Anda di halaman 1dari 42

1

LAPORAN PENDAHULUAN KDP

LAPORAN PENDAHULUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI


DI RUANG NUSA INDAH RUMAH SAKIT TK. III BALADHIKA
HUSADA JEMBER

OLEH:
Popi Dyah Putri Kartika, S.Kep
NIM 132311101035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
2

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan berikut disusun oleh :

Nama : Popi Dyah Putri Kartika, S.Kep


NIM : 132311101035
Judul : Laporan Pendahuluan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Nusa
Indah Rumah Sakit Tk. Iii Baladhika Husada Jember

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada :


Hari :
Tanggal :

Jember, 2018

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

NIP ........................................... NIP ...........................................


3

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... 1


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................. 3
LAPORAN PENDAHULUAN .................................................................... 4
A. Definisi Kebutuhan Oksigen ............................................................... 4
B. Epidemiologi ....................................................................................... 15
C. Etiologi ................................................................................................ 15
D. Tanda dan Gejala ................................................................................. 16
E. Patofisiologi dan Clinical Pathway ..................................................... 17
F. Penatalaksanaan Medis ....................................................................... 18
G. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 22
ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN OKSIGENASI ................. 21
A. Pengkajian .......................................................................................... 26
B. Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 35
C. Perencanaan/ Nursing Care Plan ....................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 43
4

LAPORAN PENDAHULUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Konsep Kebutuhan Oksigenasi


1. Definisi
Kebutuhan Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen.
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan
hidupnya, dan untuk aktifitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit
seseorang tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak
yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal (Asmadi, 2008).
Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia yang berguna untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh dalam mempertahankan hidup dan aktifitas
berbagai organ atau sel. Dalam keadaan normal manusia membutuhkan sekitar
300cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berarti
gabungan antara aktifitass mekanisme yang berperan dalam proses suplai O2 ke
seluruh tubuh dan pertukaran dengan CO2. Sistem tubuh yang berperan dalam
kebutuhaan oksigenasi yaitu saluran pernapasan bagian atas, bagian bawah dan
paru-paru (Hidayat, 2006).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali
bernapas. (Wartonah Tarwanto, 2006).
5

2. Anatomi Sistem Pernafasan


6

a. Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang
masuk ke dalam lubang hidung (Syaifuddin, 2006).
Di bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping hidung) anterior
dan di belakang berhubungan dengan bagian atas farings (nasofaring). Masing-
masing rongga hidung dibagi menjadi bagian vestibulum, yaitu bagian lebih lebar
tepat di belakang nares anterior, dan bagian respirasi (Graaff, 2010).
Menurut Pearce (2007) permukaan luar hidung ditutupi oleh kulit yang
memiliki ciri adanya kelenjar sabesa besar, yang meluas ke dalam vestibulum nasi
tempat terdapat kelenjar sabesa, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang kaku
dan besar. Rambut ini berfungsi menapis benda-benda kasar yang terdapat dalam
udara inspirasi.
Terdapat 3 fungsi rongga hidung :
1) Dalam hal pernafasan = udara yang di inspirasi melalui rongga hidung akan
menjalani 3 proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghanatan, dan pelembaban.
2) Ephithelium olfactory = bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam
penerimaan bau.
3) Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukan suara- suara fenotik
dimana ia berfungsi sebagai ruang resonasi.
Menurut Graaff (2010) pada potongan frontal, rongga hidung berbentuk seperti
buah alpukat, terbagi dua oleh sekat (septum mediana). Dari dinding lateral
menonjol tiga lengkungan tulang yang dilapisi oleh mukosa, yaitu:
1) Konka nasalis superior,
2) Konka nasalis medius,
3) Konka nasalis inferior, terdapat jaringan kavernosus atau jaringan erektil yaitu
pleksus vena besar, berdinding tipis, dekat permukaan.
Diantara konka-konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus
superior (lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah dan meatus
inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara
7

pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang
ini disebut koana. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas
rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus
paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada
rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmodialis
pada rongga tulang tapis (Syaifuddin, 2006).
Pada sinus etmodialis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke
konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut terutama
terdapat di bagianb atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut-serabut
syaraf atau respektor dari saraf penciuman disebut nervus olfaktorius (Syaifuddin,
2006). Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-
langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan
rongga pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditiva eustaki, yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan
dengan saluran air mata disebut tuba lakminaris (Syaifuddin, 2006). Fungsi hidung,
terdiri dari :
1) Bekerja sebagai saluran udara pernafasan
2) Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung
3) Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
4) Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan oleh
leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung.

b. Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ
lain keatas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang
bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini
bernama istmus fausium. Ke bawah terdapat dua lubang, ke depan lubang laring,
ke belakang lubang esofagus (Syaifuddin, 2006).
8

Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat
folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid.
Disebelahnya terdapat 2 buah tonsilkiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang
terdapat epiglottis (empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu
menelan makanan (Syaifuddin, 2006). Menurut Graaff (2010) Faring dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu:
1) Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak, belakang dan atas
palatum molle. Pada bagian ini terdapat dua struktur penting yaitu adanya
saluran yang menghubungkan dengan tuba eustachius dan tuba auditory.
Tuba Eustachii bermuara pada nasofaring dan berfungsi menyeimbangkan
tekanan udara pada kedua sisi membrane timpani. Apabila tidak sama, telinga
terasa sakit. Untuk membuka tuba ini, orang harus menelan. Tuba Auditory
yang menghubungkan nasofaring dengan telinga bagian tengah.
2) Orofaring merupakan bagian tengah farings antara palatum lunak dan tulang
hyodi. Pada bagian ini traktus respiratory dan traktus digestif menyilang
dimana orofaring merupakan bagian dari kedua saluran ini. Orofaring terletak
di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Dasar atau pangkal
lidah berasal dari dinding anterior orofaring, bagian orofaring ini memiliki
fungsi pada system pernapasan dan system pencernaan. refleks menelan
berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan makanan terdorong
masuk ke saluran cerna (oesophagus) dan secara stimulant, katup menutup
laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam saluran
pernapasan. Orofaring dipisahkan dari mulut oleh fauces. Fauces adalah
tempat terdapatnya macam-macam tonsila, seperti tonsila palatina, tonsila
faringeal, dan tonsila lingual.
3) Laringofaring terletak di belakang larings. Laringofaring merupakan posisi
terendah dari farings. Pada bagian bawah laringofaring system respirasi
menjadi terpisah dari sitem digestif. Udara melalui bagian anterior ke dalam
larings dan makanan lewat posterior ke dalam esophagus melalui epiglottis
yang fleksibel.
9

c. Laring
Pangkal Tenggorokan (laring) merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra
servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat
ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi
laring (Syaifuddin, 2006). Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain:
1) Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat pada pria.
2) Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker
3) Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin
4) Kartilago epiglotis (1 buah).

Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis
yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis (Syaifuddin, 2006). Proses terbentuknya
suara merupakan hasil dari kerjasama antara rongga mulut, rongga hidung, laring,
lidah dan bibir. Pada pita suara palsu tidak terdapat otot, oleh karena itu pita suara
ini tidak dapat bergetar, hanya antara kedua pita suara tadi dimasuki oleh aliran
udara maka tulang rawan gondok dan tulang rawan bentuk beker tadi diputar.
Akibatnya pita suara dapat mengencang dan mengendor dengan demikian sela
udara menjadi sempit atau luas (Syaifuddin, 2006). Pergerakan ini dibantu pula oleh
otot-otot laring, udara yang dari paru-paru dihembuskan dan menggetarkan pita
suara. Getaran itu diteruskan melalui udara yang keluar – masuk. Perbedaan suara
seseorang bergantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita suara pria jauh
lebih tebal daripada pita suara wanita (Syaifuddin, 2006).

d. Trakea
Batang Tenggorokan (trakea) merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk
oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku
kuda. Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi
oleh otot polos. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia hanya bergerak kearah luar (Syaifuddin, 2006).
10

Trakea terletak di depan saluran esofagus, mengalami percabangan di bagian


ujung menuju ke paru-paru. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan
kanan disebut karina. Dinding-dinding trakea tersusun atas sel epitel bersilia yang
menghasilkan lendir. Lendir ini berfungsi untuk penyaringan lanjutan udara yang
masuk, menjerat partikel-partikel debu, serbuk sari dan kontaminan lainnya.
Sel silia berdenyut akan menggerakan mukus ini naik ke faring yang dapat
ditelan atau dikeluarkan melalui rongga mulut. Hal ini bertujuan untuk
membersihkan saluran pernapasaan (Graaff, 2010).

e. Bronkus
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris kanan ( 3
lobus) dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi
10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus
segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan
saraf (Syaifuddin, 2006).
1) Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus
mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
2) Bronkiolus terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang
mempunyai kelenjar lendir dan silia).
3) Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori. Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas
konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
4) Duktus alveolar dan sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakus alveolar. Dan kemudian menjadi alvioli.
11

f. Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel
epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada
lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan
dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan) (Syaifuddin, 2006).
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru),
lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun
oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus
inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru
kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen
pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada
lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan
yang bernama lobulus (Syaifuddin, 2006).
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,
cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2-0,3 mm (Syaifuddin, 2006).
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada
atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus.
Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral
(selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-
paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas (Syaifuddin, 2006).
12

Persyarafan penting dalam aksi pergerakan pernapasan disuplai melalui N.


Phrenicus dan N. Spinal Thoraxic. Nervus Phrenicus mempersyarafi diafragma,
sementara N.Spinal Thoraxic mempersyarafi intercosta. Di samping syaraf-syaraf
tersebut, paru juga dipersyarafi oleh serabut syaraf simpatis dan para simpatis
(Pearce, 2007).
Di dalam paru terdapat peredaran darah ganda. Darah yang miskin oksigen dari
ventrikel kanan masuk ke paru melalui arteri pulmonalis. Selain system arteri dan
vena pulmonalis, terdapat pula arteri dan vena bronkialis, yang berasal dari aorta,
untuk memperdarahi jaringan bronki dan jaringan ikat paru dengan darah kaya
oksigen. Ventilasi paru (bernapas) melibatkan otot-otot pernapasan, yaitu
diafragma dan otot-otot interkostal. Selain ini ada otot-otot pernapasan tambahan
eperti otot-otot perut (Graaff, 2010). Menurut Pearce (2007) volume udara
pernafasan terdiri dari:
1) Volume Tidal (VT) : Volume udara yang keluar masuk paru-paru sebagai
akibat aktivitas pernapasan biasa (500 cc).
2) Volume Komplemen (VK) : Volume udara yang masih dapat dimasukkan
secara maksimal ke dalam paru-paru setelah inspirasi biasa (1500 cc)
3) Volume Suplemen (VS) : Volume udara yang masih dapat dihembuskan
secara maksimal dari dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi biasa
(1500 cc)
4) Volume Residu (VR) : Volume udara yang selalu tersisa di dalam paru-paru
setelah melakukan ekspirasi sekuat-kuatnya (1000 cc)
5) Kapasitas Vital (KV) : Volume udara yang dapat dihembuskan sekuat-
kuatnya setelah melakukan inspirasi sekuat-kuatnya (KV = VT + VK + VS)
3500 cc
6) Kapasitasi Total (KT) : Volume total udara yang dapat tertampung di dalam
paru-paru (KT = KV + VR) 4500 c
13

3. Faktor yang Mempengaruhi


Faktor yang mempengaruhi menurut Tarwanto (2006):
a) Patologi
1) Penyakit pernafasan menahun (TBC, Asma, Bronkhitis)
2) Infeksi, Fibrosis kritik, Influenza
3) Penyakit sistem syaraf (sindrom guillain barre, sklerosis, multipel
miastania gravis)
4) Depresi SSP / Trauma kepala
5) Cedera serebrovaskuler (stroke)
b) Maturasional
1) Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
2) Bayi dan anak usia toddler dikarenakan adanya resiko infeksi saluran
pernafasan dan rokok
3) Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernafasan dan
merokok dewasa muda dan pertengahan.
4) Diet yang tidak sehat, kurang aktifitas stress yang mengakibatkan penyakit
jantung dan paru-paru
5) Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arterios klerosis, elastisitasi menurun, ekspansi pann menurun.
c) Situasional (Personal, Lingkungan)
1) Berhubungan dengan mobilitas sekunder akibat pembedahan atau trauma
2) nyeri, ketakutan, ansietas, keletihan.
3) Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau kelembaban
rendah
4) Berhubungan dengan menghilangnya mekanisme pembersihan siliar,
respons inflamasi, dan peningkatan pembentukan lendir sekunder akibat
rokok, pernafasan mulut.
14

4. Masalah Kebutuhan Oksigenasi


Masalah yang sering muncul pada klien dengan kebutuhan oksigenasi menurut
Tarwanto (2006):
a) Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam
tubuh akibat defisiensi oksigen.
b) Perubahan Pola Nafas
1) Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit
karena paru-paru terjadi emboli.
2) Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.
3) Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme yang
terlalu tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi
jumlah peningkatan O2 dalam paru-paru.
4) Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.
5) Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan
cukup, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam
penggunaan O2.
6) Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
7) Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri.
8) Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan
pada saluran nafas
c) Obstruksi Jalan Nafas
Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang mengalami
ancaman, terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dapat
disebabkan oleh sekret yang kental atau berlebihan akibat infeksi, imobilisasi,
serta batuk tidak efektif karena penyakit persarafan.
d) Pertukaran Gas
Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas baik O2
maupun CO2 antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
15

B. Epidemiologi
Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar
di dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). PPOK mempengaruhi 15 juta orang Amerika dan mengakibatkan
kematian 160.000 jiwa pertahun, peringkat ke-empat sebagai penyebab kematian di
Amerika pada tahun 2005. Angka prevalensi PPOK di negara-negara Asia
Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam
(6,7%) dan China (6,5%). Indonesia prevalensi rata-rata PPOK 3,7% per mil.
Khusus Jawa barat 4% per mil. Maka dari itu Global Initiative for chroniic
obstructive Lung Disesase (GOLD) memperkirakan PPOK sebagai penyebab
kematian ke-6 pada pada tahun 1990 dan akan meningkat menjadi penyebab ke-3
pada tahun 2020 di seluruh dunia (Maranata, 2010)

C. Etiologi
Menurut Tarwanto (2006) angguan kebutuhan oksigen dapat disebabkan oleh
beberapa faktor :
1. Faktor Fisiologi
a) Menurunnya kemampuan mengikatO 2 seperti pada anemia
b) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada Obstruksi saluran
pernafasan bagian atas
c) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan
terganggunya oksigen(O2)
d) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam luka, dll
e) kondisi yang mempengaruhi pergerakkan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulur sekeletal yang abnormal, penyakit kronis
seperti TBC paru.
2. Faktor Perilaku
a) Nutrisi, misalnya gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat
oksigen berkurang.
b) Exercise, exercise akan meningkatkan kebutuhan Oksigen.
16

c) Merokok, nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan


koroner
d) Alkohol dan obat-obatan menyebankan intake nutrisi /Fe mengakibatkan
penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat pernafasan.
e) kecemasan ; menyebabkan metabolisme meningkat.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala akibat adanya gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
antara lain bradipnea, dispnea, orthopnea, takipnea, fase ekspirasi memanjang,
penggunaan otot bantu pernapasan, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan
tekanan inspirasi, penurunan ventilasi semenit, pernapasan bibir, pernapasan
cuping hidung, pola napas abnormal (misal irama, frekuensi, kedalaman),
diaphoresis, gelisah, hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia, iritabilitas, konfusi, pH
arteri abnormal, saat kepala bangun tidur, sianosis, somnolen, takikardia, warna
kulit abnormal (misal pucat, kehitaman), ketakutan, peningkatan frekuensi jantung,
peningkatan laju metabolisme, peningkatan PCO2, penurunan PO2, penurunan
saturasi O2, batuk yang tidak efektif, sulit berbicara, mata terbuka lebar, penurunan
buryi npas, sputum dalam jumlah yang berlebihan, terdapat suara napas tambahan
(NANDA, 2015).
17

E. Patofisiologi dan Clinical Pathway

Faktor
Resiko

Alergen Infeksi Nutrisi kurang


Fungsi Alveolar
terganggu anemia
Fungsi Pernafasan terganggu Merokok

Ventilasi Obstruksi jalan nafas/ pengeluaran Perubahan volume sekuncup Penyempitan pembuluh
pernafasan mukus yang banyak serta kontraktilitas jantung darah akibat plak
Exercise
Hipoventilasi /
Ketidakefektifan, Terganggunya difusi pertukaran Darah tidak mampu
Hiperventilasi
bersihan jalan O2 dan CO2 di alveolus mengikat O2 secara adekuat
Metabolisme Peningkatan nafas
meningkat kebutuhan O2 Takipneu /
bradipneu
Gangguan
pertukaran gas
Cemas
Ketidakefektifan,
pola nafas
18

F. Penatalaksanaan Medis
Pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:
1. Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe
pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini
ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola
pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan
pernafasan 16 – 20 kali permenit (Harahap, 2005). Yang termasuk dalam sistem aliran
rendah yaitu kataeter nasal, kanula nasal, sungkup muka sederhana, sungkup muka
dengan kantong rebreathing, sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
a) Kateter nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian
O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman
serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Kerugian Tidak dapat
memberikan konsentrasi O2 lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal
lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi
iritasi selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan
nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah
tersumbat (Harahap, 2005).

Gambar kateter nasal


Sumber mudaindonesiakita.blogspot.com
19

b) Kanul nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian
O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah
memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara,
lebih mudah ditolerir klien. Kerugian tidak dapat memberikan konsentrasi
O2 lebih dari 44%, suplai O2berkurang bila klien bernafas lewat mulut,
mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput
lender (Harahap, 2005).

Gambar kanul nasal


Sumber rinwellmed.en.alibaba.com

c) Sungkup muka sederhana


Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan konsentrasi
O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar,
dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian Tidak dapat
memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah (Harahap, 2005).
20

Gambar sungkup muka sederhana


Sumber nursingbegin.com

d) Sungkup muka dengan kantong rebreathing


Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan Konsentrasi
O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput
lender. Kerugian Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran
lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa
terlipat (Harahap, 2005).

e) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing


Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan
konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan
selaput lendir. Kerugian kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).

Gambar sungkup muka dengan kantong non rebreathing


Sumber www.google.com
21

2. Sistem aliran tinggi


Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak
dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat
menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun contoh
teknik sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip
pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju
ke sungkup kemudian dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta
tekanan negatif, akibat udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan
lebih banyak. Aliran udara pada alat ini ± 4–14 L/mnt dan konsentrasi 30 – 55%
(Harahap, 2005).
Keuntungan: Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk
pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan
kelembapan gas dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2 (Harahap,
2005).
Kerugian: Kerugian sistem ini hampir sama dengan sungkup muka yang lain
pada aliran rendah.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Dada (toraks) merupakan bagian ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkim
paru- paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap
jalannya sinar x, sehingga parenkim memberikan bayangan yang sangat
memancar. Bagian yang lebih padat udara akan sukar ditembus sinar x,
sehingga bayangannya lebih padat. Benda yang lebih padat akan memberikan
kesan berwarna lebih putih dari pada bagian yang berbentuk udara jika dilihat
pada lembar hasil radiologi dada. Pemeriksaan rontgen atau radiologi dada
diindikasikan untuk :
22

a) Mendeteksi perubahan paru yang disebabkan oleh proses patologis, seperti


tumor, inflamasi, fraktur, akumulasi cairan atau udara.
b) Menentukan terapi yang sesuai.
c) Mengevaluasi kesangkilan pengobatan.
d) Menetapkan posisi selang dan kateter.
f) Memberikan gambaran tentang suatu proses progresif dari penyakit paru.
Pemeriksaan ronsen dada sebaiknya dilakukan di bagian radiologi.
Pemeriksaan sinar-X standar lebih dipilih dengan posisi berdiri, meskipun
posisi duduk atau berbaring dapat dilakukan. Pemajanan standar untuk
pemeriksaan ini adalah Posterio-anterior (PA)-sinar-X menjalar melalui
punggung ke bagian depan tubuh. Lateral-sinar-X menembus bagian
samping tubuh (biasanya sebelah kiri).
g) Selain pemeriksaan standar mungkin diperlukan juga pemajanan spesifik
untuk melihat bagian-bagian spesifik dada. Pemajanan tersebut termasuk :
Oblique-film sinar-X diarahkan miring dengan sudut spesifik. Lordotis
film sinar-X dimiringkan dengan sudut 45 derajat dari bawah untuk melihat
kedua apeks paru. Dekubitus- film sinar-X diambil dengan posisi pasien
berbaring miring (kiri atau kanan) untuk memperlihatkan cairan bebas
dalam dada
2. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum bersifat mikroskopis dan penting untuk diagnosis
etiologi berbagai penyakitpernapasan. Pemeriksaan mikroskopis dapat
menjelaskan organisme penyebab penyakit pada berbagai pneumonia
bacterial, tuberkulosa, serta berbagai infeksi jamur. Pemeriksaan etiologi
eksfoliatif pada sputum dapat membantu diagnosis karsinoma paru-
paru.Waktu terbaik pengumpulan sputum adalah setelah bangun tidur karena
sekresi abnormal bronkus cendrung berkumpul pada waktu tidur. Pemeriksaan
sputum biasanya diperlukan jika diduga adanya penyakit paru. Membran
mukosa saluran pernapasan berespons terhadap inflamasi dengan
23

meningkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung organisme


penyebab. Perhatikan dan catat volume, konsistensi, warna dan bau sputum.
3. Pemeriksaan Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trakea dan
cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk memastikan
diagnostik, tetapi dapat juga dilakukan untuk membuang benda asing. Setelah
bronkoskopi,pasien tidak boleh makan atau minum- minuman selama 2-3 jam
sampai timbul refleks muntah.Jika tidak, pasien mungkin akan mengalami
aspirasi ke dalam trakeobronkhial. Pemeriksaan bronkhoskopi dilakukan
dengan memasukkan bronkhoskop ke dalam trakhea dan bronkhi.Dengan
menggunakan bronkoskop yang kaku atau lentur, laring, trakhea, dan bronkhi
dapat diamati.Pemeriksaan diagnostik bronkoskopi termasuk pengamatan
cabang trakheobronkhial, terhadap abnormalitas, biopsi jaringan, dan aspirasi
sputum untuk bahan pemeriksaan. Bronkhoskopi digunakan untuk membantu
dalam mendiagnosis kanker paru.
4. Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Pengukuran pH darah dan tekanan oksigen dan karbondioksida harus
dilakukan saat menangani pasien dengan masalah pernapasan dan dalam
menyesuaikan terapi oksigen yang diperlukan.Tekanan darah arteri
menunjukan derajat oksigenasi darah dan tekanan karbondioksida arteri,
menunjukan keadekuatan alveolar. Pemeriksaan gas darah arteri membantu
dalam mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk memberikan oksigen
yang adekuat dan membuang karbondioksida serta tingkat dimana ginjal
mampu untuk menyerap kembali atau mengekskresi ion-ion bikarbonat untuk
mempertahankan pH darah yang normal. Analisa gas darah serial juga
merupakan indikator sensitive tentang apakah paru mengalami kerusakan
setelah terjadi trauma dada.Gas-gas darah arterididapatkan melalui fungsi
arteri didapatkan melalui fungsi arteri pada arteri radialis, brachialis atau
femoralis atau melalui kateter arteri indwelling.
24
25

ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN OKSIGEN


A. Pengkajian:
1) Pengkajian Pasien Gangguan Pulmonal
Riwayat Kesehatan
Sebelum melakukan pengkajian fisik, maka perawat perlu mengumpulkan
data riwayat kesehatan. Perawat perlu mengkaji tanda-tanda distress pernafasan
akut sebelum mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Tanda-tanda distress
pernafasan antara lain pasien payah, gelisah, tidak dapat mengikuti percakapan
dan pernafasan gaduh. Bila mendapat pasien seperti ini, segera beri bantuan bila
mungkin lakukan wawancara dengan keluarga untuk mengetahui
masalah/riwayat kesehatan sekarang dan sewaktu pasien sudah tenang,
pengumpulan riwayat kesehatan lengkap dapat dilakukan.
Pengumpulan data riwayat kesehatan dimulai dengan mengamati factor-
faktor umum yang mempengaruhi fungsi pernafasan, seperti usia, jenis
kelamin, dan keadaan lingkungan tempat tinggal pasien. Kemudian ajukan
pertanyaan yang berkaitan dengan masalah pernafasan. Data riwayat kesehatan
yang dikumpulkan meliputi : keadaan kesehatan sekarang, kesehatan dulu,
kesehatan keluarga, system fisiologis, perkembangan, pola pemeliharaan
kesehatan, serta pola berhubungan peran (morton, 1991).
Pertanyaan dasar yang berkaitan dengan keadaan kesehatan sekarang
antara lain meliputi pertanyaan tentang keadaan pernapasan (napas pendek),
nyeri dada, batuk, sputum. Pertanyaan untuk mengetahui keadaan kesehatan
dulu meliputi jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cidera dan
pembedahan. Untuk mengetahui keadaan kesehatan keluarga dapat diajukan
pertanyaan misalnya adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma,
alergi dan tuberkulosa (Setiawati, 2017).
Karena system pernapasan berkaitan dengan system-sistem yang lain maka
untuk pasien yang mengalami gangguan pernafasan perlu diberi pertanyaan
mengenai keadaan system yang lain yang mungkin menunjukkan gejala yang
26

berkaitan dengan masalah utama, misalnya demam, menggigil, lemah, keringat


dingin malam hari merupakan gejala yang berkaitan dengan tuberkulosa
(Setiawati, 2017).
Status perkembangan juga merupakan factor yang harus menjadi
pertimbangan dalam mengumpulkan data riwayat kesehatan. Misalnya ibu yang
melahirkan bayi premature perlu ditanya apakah sewaktu hamil mempunyai
masalah-masalah resiko dan apakah usia kehamilan cukup. Ini penting karena
bayi premature dapat memiliki gangguan perkembangan system pernafasan
sewaktu lahir. Pada usia lanjut perlu ditanya apakah ada perubahan pola nafas,
cepat lelah sewaktu naik tangga, sulit bernafas sewaktu berbaring, atau apakah
bila flu sembuhnya lama. Ini penting diajukan karena pasien usia lanjut mudah
mengalami gangguan pernafasan karena adanya keterbatasan dinding dada dan
kelemahan otot pernafasan. Perubahan system imunitas juga menyebabkan usia
lanjut mudah mengalami flu dan infeksi
Data pola pemeliharaan kesehatan diperoleh dengan memberi pertanyaan
pada pasien tentang pekerjaan, obat yang tersedia di rumah, pola tidur-istirahat
dan stress. Untuk mengetahui pola peranan-kekerabatan maka pasien ditanya
adakah pengaruh dari gangguan/penyakitnya terhadap dirinya dan keluarga,
serta apakah gangguan yang dialami mempunyai pengaruh terhadap peran
sebagai istri/suami, dan dalam melakukan hubungan seksual (Setiawati, 2017).

2) Pemeriksaan Fisik Tanda dan Gejala (head to too) Sistem Pernafasan


1) Inspeksi Dada Posterior dan Anterior
Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya
beberapa faktor.
a) Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang
sulit untuk mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami
polisitemik dapat mengalami sianosis pada ekstremitas meskipun
27

tekanan oksigen normal. Secara umum kita membedakan antara sianosis


perifer dengan sianosis sentral. Sianosis perifer terjadi pada ekstremitas
atau pada ujung hidung atau telinga, meskipun dengan tekanan oksigen
normal, atau bila ada penurunan aliran darah pada area ini, khususnya
bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral terlihat pada lidah dan
bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata
mengalami penurunan tekanan oksigen. Pernapasan “bekerja” adalah
tanda penting untuk diperiksa; kita tertarik untuk mengetahui apakah
pasien menggunakan otot asesori pernapasan. Terdapat bicara terbata-
bata dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini disebabkan oleh
udara napas. Kadang-kadang jumlah kata yang dapat disebutkan oleh
pasien sebelum menarik napas untuk napas berikutnya adalah
pengukuran yang baik terhadap jumlah pernapasan bekerja.
b) Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan
dalam ukuran dada dari depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering
disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada penyakit paru obstruksi,
tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien
yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang.
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu
menentukan penyebab distres paru. Sebagai contoh, jaringan parut dapat
merupakan indikasi pertama bahwa pasien pernah mengalami
pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat
menunjukan mengapa pasien mengalami distres paru. Postur pasien juga
harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk
dan menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja
sebagai upaya untuk tetap-mengangkat klavikula sehingga memperluas
kernampuan ekspansi dada.
c) Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah
leher atau deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks
28

selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada
atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang sakit. Frekwensi
pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus
dihitung sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali
frekwensi pernapasan dicatat sebagai 20 kali per menit, yang sering
berarti bahwa frekwensi diperkirakan daripada menghitungnya.
Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan.
Sebagai contoh, bila pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat
berpikir masalah pernapasan berat terjadi, tetapi bila pernapasan sangat
dalam pada frekwensi tersebut, ini dapat berarti pasien mengalami
pernapasan Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau asidosis
lain. Namun demikian, bila pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali
per menit, dapat menunjukan distres pernapasan berat karena penyakit
paru obstruktif, penyakit paru restriktif, atau masalah paru lain. Durasi
inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada
obstruksi jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif,
ekspirasi memanjang lebih dari 1½ kali panjang inspirasi.
d) Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian
pasien. Secara normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi
pada ekspirasi maksimal ke inspirasi maksimal. Gerakan abdomen
dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria daripada wanita)
dapat diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell
adalah satu kondisi dimana ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan
ekspansi dada atas dengan dada bawah dan observasi gerakan diafragma
untuk menentukan apakah pasien dengan penyakit obstruksi paru
difokuskan pada ekspansi dada bawah dan penggunaan diafragma
dengan benar. Lihat pada ekspansi satu sisi dada versus sisi yang lain,
memperlihatkan bahwa atelektasis, khususnya yang disebakan oleh plak
mukus, dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada unilateral.
29

Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab


nyeri dada lain seperti fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya
ekspansi paru. Pemasangan endotrakeal atau nasotrakeal yang terlalu
dalarn sehingga meluas ke antara trakea kedalam salah satu cabang
utama bronkus (biasanya kanan) adalah penyebab serius dan sering
menurunkan ekspansi salah satu dada. Bila selang masuk ke cabang
utama bronkus kanan maka paru kanan tidak ekspansi, dan pasien
biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri.
Untungnya perawat selalu menyadari potensial masalah ini sehingga
mengenali masalah ini. Bila terjadi retraksi interkostal (mis.,
penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama inspirasi) selalu berarti
bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi daripada
normal. Biasanya ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih
kaku) dari biasanya. Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan
mengangkat bahu, menunjukan peningkatan kerja pernapasan.
e) Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga
karakteristik sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi
(Setiawati, 2017).

2) Palpasi Dada Posterior dan Anterior


Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas
dada pasien. Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita
melakukan ini dengan meminta pasien mengatakan “sembilan-sembilan.”
Secara normal, bila pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar
dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada
peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien
normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau takada bila terdapat
sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada.
Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau pnemotorak
30

akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila pasien
mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga takdapat
dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi
deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada pasien dengan
napas perlahan, seseorang dapat merasakan ronki yang dapat diraba yang
berhubungan dengan gerakan mukus padajalan napas besar (Setiawati,
2017).

3) Perkusi Dada Posterior dan Anterior


Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan
mendatar di atas dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari
dengan jari dominan. Normalnya dada mempunyai bunyi resonan atau gaung
perkusi. Pada penyakit dimana ada peningkatan udara pada dada atau, paru-
paru seperti pada pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan
(bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi hiperesonan kadang-kadang sulit
dideteksi. yang lebih penting adalah perkusi pekak atau kempis seperti
terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh yang berisi udara. Perkusi pekak
dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan pemeriksa mengalami
atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa.
Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada perkusi di atas jantung
(Setiawati, 2017).

4) Auskultasi Dada Posterior dan Anterior


Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan
menekannya di atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas
atau kenyaringan bunyi napas dan menyadari bahwa secara normal ada
peningkatan kenyaringan bunyi napas bila pasien menarik napas dalam
maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas bunyi napas dapat menurun
karena penurunan aliran udara melalui jalan napas atau peningkatan
31

penyekat antara stetoskop dengan paru. Pada obstruksi jalan napas seperti
penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau atelektasis, intensitas bunyi
napas menurun. Dengan napas dangkal ada penurunan gerakan udara melalui
jalan napas dan bunyi napas juga tidak keras. Pada gerakan ter batas dari
diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi napas pada area yang terbatas
gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural, pnemotoraks, dan
kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa, cairan, udara, atau
lemak) antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat bunyi
napas dari stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring (Setiawati,
2017).
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
a) bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
b) bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
c) bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru
dekat jalan napas utama
Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar
dekat telinga, keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan
ekspirasi. Bunyi napas vesikuler lebih rendah, mempunyai kualitas desir,
dan termasuk takada penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi
napas bronkovesikuler menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe
bunyi napas. Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang
normal, juga terdengar pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-
contohnya pnemonia. Bunyi napas bronkial juga terdengar di atas efusi
pleural dimana paru normal tertekan. Dimanapun terdengar napas bronkial,
di sini bisajuga terjadi dua hal lain yang berhubungan dengan perubahan:
(1) perubahan E ke A, dan (2) desiran otot pektoralis. Perubahan E ke A
hanya berarti bahwa bila seseorang mendengar dengan stetoskop dan pasien
mengatakan “E” apa yang didengar orang tersebut secara nyata adalah bunyi
A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada konsolidasi (Setiawati, 2017).
32

Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles,


mengi, dan gesekan.
a) Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh
jalan napas kecil yang terbuka kembali atau tertutup kembali selama
akhir inspirasi. Crackles terjadi padapnernonia, gagal jantung
kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun
ekspirasi dapat terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras
dapat terdengar pada edema pulmonalis dan pada pasien sekarat.
Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop karena ini
terjadi padajalan napas besar.
b) Dispnea
Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek)
adalah gejala umum pada banyak kelainan pulmonal dan jantung
terutama jika terdapat peningkatan kekakuan paru dan tahanan jalan
napas. Dispnea mendadak pada individu normal dapat menunjukkan
pneumotoraks (udara dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit
atau setelah menjalani pembedahan disonea mendadak menunjukkan
adanya embolisme pulmonal.
c) Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi
tegak, mungkin ditemukan pada orang yang mengidap penyakit
jantung dan penyakit obstruktif paru menahun (PPOM). Pernapasan
bising dapat dijumpai akibat penyempitan jalan napas atau obstruksi
setempat bronkus besar oleh tumor atau benda asing.
d) Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas.
Ini dapat disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas,
stenosis, dan lain-lain. Bila mengi terdengar hanya pada ekspirasi,
disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi,
biasanya berhubungan dengan tertahannya sekresi.
33

Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli


pulmonal, pnemonia perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk
membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas setelah
batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada
friction rub (Setiawati, 2017).

3) Pengkajian Kemampuan Bernafas


1) Frekuensi Pernafasan
Orang dewasa normal yang cukup istirahat bernapas 12 s.d 18 kali
permenit (Brunner, 2000). Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan
dengan penurunan tekanan intra kranial, cedera otak, dan takar lajak obat,
sedangakan takipnea adalah pernapasan cepat, umumnya tanpak pada
pasien pneumonia, edema pulmonal, asidosis metabolik, septikemia,
nyeri hebat, dan fraktur iga.
Frekuensi napas normal tergantung umur :
a) Usia baru lahir sekitar 35 – 50 x/menit
b) Usia < 2 tahun 25 – 35 x/menit
c) Usia 2-12 tahun 18 – 26 x/menit
d) Dewasa 16 – 20 x/menit.
e) Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
f) Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
g) Apnea : Bila tidak bernapas .
2) Volume Paru
Pengukuran volume menunjukan jumlah udara. dalam paru-paru
selama beberapa berbagai siklus pernapasan. Tiap volume tidak dapat
dibagi kedalam bagian ang lebih kecil, karena ini menunjukan unit dasar.
a) Volume tidal (VT) adalah volume udara yang digerakkan masuk
dan keluar pada tiap pernapasan normal. Ini terukur kurang lebih
500 ml pada pria muda normal.
34

b) Volume cadangan inspirasi (VCI) menunjukkan jumlah udara


dimana seseorang dapat dengan sekuat-kuatnya menghirup udara
setelah inspirasi tidal normal. VC1 biasanya kira-kira 3.000 MI.
c) Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume udara dimana
seseorang dapat dengan sekuat-kuatnya mengeluarkan udara
setelah ekshalasi tidal normal. VCE biasanya kira-kira 1. 100 MI.
d) Volume residu (VR) adalah volume udara sisa setelah ekspirasi
kuat. Volume ini dapat diukur hanya dengan spirometer tak
langsung, sedangkan yang lain dapat diukur secara langsung.
3) Kapasitas Paru
Pengukuran kapasitas menghitung sebagian siklus paru-paru. Ini
diukur sebagai kombinasi volume sebelumnya.
a) Kapasitas inspirasi (KI) adalah jumlah udara yang dapat
diinhalasi (dihirup) sengan kuat bila mulai dari tingkat ekspirasi
normal. Ini sama dengan VT ditambah VCI dan kurang lebih
3.500 ml.
b) Kapasitas residu fungsional (KRF) adalah j umlah sisa udara
pada akhir ekspirasi normal. Ini adalah jumlah dari VCE dan VR
dan kurang lebih 2.300 ml.
c) Kapasitas vital (KV) adalah jumlah maksimal udara yang dapat
dengan kuat diekspirasi setelah inspirasi kuat maksimal. Ini
jumiah dari VD VT, dan VCE. Volume ini kurang lebih 4.600
ml pada pria normal.
d) Kapasitas paru total (KPT) sama dengan volume dimana paru-
paru dapat diekspansi dengan upaya inspirasi paling kuat.
Volume kapasitas kurang lebih 5.800 ml.(Setiawati, 2017)
4) Pengkajian Diagnostik Fungsi Pernafasan
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru-paru untuk
melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida secara efisien.
35

Pemeriksaan ventilasi dasar dilakukan dengan mengguna¬kan


spirometer dan alat pencatat sementara khen bernapas melalui masker
mulut (mouthpiece) yang dihubungkan dengan selang penghubung.
Pengukuran yanc, dilakukan mencakup volume tidal (Vt), volume
reserve inspirasi (IRV), volume residual (VR), dan volume ekspirasi
yang dipaksa selama 1 detik (FEV1).

B. Diagnosa Keperawatan sesuai NANDA (2015)


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Definisi:
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas
untuk mempertahankan bersihan jalan napas.

Batasan karakteristik :
1) Batuk yang tidak efektif 8) Perubahan frekuensi napas
2) Dispnea 9) Perubahan pola napas
3) Gelisah 10) Sianosis
4) Kesulitas verbalisasi 11) Sputum dalam jumlah yang berlebih
5) Mata terbuka lebar 12) Suara napas tambahan
6) Ortopnea 13) Tidak ada batuk
7) Penurunan bunyi napas

Berhubungan dengan:
Lingkungan
1) Perokok
2) Perokok pasif
3) Terpajan asap
Obstruksi jalan napas
36

1) Adanya jalan napas buatan


2) Benda asing dalam jalan napas
3) Eksudat dalam alveoli
4) Hiperplasia pada dinding bronkus.
5) Mucus berlebihan.
6) Penyakit paru obstruksi kronis.
7) Sekresi yang tertahan.
8) Spasme jalan napas.
Fisiologis
1) Asma
2) Disfungsi neuromuskular.
3) Infeksi.
4) Jalan napas alergik.

2. Ketidakefektifan pola napas


Definisi:
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat.

Batas Karakteristik:
1) Bradipnea 8) Penurunan tekanan ekspirasi
2) Dispnea 9) Penurunan tekanan inspirasi
3) Fase ekspirasi memanjang 10) Penurunan ventilasi semenit
4) Ortopnea 11) Pernapasan bibir
5) Penggunaan otot bantu 12) Pernapasan cuping hidung
pernapasan 13) Perubahan ekskursi dada
6) Penggunaan posisi tiga titik 14) Pola napas abnormal
7) Peningkatan diameter 15) Takipnea
anterior-posterior
37

Berhubungan dengan :
1) Ansietas.
2) Cidera medula spinalis.
3) Deformitas dinding dada.
4) Deformitas tulang.
5) Disfungsi neuromuskular.
6) Gangguan muskuloskeletal.
7) Gangguan neurologis (misal EEG positif, trauma kepala, gangguan
kejang).
8) Hiperventilasi.
9) Imaturitas neurologis.
10) Keletihan.
11) Keletihan otot pernapasan.
12) Nyeri.
13) Obesitas.
14) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
15) Sindrom hipoventilasi.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


Definisi:
Kelebihan atau deficit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida pada
membrane alveolar-kapiler.
Batasan karakteristik:
1) Diaforesis 7) Hipoksemia
2) Dispnea 8) Hipoksia
3) Gangguan penglihatan 9) Iritabilitas
4) Gas darah arteri abnormal 10) Konfusi
5) Gelisah 11) Napas cuping hidung
6) Hiperkapnia 12) Penurunan karbon dioksida
38

13) pH ateri abnormal


14) Pola pernapasan abnormal
15) Sakit kepala saat bangun
16) Sianosis
17) Somnolen
18) Takikardi
19) Warna kulit abnormal

Berhubungan dengan:
1) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi.
2) Perubahan membrane alveolar-kapiler.
39

C. Perencanaan/Nursing Care Plan

NO
NO NOC NIC
DX
1. I Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan
jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas yang Napas
efektif, dengan kriteria hasil: 1) Buka jalan napas
pasien
Respiratory Status: Airway patency 2) Posisikan pasien
N Tujuan untuk
Indikator Awal
o 1 2 3 4 5 memaksimalkan
1. Pengeluaran sputum ventilasi.
pada jalan napas 3) Identifikasi Pasien
2. Irama napas sesuai untuk perlunya
yang diharapkan pemasangan alat
3. Frekuensi jalan napas buatan
pernapasan sesuai 4) Keluarkan secret
yang diharapkan dengan suction
5) Auskultasi suara
Keterangan: napas, catat bila
1. Keluhan ekstrim ada suara napas
2. Keluhan berat tambahan
3. Keluhan sedang 6) Monitor rata-rata
4. Keluhan ringan respirasi setiap
5. Tidak ada keluhan pergantian shift
dan setelah
dilakuakan
tidakan suction
b. Suksion Jalan Napas
1) Auskultasi jalan
napas sebelum
dan sesudah
suction
2) Informasikan
keluarga tentang
prosedur suction
3) Berikan O2
dengan
menggunakan
nasal untuk
memfasilitasi
suksion
nasotrakheal
4) Hentikan suksion
dan berikan
oksigen bila
Pasien
menunjukkan
bradikardi
40

peningkatan
saturasi oksigen
5) Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
6) Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.

2. II Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan


jam, klien dapat mencapai napas efektif, dengan kriteria Napas
hasil: 1) Buka jalan napas
Pasien
Respiratory Status: Ventilation 2) Posisikan Pasien
N Tujuan untuk
Indikator Awal memaksimalkan
o 1 2 3 4 5
1. Auskultasi suara ventilasi.
napas sesuai 3) Identifikasi Pasien
2. Bernapas mudah untuk perlunya
3. Tidak didapatkan pemasangan alat
penggunaan otot jalan napas buatan
tambahan 4) Keluarkan secret
dengan suction
Vital sign Status 5) Auskultasi suara
N Tujuan napas, catat bila
Indikator Awal ada suara napas
o 1 2 3 4 5
1. Tanda Tanda vital tambahan
dalam rentang 6) Monitor
normal (tekanan penggunaan otot
darah, nadi, bantu pernapasan
pernafasan) 7) Monitor rata-rata
Keterangan: respirasi setiap
1. Keluhan ekstrim pergantian shift
2. Keluhan berat dan setelah
3. Keluhan sedang dilakuakan
4. Keluhan ringan tidakan suction
5. Tidak ada keluhan
Vital sign monitoring
1) Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
2) Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap
oksigenasi
3) Monitor vital sign
41

4) Monitor pola nafas


3. III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 1) Posisikan pasien
jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan untuk
kriteria hasil: memaksimalkan
Respiratory Status : Gas exchange ventilasi
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit 2) Pasang mayo bila
Respiratory Status : ventilation perlu
Vital Sign Status 3) Lakukan
N Tujuan fisioterapi dada
Indikator Awal jika perlu
o 1 2 3 4 5
1. Mendemonstrasikan 4) Keluarkan sekret
peningkatan dengan batuk atau
ventilasi dan suction
oksigenasi yang 5) Auskultasi suara
adekuat nafas, catat
2. Memelihara adanya suara
kebersihan paru paru tambahan
dan bebas dari tanda 6) Atur intake untuk
tanda distress cairan
pernafasan mengoptimalkan
3. Mendemonstrasikan keseimbangan.
batuk efektif dan 7) Monitor respirasi
suara nafas yang dan status O2
bersih, tidak ada 8) Catat pergerakan
sianosis dan dada,amati
dyspneu (mampu kesimetrisan,
mengeluarkan penggunaan otot
sputum, mampu tambahan, retraksi
bernafas dengan otot
mudah, tidak a a supraclavicular
pursed lips) dan intercostal
4. AGD dalam batas 9) Monitor suara
normal nafas, seperti
5. Status neurologis dengkur
dalam batas normal 10) Monitor TTV,
Keterangan: AGD, elektrolit
1. Keluhan ekstrim dan ststus mental
2. Keluhan berat 11) Observasi sianosis
3. Keluhan sedang khususnya
4. Keluhan ringan membran mukosa
5. Tidak ada keluhan
42

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., dan Wagner, C.M. 2017.
Nursing Intervention Classification (NIC), 6th edition.United Kingdom:
Mosby.

Harahap. (2005). Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan. Jurnal Keperwatan


Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan: USU.

Hidayat, A. A. A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Maranata, Daniel,. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Surabaya:
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr. Soetomo.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., dan Swanson, E. 2017. Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th edition.United Kingdom: Mosby.

Nanda International 2015. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. Jakarta:


EGC.

Setiawati, Santun. 2007. Panduan Praktis Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta :


Trans Info Medika.

Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Edisi Ke-3. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai