Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan praktikum penetapan kadar NH4+ dalam air adalah :
1. Menganalisa/menentukan kadar NH4+ menggunakan pereaksi nessler dan
garam Rochelle dalam sampel
2. Memahami metode analisis kadar NH4+

1.2. Landasan Teori


1.2.1. Proses Penyisihan Ammonia Dengan Menggunakan

Lumpur Aktif Dan Ceratopyllum Demersum Serta


Mikroalga Jenis Chloropyta

Pendahuluan
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis (Anonim 2009). Ada
berbagai macam limbah, salah satunya adalah limbah cair. Limbah
cair adalah segala jenis limbah yang berwujud cairan, berupa air
beserta bahan-bahan buangan lain yang tercampur (tersuspensi)
maupun terlarut dalam air Limbah cair diklasifikasikan menjadi empat
kelompok yaitu :
a) Limbah cair domestic (domestic wastewater) yaitu limbah cair hasil
buangan dari rumahtangga, bangunan perdagangan, perkantoran, dan
sarana sejenis. Misalnya air deterjen sisa cucian, air sabun, tinja
b) Limbah cair industry (industrial wastewater), yaitu limbah cair
hasil buangan industry. Misalnya air sisa cucian daging, buah, sayur

1
dari industry pengolahan makanan dan sisa dari pewarnaan kain/bahan
dari industry tekstil
c) Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair
yang berasal dari berbagai sumber yang memasuki saluran
pembuangan limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau
melalui luapan dari permukaan.
d) Air Hujan (strom water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran
air hujan di atas permukaan tanah (Kartini,2009)
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Adalah zat atau bahan
yang mengandung satu atau senyawa :
 Mudah meledak (explosive)
 Pengoksidasi (oxidizing)
 Amat sangat mudah terbakar (extremely flammable)
 Sangat mudah terbakar (highly flammable)
 Mudah terbakar (flammable)
 Amat sangat beracun (extremely toxic)
 Sangat beracun (highly toxic)
 Beracun (moderately toxic)
 Berbahaya (harmful)
 Korosif (corrosive)
 Bersifat mengiritasi (irritant)
 Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)
 Karsinogenik, dapat menyebabkan kanker
 Teratogenik, dapat menyebabkan kecacatan janin
 Mutagenic, dapat menyebabkan mutasi (mutagenic) ( kartini,2009)
Limbah amoniak termasuk dalam katergori limbah cair indusri
kategori limbah B3. Limbah amoniak dihasikan dari berbagai macam
industri yang mana salah satu diantaranya adalah industri pupuk.
Limbah amoniak yang langsung dibuang tanpa mengalami pengolahan
lebih lanjut dapat membahayakan bagi manusia karena selain limbah

2
tersebut dapat terkonsumsi oleh manusia, limbah tersebut dapat
meningkatkan populasi alga dimana unsur hara yang terkandung
dalam limbah amoniak ( unsur N ) digunakan sebagai nutrisi untuk
media tumbuh dan perkembangbiakkan alga.

Dekomposisi urea
Bakteri yang mampu mendekomposisi urea adalah bakteri yang
bersifat aerobik. Urea dapat dihidrolisis oleh banyak sekali jenis
bakteri, salah satunya adalah Bacillus pasteurii yang aktif
mendekomposisi urea sampai 140 gram dalam 1 liter larutan.
Walaupun mengandung unsur karbon, karbon pada urea tidak bisa
digunakan sebagai unsur hara [Stein, 1973; Polle et al, 1999]. Karena
karbon dalam bentuk teroksidasi dan selama hidrolisis terlepas sebagai
CO2 dalam reaksi berikut :

Sumber nitrogen utama yang dapat digunakan oleh alga adalah nitrat
dan amonia –N, sedangkan penggunaan nitrit dibatasi oleh
toksisitasnya. Bila nitrat dan amonia-N terdapat bersama, maka nitrat
tidak akan diabsorbsi sampai semua amonia –N habis terserap. Pada
beberapa spesies, hal ini terjadi khususnya bila medium kaya akan
CO2. Kecenderungan pilihan ini adalah karena terdapatnya enzim
nitrat reduktase (NAD(P)H:nitrit oksido-reduktase) yang njadi
amonium; misalnya pada Anabaena, Scenedesmus, Ankistrodesmus,
dan berbagai spesies Chorella.
Hampir semua mikroalga memiliki enzim urease sebagaimana
halnya tumbuhan tingkat tinggi [Barr, 2002]. Urea digunakan sebagai
sumber N dalam pertumbuhan berbagai jenis mikroalga, bahkan juga
oleh mikroalga yang tidak mempunyai urease [Syrett, 1962 dan
Morris, 1974].

3
Nitrifikasi
Nitrifikasi berarti mengubah amonia menjadi nitrat, sehingga
mampu mengurangi kebutuhan oksigen dalam aliran. Oksidasi amonia
menjadi nitrat yang disebabkan bakteri aotutrofik dengan nitrit sebagai
produk antara.

Hasil dari reaksi aerobik digunakan untuk metabolisme, seperti


pembentukan CO2 menjadi pertumbuhan sel baru. Perubahan amonia
menjadi nitrit merupakan tahap yang mengendalikan laju reaksi.Laju
nitrifikasi pada limbah biasanya merupakan fungsi linier terhadap
waktu dan tidak tergantung konsentrasi NH3-N ( orde reaksi 0).
Parameter yang penting pada kinetika nitrifikasi adalah suhu, pH, dan
konsentrasi.
Pada sistem aerasi kontinyu, waktu tinggal yang lama
diperlukan untuk mencegah kehilangan bakteri yang cukup banyak.
Laju pertumbuhan harus cukup cepat untuk mengganti mikroba yang
hilang melalui lumpur limbah dan keluaran Masukan bahan organik
mengontrol pertumbuhan mikroorganisme heterotrifik, pada saat
kuantitas amonia yang menggunakan nitrifier sintetis. Meningkatnya
lumpur limbah sebagai hasil akibat berlimpahnya bahan organik,
mengurangi waktu tinggal lumpur.
Fotosintesis alga
Melalui proses fotosintetis, mikroalga menggunakan CO2 dari
bakteri aerob dan amonia untuk membentuk protoplasma sel dan
melepaskan molekul oksigen [Stein, 1973; Coombs dan Hall, 1992;
Danks et al, 1983; Polle et al,1999] :
NH3 + 8 CO2 + 4,5 H2O cahaya C5H14O3N + 8,75 O2
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan (fotosintesis)
mikroalga adalah intensitas cahaya, pH, makro dan mikronutrien,
konsentrasi CO2 [Surk-Key & Toshiuki, 2002]. Formula stoikiometrik

4
komposisi selular bakteri aerob dilaporkan sebagai C 5H7O2N, dan
persamaan reaksi sintetik bakteria aerobik dengan glukose adalah
[Stein, 1973]:
6 C6H12O6 + 16 O2 + 4 NH3 Enzim 4C5H7O2N + 16 CO2 + 28 H2O
Sebagai akibat fiksasi CO2 oleh algae akan terjadi akumulasi ion
hidroksil sehingga pH akan meningkat sampai >9. Hal ini
mengakibatkan matinya sebagian besar komunitas bakteri, sehingga
proses degradasi senyawa nitrogen baik organik maupun anorganik
secara bakterial tidak berlangsung dengan baik. Oleh karena itu
operasi pengolahan limbah sistem alga-bakterial harus pada daerah
yang pH nya 7,0 – 8,0. Bila proses degradasi senyawa nitrogen terjadi
seimbang antara komponen alga dan komponen bakterial maka
biasanya sistem alga-bakterial homeostatis pada pH.

Bahan dan Metode penelitian


Bahan yang digunakan penelitian ini adalah lumpur aktif jenis
aerobik dari PT. Rimba Partikel Indonesia (RPI), mikro alga jenis
chloropyta, dan tanaman Ceratopyllum demersum. Variabel tetap :
volume mikro alga jenis chloropyta = 1 liter, berat tanaman
ceratopyllum demersum = 30 gram, volume lumpur aktif = 1 liter, laju
alir CO2 = 0,1 liter/menit, waktu aerasi dengan udara pada bak lumpur
aktif = 5 hari, waktu aerasi CO2 pada bak alga = 7 hari. Variabel
berubah : kadar ammonia = 300 dan 500 ppm, kadar urea = 300 dan
500 ppm, kadar asam phosphat = 1 dan 2 ml, jenis tanaman = mikro
alga jenis chloropyta dan Ceratopyllum demersum.
Respon yang diamati adalah penurunan kadar Ammoniadan
kadar nitrat serta nitrit yang diperoleh dengan menggunakan
penambahan lumpur aktif jenis aerobik dan tanaman Ceratopyllum
demersum serta mikro alga jenis chloropyta.
Cara Pengolahan Data

5
Data yang diperoleh dari percobaan laboratorium ini adalah hubungan
antara waktu reaksi terhadap kadar ammoniak, nitrat , dan nitrit. Data
hasil percobaan diolah dan dianalisa dengan metode Deskriptif yaitu
menggambarkan kecenderungan hasil penelitian dengan menggunakan
bantuan tabel dan grafik.

Gambar 2.1 Rangkaian Alat Penelitian

Gambar 2.2 Rangkaian Alat Spektrofotometer


Proses pengolahan dengan menggunakan lumpur aktif
1. Memasukkan lumpur aktif sebanyak 1 liter ke dalam bak
penampung dan mengecek kadar MLSS nya.
2. Membuat limbah amonia sintetis dengan cara memasukkan laruran
amonium hidroksida pekat (NH4OH) 25 % sebanyak 0,998 ml (300

6
ppm), urea prill 0,9 gram, dan larutan asam fosfat pekat 1 ml ke
dalam aquadest 3 liter.
3. Memasukkan limbah tersebut ke dalam bak penampung yang
sudah sebelumnya sudah diisi lumpur aktif.
4. Mengaerasi bak penampung tersebut dengan udara yang berasal
dari kompresor selama 5 jam.
5. Menganalisa kadar amonia, nitrat, dan nitrit setiap 1 jam sampai
jam ke – 5.
6. Setelah 5 jam, mengendapkan bak tersebut selama 30 menit agar
terpisah antara lumpur aktif di bagian bawah dan limbah di bagian
atas.
Proses pengolahan dengan menggunakan mikro alga jenis
chloropyta dan eratopyllum demersum
1. Memasukkan 3 liter limbah tersebut ke dalam bak penampung
yang sebelumnya sudah diisi dengan mikro alga jenis chloropyta
sebanyak 1 liter atau 30 gram untuk Ceratopyllum demersum.
2. Mengaerasi bak penampung tersebut dengan CO2 yang berasal dari
tabung CO2 selama 7 hari dengan laju alir 0,1 liter per menit dan
memberi pencahayaan pada bak tersebut dengan lampu.
3. Menganalisa kadar amonia, nitrat, dan nitrit setiap 1 hari sampai
hari ke-7.
4. Mengulangi percobaan dengan kadar amonia, urea, dan volume
asam fosfat yang berbeda (500 ppm, 500 ppm, dan 2 ml).
Analisa kadar ammonia dilakukan dengan metode nessler
dengan menggunakan spektrofotometer,analisa kadar nitrit dilakukan
dengan metode sulfanilik dengan menggunakan spektrofotometer,
analisa kadar nitrat dilakukan dengan metode brucine-sulfanilik
dengan menggunakan spektrofotometer.

7
Hasil dan pembahasan
Pengaruh penambahan lumpur aktif dan tumbuhan air
( Ceratopyllum demersum dan mikro alga jenis chloropyta )
terhadap kadar ammonia pada limbah
Pengaruh waktu reaksi terhadap kadar ammonia pada
penambahan lumpur aktif adalah berbanding terbalik. Dengan
bertambahnya waktu reaksi maka kadar ammonia semakin menurun
yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.1 Grafik hubungan antara penambahan lumpur aktif


terhadap kadar ammonia pada berbagai variasi limbah
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penambahan lumpur aktif
berpangaruh terhadap kadar ammonia dalam limbah. Semakin lama
waktu penambahan lumpur aktif pada limbah, maka kadar ammonia
yang terkandung semakin menurun. Hal ini disebabkan karena bakteri
yang terkandung dalam lumpur aktif yaitu nitrosomonas dan
nitrobacter merubah ammonia menjadi nitrat dan kemudian nitrit
dengan bantuan oksigen yang diaerasikan melalui aerator sesuai
dengan reaksi

8
Pada awal operasi untuk mengolah ammonia diperlukan oksigen yang
banyak. Pada awal percobaan, lumpur aktif diaerasikan secara terus
menerus terlebih dahulu agar kandungan oksigen terlarut dalam
lumpur aktif. Lamakelamaan proses penguraian ammonia
menunjukkan kecenderungan yang konstan. Hal ini disebabkan karena
bakteri sudah tidak mampu menguraikan ammonia lagi. Selain itu
proses dekomposisi urea yang terkandung di dalam limbah yang
menghasilkan ammonia dan CO2 juga berpengaruh, dimana kadar
ammonia yang di tunjukkan pada gambar tersebut berasal dari
ammonia murni yang terdapat di dalam limbah dan ammonia hasil
dekomposisi urea.
Reaksi dekomposisi urea :

Kinetika proses penguraian ammonia sesuai dengan persamaan


-rA = k x CA x CB
Dimana : k = konstanta kecepatan reaksi
CA = konsentrasi ammonia
CB = konsentrasi urea
Lama – kelamaan semua urea yang terdapat di dalam limbah akan
terdekomposisi secara keseluruhan Sehingga persamaan yang
dihasilkan akan menjadi
-rA = k x CA x CA1
Dimana :CA1 = konsentrasi ammonia yang dihasilkan dari proses
dekomposisi urea
Pengaruh waktu reaksi terhadap kadar ammonia pada
penambahan Ceratopyllum demersum dan mikro alga adalah
berbanding terbalik. Dengan bertambahnya waktu reaksi maka kadar
ammonia semakin menurun yang ditunjukkan pada gambar di bawah
ini.

9
Grafik 3.2 Grafik hubungan antara penambahan Ceratopyllum
demersum dan mikro alga jenis Chloropyta terhadap kadar ammonia
pada berbagai variasi limbah
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penambahan
Ceratopyllum demersum dan mikro alga jenis chloropyta berpangaruh
terhadap kadar ammonia dalam limbah. Semakin lama waktu
penambahan Ceratopyllum demersum dan mikro alga jenis chloropyta
pada limbah, maka kadar ammonia yang terkandung semakin
menurun. Proses aerasi CO2 menyebabkan tumbuhan tersebut dapat
berfotosintesis menghasilkan O2, dimana O2 digunakan mikro alga
jenis chloropyta dan Ceratopyllum demersum tersebut untuk
menguraikan ammonia menjadi nitrat dan nitrit sesuai dengan reaksi

Lama-kelamaan proses penguraian ammonia menunjukkan


kecenderungan yang konstan. Hal ini disebabkan karena Ceratopyllum
demersum dan mikro alga jenis chloropyta sudah tidak mampu lagi
untuk menguraikan ammonia.
Pengaruh penambahan lumpur aktif dan tumbuhan air
(Ceratopyllum demersum dan mikro alga jenis chloropyta )
terhadap kadar nitrat pada limbah
Pengaruh waktu reaksi terhadap kadar nitrat pada penambahan
lumpur aktif adalah berbanding lurus. Dengan bertambahnya waktu

10
reaksi maka kadar nitrat yang dihasilkan semakin meningkat yang
ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.3 Grafik hubungan antara penambahan lumpur aktif


terhadap kadar nitrat pada berbagai variasi limbah
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penambahan lumpur aktif
berpangaruh terhadap kadar nitrat dalam
limbah. Semakin lama waktu penambahan lumpur aktif pada limbah,
maka kadar nitrat yang terkandung semakin meningkat. Hal ini
disebabkan karena bakteri yang terkandung dalam lumpur aktif yaitu
nitrosomonas dan nitrobacter merubah ammonia menjadi nitrat
dengan bantuan oksigen yang diaerasikan melalui aerator sesuai
dengan reaksi

Selain itu proses dekomposisi urea menjadi ammonia juga


menambah kadar ammonia di dalam limbah sehingga jumlah
ammonia yang berubah menjadi nitrat juga semakin besar juga.
Pengaruh waktu reaksi terhadap kadar nitrat pada penambahan mikro
alga jenis chloropyta dan Ceratopyllum demerum adalah berbanding
lurus. Dengan bertambahnya waktu reaksi maka kadar nitrat yang
dihasilkan semakin meningkat yang ditunjukkan pada gambar di
bawah ini.

11
Gambar 3.4 Grafik hubungan antara penambahan Ceratopyllum
demersum dan mikro alga jenis chloropyta terhadapkadar nitrat pada
berbagai variasi limbah
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penambahan
Ceratopyllum demersum dan mikro alga jenis hloropyta berpangaruh
terhadap kadar nitrat dalam limbah. Semakin lama waktu penambahan
Ceratopyllum demersum dan mikro alga jenis chloropyta pada limbah,
maka kadar nitrat yang terkandung semakin meningkat. Proses
pembentukan nitrat memerlukan waktu yang relative cukup lama
dibandingkan dengan proses penguraian ammonia. Pada proses
penambahan lumpur aktif denga orde jam belum dihasilkan nitrat
yang signifikan. Baru pada orde harian dapat dihasilkan nitrat secara
signifikan. Selain itu proses dekomposisi urea menjadi ammonia.

Pengaruh penambahan lumpur aktif dan tumbuhan air


(Ceratopyllum demersum dan mikro alga jenis chloropyta)
terhadap kadar nitrit pada limbah
Pengaruh waktu reaksi terhadap kadar nitrit pada penambahan
lumpur aktif adalah berbanding lurus. Dengan bertambahnya waktu
reaksi maka kadar nitrit yang dihasilkan semakin meningkat yang
ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

12
Gambar 3.5 Grafik hubungan antara penambahan lumpur aktif
terhadap kadar nitrit pada berbagai variasi limbah
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penambahan lumpur aktif
berpangaruh terhadap kadar nitrit dalam limbah. Semakin lama waktu
penambahan lumpur aktif pada limbah, maka kadar nitrit yang
terkandung semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena bakteri
yang terkandung dalam lumpur aktif yaitu nitrosomonas dan merubah
ammonia menjadi nitrit dengan bantuan oksigen yang diaerasikan
melalui aerator sesuai dengan reaksi

Selain itu proses dekomposisi urea menjadi ammonia juga menambah


kadar ammonia di dalam limbah sehingga jumlah ammonia yang
berubah menjadi nitrit juga semakin besar juga. Pengaruh waktu
reaksi terhadap kadar nitrit pada penambahan mikro alga dan
Ceratopyllum demersum adalah berbanding lurus. Dengan
bertambahnya waktu reaksi maka kadar nitrit yang dihasilkan semakin
meningkat yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

13
Gambar 3.6 Grafik hubungan antara penambahan Ceratopyllum
demersum dan mikro alga jenis Chloropytamterhadap kadar nitrit pada
berbagai variasi limbah
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penambahan
Ceratopyllum demersum dan mikro alga jenis chloropyta berpangaruh
terhadap kadar nitrit dalam limbah. Semakin lama waktu penambahan
Ceratopyllum demersum dan mikro alga jenis chloropyta pada limbah,
maka kadar nitrit yang terkandung semakin meningkat.
Proses pembentukan nitrit memerlukan waktu yang relatif cukup
lama dibandingkan dengan proses penguraian ammonia. Pada proses
penambahan lumpur aktif dengan orde jam belum dihasilkan nitrit
yang signifikan. Sedangkan penambahan Ceratopyllum demersum dan
mikro alga jenis hloropyta pada orde harian dapat dihasilkan nitrit
secara signifikan. Dibandingkan dengan kadar nitrat yang dihasilkan,
kadar nitrit yang dihasilkan cenderung lebih sedikit, dimana hasil dari
nitrit akan dioksidasi menjadi nitrat. Hal ini dikarenakan nitrit adalah
hasil antara dalam proses penguraian ammonia. Sedangkan hasil
akhirnya adalah nitrat sesuai dengan reaksi:

Pengaruh kadar ammonia pada penambahan lumpur aktif, mikro alga


jenis chloropyta, dan Ceratopyllum demersum terhadap waktu reaksi

14
adalah berbanding terbalik. Dengan bertambahnya waktu reaksi maka
kadar ammonia yang dihasilkan semakin menurun yang ditunjukkan
pada gambar di bawah ini. chloropyta terhadap kadar amonia pada
berbagai variasi limbah
Dari data diatas dapat dilihat adanya penurunan kadar ammonia
pada limbah dimana pada percobaaan pertama ( kadar ammonia 300
ppm dan kadar urea 300 ppm ) dengan kadar MLSS lumpur aktif
sebesar 21 gram / liter dihasilkan penurunan sebesar 271,25 ppm ( 82
% ) sedangkan dengan menggunakan Ceratopyllum demersum
sebanyak 30 gram dihasilkan penurunan sebesar 26,25 ppm ( 44,91%).
Percobaan kedua ( kadar ammonia 500 ppm dan urea 500 ppm )
dengan kadar MLSS lumpur aktif sebesar 37,66 gram / liter dihasilkan
penurunan sebesar 357,81 ppm ( 83,21 % ) sedangkan dengan
menggunakan Ceratopyllum demersum sebanyak 30 gram dihasilkan
penurunan sebesar 32,19 ppm ( 45,98 % ). Percobaan ketiga ( kadar
ammonia 300 ppm dan urea 300 ppm ) dengan kadar MLSS lumpur
aktif sebesar 38,33 gram / liter dihasilkan penurunan sebesar 281,25
ppm ( 84,74 % ) sedangkan dengan menggunakan mikro alga jenis
chloropyta sebanyak 1 liter dihasilkan penurunan sebesar 17,81 ppm
( 36,07 % ). Percobaan keempat ( kadar ammonia 500 ppm dan urea
500 ppm ) dengan kadar MLSS lumpur aktif sebesar 46,66 gram / liter
dihasilkan penurunan sebesar 363,44 ppm ( 86,02 % ) sedangkan
dengan menggunakan mikro alga jenis chloropyta dihasilkan
penurunan sebesar 33,44 ppm ( 41,47 % ).
Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa rata – rata proses
penguraian ammonia yang paling besar dilakukan oleh lumpur aktif
daripada oleh Ceratopyllum demersum maupun mikro alga jenis
chloropyta. Hal ini disebabkan karena pada lumpur aktif terdapat
bakteri- bakteri yang sangat aktif yaitu nitrosomonas dan nitrobacter
yang dengan cepat dapat menguraikan ammonia menjadi nitrit dan
nitrat.

15
Kesimpulan
1. Penurunan Prosentase Ammonia
a. Pada percobaan pertama proses penurunan ammonia kadar 300
ppm dengan menggunakan lumpur aktif dan tumbuhan
Ceratopyllum demersum dihasilkan penurunan sebesar 90,27%
b. Pada percobaan kedua proses penurunan ammonia kadar 500
ppm dengan menggunakan lumpur aktif dan tumbuhan
Ceratopyllum demersum dihasilkan penurunan sebesar 91,2 %
c. Pada percobaan ketiga proses penurunan ammonia kadar 300
ppm dengan menggunakan lumpur aktif dan mikro alga jenis
chloropyta dihasilkan penurunan sebesar 90,5 %
d. Pada percobaan keempat proses penurunan ammonia kadar
500 ppm dengan menggunakan lumpur aktif dan mikro alga
jenis chloropyta dihasilkan penurunan sebesar 88,84 %
2. Nitrat dan Nitrit yang dihasilkan
a. Pada percobaan pertama proses penurunan ammonia kadar 300
ppm dengan menggunakan lumpur aktif dan tumbuhan
Ceratopyllum demersum dihasilkan nitrat dan nitrit sebesar
42,03 ppm dan 17,59 ppm
b. Pada percobaan kedua proses penurunan ammonia kadar 500
ppm dengan menggunakan lumpur aktif dan tumbuhan
Ceratopyllum demersum dihasilkan nitrat dan nitrit sebesar
43,18 ppm dan 18,79 ppm.
c. Pada percobaan ketiga proses penurunan ammonia kadar 300
ppm dengan menggunakan lumpur aktif dan tumbuhan
Ceratopyllum demersum dihasilkan nitrat dan nitrit sebesar
42,16 ppm dan 15,19 ppm
d. Pada percobaan keempat proses penurunan ammonia kadar 500
ppm dengan menggunakan lumpur aktif dan tumbuhan

16
Ceratopyllum demersum dihasilkan nitrat dan nitrit sebesar
43,38 ppm dan 17,54 ppm.
1.2.2. Teori Ammonium (NH4+)
1.2.2.1. Metode Analisis (NH4+)
Ammonium adalah ion yang apabila dengan sodium
hidroksida akan menghasilkan ammonia. Kation monovalen
(NH4+) dapat dipandang sebagai produk reaksi ammonia
(suatu basa lewis) dengan ion hidrogen. Ion ammonium
mempunyai simetri tetrahedral. Sifat kimia garam ammonium
acap kali serupa dengan garam logam alkali yang setara.
Ammonium mempunyai bentuk dalam fase cair. Dalam SNI
kadar ammonium yang diperbolehkan hanya sebesar 0,1
mg/l.
Metode penetapan kadar (NH4+) adalah dengan
1. Metode Nessler
Kadar ammonium dapat diukur dengan menggunakan
metode Nessler kualitatif dan kuantitatif. Dimana metode
nessler kualitatif yaitu dengan cara menggunakan reagen
Nessler dan larutan garam Rochelle. Dimana warna sampel
dibandingkan dengan warna larutan standart (NH 4+) atau
larutan stock ammonium. Warna sampel yang paling
mendekati warna larutan stock ammonium itulah yang paling
tinggi kadar ammoniumnya. Metode Nessler secara
kuantitatif yaitu dapat digunakan dengan spektrofotometri.
Metode ini menggunakan reagen Nessler dan larutan garam
seignette. Kadar ammonium pada kultur diukur setiap hari
dengan mengambil 25 ml air sampel kultur, diberi 1-2 tetes
pereaksi garam seignette dan 0,5 ml pereaksi Nessler,
dikocok, dibiarkan selama 10 menit, kemudian ditera
intensitasnya pada panjang gelombang 420 nm dengan
menggunakan spektrometer merk spektronik 20 dari Milton
Ray Company. Absorbs yang didapat dihubungkan dengan

17
persamaan pada kurva standar ammonium untuk mengetahui
konsentrasi ammonium pada sampel air kultur. Prinsip
penentuan (NH4+) adalah (NH4+) dengan reagen Nessler akan
menjadi warna kuning kecoklatan, dan warna ini dapat diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm.
Dapat dihitung dengan deret standart yang telah diketahui
kadarnya dan dihitung secara regresi linier.
2. Metode Ion Kromatografi.
Dalam metode ini menggunakan metode ion
kromatografi dengan kondisi pengukuran untuk ammonium
menggunakan kolom Dionex Ion Pac CS, sebagai eluen
larutan methyl sulfonic acid 18 mM, detektor Conductivity
DX 5000 pada temperatur 400C. Untuk mengetahui unjuk
kerja metode ini dilakukan penentuan presisi metode dengan
cara mengukur contoh air limbah sebanyak 6 kali
pengulangan.

1.2.2.2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisa (NH4+)


Kelebihan dan kelemahan metode analisa (NH4+) adalah
1. Metode Nessler
Kelebihannya adalah dimana waktu dalam
pengerjaannya lebih singkat karena hanya membandingkan
warna sampel dengan warna larutan stock (NH4+) sedangkan
kelemahannya adalah hasil yang diperoleh tidak akurat
karena hanya mengira – ngira saja atau dengan kata lain hasil
tidak pasti.
2. Metode Ion Kromatografi
Kelebihannya adalah jumlah ion – ionnya dapat di
deteksi dalam waktu yang relative singkat, dapat mendeteksi
sampel dengan konsentrasi ion tinggi, mempunyai
kemampuan deteksi sampai ppt, simpel dan tidak rumit.

1.2.3. Penanggulangan KelebihanKadar (NH4+)


Jika kelebihan kadar ammonium dapat ditanggulangi dengan cara :

18
1. Memanfaatkan enceng gondok. Enceng gondok dalam perairan
dapat mengurangi kadar ammonium dalam air yaitu dengan
cara menyerap ammonium tersebut.
2. Menggunakan sistem pengolahan dengan cara adsorpsi. Sistem
operasi yang dipergunakan adalah batch dan kontinyu.
Sedangkan adsorbat (kontaminan) yang dipergunakan adalah
limbah artifisial, yaitu larutan ammonium klorida. Pada sistem
batch, terdapat empat variabel bebas yang divariasikan, yaitu :
pertama konsentrasi sorbat, Faktor yang kedua adalah waktu
kontak. Sedangkan faktor yang ketiga yaitu perlakuan awal
adsorben : dengan pemanasan dan penambahan asam. Faktor
terakhir yaitu jenis adsorben yang digunakan : bentonit dan
kaolin.
Jika kekurangan kadar ammonium dapat ditanggulangi dengan cara :
1. Memperbanyak kandungan ammonia dalam air karena
ammonia dalam air membentuk ammonium.
2. Ammonia dapat berswa-ionisasi menghasilkan ammonium.

BAB II
ALAT DAN BAHAN

2.1. Alat
Alat yang digunakan adalah
1. Tabung Nessler 50 ml : 9 buah
2. Pipet milli 25 ml : 1 buah
3. Gelas ukur 5 ml : 1 buah
4. Pipet tetes : 3 buah
5. Bola karet : 1 buah

19
2.2. Bahan
Bahan yang dipakai adalah
1. Air mineral Clean-Q
2. Air mineral Ades
3. Air mineral Nestle
4. Pereaksi Nessler
5. Garam Rochelle
6. Larutan stock NH4+
7. Aquades

BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1. Pembuatan Reagesia


1. Pereaksi Nessler
Dilarutkan 10 gram HgI2 dan 7 gram KI dengan aquades, lalu
dicampurkan dengan larutan NaOH 30% 50 ml, kemudian
ditambahkan aquades jadi 100 ml. Disimpan dalam botol warna gelap.
2. Larutan Garam Rochelle
Dilarutkan 50 gram KNaTartrat dalam 100 ml aquades.

3.2. Prosedur Kerja Penetapan NH4+


Dipipet 25 ml sampel kedalam tabung Nessler 50 ml, ditambahkan 1 ml
larutan garam Rochelle dan 1 ml pereaksi Nessler. Ditambahkan aquades
sampai tanda garis dan biarkan selama 5 menit.
Dipipet larutan stock masing – masing 0,1 ml ; 0,2 ml ; 0,4 ml ; 0,6 ml;
0,8 ml ; dan 1,0 ml dalam tabung nessler 50 ml. Kemudian ditambahkan 1
ml larutan garam Rochelle dan 1 ml pereaksi Nessler. Lalu ditambahkan
aquades sampai tanda garis. Kemudian sesuaikan sampel dengan larutan
stock dengan penyesuaian warna.

20
BAB IV
GAMBAR PERCOBAAN

Gambar 4.1. Sampel + garam Rochelle + Pereaksi Nessler + aquades

Gambar 4.2. Perbandingan warna dimana, sampel air sumur memiliki warna yang
sama dengan larutan stock 3 ml sedangkan sampel Clean-Q memiliki warna yang
sama dengan larutan stock 1 ml

21
BAB V
DATA PENGAMATAN
5.1 Tabel Data Pengamatan Penetapan NH4+

No Sample V Sampel V Garam Pereaksi


(ml) Rochelle (ml) Nessler (ml)
1 Air mineral Aqua 25 1 1
2 Air mineral Ades 25 1 1
3 Air mineral Nestle 25 1 1
4 Larutan Stock 0,1 1 1
5 Larutan Stock 0,2 1 1
6 Larutan Stock 0,4 1 1
7 Larutan Stock 0,6 1 1
8 Larutan Stock 0,8 1 1
9 Larutan Stock 1,0 1 1

5.2 Perubahan warna pada sampel :


Sampel + Lar. Garam Rochelle Lar. tidak berwarna
Lar. tidak berwarna + Pereaksi Nessler Lar. tidak berwarna
Lar. Tidak berwarna + Aquadest Lar. tidak berwarna
5.3 Perubahan warna pada Larutan Stock
a. Untuk Larutan Stock 0,1 ml
Lar. Stock + Lar. Garam Rochelle Lar. tidak berwarna
Lar. tidak berwarna + Pereaksi Nessler Lar. kuning muda
Lar. kuning muda + Aquades Lar. tidak berwarna
b. Untuk Larutan Stock 0,2 ml ; 0,4 ml
Lar. Stock + Lar. Garam Rochelle Lar. tidak berwarna
Lar. tidak berwarna + Pereaksi Nessler Lar. kuning muda
Lar. kuning muda + Aquades Lar. kuning pucat
c. Untuk Larutan Stock 0,6 ml ; 0,8 ml ; 1,0 ml

22
Lar. Stock + Lar. Garam Rochelle Lar. tidak berwarna
Lar. tidak berwarna + Pereaksi Nessler Lar. kuning
Lar. kuning + Aquades Lar. kuning muda

BAB VI
PENGOLAHAN DATA

7.1. Perhitungan kadar NH4+

Gambar Perbandingan Larutan sampel dengan larutan Stock


3 ml = 30 µg =
 Sampel Air sumur : Larutan Stock 3 ml
gNH 4
+
Kadar NH4 (ppm) 
mlsampel
30 g

25ml
 1,2 ppm

 Sampel Clean-Q : Larutan stock 1 ml


gNH 4
Kadar NH4+ (ppm) 
mlsampel
10 g

25ml
 0,4 ppm

23
6.2. Reaksi
NH4+ + C4H4KNaO64H2O Na(NH4)C4H4O6 4H2O + K+

Amonium garam rochelle garam amonium rochelle kalium

Na(NH4)C4H2O6 4H2O + 2K2HgI4 + NaOH HgOHg(NH2)I + 7I- +


garam amonium rochelle P.Nessler natrium hidroksida (larutan kuning muda)
C4H2KNaO64H2O + 3K+ + Na+ + 3H+

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Dari hasil praktikum Penetapan kadar NH4+ dalam Air dapat disimpulkan
bahwa :

1. Kadar NH4+ dalam sampel Clean-Q dan adalah 0,4 mg/L dan pada air
suumur adalah 1,2 mg/L.

24
2. Kadar NH4+ diperoleh dengan cara membandingkan hasil warna yang
diperoleh dari sampel dengan warna dari larutan stok NH4+ atau bisa
dikatakan analisa dilakukan secara kualitatif.

3. Sampel air mineral Clean-Q dan aquades memiliki kadar NH4+ sebesar
0,4 mg/L dan air lindi sebesar 1,2 mg/L, dimana berdasarkan SNI
kadar NH4+ maksimal sebesar 0,15 mg/L pada air minum, jadi sampel
tersebut baik atau layak untuk dikonsumsi

7.2. Saran

1. Setelah melakukan praktek ini, praktikan menyarankan agar mahasiswa


agar lebih bisa memilih air minum kemasan yang layak untuk
dikonsumsi sesuai dengan standard air minum.
2. Dalam praktikum penentuan kadar NH4+ dalam air, dimana untuk
menentukan kadar NH4+ tersebut dilakukan perbandingan antara warna
larutan stok NH4+ dengan warna sampel. Jadi datanya kurang akurat
karena jawabannya hanya perkiraan saja, jadi untuk mendapatkan data
yang lebih akurat maka sebaiknya praktek ini dilakukan juga dengan
melakukan spektrofotometer.
3. Sebaiknya sebelum melakukan praktek bahan – bahan yang digunakan
dipersiapkan lebih dahulu agar jalannya praktek lebih efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Galih Andrianto.2009.Proses Penyisihan Ammonia dengan Menggunakan Lumpur


Aktif dan Ceratopyllum Demersum Serta Mikroalga Jenis
Clorophyta.Jurusan Teknik Kimia. fakultas Teknik. Universitas
Dipenogoro
Ginting, Perdana, Ir, M.Si.2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah
Industri. Bandung: Yrama Widya

25
Juna Sihombing. 2011.Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Air dan
Limbah Industri.medan:PTKI

Lampiran. Syarat Mutu Air Minum Dalam Kemasan (Aqua) Menurut SNI

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan:

a. Bau - Tidak berbau

b. Rasa - Normal

c. Warna Unit Pt.Co Maks 5

2 Ph - 6,5-8,5

3 Kekeruhan NTU Maks 5

26
4 Kesadahan sebagai CaCO3 Mg/L Maks 150

5 Zat padat terlarut Mg/L Maks 500

6 Nitrat Organik sebagai angka Mg/L Maks 1,0


KMnO4

7 Nitrat sebagai NO3 Mg/L Maks 45

8 Nitrat sebagai NO2 Mg/L Maks 0,005

9 Ammonia (NH4) Mg/L Maks 0,15

10 Sulfat Mg/L Maks 200

11 Khlorida (C1) Mg/L Maks 250

12 Flourida (F) Mg/L Maks 1

13 Sianida (CN) Mg/L Maks 0,05

14 Besi (Fe) Mg/L Maks 0,3

15 Mangan (Mn) Mg/L Maks 0,05

16 Khlor bebas Mg/L Maks 0,1

17 Cemaran logam berat:

a. Timbal (Pb) Mg/L Maks 0,005

b. Tembaga (Cu) Mg/L Maks 0,5

c. Kadmium (Cd) Mg/L Maks 0,005

d. Raksa (Hg) Mg/L Maks 0,001

18 Cemaran Arsen (As) Mg/L Maks 0,05

19 Cemaran mikroba

a. Angka lempeng total awal Koloni/mL Maks 1,0 x102

b. Angka lempeng total akhir Koloni/mL Maks 1,0x103

c. Bakteribentuk coli APM/100mL <2

27
Koloni/mL Nol

d. Clotridium perfringes - Negatif/100ml

e. Salmonella - Negatif/100ml

Sumber: Standar Nasional Indonesia, SNI 01-3553-199

28

Anda mungkin juga menyukai