Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum ke-6 Hari/Tanggal : Senin/12 Maret 2018

Teknik Laboratorium Nutrisi Tempat Praktikum : Laboratorium Terpadu


Dan Teknologi Pakan Nama Asisten : Afdola Riski Nasution

ANALISIS AMONIA (NH3)

DAMARA WILLY WICAKSANA


D24150097
KELOMPOK 3/G2

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pencernaan pada ruminansia adalah proses perubahan fisik dan kimia yang
dialami bahan makanan di dalam alat pencenaan yang dilakukan oleh mikroba
rumen. Proses pencernaan makananya relatif lebih kompleks bila dibandingkan
dengan proses pencernaan pada jenis ternak non ruminansia. Menurut Sutardi
(1979), proses pencernaan ternak ruminansia terjadi secara mekanis (di dalam
mulut), secara fermentatif (oleh enzim-enzim pencernaan). Mikroba rumen
mengubah zat-zat yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih
sederhana, sehingga dapat diserap tubuh dan dapat digunakan sebagai energi
membentuk senyawa-senyawa baru. Ternak ruminansia merupakan ternak yang
memiliki empat perut yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Pencernaan fermentatif pada ruminansia terjadi di dalam rumen (retikulo rumen)
berupa perubahan senyawa-senyawa tertentu menjadi senyawa lain, yang sama
sekali berbeda dari molekul zat makanan asalnya (Church 1979). Rumen dan
retikulum merupakan alat pencernaan fermentatif yang di dalamnya terdapat
mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, dan fungi. Rumen merupakan bagian
perut terbesar disebut perut handuk atau perut beludru karena di dalamnya
terdapat papil (penjuluran) untuk memperluas permukaan. Rumen merupakan
struktur terbesar yang tersusun dari 1/7 sampai 1/10 massa ternak. Bagian ini
merupakan tempat berlangsungnya proses fermentasi terbesar. Kondisi dalam
rumen adalah anaerobik dengan suhu 38-42 0C. Tekanan osmosis pada rumen
mirip dengan tekanan aliran darah, pH dipertahankan oleh buffer karbonat dari
saliva karena adanya VFA dan amonia.
Amonia merupakan sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen karena
amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk
sintesis protein mikroba (Arora 1995). Amonia dibebaskan selama proses
fermentasi di dalam rumen dalam bentuk ion NH4 maupun dalam bentuk tak
terion sebagai NH3. Apabila amonia dibebaskan dengan cepat maka amonia
diabsorbsi melalui dinding rumen dan sangat sedikit yang dipakai oleh bakteri.
Sintesis protein mikroba bergantung pada kecepatan pemecahan nitrogen
makanan, kecepatan absorbsi amonia dan asam-asam amino, kecepatan alir bahan
keluar dari rumen, kebutuhan asam amino dan jenis fermentasi rumen berdasarkan
jenis makanan (kualitas sumber protein). Sekitar 3,5-14 mM amonia digunakan
oleh mikroba rumen sebagai sumber N untuk proses sintesis selnya. Enzim
proteolitik mikroba rumen akan menghidrolisis protein menjadi oligopeptida yang
kemudian menjadi asam amino dan diserap melalui dinding rumen yang secara
cepat mengalami deaminasi menjadi amonia, metan dan CO2 (Sutardi 1979).
Konsentrasi amonia juga berbeda-beda diantara jenis ternak ruminansia
tergantung kemampuan mikroba rumennya, karena konsentrasi yang berbeda-beda
tersebutlah maka dilakukan analisis amonia untuk mengetahui konsentrasi amonia
pada ternak tersebut.
Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui dan menganalisis kadar amonia (NH3)


yang di dalam cairan rumen.

MATERI DAN METODE

Materi

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu, cawan conway,
labu erlenmeyer, tissue, pipet mikro, buret, cairan rumen yang telah disentrifugasi,
larutan Na2CO3, larutan HgCl2, formaldehide, larutan asam borat berindikator,
cairan H2SO4 dan vaselin.

Metode

Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan.
Selanjutnya cawan conway pada sisi atas dibersihkan dengan tisu, kemudian
dilapisi dengan vaselin, dengan posisi cawan conway agak miring. Cairan rumen
yang sebelumnya telah disiapkan diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan
mikropipet, diletakan pada cawan conway sisi yang diinginkan misalnya sisi
kanan. Larutan Na2CO3 diambil sebanyak 1 ml dengan mikropipet dan diletakkan
pada sisi yang kiri cawan conway. Lalu dilakukan hal yang sama pada larutan
asam borat berindikator dan diletakan pada sisi tengah cawan conway. Cawan
conway ditutup. Setelah ditutup kencang, cawan digoyangkan secaran perlahan
agar cairan rumen dan Na2CO3 tercampur merata. Kemudian cawan conway
didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah 24 jam, larutan asam borat
yang berada di sisi tengah cawan conway diambil dan diletakkan pada erlemeyer
dan dititrasi dengan H2SO4. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari
larutan warna biru berubah menjadi kemerahan. Setelah larutan berubah warna,
volume pada buret dicatat dan dihitung kadar NH3 dalam cairan rumen. Rumus
perhitungan kadar NH3 dalam cairan rumen yaitu kadar NH3 =
ml H2SO4 x N H2SO4 𝑥 1000.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berikut merupakan tabel hasil pengukuran kadar amonia dalam rumen


dengan beberapa perlakuan.

Kadar NH3 (mM) Rata-rata Kadar


Perlakuan
1 2 NH3 (mM)
HgCl2 14.79 20.59 17.69
H2SO4 15.66 17.98 16.82
Formaldehide 17.11 18.56 17.83

Pembahasan

Proses fermentasi protein di dalam sistem pencernaan ruminansia menjadi


amonia (NH3), gas karbondioksida (CO2) dan metan (CH4). Protein di dalam
sistem pencernaan ruminania akan dirombak oleh enzim protease yang dihasilkan
oleh mikroba proteolitik menjadi oligopeptida. Oligopeptida yang terbentuk ini
ada yang dimanfaatkan oleh mikroba di dalam rumen untuk membantu proses
pertumbuhannya, ada yang langsung masuk ke usus, sebagian lagi ada yang
dihidrolisa menjadi asam amino. Sebagian asam amino yang dihasilkan ada yang
diserap oleh dinding rumen, ada yang masuk ke dalam usus, ada yang langsung
dimanfaatkan oleh mikroba rumen dan ada yang mengalami deaminasi menjadi
asam alfa keto yang menghasilkan amonia dan CO2 (Doreau and Ferlay 2007).
Amonia atau NH3 merupakan hasil degradasi protein dan NPN dalam
bahan pakan. Amonia akan dikonversi menjadi protein mikrobial. Oleh karena itu
sekitar 82% dari mikroba rumen memanfaatkan amonia untuk pembentukan asam
amino tubuhnya (Arora 1995). Sedangkan menurut (Hindratiningrum 2011)
sebagian besar mikroba rumen (80%) menggunakan NH3 yang terbentuk dari
proses deaminasi asam amino. Amonia merupakan sumber nitrogen utama bagi
mikroba rumen karena amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian
dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora 1995). Amonia
dibebaskan selama proses fermentasi di dalam rumen dalam bentuk ion NH4
maupun dalam bentuk tak terion sebagai NH3. Sekitar 3,5-14 mM amonia
digunakan oleh mikroba rumen sebagai sumber N untuk proses sintesis selnya.
Enzim proteolitik mikroba rumen akan menghidrolisis protein menjadi
oligopeptida yang kemudian menjadi asam amino dan diserap melalui dinding
rumen yang secara cepat mengalami deaminasi menjadi amonia, metan dan CO2
(Sutardi 1979). Amonia hasil fermentasi tidak semuanya disintesis menjadi
protein mikroba, sebagian akan diserap ke dalam darah. Amonia yang tidak
terpakai dalam rumen akan dibawa ke hati diubah menjadi urea, sebagian
dikeluarkan melalui urin dan yang lainnya dibawa ke kelenjar saliva. Konsentrasi
amonia yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan
rumen sangat bervariasi, berkisar antara 6-21 mM (McDonald et al. 2002).
Menurut konsentrasi amonia (NH3) cairan rumen untuk pertumbuhan
optimal mikroorganisme pada sapi adalah sebesar 2-5 mg/dl dan proses fermentasi
akan berjalan optimal pada konsentrasi 3,8-8,8 mg/dl. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi amonia (NH3) antara lain adalah kelarutam bahan pakan,
jumlah protein dalam ransum, sumber nitrogen dalam ransum dan waktu
pemberian pakan (Purbowati 2014).
Analisis amonia dalam praktikum kali ini menggunakan beberapa bahan
seperti asam borat berindikator, H2SO4, dan Na2CO3. Bahan-bahan tersebut
digunakan karena memiliki fungsi tertentu dalam analisis amonia. Asam borat
(H3BO3) merupakan suatu senyawa yang stabil, tidak mudah terbakar, bereaksi cepat
dengan kalium, asam anhidrat. Senyawa ini tidak cocok dengan air, basa kuat, logam
alkali, sensitif terhadap embun, dan higroskopis. Sampai saat ini salah satu bahan
kimia yang masih mengimpor dari negara lain adalah asam borat (Boric Acid).
Dalam industri kimia asam borat berfungsi sebagai condensing agent, dan juga
berguna dalam berbagai analisa kimia. Dalam analisis amonia asam borat
berfungsi sebagai pengikat NH3 sebagai destilat berupa gas yang bersifat basa dan
merupakan indikator wara dalam titrasi yang akan berubah dari warna biru (basa)
menjadi merah (asam) (K.Rao et.al 2010).
Soda kaustik berbentuk serbuk putih atau Na2CO3 akan menggumpal jika
ditempatkan diudara terbuka karena akan membentuk hidrat. Melarut jika dengan
akuades dan tidak larut jika dimasukkan kedalam alkohol (Daintith 1994). Dalam
analisis amonia Na2CO3 berfungsi untuk mengeluarkan NH3 , karena NH3 dapat
terikat dan menguap bersama basa. Selain itu Na2CO3 berfungsi sebagai penstabil.
Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4 dan merupakan asam mineral
anorganik yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam
sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama
industri kimia. Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis
kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak. Asam sulfat murni yang
tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami di bumi oleh karena sifatnya
yang higroskopis. Dalam analisis amonia peggunaan H2SO4 yaitu berfungsi
sebagai pengikat nitrogen (N) dan juga mengikat unsur-unsur lainnya. Dalam
analisis ini digunakan sebagai cairan titrasi (titran) yang akan mengembalikan
warna asam borat dari biru menjadi merah muda (Anshory 2014). Fungsi dari
larutan H2SO4 adalah sebagai penetralisir larutan ammonium borat pada proses
titrasi (Handito 2014).
Berdasarkan analisis konsentrasi NH3 pada cairan rumen yang
disentrifugasi dengan HgCl2, H2SO4, formaldehid diperoleh hasil rata-rata
berturut-turut 17.690 mM, 16.820 mM dan 17.835 mM. Purbowati et al. (2014)
menyatakan bahwa aktivitas mikroorganisme akan optimum ketika konsentrasi
amonia berada di kisaran 8.4 - 28 mM. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis
yang telah dilakukan selama praktikum, sedangkan sintesis protein akan berada di
titik optimum apabila konsentrasi NH3 dalam rumen berada di kisaran 4-12 mM.
(Hindratiningrum et al. 2011).
Konsentrasi NH3 yang tinggi disebabkan oleh tingginya degradasi protein
yang masuk ke dalam rumen dan pemanfaatan NH3 yang rendah oleh mikroba
rumen untuk pembentukan protein mikrobia. Rahmadi et al. (2010) menyatakan
bahwa mikroba dalam mensintesis protein memerlukan NH3 yang dibebaskan
dalam rumen. Menurut Sunarso (1984) dan Cahyani et al. (2012) bahwa
konsentrasi NH3 rumen dipengaruhi oleh sumber N, degradabilitas protein dan
absorbsi NH3. Astuti et al. (1993) menyatakan bahwa sumbangan NH3 pada
ternak ruminansia sangat penting mengingat bahwa prekursor protein mikroba
adalah amonia dan senyawa sumber karbon, makin tinggi kadar NH3 di rumen
maka kemungkinan makin banyak protein mikroba yang terbentuk sebagai
sumber protein tubuh. Jumlah NH3 yang dapat digunakan oleh mikroba rumen
tergantung kepada jumlah mikroba dan laju pertumbuhannya atau tergantung dari
jumlah protein yang terfermentasi di dalam rumen ruminansia tersebut.

SIMPULAN

Amonia tertinggi terdapat pada cairan rumen yang ditambahkan dengan


formaldehide, sedangkan konsentrtasi terendah terdapat pada rumen yang
ditambahkan larutan H2SO4. Produksi amonia pada ruminansia dipengaruhi oleh
kelarutan protein dalam ransum, jumlah protein ransum, lamanya makanan berada
dalam rumen, dan pH rumen.

DAFTAR PUSTAKA

Anshory. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Dasar II. Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
Arora S P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Yogyakarta(ID) :
Gadjah Mada University Press.
Astuti DA, Sastradipradja B, Kiranadi dan Budiarti E. 1993. Pengaruh perlakuan
jerami jagung dengan asam asetat terhadap metabolisme in vitro dan in vivo
pada kambing laktasi. Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran Hewan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Cahyani RD, Nuswantara LK, Subrata A. 2012. Pengaruh Proteksi Protein
Tepung Kedelai Dengan Tanin Daun Bakau Terhadap Konsentrasi Amonia,
Undegraded Protein Dan Protein Total Secara In Vitro. Animal Agricultural
Journal. 1(1): 159 – 166.
Church DC and WG Pond. 1976. Digestive Physiology and Nutrition of
Ruminants. Vol 1, 2nd. Edition. USA.
Daintith J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. [Edisi keempat]. Alih Bahasa : Suminar
Achmadi, phD. Jakarta(ID): Erlangga.
Doreau M, Ferlay A. 2007. Digestion and utilization of fatty acids by ruminant. J.
Anim Feed Sci Technol. 45: 379-396.
Handito D, Yasa IWS, Alamsyah A. 2014. Petunjuk Praktikum Biokimia Umum.
Mataram (ID): Universitas Mataram.
Hindratiningrum N, Bata M, Santosa SA. 2011. Produk Fermentasi Rumen dan
Produksi Protein Mikroba Sapi Lokal yang Diberi Pakan Jerami Amoniasi
dan Beberapa Bahan Pakan Sumber Energi. Agripet. 11(2): 29-34.
K Rao, Purushotham, Khaliq K, Kharat S S, Sagare P, dan Patil S K, 2010.
Preparation And Evaluation O/W Cream For Skin
Psoriasis. International Journal of Pharma and Bio Sciences. 3(1) ISSN:
0975 – 6299, India.
Mc Donald P R, A Edwards, J F D Greenhalg, C A Morgan. 2002. Animal
Nutrition 6th Edition. Longman Scientific and Technical Co. Published in The
United States with John Willey and Sons Inc, New York.
Purbowati E, E Baliarti dan SPS Budhi. 2014. Kinerja sapi yang digemukkan
secara feedlot dengan aras konsentrat dan pakan dasar berbeda. BPPS-UGM.
9 (3B) : 359-371.
Rahmadi, Sunarso D, Achmadi J, Pangestu E, Muktiani A, Christiyanto M,
Surono, Surahmanto. 2010. Ruminologi Dasar. Semarang (ID): Jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
Sunarso. 1984. Mutu Protein Limbah Argo Industri Ditinjau dari Kinetika
Perombakannya oleh Mikroba Rumen dan Potensinya dalam Menyediakan
Protein Bagi Pencernaan Pasca Rumen [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Sutardi T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh
mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak.Di
dalam : Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan. Bogor (ID):
LPP IPB.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai