christina.tri78@gmail.com
ABSTRAK
Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan lebah
madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral) dan
memiliki fungsi kesehatan bagi manusia karena mengandung berbagai zat gizi. Madu Trigona
memiliki karakteristik yang berbeda dengan madu Apis dorsata. Perbedaan karakteristik madu
Trigona dengan madu Apis dorsata dipengaruhi oleh perbedaan spesies lebah dan perbedaan
asal wilayah lebah. Madu alami memiliki kadar air dan aw yang tinggi sehingga perlu
dilakukan pengolahan yang minim untuk menurunkan kadar air dan aw awal madu sehingga
madu dapat stabil selama penyimpanan dan tidak terfermentasi. Madu yang stabil memiliki aw
berkisar antara 0.56-0.62. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan kadar air dengan
aw madu dari berbagai daerah di Indonesia yaitu Sulawesi Selatan, Riau, Lampung, Lampung
Utara, Banten, Bogor, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Bengkulu.
Madu dari berbagai daerah dikumpulkan, kemudian dipanaskan secara vakum pada suhu 400C
dan tekanan 25 mmHg selama 5 jam. Kemudian setiap interval waktu 1 jam diukur kadar air
madu dan aw madu. Kondisi awal madu memiliki kadar air 19.02 ± 0.14 - 29.52 ± 0.00% b/b
dan aw 0.626 ± 0.00 - 0.758 ± 0.00. Higroskopis madu tertinggi adalah madu Trigona 7 dari
daerah Bengkulu dan terendah adalah madu Apis dorsata 3 dari daerah Lampung Utara.
Sampel madu Apis dorsata dan Trigona dapat stabil dalam proses penyimpanan pada kadar
air antara 12.2775-21.4421 % b/b dan aw 0.62.
PENDAHULUAN
Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan
dari lebah madu (Apis sp.) dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari
tanaman (ekstra floral) (Badan Standarisasi Nasional, 2013). Beberapa daerah di Indonesia
Seminar Berdasi, Balé Santika Universitas Padjadjaran Jatinangor, 4 Juli 2018
yang memproduksi madu diantaranya adalah Sulawesi Selatan, Riau, Lampung Utara, Banten,
Bogor, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Bengkulu.
Madu dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti bidang pangan, bidang
kesehatan, bidang kecantikan, dan bidang farmasi. Riset ilmiah terbaru membuktikan bahwa
madu potensial sebagai antioksidan, antimikroba, antijamur, dalam perawatan kulit, pengawet
makanan, dan sebagai obat luka (Rusfidra, 2006). Pemanfaatan madu dalam berbagai bidang
ini disebabkan karena madu mengandung gula-gula sederhana, garam mineral, asam organik,
antioksidan, protein dan asam amino, serta zat lain yang dapat dimanfaatkan tubuh (Rybak
dan Chmielewska, 2004).
Lebah penghasil madu yang diketahui masyarakat pada umumnya bergenus Apis.
Salah satu spesies lebah penghasil madu adalah lebah Apis dorsata. Lebah Apis dorsata
adalah lebah madu asli Indonesia dengan ukuran tubuh paling besar, berwarna hitam, dapat
tinggal di dataran 0-1.000 meter dpl dan hanya berkembang di kawasan tropis dan subtropis
Asia, dan mampu memproduksi madu 10-20 kg per koloni per panen (Suranto, 2007).
Selain Apis dorsata, terdapat juga lebah genus lain penghasil madu, salah satunya
adalah lebah bergenus Trigona. Lebah Trigona memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari
tubuh lebah Apis dorsata. Produksi madu lebah Trigona juga lebih sedikit daripada produksi
madu lebah Apis dorsata. Hal ini disebabkan karena lebah Trigona lebih banyak
menghasilkan propolis yang berfungsi untuk perlindungan terhadap serangan predator.
Produksi propolis yang lebih banyak dilakukan karena lebah Trigona tidak memiliki sengat
untuk pertahanan diri (Wijayanti, Herdiana, dan Mardihusodo, 2003).
Madu yang dihasilkan lebah Trigona memiliki karakteristik yang berbeda dengan
madu Apis dorsata. Perbedaan karakteristik madu Trigona dengan madu Apis dorsata
dipengaruhi oleh perbedaan spesies lebah dan perbedaan asal wilayah lebah. Selain itu,
perbedaan karakteristik madu dipengaruhi juga oleh berbagai faktor diantaranya adalah
perbedaan iklim dan cuaca dan jenis nektar yang dikumpulkan lebah (Chayati, 2008).
Madu alami, biasanya memiliki kadar air dan aw yang tinggi. Nilai aw madu yang
melebihi dari standar dapat mengakibatkan terjadinya fermentasi madu oleh khamir (yeast)
osmotolerant yang dapat mengubah fruktosa dan glukosa menjadi alkohol dan karbon
dioksida (Snowdon dan Cliver, 1996). Oleh sebab itu, perlu ada proses pengolahan pasca
panen yang minimal untuk mengurangi kadar air dan aw awal madu sehingga madu dapat
stabil selama penyimpanan (Sihombing, 2005). Nilai aw madu berkisar antara 0.56-0.62,
sehingga pertumbuhan organisme bersel satu akan terhambat pertumbuhannya dalam aktivitas
Seminar Berdasi, Balé Santika Universitas Padjadjaran Jatinangor, 4 Juli 2018
air yang terlalu rendah (Jaya, 2017). Menurut Badan Standarisasi Nasional (2013) kadar air
madu yang baik maksimal 22% b/b.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan kadar air dengan aw madu
dari daerah Sulawesi Selatan, Riau, Lampung, Lampung Utara, Banten, Bogor, Kalimantan
Timur, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Bengkulu.
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol vial, aw meter, refraktometer
abbe, neraca analitik, dan oven vakum. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini
adalah madu dari lebah Apis dorsata dan Trigona dari berbagai daerah.
Tabel 1. Daftar Sampel Madu Lebah Apis dorsata dan Trigona
Kode
No Spesies Lebah Lokasi Asal Sumber Nektar
sampel
Ds. Kupa, Kec. Mallusetasi, Kab.
1 A1 Apis dorsata Multiflora
Barru, Sulsel
2 A2 Apis dorsata Kab. Kampar Riau Multiflora
Semuli Jaya, Kec. Abung Semuli.
3 A3 Apis dorsata Multiflora
Kab. Lampung Utara
4 A4 Apis dorsata Muara Dua, Lampung Multiflora
5 A5 Apis dorsata Kab. Siak, Riau Multiflora
6 A6 Apis dorsata Kab. Kampar, Riau Dominan akasia
7 T1 Tetragonula apicalis Banten Multiflora
8 T2 Trigona laevicep Cipadang, Lebak, Banten Multiflora
9 T3 Tetragonula biroi Sindang Barang, Bogor Multiflora
Hutan pendidikan Unmul, Kel.
10 T4 Geniotrigona incise Lempake, Kec. Samarinda Utara, Multiflora
Samarinda, Kaltim
11 T5 Trigona laevicep Jawa Timur Multiflora
Dusun Setingga Tawar, Kec. Paloh,
12 T6 Trigona Multiflora
Kab. Sambar, Kalimantan Barat
13 T7 Trigona spp Bengkulu Multiflora
Pisang, pinang,
14 T8 Heterotrigona itama Kalimantan Barat
kelapa, AMP
Kadar air awal madu berkisar antara 19.02 ± 0.14 - 29.52 ± 0.00% b/b. Kadar air madu
tertinggi dimiliki sampel T2 dari daerah Banten dan kadar air terendah dimiliki sampel A4
dari daerah Lampung. Urutan kadar air madu dari tertinggi sampai terendah adalah T2, T6,
T1, T3, T7, T8, T4, A1, A6, A2, A5, T5, A3, dan A4. Hal ini berarti sampel T2 lebih encer
dari A4. Sampel A5, T5, A3, dan A4 memiliki kadar air kurang dari 22% b/b sedangkan
Seminar Berdasi, Balé Santika Universitas Padjadjaran Jatinangor, 4 Juli 2018
sampel T2, T6, T1, T3, T7, T4, T8, A1, A6, dan A2 memiliki kadar air lebih dari 22% b/b.
Madu dengan kadar air tinggi (>18%) akan merangsang pertumbuhan khamir yang
menyebabkan fermentasi (White, 1992).
Secara umum, kadar air madu Trigona lebih tinggi dari kadar air madu Apis dorsata.
Kadar air madu berdasarkan SNI tidak berlaku untuk madu Trigona. Hal ini disebabkan
karena madu Trigona mengandung air dalam jumlah yang banyak sehingga kadar airnya
tinggi sesuai dengan penelitian menurut Tanuwidjaya (2014) yang telah meneliti kadar air
madu Trigona dengan rata-rata ±28,2%.
Kadar air madu dipengaruhi oleh kelembaban relatif udara. Indonesia beriklim tropis
dengan kelembaban relatif udara berkisar 60%-90% (Sihombing 2005) sehingga
mengakibatkan kadar air madu tinggi. Selain itu, kadar air madu juga dipengaruhi oleh sel
tempat penyimpanan madu yang berbeda. Sel tempat penyimpanan madu Trigona terbuat dari
lilin dan resin sedangkan madu Apis terbuat dari lilin murni (Chaves, Gomes, dan Costa.,
1836). Madu Trigona sepanjang waktu mengalami kontak dengan udara. Madu yang jenuh
akan gula (65%-80%; Hack-Gil et al., 1998) bersifat higroskopis (White, 1992) dan menyerap
air dari lingkungan sekitar bila kontak dengan udara. Hal ini menyebabkan kadar air madu
Trigona tinggi.
Aktivitas air awal madu berkisar antara 0.626 ± 0.00 - 0.758 ± 0.00. Aktivitas air (aw)
madu tertinggi dimiliki sampel T8 dari daerah Kalimantan Barat dan terendah dimiliki sampel
T5 dari daerah Jawa Timur. Urutan aw madu dari tertinggi sampai terendah adalah T8, T2, T3,
T7, T1, T6, T4, A1, A2, A6, A5, A3, A4, dan T5. Seluruh aw madu Apis dorsata dan Trigona
lebih tinggi dari 0,62% sehingga masih dapat ditumbuhi oleh mikroorganisme yaitu khamir
osmotoleran yang dapat menyebabkan fermentasi pada madu sehingga perlu dilakukan
penanganan pasca panen yaitu pemanasan untuk menurunkan aw sampai batas aman.
juga mengalami penurunan. Hal ini berarti semakin lama proses pemanasan, maka nilai kadar
air dan aktivitas air madu akan semakin rendah.
Gambar 1. Kurva Hubungan Kadar Air dengan Aktivitas Air Madu Apis dorsata
Keterangan : (A) Apis dorsata 1 (B) Apis dorsata 2 (C) Apis dorsata 3 (D) Apis dorsata 4
(E) Apis dorsata 5 (F) Apis dorsata 6
Proses pemanasan madu Trigona mengakibatkan penurunan kadar air dan aktivitas air
madu. Kadar air dan aktivitas air madu yang rendah dapat mencegah pertumbuan
mikroorganisme sehingga madu stabil selama proses penyimpanan. Hubungan kadar air dan
aktivitas air madu Trigona dapat digambarkan dalam kurva. Kurva dari masing-masing
sampel madu Trigona dapat dilihat pada Gambar 2.
Kadar air dan aktivitas air madu memiliki hubungan yang berbanding lurus.
Berdasarkan Gambar 2, setelah proses pemanasan selama 5 jam, kadar air seluruh sampel
Seminar Berdasi, Balé Santika Universitas Padjadjaran Jatinangor, 4 Juli 2018
madu Trigona terus mengalami penurunan begitu juga dengan nilai aktivitas air madu juga
mengalami penurunan. Hal ini berarti semakin lama proses pemanasan, maka nilai kadar air
dan aktivitas air madu akan semakin rendah.
Gambar 2. Kurva Hubungan Kadar Air dengan Aktivitas Air Madu Trigona
Keterangan : (A) Trigona 1 (B) Trigona 2 (C) Trigona 3 (D) Trigona 4(E) Trigona 5 (F) Trigona 6
(G) Trigona 7 (H) Trigona 8
Seminar Berdasi, Balé Santika Universitas Padjadjaran Jatinangor, 4 Juli 2018
Stabilitas Madu
Madu memiliki perubahan aw pada rentang yang rendah yaitu pada kisaran 0,5-0,7.
Tingkat kestabilan dan higroskopis madu dapat ditentukan dengan kurva linear. Stabilitas
madu dapat ditentukan berdasarkan nilai slope dan intersep dari persamaan garis linear kurva
hubungan aktivitas air dengan kadar air. Semakin besar nilai slope pada kurva, maka stabilitas
madu semakin berkurang dan madu semakin higroskopis. Begitu juga sebaliknya, semakin
kecil nilai slope pada kurva maka madu semakin stabil dan higroskopisnya semakin rendah.
Sabilitas madu dapat dilihat pada Tabel 3.
Nilai slope terbesar dimiliki sampel T7 dari daerah Bengkulu dan terkecil dimiliki
sampel A3 dari daerah Lampung Utara. Urutan nilai slope dari terkecil hingga terbesar adalah
T7, T6, T3, T8, T1, T2, T4, A1, T5, A6, A5, A2, A4, dan A3. Madu T7 lebih higroskopis
dibandingkan dengam madu A3. Semakin higroskopis madu, maka kemampuan menyerap air
madu semakin kuat sehingga stabilitas madu selama proses penyimpanan semakin berkurang,
begitu juga sebaliknya. Secara umum, nilai slope sampel madu Trigona lebih tinggi
dibandingkan dengan madu Apis dorsata. Hal ini berarti madu Trigona dapat digolongkan
sebagai bahan pangan yang memiliki higroskopis yang lebih tinggi dibandingkan dengan
madu Apis dorsata. Kestabilan madu Trigona lebih rendah dibandingkan dengan madu Apis
dorsata sehingga kemampuan penyerapan air dari lingkungan madu Trigona lebih kuat
dibandingkan dengan madu Apis dorsata.
Seminar Berdasi, Balé Santika Universitas Padjadjaran Jatinangor, 4 Juli 2018
Penentuan kadar air pada aktivitas air (aw) 0.62 dilakukan berdasarkan persamaan
garis linear dari kurva hubungan kadar air dan aktivitas air pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Kadar air seluruh sampel madu Apis dorsata dan Trigona pada aktivitas air (aw) 0.62
berdasarkan Tabel 3 berkisar antara 13.9958-27.2947 % b/k atau 12.2775-21.4421 % b/b. Hal
ini menunjukan bahwa seluruh sampel madu Apis dorsata dan Trigona dapat stabil dalam
proses penyimpanan pada kadar air antara 12.2775-21.4421 % b/b dan aw 0.62 dan memenuni
standar yang sudah ditetapkan. Kadar air terendah adalah sampel T7 dari daerah Bengkulu
dan tertinggi adalah sampel A2 dari daerah Riau.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2013. SNI 3545-2013 : Madu. Badan Standarisasi
Nasional Indonesia, Jakarta.
Chaves AFA, Gomes JEH, Costa AJS. 1836. Physical chemistry of Melipona fulva Lepeletier
honey characterization, 1836 (Hymenoptera: Apidae: Meliponinae) used in
beekeeping by traditional communities around the city of Macapa-AP. Biota Amazon.
2012;2(1):1-9.
Chayati, I. 2008. Sifat Fisikokimia Madu Monoflora dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Jawa Tengah. J. Agritech : 28 : 11-13.
Seminar Berdasi, Balé Santika Universitas Padjadjaran Jatinangor, 4 Juli 2018