh kelenjar
sebasea. Pada penderita acne, kelenjar sebasea berespon sangat cepat pada peningkatan
kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas
5α-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain dalam
tubuh.3
5. Diet
Pada beberapa pasien, acne dapat diperburuk oleh beberapa jenis makanan, seperti
coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.3
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya acne bertambah hebat pada
musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari langsung.3
12
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan keratinisasi
duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi acne
pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya acne.3
Patogenesis acne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan kadang-
kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya
acne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan
(inflamasi).2
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis acne ialah peningkatan produksi
sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan acne akan memproduksi lebih banyak sebum
dibanding yang tidak terkena acne meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut
adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan dalam
patogenesis acne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh P.acnes, flora
normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini kemudian
menyebabkan kolonisasi P.acnes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat menjadi
komedogenik.1,2
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan aktifitasnya
pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan mempengaruhi
aktifitas sebosit. Orang-orang dengan acne memiliki kadar serum androgen yang lebih
tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena acne. 5α-reduktase, enzim yang
bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT poten memiliki aktifitas
yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi timbulnya acne yaitu pada
wajah, dada, dan punggung.1,2
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis
estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme
dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek androgen
dalam glandula sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui
13
umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang
menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.2
P
a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Acne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul
(pustul) d) Nodul
(Diambil dari kepustakaan 2 )
2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer acne
yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi
hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan
kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian
menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal
tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian
membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya
adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan
peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1α.2
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk menyebabkan
hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang poten yang
memegang peranan terhadap timbulnya acne. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-
reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron
14
(DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit
follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-
reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi
proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam
patogenesis acne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen komplet tidak
terkena acne.2,6
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic. Asam
linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang
yang terkena acne. Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah penanganan dengan
isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi
keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam
linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring
dengan meningkatnya produksi sebum.2
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit
follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan
mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat
pembentukan mikrokome.2
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium acnes juga memiliki peranan aktif
dalam proses inflamasi yang terjadi. P.acnes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik,
dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan acne memiliki
konsentrasi P.acnes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak
terdapat korelasi antara jumlah P.acnes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya
penyakit yang diderita.2
Dinding sel P.acnes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi
perkembangan antibodi. Pasien dengna acne yang paling berat memiliki titer antibodi yang
paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi dengan
mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi.
P.acnes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe
lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik.
15
Disamping itu, P.acnes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan
Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel
sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti IL-1,
IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.2,6
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan
komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului
pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan
cenderung menjadi acne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan
kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas
inflamasi yang jauh lebih hebat.2
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih
terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan
ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis
mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama
ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea dimana
sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo,
neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.2
Keempat elemen dari patogenesis acne yaitu hiperprofliferasi keratinosit follikular,
seboroik, inflamasi, dan P.acnes merupakan langkah-langkah yang saling berkaitan dalam
pembentukan acne.2
Acne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea yang
memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan lesi primer
dari acne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi dengan
pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup
biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada
kulit untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4
mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab
itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul
16
dan bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan
apakan itu serosaginosa atau pus kekuningan.1,2
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan kulit
yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai keunguan yang
memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit yang lebih gelap, makula
hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan. Skar dari acne memiliki
penampakan yang heterogen. Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow
ice-pick yang terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah,
skar papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada badan, serta
skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan leher.2
Predileksi acne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan atas. Pada
wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil pada hidung, dahi, dan
dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan
kadang-kadang komedo dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah
nuchae, lesi kistik yang besar dapat mendominasi.2
Acne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda awal dari
produksi hormon seks yang meningkat. Ketika acne muncul pada usia 8-12 tahun, yang
tampak biasanya berupak komedo yang utamanya muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut
dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya dengan papul inflamasi yang kadang-kadang
terjadi. Bagaiman pun, sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan
remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat menyebar pada
tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan
penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda. Perempuan dapat
mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi papulopustular seminggu sebelum
mensturasi. Acne juga dapat muncul pada perempuan usia 20-35 tahun yang belum
mendapatkan acne pada saat remaja. Acne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul,
pustul, dan nodul dalam persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.2
V. KLASIFIKASI
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya acne
yang diderita. Acne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe ( komedoal/papular,
17
pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit ( ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi
kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi.4
1. Klasifikasi sederhana
Acne ringan ( Mild acne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pusutl
mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit ( umumnya <
10 ).4
Acne sedang (Moderate acne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak (10-
40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang disertai
penyakit yang ringan pada badan.4
Acne sedang berat (Moderately severe acne ): Jumlah papul dan pustul yang
sangat banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadang-kadang
terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi ( mencapai 5 ). Area yang luas
biasanya melibatkan wajah, dada, dan punggung.4
Acne sangat berat (Very severe acne ) : Acne nodulokistik dan acne konglobata
dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yang besar dan nyeri bersama
dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih kecil.4
18
Gambar.2 Acne vulgaris grade 1 Gambar.3 Acne vulgaris grade 2
19
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Keparahan Akne Vulgaris menurut Lehmann11
Derajat Kriteria
Vulgaris.
20
VI. DIAGNOSIS
21
2. Akne Venenata dan akne akibat rangsangan fisis.
Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul dengan
tempat predikleksinya di tempat kontak zat kimia atau rangsang fisisnya.
3. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara pasti,
dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher. Penyakit ini terdiri
atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema intermiten
dan persisten serta erupsi acneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista, dan hiperplasia
sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum dengan beratnya
gejala rosasea.2
4. Milia
Milia adalah salah satu jenis kista epidermoid, yang mengeluarkan epidermoid dan
berisi massa keratin. Milia sering dijumpai kongenital atau lesi dapatan yang timbul pada
bayi dan dewasa. Beberapa penelitian melaporkan angka kejadian lebih banyak pada
wanita dan wanita yang lain dibandingkan dengan pria dan wanita prevalensinya sama.
Milia sering ditemukan di daerah mata khusus di kelopak mata. Milia dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu milia primer yang sering dijumpai pada bayi dan sering menghilang
dalam satu sampai tiga bulan, dan milia sekunder yang timbul dari lesi kulit sebelumnya.
Kebersihan atau higienis kulit dapat mempengaruhi timbulnya penyumbatan warta yang
mudah timbul milia. Iklim panas dengan banyak keringat timbulnya milia yang akan
member makna kista berupa bintik-bintik kecil berwarna putih. Penanganan milia pada
bayi masih dipertanyakan, milia sering dibiarkan dan menghilang dengan sendirinya.
Pada dewasa milia dapat terjadi dan mereka sering mengeluhkan hal-hal tersebut, maka
diperlukan penanganan yang tepat terhadap milia2
5. Dermatitis perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan pustul kecil
yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di sekitar mulut. Dermatitis
perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan di sekitar mulut, namun dapat
pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun diduga
penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride, dan kontrasepsi oral.2,8
22
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mulut, dan dagu,
yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa dengan diameter
kurang dari 2 mm yang terasa gatal. Penyebab pasti belum diketahui, namun terdapat
beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal,
emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan
kortikosteroid topikal.1,2
VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi acne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.2
1. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan acne yang masih
meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,
doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini
mengurangi peradangan acne dengan menghambat pertumbuhan dari P.Acnes.2,5
23
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini
sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap
P.acnes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 2,5,7
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik
digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous colitis.
Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang
lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis. 2,5,7
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan
untuk acne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi
komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan
menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan
menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung
terhadap P.acnes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan jumlah
P.Acnes yang mengakibatkan inflamasi. 2,7
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat untuk
lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih cepat daripada
papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di
punggung dan badan.2
24
c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon
terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara
sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada
akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo.
Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon,
estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi
hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi
topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat,
dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-
kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan
terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane
hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg
ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun)
dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen,
salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang
diberikan antara 100-200 mg. 2,7
2. Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak
dipilih dalam mengatasi penyakit acne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk
mengurangi jumlah acne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru dan
mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk beberapa
bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan acne. Obat-obatan topikal tidak
hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah
disekitarnya.7,8
25
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama dengan
tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24 dan 55%
setelah 12 minggu pengobatan.7
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream, atau
solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000
pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan
tretinoin 0.025%. 7
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk
acne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 7
26
f. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah rendah
iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap P.acnes
dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin
ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc atau
kombinasi produk dengan BPOs atau retinoid.2,7
27
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi
dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal.2,7
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa acne merupakan salah satu penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan industri
farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu terapi acne
yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah tentang
penggunaan topikal dari 17α-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum
tersedia secara komersial. 2,7
3. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan
menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi acne. Secara teori,
pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.
Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.7
b. Kortikosteroid Intralesi
Acne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-
nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun
waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah
2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat
yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan
harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan
menyebabkan atrofi.2,7
28
bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk acne tipe nodular. Akan tetapi harus
diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular
tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.7
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi acne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair
selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja
dengan mendinginkan dinding fibrotik dari acne cysts sehingga akan terjadi
kerusakan pada dinding tersebut. 7
d. Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan secara
bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat
diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari
paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada acne, tetapi
sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi. 2,7
4. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita acne vulgaris.
Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan
hubungannya dengan acne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base yang
mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada acne, akan tetapi beberapa
pasien akan mengalami kemunculan acne setelah mengkonsumsi makanan tersebut. 7
29
IX. PROGNOSIS
Onset dari acne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan kemudian
tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian acne ini biasanya diikuti oleh remisi yang
terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal
20an tapi ada juga yang masih menderita acne hingga decade ketiga sampai decade keempat.2
Acne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan biasanya
bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan acne ini tidak seharusnya berhubungan
dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak terjadi peningkatan produksi sebum
pada fase luteal dalam siklus menstruasi.2
Pada umumnya prognosis dari acne ini cukup menyenangkan, pengobatan sebaiknya
dimulai pada awal onset munculnya acne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang
bersifat permanen.2
Pada kebanyakan kasus, acne biasanya sembh secara spontan ketika melewati usia remaja
dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum diketahui secara jelas, tidak ada
penurunan secara bersama-sama pada produksi sebm ataupun perubahan komposisi lemak.
30
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Acne vulgaris adalah penyakit radang menahun folikel polisebasea dengan gejala klinik :
komedo, papul, pustul, kista dan nodus. Dengan tempat predliksi di muka, bahu, leher, dada,
punggung bagian atas dan lengan atas. Acne biasanya terdapat pada masa remaja dan hampir 100%
orang pernah mengalami penyakit ini. Ada 4 penyebab terjadinya acne yaitu : produksi sebum
yang meningkat, hiperkeratinisasi, peningkatan flora folikel dan peradangan.
Tempat predileksi acne vulgaris adalah dimuka, bahu, dada bagian atas, dan punggung
bagian atas, dapat berupa: erupsi kulit polimorfi, komedo, papul dan pustul, nodus dan kista yang
beradang juga dapat disertai rasa gatal. Diagnosa acne dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan lain. Pengobatan acne
memerlukan waktu yang cukup lama serta keteraturan dan kepatuhan berobat. Pengobatan setiap
individu berbeda – beda tergantung pada tipe kulit, jenis acne, serta kebiasaan dan kepeduliaan
pasien dalam merawat kebersihan wajah. Acne vulgaris umumnya dapat sembuh sendiri dan tidak
perlu sampai dirawat inap dirumah sakit.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A,Hamzah M, Aisah S, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI, 2010, h353-59
2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform
Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p:
897-913.
3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3rd ed. Massachusetts: Blackwell
Science,Inc.;2002. p:148-156.
4. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html
5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the World Congres
of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003
6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings AV, eds.
Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5
7. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment. Dermatology, Acne
Symposium at the World Congres of Drematology Paris July 2002. p:37-42. 2003
8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology Therapeutics 7th ed.
Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:4-18
32