Momok terberat di negeri ini adalah masalah korupsi. Mahasiswa sebagai garda terdepan harus menjadi
salah satu penggerak pemberantasan korupsi. Sehingga, pendidikan korupsi bagi mahasiswa sangat
penting untuk menjaga semangat anti korupsi dalam diri mahasiswa.
Melalui pendidikan anti korupsi inilah nantinya bisa menjadi bekal bagi mahasiswa untuk bertindak jujur
dalam bekerja. Tentunya, agar tidak melakukan tindakan korupsi ketika nanti menduduki posisi strategis
di sebuah institusi atau menjabat posisi penting di birokrasi ini. Fakta menunjukkan bahwa orang
berpendidikan tinggi rentan terhadap godaaan korupsi karena mereka biasanya menduduki posisi
strategis di sebuah institusi atau menjabat posisi penting di birokrasi. Karenanya penting pendidikan
korupsi di perguruan tinggi.
Sebagai langkah mengantisipasi bahaya laten korupsi, dua universitas di Indonesia, Institut Teknologi
Bandung (ITB) dan Universitas Paramadina Jakarta, menerapkan pendidikan anti korupsi sebagai mata
kuliah wajib. Kebijakan tersebut pun menuai apresiasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan mengatakan saat ini Universitas Paramadina telah
memasukkan mata kuliah pendidikan anti korupsi disemua fakultas yang ada dan diwajibkan. Dengan
adanya mata kuliah pendidikan anti korupsi tambah Anies, para mahasiswa menjadi tercengang terhadap
ancaman korupsi bagi bangsa Indonesia ke depannya sehingga ada spirit baru dalam mencegah praktek
tersebut, sehingga menciptakan generasi baru yang punya integritas kuat. Minimal mencegah bagi
mahasiswa untuk melakukan praktek korupsi. Menurut dia, praktek korupsi timbul karena ada tiga faktor,
seperti kebutuhan, keserakahan dan sistem yang telah mengakar.
Sementara Rektor ITB, Prof Dr Ir Djoko Santoso, MSc mengatakan, ilmu pengetahuan tidak diartikan
secara sempit. Sebab menurutnya, melaksanakan proses belajar sesuai dengan norma yang berlaku
sama saja melaksanakan aktivitas yang antikorupsi. Substansinya, semua perkuliahan dilakukan dengan
kesadaran antikorupsi.
Selain ketiga perguruan tinggi di atas, Universitas Trisakti, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY),
Universitas Gadjah Mada (UGM), juga mengaku telah memiliki mata kuliah yang di dalamnya
mengakomodasi pemberantasan korupsi. Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak juga memiliki
keinginan kuat mengamputasi bibit-bibit korupsi. Salah satu upaya yang dilakukan, menyiapkan
mahasiswa anti korupsi melalui pendidikan integritas.
Rektor UPB, Dr Ir Rahmatullah Rizieq, Msi mengatakan pendidikan integritas anti korupsi merupakan
salah satu upaya mencetak SDM anti korupsi. Dalam mata kuliah integritas ini, para mahasiswa akan
dikenalkan dengan korupsi secara menyeluruh.
“Nanti mahasiswa akan dikenalkan apa itu korupsi, dampaknya, serta modus-modusnya. Mereka juga
akan diterjunkan ke persidangan-persidangan korupsi sehingga dengan demikian mereka akan mengenal
hinanya korupsi sehingga tidak mau melakukannya,” harap Rahmatullah.
Berbeda dengan yang dilakukan Universitas 17 Agustus '45 (UTA '45). Kampus ini seperti dijelaskan Ketua
Yayasan UTA' 45, Rudyono Darsono, sebagai langkah awal menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan
Pancasila dan disiplin tinggi kepada para mahasiswa, dosen, dan karyawannya. Melalui nilai-nilai tersebut
dan tegaknya disiplin dalam segala hal seperti disiplin soal keuangan, disiplin soal pengadaan barang dan
lain-lain maka dengan sendirinya korupsi tidak akan dilakukan oleh siapapun.
Walaupun secara formal hal itu bukan mata kuliah khusus, namun Gumilar berkeyakinan mata kuliah
yang di dalamnya memberikan pengetahuan tentang budi pekerti dapat meningkatkan pengetahuan atas
berbagai persoalan moral dan etika. Peserta didik akan mengetahui bahwa korupsi merupakan tindakan
yang salah.
Menurut dia, pemberantasan korupsi bukan hanya dilakukan dengan cara itu. Perlu ada riset tersendiri
untuk mengetahui mengapa tindak pidana korupsi terjadi di Indonesia. Dengan begitu, pemberantasan
korupsi dapat dilakukan secara tepat dan cepat. "Mata kuliah khusus memang penting. Tapi, kita harus
juga melakukan riset agar tidak salah langkah," ucapnya.
Pembantu Rektor III Universitas Trisakti I Komang Suka'arsana mengatakan, Trisakti merupakan salah
satu perguruan tinggi yang terang-terangan mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam
upaya memberantas tindak pidana korupsi.
Bahkan, Trisakti sangat berharap KPK akan mengonkretkan kerjasama kedua belah pihak. Pada saat ini,
Trisakti telah mempunyai mata kuliah yang mengakomodasi pemberantasan korupsi yakni kebangsaan,
demokrasi, dan HAM. Mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah pilihan.
Walaupun begitu, mahasiswa yang mengikuti mata kuliah tersebut sangat banyak. Di dalamnya tentu
membahas peran serta mahasiswa dalam memberantas korupsi di tanah air. Lebih jauh Komang
mengatakan, kemungkinan Trisakti akan membuat mata kuliah anti korupsi sendiri di masa mendatang
cukup besar.
Sementara Rektor UGM, Prof Ir Sudjawardi MEng PhD mengatakan, pendidikan merupakan sikap mental
tentang sesuatu. Karena itu, tidak perlu mata kuliah khusus yang mempelajari persoalan anti korupsi.
Terkait hal tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional
(Diknas) Fasli Jalal juga telah menginstruksikan kepada semua perguruan tinggi untuk mengakomodasi
pelajaran antikorupsi. Namun, pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing perguruan tinggi.
Ketua KPK, Busyro Muqodas pada studium general Anti-korupsi di ITB beberapa waktu yang lalu
mengatakan, sudah tidak asing lagi terdengar di telinga ketika mahasiswa meneriakan kata anti-korupsi.
Sifat kritis, intelektualitas serta jiwa muda yang melekat pada mahasiswa mendorong mereka untuk
menjadi prajurit terdepan dalam meneriakan perlawanan keras terhadap korupsi.
Busyro menambahkan, umumnya ada dua cara mahasiswa dalam mengekspresikan pandangan mereka
terhadap korupsi. Pertama mahasiswa yang mengatakan tidak terhadap korupsi sembari melakukan
kegiatan yang aktif. Biasanya mereka melakukan berbagai kampanye serta demo yang menuntut korupsi
dihapuskan dan semacamnya. Mereka bertindak aktif melawan korupsi. Kedua, mahasiswa yang
mengatakan tidak terhadap korupsi, namun mereka bersikap pasif. Pasif disini seperti, mereka tidak
terlalu ambil pusing dengan permasalahan korupsi yang ada. Mereka mengatakan tidak dan cukup
sampai itu saja. Tidak ada tindakan.
Menurut Busyro, tidak ada yang salah dengan cara keduanya. Masing-masing mahasiswa memang
mempunyai pandangan tersendiri terhadap permasalahan korupsi. Namun yang pasti, keinginan untuk
melakukan perlawanan terhadap korupsi masih ada dalam diri mereka. Memang bukan langkah mudah
untuk mensosialisasikan dan merealisasikannya, tapi dengan semangat dan kerja keras, bukan tidak
mungkin mata kuliah ini menjadi sarana perubahan masyarakat.
Joko Siswonov
i am antiteori .....\r\n\r\n
FOLLOW
CATATAN
Secara kasat mata dan dibantu oleh media, terlihat KPK begitu perkasa. Semua koruptor tampaknya
sangat takut sama KPK. Semua lembaga mendapat giliran dipermak KPK. Pejabat yang tidak aktif lagi
maupun masih aktif digelandang KPK.
Namun sehebat-hebatnya KPK, para koruptor pasti lebih hebat lagi. Sehebat-hebat penjagaan dan
pengamanan sebuah rumah, maling lebih canggih lagi membobolnya.
KPK masih bodoh. Di mana bodohnya? KPK yang hanya menangani. Kasus di atas 1 Milyar, maka dengan
pintar koruptor mainnya di bawah 1 Milyar, sedang kiprah kepolisian dan kejaksaan, petugas pelaksana
korupsi di bawah 1 M, soal penanganan korupsi terlihat tidak begitu signifikan.
Bodohnya lagi pada bagian inteligen. Apa bodohnya? KPK yang menunggu laporan masyarakat soal
korupsi, bisa saja sang pelapor asal masyarakat itu adalah inteligen hantu, yang hendak bertujuan
menjatuhkan seseorang. Anggap saja 10 gubernur pelaku korupsi, namun inteligen hantu itu memiliki
akses melaporkan ke KPK cuma 1 gubernur yang ketangkap tangan korupsi, lalu diproses hukum-lah
gubernur sial itu, sedang yang 9 tidak. 1 gubernur adalah tumbal dari 9 gunernur. Jadi, kelemahan KPK
adalah menunggu laporan masyarakat, bisa saja pelapor asal masyarakat itu intelijen hantu. Yang
bertujuan terselubung hendak menjatuhkan atau melindungi seseorang atau lembaga.
Sedang kelemahannya adalah secara kekuatan KPK tidak bisa mengungkap lembaga-lembaga yang secara
lembaga sangat kuat. Lembaga-lembaga yang secara organisasi kuat itu adalah TNI AD, Kepolisian,
Kejaksaan, Kehakiman dan Pengusaha. Sedang yang pernah diproses oleh KPK pada 4 lembaga itu cuma
tumbal. Tumbal dari lembaga-lembaga tersebut.
Jadi, mainan penanganan KPK soal Koruptor sebatar DPR, Bupati, Gubernur, karena secara lembaga dan
backing mereka tidak kuat.
Dua janji Abraham Samad yang sempat ia sampaikan ke media belum terealisasi adalah pertama,
koruptor asal propinsi Jawa Timur, yang kata AH sangat licin hampir-hampir praktek korupsinya tidak
ketahuan. Kedua, menggelandang koruptor di pertambangan. Mafia tambang. Kemungkinan dua
lembaga yang disebut AH itu memiliki backing yang kuat sehingga KPK ragu-ragu menghadapinya.
KPK berusaha melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh undang-undang dengan semaksimal mungkin
memanfaatkan kewenangan yang ada. Karena itu Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
akan kami cermati sebagai salah satu aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan.
“Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial
dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat
digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa”.
Dari keinginan rakyat yang diterjemahkan dalam undang-undang yang menyatakan bahwa korupsi
merupakan kejahatan luar biasa, seharusnya membawa implikasi pada penanganan korupsi dengan cara-
cara yang luar biasa pula sekalipun tetap dalam koridor aturan hukum yang berlaku.
Terkait dengan kontroversi penyadapan dalam penindakan korupsi kita dapat mengambil penyadapan
atas kasus terorisme sebagai pembanding. POLRI telah lama melakukan penyadapan untuk kasus
terorisme dan tidak pernah ada yang mempermasalahkannya. Besar kemungkinan karena kita sudah
memahami bahaya terorisme. Hal ini menjadi tantangan bagi KPK untuk lebih giat menyampaikan betapa
seriusnya implikasi dari korupsi ini. Betapa besar ongkos sosial korupsi yang harus dibayar seluruh rakyat
Indonesia. Ketika seorang Penyelenggara Negara menerima suap, uang suap itu masih bisa berperan
dalam memutar roda perekonomian negara, sebagian bisa digunakan untuk membantu orang lain, atau
bahkan disumbangkan ke lembaga keagamaan. Namun yang selama ini kurang kita sadari – kerusakan
sudah terjadi, ketika seseorang dibiarkan melanggar aturan yang ditetapkan dengan tujuan-tujuan
tertentu karena dia telah menyuap, entah itu membabat hutan, memasukkan barang ilegal, menjual
obat palsu, atau ribuan jenis lain pelanggaran yang pada akhirnya akan bermuara pada kesengsaraan
rakyat Indonesia.
Di dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa strategi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi (PPK) memiliki visi jangka panjang dan menengah. Visi periode jangka panjang (2012-2025)
adalah: “terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung nilai budaya yang
berintegritas”. Adapun untuk jangka menengah (2012-2014) bervisi “terwujudnya tata kepemerintahan
yang bersih dari korupsi dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang
berintegritas”. Visi jangka panjang dan menengah itu akan diwujudkan di segenap ranah, baik di
pemerintahan dalam arti luas, masyarakat sipil, hingga dunia usaha.
- Pencegahan.
- Penegakan Hukum.
Anti Korupsi
Seknas Jokowi: Memperkuat KPK Adalah Menguatkan Upaya Pencegahan dan Pengawasan KPK
Jakarta – Presiden Jokowi mengatakan bahwa “KPK sebagai sebuah institusi, yang dipercaya oleh
masyarakat, sangat dipercaya masyarakat, ya harus kita perkuat. Menurut Seknas JOKOWI, pernyataan
Presiden Jokowi harus kita perkuat untuk mempercepat pemberantasan korupsi”.
Bagi DPN Seknas Jokowi, upaya yg harus dilakukan adalah memperkuat tindakan ‘pencegahan’ terjadinya
korupsi. Upaya pencegahan KPK tidak cukup hanya dg kampanye “berani jujur hebat” dan atau kerja
sama hanya dengan satu lembaga LSM/NGO anti korupsi. Pertama, KPK harus berbenah diri dan lebih
terbuka serta profesional bekerja sama dengan lembaga pemerintahan, lembaga penegak hukum lain
serta lembaga politik termasuk partai politik dalam melakukan upaya cegah dini dari hulu hingga hilir
dengan edukasi yang sistematis dan masif. Sehingga KPK tidak dilihat yang kuat tidak hanya dalam
melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi saja tetapi juga
upaya pencegahan yang kuat dan masif untuk mencegah terjadinya korupsi.
Upaya memperkuat yang kedua di KPK adalah mencegah munculnya “abuse of power” di tubuh penyidik
dan komisioner KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Upaya pencegahan “abuse of
power” ini dengan penguatan pengawasan internal dan eksternal, penguatan instrumen dan
“mekanisme knowledge manajemen” serta penguatan standar prosedur dalam organisasi KPK.
Upaya ketiga adalah dengan memperkuat institusi Polri dan Kejaksaan untuk pencegahan dan
penanganan korupsi.
Dengan tiga hal strategis di atas menurut DPN Seknas JOKOWI, kedepan masyarakat akan melihat KPK
lebih *profesional dan prosedural* dalam menjalankan tugas, wewenang dan kewajibannya dalam
memberantas korupsi.
HOME
NASIONAL
POLITIK
Oleh: Tempo.co
“Semua orang mengaku ingin menguatkan KPK,” kata Mahfud dalam diskusi publik dengan tema menuju
upaya penguatan KPK di kantor Mahfud MD (MMD) Initiative, Matraman, Jakarta Pusat, Selasa, 16
Februari 2016.
Menurut Mahfud, ada dua cara memperkuat KPK. Yaitu dengan merevisi atau tidak merevisi UU KPK.
“Tapi kalau memang baik dengan tidak revisi, ya tidak usah direvisi,” katanya menegaskan.
Ads by Kiosked
Mahfud juga menyinggung empat poin utama di dalam draf revisi UU KPK yang dibahas di Badan
Legislasi DPR. Keempat poin itu mengenai penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas, penyelidik dan
penyidik independen pada KPK, serta penghentian penyidikan.
Keempat poin itu telah dibahas dalam rapat harmonisasi Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat,
Senin, 1 Februari 2016. Sebanyak 45 anggota DPR dari enam fraksi mengusulkan draf tersebut. Mereka
terdiri atas 15 orang dari Fraksi PDIP, 11 orang dari Fraksi Partai NasDem, 9 orang Fraksi Partai Golkar, 5
orang Fraksi PPP, 3 orang Fraksi Partai Hanura, dan 2 orang Fraksi PKB.
Mengenai poin penyadapan, Mahfud mengatakan selama ini tidak ada bukti bahwa penyadapan yang
dilakukan KPK salah sasaran. Justru selama ini, kata dia, orang yang diumumkan disadap dan dijadikan
tersangka oleh KPK pasti terbukti bersalah. “Tidak ada yang disadap kalau belum tersangka, lalu di mana
lemahnya?” kata Mahfud dengan nada bertanya.
Adapun mengenai usulan pemberian kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan surat perintah
penghentian penyidikan (SP3), Mahfud berpendapat, hal tersebut masih perlu didiskusikan. Sebab, kata
dia, banyak orang yang dinyatakan tersangka dan sudah ada alat buktinya, tetapi proses hukumnya
buntu.
Meski begitu, Mahfud tetap konsisten menolak revisi UU KPK. “Tidak perlu revisi, hanya butuh SOP
(standar operasional prosedur) saja,” katanya.
Sedangkan rencana DPR untuk membentuk Dewan Pengawas KPK, Mahfud memiliki pendapat berbeda.
Ia mengatakan Dewan Pengawas tidak perlu diberi kewenangan sebagai lembaga pemberi izin jika KPK
akan mengeluarkan SP3 maupun penyadapan. "Dewan Pengawas cukup mengawasi saja,” ujarnya.
BAGUS PRASETIYO