Anda di halaman 1dari 12

PAPER

MK KUALITAS AIR
(Kualitas Air dan Cara Penanggulangan Sungai Citarum)

Oleh :
Nama : Lisa Oktavia Br Napitupulu
NPM : 240110150057
Hari,Tanggal : Rabu, 9 Mei 2018
Waktu : 09.30 – 11.30 WIB
Kelas : Teknik Pertanian 2015

Dosen Pengampu :
Dr. Dwi Rustam Kendarto, S.Si.,M.T.

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
I. Pendahuluan
Pada dasarnya air memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat dan makhluk hidup lainnya, sehingga keberadaan sumber air harus tetap
dijaga baik secara kuantitas maupun kualitas. Sungai dijadikan sebagai salah satu
sumber air baku dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang sungai
yang mengartikan bahwa sungai adalah alur atau wadah air alami dan atau buatan
berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai
muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Air merupakan sumber
daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar
dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Perlu upaya pelestarian dan pengendalian air, untuk menjaga kualitas air atau
mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai
dengan tingkat mutu air yang dikehendaki. Pengelolaan kualitas air dilakukan
dengan upaya pengendalian pencemaran air,yaitu dengan upaya memelihara fungsi
air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu. Air yang relatif bersih sangat
didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, keperluan
industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain
sebagainya. Namun yang terjadi saat ini adalah berbanding terbalik dengan
pentingnya air bagi kehidupan manusia, berdasarkan pantauan Kementerian
Lingkungan Hidup Republik Indonesia (LH RI) tahun 2014, sebanyak 75 % sungai
di Indonesia tercemar berat, salah satunya adalah sungai Citarum. Dimana saat ini
sungai Citarum merupakan sungai yang paling kotor sedunia, hal ini dikarenakan
beberapa faktor yang merusak kualitas sungai citarum. Daerah aliran sungai (DAS)
Citarum yang merupakan DAS terbesar di Jawa Barat telah mengalami tekanan
yang sangat kuat akibat pemanfaatan yang melebihi daya dukungnya. Aktifitas
yang ada di DAS ini antara lain adalah pertanian/ perkebunan, pemukiman, industri,
perikanan, dan pembangkit listrik. Setiap kegiatan tersebut memerlukan air, baik
ditinjau dari segi kuantitas maupun kualitasnya yang sesuai dengan peruntukannya.
Namun kondisi kuantitas dan kualitas Sungai Citarum begitu besar fluktuasinya
baik ditinjau dari perbedaan waktu maupun ruang (spatial and temporal) sehingga
DAS Citarum mempunyai ciri DAS yang sedang “sakit”. Sakitnya DAS Citarum
ini berimplikasi terhadap semakin rendahnya peruntukan sumber daya air yang
dapat digunakan. Air sungai yang tercemar akan menimbulkan berbagai masalah,
dalam sektor pertanian, rendahnya produksi budidaya perikanan, selain itu juga
menyebabkan berbagai wabah penyakit.
Oleh karena itu saat ini air dan khususnya sungai menjadi masalah yang perlu
mendapat perhatian serius. Karena air telah tercemar oleh limbah- limbah dari
berbagai hasil kegiatan manusia, sehingga untuk memperoleh air yang baik sesuai
dengan standar tertentu diperlukan biaya yang cukup mahal. Secara kualitas sumber
daya air telah mengalami penurunan. Begitu pula secara kuantitas yang sudah tidak
dapat memenuhi kebutuhan manusia yang terus meningkat. Makin banyak berita-
berita mengenai pencemaran sungai dari hari kehari. Pencemaran sungai ini terjadi
dimana-mana. Krisis air juga terjadi di hampir seluruh Pulau Jawa dan sebagian
Pulau Sumatera, terutama di kota-kota besar baik akibat pencemaran limbah cair
industry, rumah tangga ataupun pertanian.

II. Profil DAS Citarum


Mata air Sungai Citarum berasal dari Gunung Wayang dan bermuara di Laut
Jawa sebelah Utara. Sungai Citarum adalah sungai yang mengalir melewati 11
(sebelas) Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat. Kesebelas Kabupaten dan
Kota tersebut antara lain Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kota
Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Subang,
Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Karawang, Kota Bekasi,
dan Kabupaten Bekasi. Panjang Sungai Citarum ± 350 km dengan luas daerah
sungai ± 6000 km2 (Salim, 2002). Pada 200 kilometer pertama sungai mengalir
melalui dataran bergunung-gunung dan berbukit, kemudian melalui tiga bendungan
dan pada 70 kilometer berikutnya mengairi tanah dataran yang luas sebelum
berakhir di Laut Jawa di sebelah timur Jakarta. Karakter iklimnya dibagi dalam dua
garis besar musim: musim hujan pada November hingga April, dan selebihnya
adalah musim kering. Banjir adalah bagian yang biasa, terutama di musim
penghujan. Sungai Citarum memiliki peran penting di kawasan ini sebagai sumber
air bagi pertanian, rumah tangga, industri, dan sebagai asimilasi pencemaran.
Sungai Citarum juga menyediakan energi bagi tiga bendungan listrik tenaga air, dan
menurut laporan menyumbang hingga 20 % pendapatan domestik kotor (gross
domestic product) Indonesia dari sektor manufaktur serta 80 % permukaan airnya,
melalui kanal Tarum Barat, menyuplai sumber air minum Jakarta. Air dari Sungai
Citarum juga digunakan untuk irigasi ratusan ribu hektar lahan persawahan dan
lahan pertanian, serta menyuplai kebutuhan air minum bagi kota-kota besar
termasuk Bandung dan Jakarta. Hampir 40 juta orang bergantung pada Sungai
Citarum,pada tahun 1984, Pemerintah mengidentifikasi Sungai Citarum sebagai
“sungai superprioritas” (Putra, 2016).
Kegiatan yang ada di DAS Citarum meliputi pemukiman dengan jumlah
populasi ±10 juta jiwa, sedangkan populasi di atas Saguling sebesar ± 6 juta jiwa
dengan daerah padat penduduknya berada di Majalaya, Bandung Raya dan Cimahi.
Kepadatan penduduknya berkisar antara 400 – 12.000 orang/km2. Limbah domestik
yang dikeluarkan dari daerah pemukiman tersebut tidak melalui proses pengolahan
terlebih dahulu. Oleh karena itu, limbah domestik merupakan salah satu sumber
pencemar air Sungai Citarum. Di bagian hilir Saguling terdapat Waduk Cirata dan
Jatiluhur. Di samping masalah limbah domestik, ada 3 masalah lain yang dapat
mempengaruhi kualitas Sungai Citarum, yaitu erosi, limbah industri dan pertanian.
Kecepatan erosi di DAS Citarum antara 1,82 – 5,20 mm/tahun dengan rata-rata 3,35
mm/tahun. Keadaan ini timbul akibat tekanan penduduk terhadap lahan yang
semakin lama semakin besar, sehingga daerah hutan yang berfungsi sebagai
pelindung menjadi rusak. Hal tersebut dapat terlihat dari warna air Sungai Citarum
di musim hujan yaitu berwarna coklat keruh, dengan total sedimen yang masuk ke
dalam Waduk Saguling sampai tahun 2002 mendekati 60 juta m3, yang menandakan
kandungan sedimentasinya tinggi. Sedangkan eutrofikasi yang disebabkan oleh
kegiatan pertanian adalah berupa masuknya hasil pencucian pupuk terutama
senyawa nitrogen dan fosfor masing-masing mencapai 6.460 – 187.852 ton/tahun
dan 3.060 – 21.992 ton/tahun. Akibatnya terjadi eutrofikasi (penyuburan) yang
dapat memacu pertumbuhan gulma air, antara lain eceng gondok (Eichornia
crassipes) dan Salvinia, serta fitoplankton bloom yaitu Microcystis aeruginosa.
Selain itu juga, dalam air Sungai Citarum ditemukan juga residu berbagai jenis
pestisida, yaitu diazinon, fenitrothion, dichlorvos, methidation dan propoxur.
Namun konsentrasinya masih di bawah ambang yang dipersyaratkan untuk
pertanian dan perikanan. Perkembangan industri di DAS Citarum sangat padat
sekali sejak 20 tahun terakhir dengan pusat pengembangannya meliputi daerah
Majalaya, Banjaran, Dayeuhkolot/Bandung Selatan, Padalarang, Batujajar,
Rancaekek dan Purwakarta; umumnya didominasi oleh industri teksti. Selain
mengandung nilai COD dan BOD yang tinggi limbah cair industri tersebut juga
mengandung logam berat seperti Zn, Cd, Pb, Ni dan Cr (Salim, 2002).

III. Sumber Pencemar Sungai Citarum


3.1 Limbah Domestik
Komposisi limbah domestik umumnya didominasi oleh bahan organik nitrogen
(NH3, NO2, NO3), fosfor (total fosfor dan PO4), deterjen, fenol dan bakteri kolitinja.
Dari limbah organik tersebut, parameter kunci yang umum digunakan adalah
Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD).
Beban pencemaran domestic untuk setiap orang berbeda- beda. Setiap orang di
Indonesia diperkirakan akan mengeluarkan BOD sebesar 25 g/orang/hari dan COD
sebesar 57 g/orang/hari. Sedangkan untuk parameter nitrogen dan fosfor serta
parameter lainnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Komposisi Beban Pencemar Limbah Domestik
Parameter Unit Beban Pencemaran
BOD g/kapita/hari 25
COD g/kapita/hari 57
Nitrogen 1.83
- NH3-N g/kapita/hari 0.006
- NO2-N g/kapita/hari 0.97

- NO3-N g/kapita/hari 8.3


g/kapita/hari 11.1
- N organik
g/kapita/hari -
- N total
1.1
Fosfor
g/kapita/hari 0.63
-Ortho-P
g/kapita/hari 0.006
Total P
12
g/kapita/hari 14 x 10
-Deterjen (MBAS)
-Fenol g/kapita/hari
-Coli Fecal g/kapita/hari

(Sumber : Salim, 2012)

Jumlah limbah domestik yang masuk ke DAS Citarum terutama di bagian hulu
adalah sebesar 200.078 ton BOD/hari tanpa perlakuan MCK, sedangkan dengan
perlakuan MCK bebannya menurun menjadi sebesar 160. 552 ton/hari. Dari data
tersebut menunjukan bahwa peran MCK dapat menurunkan beban pen-cemaran
sebesar ± 20%, apabila dilengkapi dengan septik tank dapat lebih rendah lagi yaitu
antara 40 – 50 %. Namun patut disayangkan, aplikasi instalasi tersebut di
perumahan sangat rendah. Pada tabel 2 terlihat beban BOD yang masuk ke Sungai
Citarum Hulu di 4 wilayah administrasi Selatan (Bojong Soang) dengan debit
3
81.000 m /hari. Total BOD perhari yang masuk sebesar 20.000 kg BOD/hari,
sedangkan yang keluar 2.400 kg BOD/hari. Berarti, kadar BODnya dapat direduksi
sebesar ± 90%. Untuk pengolahan limbah di Ciwidey debit yang masuk 5.200
3
m /hari dengan nilai 2.500 kg BOD/hari dengan efisiensi ± 95%. Instalasi
pengolahan limbah lainnya direncanakan akan dibangun di Cimahi, Ujung Berung,
Majalaya, Soreang, Banjaran, Cicalengka dan Batujajar. Namun saat ini masih
dalam tahap studi pendahuluan (preliminary study).
Tabel 2. Beban BOD yang masuk ke Sungai Citarum Hulu
Daerah Limbah Domestik
Adminstrasi Populasi BOD tanpa Populasi dengan Beban BOD
perlakuan MCK ton/hari
(ton/hari)
Kab. Bandung 3.122.374 93.671 447.685 84.718
Kota Bandung 2.235.041 67.051 335.256 40.414
Kab. Sumedang 9.264 6.278 31.390 5.650
Kab. Cianjur 1.102.585 33.078 165.388 29.770
Total 6.669.264 200.078 979.719 160.552
(Sumber : Salim, 2012)
3.2 Dampak Limbah Cair Domestik
Limbah cair domestik yang masuk ke Sungai Citarum akam menyebabkan
dampak terhadap kualitas air antara lain:
a. Penyuburan perairan (eutrophication) akibat terlarutnya unsur hara dalam air.
Keadaan ini dapat memacu pertumbuhan mikrofita seperti eceng gondok yang
menyebabkan evapotranspirasi menjadi sangat cepoat, pendangkalan waduk
dan tempat berkembang-biaknya vektor penyakit. Sedangkan pertumbuhan
algae yang cepat (algal bloom) dapat menyebabkan kualitas air akan sangat
berbahaya/fatal bagi ternak yang meminum air pada saat terjadinya algal
bloom.
b. Berkembangya bermacam-macam vektor penyakit seperti moluska dan insekta
yang dapat menyebabkan berbagai penyakit antara lain Schistosomiasis,
demam berdarah dan diare. Penyakit ini dikenall dengan kelompok Water
Borne Disease
c. Rendahnya produksi akibat fluktuasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi antara
siang dan malam sehingga dapatt menyebabkan keracunan ikan. Juga dapat
mempengaruhi struktur komunitas biologi perairan (rantai makan dan jaring-
jaring makanan/food chain and food web)
d. Mempercepat korosivitas metal pada bangunan air misalnya PLTA, sistem
turbin dan pipa/saluran pendingin.
e. Biaya pengolahan bagi keperluan air bersih menjadi lebih mahal dan sulit
akibat beban polutan yang tinggi dan beragam komposisinya, misalnya busa
yang berasal dari deterjen.
Selain limbah cair, limbah domestik juga menghasilkan limbah padat seperti
banyaknya sampah-sampah yang dibuang ke dalam sungai. Baik sampah
kebutuhan rumah tangga, atau pun sampah-sampah yang berasal dari rumah sakit,
pabrik, dan lain-lain. Hal ini selain menyebabkan sungai Citarum menjadi tercemar
juga menyebabkan tersumbatnya aliran-aliran yang mengalir dari sungai citarum
dan juga menyebabkan dangkalnya sungai akibat tumpukan sampah, oleh karena
itu sering kali sungai Citarum tidak dapat menampung banyaknya air sehingga
terjadi banjir.
3.3 Limbah Pertanian
Limbah pertanian yang umumnya menjadi masalah adalah akibat pengunaan
pupuk baik pupuk oerganik maupun anorganik, termasuk aplikasi obat hama atau
pestisida. Berdasarkan hasil pengamatan, pupuk fosfat yang dapat langsung diserap
oleh tanaman hanya 15% dari aplikasi, sisanya akan terikat oleh tanah. Pada saat
hujan pupuk tersebut akan larut dan terbawa bersamaan dengan partikel tanah.
Keadaan ini akan diperparah lagi pada daerah pertanian dengan tinkat kelerengan
yang lebih dari 8%. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa nitrogen dan fosfat
yang hilang terbawa erosi tanah di daerah Citarum hulu diatas waduk Saguling
berkisar antara 6.460-187.852 ton N.tahun-1 dan 3.060 – 21.992 ton P2O5.tahun-1
Adapun dampak dari limbah pertanian ini khususnya pupuk serupa dengan limbah
cair domestik. Keadaan ini berpengaruh terhadap penyuburan perairan seperti yang
telah diuraikan diatas.

3.4 Limbah Industri


Pada tahun 2012, sebuah investigasi dilakukan oleh Greenpeace Asia Tenggara
bersama WALHI Jawa Barat, dibantu oleh Institute of Ecology, Universitas
Padjadjaran dan Lab. Afiliasi Kimia, Univesitas Indonesia, menelusuri dampak
polusi industri terhadap Sungai Citarum. Riset ini mengukur buangan limbah dan
kualitas air sungai di 10 lokasi, mulai dari sumber mata air yang asri, hingga hilir
sungai.27 Beberapa titik pembuangan limbah tak bertuan atau yang lazim dikenal
dengan sebutan “pipa siluman” bersama dengan air sungai dan sedimennya
dijadikan sampel. Sampel yang diuji adalah kandungan logam berat seperti Timbal
(Pb), Merkuri (Hg), Mangan (Mn), Ferrum (Fe), Krom (Cr), Seng (Zn), Cadmium
(Cd) dan lain-lain serta berbagai parameter polusi air pada umumnyadiantaranya
Biochemical oxygen demand (BOD), Chemical oxygen demand (COD), Total
suspended solids (TSS), Amonia Total (NH3-N), Sulfida dan Keasaman (pH) dan
bahan kimia organik berbahaya. Hasilnya menunjukkan keberadaan bahan kimia
dalam sampel limbah cair, termasuk logam berat seperti Merkuri, Kromium
Heksavalen, Timbal dan Cadmium. Sedimen sungai juga dianalisis dan hasilnya
menunjukkan kandungan Kromium, Tembaga dan Timbal yang cukup tinggi pada
titik-titik sampling tertentu. Berbagai bahan kimia organik berbahaya juga
terdeteksi di sampel-sampel limbah cair, di antaranya: Phthalates, termasuk DEHP,
DiBP, DBP dan DEP, yang terdeteksi pada lima dari tujuh sampel limbah cair, serta
BHT. Permasalahan ini harus segera dilakukan evaluasi apakah regulasi saat ini
cukup memadai dalam mengatur persoalan limbah kimia yang jenisnya setiap
waktu terus bertambah. Begitu pula dengan dorongan dalam melakukan melakukan
tindakan penegakan hukum atas pencemaran yang terjadi (Putra, 2016).
Limbah cair industri memberikan kontribusi yang besar terhadap kondisi
Sungai Citarum. Beragam industri dengan jumlah yang banyak beroperasi di
sepanjang aliran sungai Citarum. Tahun 2007, berdasarkan kajian yang dilakukan
oleh BPLHD Provinsi Jawa Barat, terdapat 359 perusahaan yang terbagi kedalam
11 sektor industri yang berbeda berlokasi di empat wilayah administrasi sepanjang
aliran Sungai Citarum hulu. Diantara sektor- sektor industri tersebut, industri tekstil
adalah salah satu sektor yang perlu diperhatikan karena jumlahnya yang paling
dominan. Sektor industry lainnya seperti elektroplating, farmasi, logam,
makanan/minuman juga perlu diperhat ikan. Data detil mengenai jumlah industri
hasil inventarisasi BPLHD (2007) ditampilkan pada Tabel dibawah ini
Tabel 3. Jenis dan Jumlah Industri di DAS Citarum Hulu
Kabupaten / kota
No Sektor Industri Kab. Kab. Kota Kota Total
Sumedang Bandung Bandung Cimahi
1 Tekstil 10 152 54 46 262
2 Elektroplating 0 5 9 5 19
3 Kulit 1 0 1 0 2
4 Kimia 0 4 0 0 4
5 Farmasi 0 3 3 3 9
6 Kertas 0 2 1 0 3
7 Cat 0 1 0 2 3
8 IPAL Terpadu 0 2 0 0 2
9 Makanan/Minuman 1 3 10 10 24
10 Garmen 0 0 2 0 2
111 Logam 0 0 1 6 7
Total 15 176 93 75 359
(Sumber : BPLHD Provinsi Jawa Barat, 2007)

Sementara itu, data terbaru mengindikasikan bahwa jumlah industry terus


bertambah. Direktori perusahaan yang dikeluarkan oleh Pusat. Data dan Informasi
(PUSDATIN) Kementerian Perindustrian (2012) menunjukkan adanya peningkatan
pada populasi industri di beberapa sektor.
Tabel 4. Distribusi Industri di DAS Citarum

Setiap sektor industri berkontribusi pada jenis limbah yang berbeda bergantung
pada proses produksi yang diadopsi oleh industri tersebut. Limbah padat dan/atau
cair bisa dihasilkan. Secara umum limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah
organik atau anorganik, berbahaya atau tidak berbahaya, beracun dan tidak beracun,
logam berat, dan sebagainya. Sebagai contoh, beberapa proses pada industri tekstil
menghasilkan baik limbah organik atau limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun)
dalam bentuk limbah cair. Limbah organik yang dihasilkan dari industri tekstil
mampu merubah nilai pH, atau meningkatkan kadar BOD dan COD dalam badan
air. Kebanyakan industri tekstil juga menghasilkan limbah logam berat yang
termasuk dalam kategori berbahaya. Banyak macam elemen logam berat yang
dihasilkan dari proses produksi tekstil, diantaranya Arsen, Cadmium, Krom,
Timbal, Tembaga, dan seng. Proses-proses dalam industri tekstil yang
menghasilkan limbah cair antara lain pengkajian dan penghilangan kanji,
pengelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnan, pencetakan, dan proses
penyempurnaan.

3.5 Dampak Limbah Industri


Kandungan logam berat akan memberikan dampak signifikan terhadap
lingkungan dan kesehatan manusia. Misalkan saja Timbal (Pb) dapat menghambat
pembentukan homoglobin (sebabkan anemia), kerusakan sistem syaraf dan bersifat
karsinogenik. Paparan Mangan (Mn) melalui jalur kulit mengakibatkan tremor,
gangguan koordinasi dan tumor. Merkuri (Hg) bersifat racun dan akan terakumulasi
dalam ginjal, otak, hati dan janin. DiBP (Di-isobutyl phthalate) menganggu kerja
kelenjar endoktrin dan bersifat racun bagi kehidupan akuatik.Dan banyak
kandungan lainnya yang memberikan dampak serius bagi kesehatan. Selain itu
limbah industry menyebabkan ekosistem sungai tidak berjalan dengan baik.
Dengan adanya kandungan berbahaya maka ikan dan ekosistem lainya tidak bisa
hidup dan mengalami kepunahan. Banyak ikan-ikan yang mati. Selain itu hal ini
berdampak pada irigasi pertanian, dimana air yang digunakan sebagai irigasi maka
nantinya akan merusak dan berdampak buruk bagi padi atau tanaman lainnya.
Menyebabkan penurunan hasil produksi padi dan menyebabkan petani gagal panen.

IV. Pendekatan Pengelolaan Limbah Domestik dan Pertanian


Untuk mengurangi terjadinya degradasi kualitas dan kuantitas air, perlu
dilakukan beberapa pendekatan pengelolaan baik secara teknis maupun nonteknis
(peraturan dan kelembagaan). Adapun pendekatan yang perlu dilakukan secara
teknis adalah dengan mewajibkan penggunaan septik tank bagi setiap rumah yang
persyaratannya. Dimasukkan dalam ketentuan ijin mendirikan bangunan (IMB).
Apabila ada kelompok masyarakat yang tidak mampu, dibuatkan sarana pengolahan
limbah/pembuatan MCK yang dilengkapi dengan pengolahan limbah cair domestik
di setiap wilayah kota yan padat penduduk untuk memperkecil beban limbah yang
masuk ke S. Citarum beserta anak-anak sungainya.
Untuk daerah pertanian perlu dilakukan pengelolaan lahan pertanian yang
rawan erosi terutama pada daerah dengan kelerengan lebih dari 8% antara lain
dengan penggunaan sengkedan dan terasering. Menghindari penggunaan obat hama
dan pestisida yang persisten agar residunya tidak masuk ke produksi pertanian dan
perikanan. Perlu diupayakan kelembagaan untuk sistem pengelolaan yang
terintegrasi yang dapat mengakomodasi kepentingan setiap stakeholder yang
peraturannya secara proporsional dapat saling menunjang bagi pembangunan yang
berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Salim, Hilmi. 2002. Beban Pencemaran Limbah Domestik Dan Pertanian Di DAS
Citarum Hulu. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol 3 No 2 107-111
Putra, Desriko Malayu. 2016. Kontribusi Industri Tekstil Dalam Penggunaan
Bahan Berbahaya dan Beracun Terhadap Rusaknya Sungai Citarum. Jurnal
Hukum Lingkungan Vol 3 Issue 1

Anda mungkin juga menyukai