Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1 . Latar belakang

Sabun merupakan produk kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Pembuatan sabun telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Metode pembuatan sabun
pada zaman dahulu tidak berbeda jauh dengan metode yang digunakan saat ini,
walaupun tentunya kualitas produk yang dihasilkan saat ini jauh lebih baik.
Sabun dibuat dengan metode saponifikasi yaitu mereaksikan trigliserida dengan soda
kaustik (NaOH) sehingga menghasilkan sabun dan produk samping berupa gliserin. Bahan
baku pembuatan sabun dapat berupa lemak hewani maupun lemak/minyak nabati. Sabun
umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbendaan utama dari
kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun.
Sabun padat menggunakan natrium hidroksida (NaOH) sedangkan sabun cair
menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis minyak yang
digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa yang
menghasilkan sabun yang lebih keras daripada jenis minyak lainnya. Bahan baku dalam
pembuatan sabun adalah minyak, lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam
pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna
maupun dari daya tariknya. Bahan pendukung yang umum digunakan dalam pembuatan
sabun diantaranya natrium klorida, natrium posfat, parfum, zat antiseptik dan pewarna.

1
2 . Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan sabun ?
b) Apa bahan utama dan bahan pendukung pembuatan sabun ?
c) Bagaimana sifat sabun ?
d) Apa yang dimaksud reaksi saponifikasi ?
e) Bagaimana cara pembuatan sabun dari minyak kelapa sawit dan minyak jelantah ?

3. Tujuan Makalah

a) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sabun.


b) Untuk mengetahui bahan utama dan bahan pendukung pembuatan sabun.
c) Untuk mengetahui sifat sabun.
d) Untuk mengetahui cara pembuatan sabun dari minyak kelapa sawit dan minyak
jelantah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN MINYAK DAN LEMAK

Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid ,
yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform (CHCl3), benzena
dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas
karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut.
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti
“triester dari gliserol”. Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan ester . Hasil
hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol . Asam karboksilat ini juga
disebut asam lemak yang Mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.
Perbedaan antara lemak dan minyak antara lain, yaitu:
 Pada temperatur kamar lemak berwujud padat dan minyak berwujud cair
 Gliserrida pada hewan berupa lemak(lemak hewani) dan gliserida pada
tumbuhan berupa miyak (minyak nabati)
 Komponen minyak terdiri dari gliserrida yang memiliki banyak asam lemak tak jenuh
sedangkan komponen lemak memiliki asam lemak jenuh.

2. PENGERTIAN SABUN
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena
sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada
sarana-sarana publik.
Sabun merupakan suatu kebutuhan pokok manusia yang selalu digunakan sehari-hari.
Fungsi utama dari sabun adalah membersihkan. Dilingkungan sekitar, banyak macam wujud
sabun yang dapat ditemui, baik yang dalam bentuk cair, lunak, krim, maupun yang padat.
Kegunaannya pun beragam, ada yang sebagai sabun mandi, sabun cuci sabun tangan, sabun
cuci peralatan rumah tangga dan lain sebagainya (Herbamart,2011).
Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus
induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C12 sampai C18)
yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan

3
karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu
ester dengan alkali (NaOH/KOH). Range atom C diatas mempengaruhi sifat-sifat sabun
seperti kelarutan, proses emulsi dan pembasahan. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif
dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan kemurnian lainnya. Semua minyak atau lemak
pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak merupakan campuran ester
yang dibuat dari alkohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam
palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak,
seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat (Fessenden, 1982).
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami.
Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor
bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak)
dari badan dan pakaian. Selain itu, pada larutan, surfaktan akan menggerombol membentuk
misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut konsentrasi kritik misel. Sabun juga
mengandung sekitar 25% gliserin. Gliserin bisa melembabkan dan melembutkan kulit,
menyejukan dan meminyaki sel-sel kulit juga. Oleh karena itu dilakukan percobaan
pembuatan sabun dan pengujian terhadap sifat-sifat sabun, sehingga akan didapat sabun yang
berkualitas (Levenspiel, 1972).
Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor
yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+
sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Dalam proses
pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor akan tertarik oleh ujung lipofilik sabun,
kemudian kotoran yang telah terikat dalam air pencuci karena ujung yang lain (hidrofilik)
dari sabun larut dalam air (Herbamart, 2011).

Sifat – Sifat Sabun

a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga
akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.

CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + NaOH

b. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan
menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini
sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air
mengendap.
4
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)

c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia


koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran
yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non
polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak
sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic
sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam
air (Vii afida, 2012).

3. BAHAN UTAMA DAN BAHAN PENDUKUNG PEMBUATAN SABUN

A. Bahan Utama
Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat sabun.
Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan
mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan
sabun antara lain (Diah Pramushinta, 2011) :

 Minyak atau Lemak


Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari
gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah
minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud
keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C),
sedangkan lemak akan berwujud padat (Vii afida, 2012).
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi
karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah
teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau
lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya (Irdoni dan Nirwana,
2013) :
1. Tallow ( Lemak Sapi )
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging
sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan
sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci.
Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA
dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow

5
dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow
yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%,
asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
2. Lard ( Lemak Babi )
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
seperti asam oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35-40%). Jika
digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk
mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah
berbusa.
3. Palm Oil ( Minyak Sawit )
Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid
sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih
dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa.
Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus
dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%,
asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam
laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%.
4. Coconut Oil ( Minyak Kelapa )
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi
daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak
jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan
terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
5. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )
Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan
asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti
minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan
asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak
yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam
oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-
3%, dan asam linoleat 2%.
6. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari
minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam
6
minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat
asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1- 0,4%
7. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8. Castor Oil ( Minyak Jarak )
Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan baku
pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-0,963 kg/liter,
bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-181 mg KOH/g. Minyak jarak
mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai senyawa ester. Komposisi asam lemak
minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat
3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2% (G. Brown, 1973).
9. Olive Oil ( Minyak Zaitun )
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi
memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang
keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak
tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga
mengandung triasil gliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak jenuh
tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total
asam lemak dalam minyak zaitun.
10. Campuran Minyak dan Lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak
dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat
yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang
tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan
palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
Minyak yang berasal dari hewan biasa disebut minyak hewani. Sedangkan yang berasal
dari tumbuhan biasa disebut minyak nabati. Di Indonesia penggunaan minyak hewani sangat
jarang sekali ditemukan pada produk sabun yang ada di pasaran.

7
Sifat Asam Lemak dalam Minyak Nabati

Semua minyak nabati merupakan trigliserida, merupakan kombinasi asam lemak dan
gliserol. Asam lemak (fatty acid) merupakan komponen penyusun minyak. Ada berbagai
macam asam lemak yang menyusun minyak. Tiap minyak memiliki jenis dan kandungan
asam lemak yang berbeda-beda.
Asam lemak memiliki tipe asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Perbedaan
asam lemak jenuh dan tak jenuh ini biasanya dilihat dari bentuknya. Asam lemak jenuh
biasanya akan memadat pada suhu dibawah suhu ruangan. Sedangkan asam lemak tak jenuh
tetap cair dibawah suhu ruangan.
Kandungan asam lemak menentukan karakteristik hasil sabun mandi yang dibuat.
Apakah sabun mandi menghasilkan busa melimpah atau hanya sedikit busa. Menghasilkan
sabun mandi yang keras atau lunak. Memiliki kemampuan yang membersihkan atau
melembabkan kulit.
Berikut merupakan beberapa jenis asam lemak yang penting dalam pembuatan sabun mandi:
Asam Laurat (Lauric Acid) – Merupakan asam lemak yang berkontribusi terhadap
kemampuan membersihkan dari sabun mandi yang dihasilkan dan menghasilkan busa yang
melimpah. Selain itu juga asam lemak ini mempengaruhi tingkat kekerasan pada sabun.
Minyak kelapa dan minyak inti kelapa sawit memiliki kandungan asam lemak ini hingga
50%.
Asam Linoleat (Linoleic Acid) – Merupakan asam lemak tak jenuh yang berfungsi sebagai
pelembab pada sabun mandi. Asam lemak ini juga menghasilkan sabun mandi yang terasa
lembut di kulit. Mudah untuk teroksidasi dan kadaluarsanya sangat pendek.
Beberapa minyak yang memiliki kandungan asam linoleat yang tinggi antara lain : minyak
biji anggur (grapeseed oil), minyak jagung, minyak kedelai, minyak bunga matahari. Semua
minyak tersebut memiliki kandungan asam lemak linoleat lebih dari 50%.
Asam Linolenat (Linolenic Acid) – Memiliki fungsi yang hampir sama dengan asam linoleat
pada sabun mandi yang dihasilkan. Biasanya digunakan dalam jumlah yang sangat sedikit
dalam formulasi sabun mandi.
Tidak banyak minyak yang memiliki kandungan asam linoleat. Minyak biji ganja (hemp seed
oil) memiliki kandungan mencapai 20%. Beberapa minyak yang memiliki kandungan yang
rendah antara lain minyak bekatul (rice bran oil), kedelai dan biji bunga matahari.

8
Asam Miristat (Myristic Acid) – Memiliki fungsi yang hampir sama dengan asam laurat.
Menghasilkan sabun yang keras, kemampuan membersihkan dan menghasilkan busa yang
melimpah.
Minyak kelapa dan minyak inti kelapa sawit mengandung asam miristat lebih dari 10%.
Asam Oleat (Oleic Acid) – Berfungsi untuk menambah kelembaban pada sabun mandi yang
dihasilkan. Tidak menghasilkan busa yang melimpah pada sabun mandi. Asam lemak ini
lebih stabil terhadap oksidasi, sehingga memiliki waktu kadaluarsa yang panjang.
Minyak zaitun, minyak alpukat, minyak almond merupakan minyak yang kaya kandungan
asam oleat. Selain itu minyak bekatul dan minyak kacang tanah juga memiliki kandungan
yang cukup tinggi.
Asam Palmitat (Palmitic Acid) – Asam lemak ini mempengaruhi kekerasan dan
menghasilkan busa yang lembut pada sabun mandi. Berpengaruh juga terhadap tingkat
kebersihan sabun mandi yang dihasilkan. Memiliki masa kadaluarsa yang panjang.
Minyak kelapa sawit memiliki kandungan asam lemak ini hingga 40%. Cocoa butter juga
mengandung asam lemak ini sekitar 20%.
Asam Risinoleat (Ricinoleic Acid) – Merupakan asam lemak yang berpengaruh terhadap
tingkat kelembaban sabun mandi. Juga menghasilkan busa yang stabil.
Tidak ditemukan pada minyak nabati yang lainnya. Hanya minyak jarak (castor oil) yang
mengandung asam lemak ini hingga 90%.
Asam Stearat (Stearic Acid) – Memiliki fungsi yang hampir sama dengan asam palmitat.
Asam lemak ini juga bisa menghasilkan sabun yang lebih tahan lama saat pemakaian.
Banyak ditemukan pada minyak yang berbentuk padat seperti cocoa butter, shea butter,
dan mango butter.

 Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,
Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim: 2-Aminoethanol, monoethanolamine, dengan
rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal
dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan
dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena
sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali

9
yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida
dari minyak atau lemak (Ketaren, 1986).

B. Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil
saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk
yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif
(Rudianto, 2007).
1. Garam ( NaCl )
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl
pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun
dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam
(brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin.
Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi,
sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar
diperoleh sabun yang berkualitas (Rudianto, 2007)
2. Bahan Aditif
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan
untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif
tersebut antara lain: builders, fillers inert, antioksidan, pewarna,dan parfum.
a. Builders (Bahan Pembentuk / Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral
yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan
membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu
menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih
baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas
(Rudianto, 2007). Umumnya yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa
kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
b. Filler (Bahan Pengisi)
Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan
bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada
umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering

10
digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan
pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air (Rudianto, 2007).
c. Bahan Antioksidan
Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau tengik
atau rancid. Natrium Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui dapat
digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang sangat kuat
dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent (Perdana, F.K, 2009).
d. Bahan Pewarna (Coloring Agent)
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar
memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli
sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah,
putih, hijau maupun orange (Rudianto, 2007).
e. Bahan Pewangi (fragrances)
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar
dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun
yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal. Beberapa
nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water,
alpine, dan spring flower (Rudianto,2007).

4. PEMBUATAN SABUN DENGAN MINYAK GORENG BEKAS (JELANTAH)

Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang
dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng
makanan. Minyak goreng dari tumbuhan biasanya dihasilkan dari tanaman seperti kelapa,
biji-bijian, kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola.
Minyak goreng umumnya berasal dari minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dapat
digunakan untuk menggoreng karena struktur minyaknya yang memiliki ikatan rangkap
sehingga minyaknya termasuk lemak tak jenuh yang sifatnya stabil. Selain itu pada minyak
kelapa sawit terdapat asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Asam
lemak tersebut adalah asam palmitat, stearat, oleat, dan linoleat.

11
Minyak goreng memegang peranan yang sangat penting dalam pengolahan produk
pangan. Hal ini mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat dari tahun ke tahun.
Konsumen minyak goreng terbesar adalah industri makanan, restoran, dan hotel. Setelah
digunakan berulang-ulang selanjutnya minyak goreng tersebut menjadi minyak goreng bekas.
Sebenarnya minyak goreng bekas tersebut masih dapat dimanfaatkan kembali setelah
dilakukan proses pemurnian ulang (reprosesing), namun karena keamanan pangan
mengkonsumsi minyak goreng hasil reprosesing masih menjadi perdebatan sengit akibat
adanya dugaan senyawa akrolein yang bisa menyebabkan keracunan bagi manusia, maka
alternatif lainnya adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku industri non pangan
seperti sabun lunak.
Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bekas atau yang biasa disebut dengan minyak jelantah adalah minyak
limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung,
minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas
pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya.
Sehubungan dengan banyaknya minyak goreng bekas dari sisa industri maupun rumah
tangga dalam jumlah tinggi dan menyadari adanya bahaya konsumsi minyak goreng bekas,
maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk memanfaatkan minyak goreng bekas tersebut agar
tidak terbuang dan mencemari lingkungan. Pemanfaatan minyak goreng bekas ini dapat
dilakukan pemurnian agar dapat digunakan kembali sebagai media penggorengan atau
digunakan sebagai bahan baku produk berbasis minyak seperti sabun (Susinggih, dkk, 2005).
Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali
membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak
nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat.
Sabun dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran
seperti sabun mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga,
hingga sabun yang digunakan dalam industri. Kandungan zat-zat yang terdapat pada sabun
juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Larutan alkali yang digunakan dalam
pembuatan abun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa yang
digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa
digunakan pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH).

12
Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng bekas,
yang hasilnya dapat digunakan sebagai minyak goreng kembali atau sebagai bahan baku
produk untuk pembuatan sabun cair. Tujuan utama pemurnian minyak goreng ini adalah
menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang kurang menarik dan
memperpanjang daya simpan sebelum digunakan kembali (Susinggih, dkk,2005).
Pemurnian minyak goreng bekas ini meliputi 3 tahap proses, yaitu :
1. Penghilangan bumbu (despicing)
2. Netralisasi
3. Pemucatan (bleaching)

5. REAKSI SAPONIFIKASI

Istilah saponifikasi dalam literatur berarti ―”soap making”. Akar


kata ―”sapo” dalam bahasa Latin yang artinya soap / sabun. Saponifikasi
adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah (misalnya NaOH atau KOH).
Sabun merupakan hasil produk dari trigliserida dan basa alkali yang mempunyai produk
samping berupa gliserol.

13
Saponifikasi yang telah dipaparkan diatas akan menghasilkan sabun
yang masih mentah (neat soap). Neat soap selanjutnya masih diberi
tambahan pewarna, pewangi, pelembut, dll.
Gliserol pada produk samping pembuatan sabun mandi akan diolah karena berguna pada
industri kosmetik, pada sabun mandi gliserol ini biasanya ditemukan dalam bentuk gliserin
yang berperan sebagai surfaktan.

6. PEMBUATAN SABUN DALAM INDUSTRI

1. Saponifikasi Lemak Netral


Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah
bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada kondisi tertentu
dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi,
menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk
mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Trigliserida + 3NaOH 3RCOONa + Gliserin

NaOH = [SV x 0,000713] x 100/ NaOH (%) [SV / 1000] x [MV (NaOH)/
MV(KOH)
Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul

14
Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk memasukkan
kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave, yang beroperasi pada
temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi. Campuran saponifikasi disirkulasi
kembali dengan autoclave. Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin,
kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan
larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci
dikolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari
sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa-sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60-
63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun
dalam bentuk butiran (78-83 % TFM) yang siap untuk diproses menjadi produk akhir.

2. Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya
dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35%
pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis-jenis
vakumspray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada
berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi
pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap
yang mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan
tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di
plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan mulai
memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripadadryer
sistem tunggal.

3. Netralisasi Asam Lemak


Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun berlangsung
lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali.

RCOOH + NaOH RCOONa + H2O

Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam lemak dapat
dihitung sebagai berikut :
NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak
Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan
persamaan :
MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV
Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk
menetralisasi 1 gram asam lemak
Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih dihulu menuju
turbodisperser dimana interaksi reaktan reaktan tersebut mengawali pembentukan sabun
murni. Sabun tersebut, yang direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke
mixer dimana sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian
proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun
murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun butiran
yang siap untuk diolah menjadi sabun batangan.

4. Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat pewarna,
parfum, dan zat aditif lainnya kedalamm ixer(analgamator). Campuran sabun ini klemudian
diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur menjadi suatu produk yang

15
homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat
pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan potongan terpisah
yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan
bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun
batangan merupakan tahap akhir.

7. METODE PEMBUATAN SABUN


Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 4 metode proses pembuatan sabun yaitu sebagai
berikut (Y.H.Hui, 1996) :
1.Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu minyak/lemak
dipanaskan didalam ketel dengan menambahkan NaOH yang telah dipanaskan, selanjutnya
campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk pasta kira-kira setelah 4 jam pemanasan.
Setelah terbentuk pasta ditambahkan NaCl (10-12%) untuk mengendapan sabun. Endapan
sabun dipisahkan dengan menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan
produk samping gliserin.
2.Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali langsung
dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi saponifikasi. Setelah
reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang dihasilkan berwarna gelap.
3.Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol dibiarkan didalam suatu
tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur kamar,25oC). Raksi antara NaOH dan uap air
(H2O) merupakan reaksi eksoterm sehingga dapat menghasilkan panas. Panas tersebut
kemudian digunakan untuk mereaksikan minyak/lemak dan NaOH/alkohol. Proses ini
memerlukan waktu untuk reaksi sempurna selama 24 jam dan dihasilkan sabun berkualitas
tinggi.
Adapun syarat-syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut :
· Minyak/lemak yang digunakan harus murni
· Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti
· Temperatur harus terkontrol dengan baik
4.Proses netral
Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah NaOH sehingga terjadi
reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun yang dihasilkan tidak bersifat

16
netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa yang banyak.Oleh karena itu, perlu dilakukan
penetralan dengan menambahkan Na2CO3.

8. KEGUNAAN SABUN
Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang
dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun :
1.Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut dalam zat non
polar, seperti tetesan-tetesan minyak.
2.Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul
sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-
minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tersuspensi (Ralph J.
Fessenden, 1992).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari makalah tentang proses pembuatan sabun ini yaitu,

1. Bahan dasar pembuatan sabun secara sederhana adalah dengan memanaskan campuran antara
lemak/minyak dengan alkali (basa).

2. Sabun memiliki dua ujung, yang mana salah satu ujungnya sangat suka larut dalam air, dan
ujung satunya lagi sangat suka larut dalam minyak.

3. Metode-metode proses pembuatan sabun ini ada dua macam yaitu metode batch dan metode
kontinu.

4. Selain bahan baku sabun minyak/lemak dan alkali (basa), pada sabun juga ditambahkan
pewarna dan parfum agar sabun lebih bersifat ekonomis.

5. Tahap tahap proses pembuatan sabun ada 4 yaitu, saponifikasi lemak netral, pengeringan,
netralisasi asam lemak, dan penyempurnaan sabun.

17
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, H. 2001.Penuntun Belajar Kimia Dasar : Kimia Larutan.Bandung: Citra Adhya


Bhakti.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung : ITB Press

Svehla G.1985.Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta:
Kalman Media Pustaka.

Partati, Kanten.(2012).Makalah Kimia Larutan Penyangga.


http://l-kantenpartati.blogspot.co.id/2012/05/makalah-kimia-larutan-penyangga.html.
(tanggal 19 Oktober 2016.)

18

Anda mungkin juga menyukai