Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

Glaucoma

Pembimbing :
dr. Sri Harto Sp.M

Disusun Oleh :
Claudia Lintang Septaviori
11 2016 306

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA
PERIODE 30 APRIL – 02 JUNI 2018
BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.1 Kelainan ini ditandai oleh
meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan
lapang pandang. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekstravasasi (penggaungan/ cupping) serta
degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.1,2,3

World Health Organization (WHO) tahun 2002 mengungkapkan bahwa glaukoma


merupakan penyebab kebutaan paling banyak kedua dengan prevalensi sekiar 4,4 juta (sekitar
12,3% dari jumlah kebutaan di dunia). Pada tahun 2020 jumlah kebutaan akibat glaukoma
diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta. Prevalensi glaukoma juga diperkirakan meningkat, dari
60,5 juta pada tahun 2010 menjadi 79,6 juta pada tahun 2020.4 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4,6%.5

Glaukoma dibagi menjadi glaukoma primer (sudut terbuka dan tertutup), glaukoma
kongenital (glaukoma pada bayi), glaukoma sekunder dan glaukoma absolut (glaukoma yang tidak
terkontrol).6

Glaukoma akut didefinisikan sebagai peningkatan tekanan intraokuler secara mendadak dan
sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada trabecular meshwork. Glaukoma akut ini
merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena dapat terjadi bilateral dan dapat
menyebabkan kebuataan tetapi resiko kebutaan dapat dicegah dengan diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat.6
BAB II
PEMBAHASAN

Definisi
Glaukoma adalah suatu neuropati optik (kerusakan saraf mata) disebabkan oleh TIO tinggi (relatif)
ditandai oleh kelainan lapang pandang dan berkurangnya serabut saraf optic. Glaukoma ditandai oleh
meningkatnya tekanan intraokular yang disertai oleh pencekungan dikus optikus dan pengecilan lapang
pandang. Pada sebagian besar kasus biasanya tidak terdapat penyakit mata lain. Glaukoma sudut terbuka
primer, merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Biasanya glaukoma ditandai dengan pengecilan
apang pandang bilateral progesif asimtomatik yang timbul perlahan dan sering tidak terdetaksi sampai
terjadi pengecilan lapang pandang yang ekstensif.1
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar humor
akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior yang terjadi pada glaukoma sudut terbuka
atau gangguan akses humor akueus ke sistem drainase pada glaukoma sudut tertutup. Pengobatan ditujukan
untuk menurunkan tekanan intraokular dan apabila mungkin memperbaiki patogenesis yang mendasarinya.1
Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya terapi segera diberikan dan efektifitasnya dinilai
dengan melakukan pengukuran tekanan intrakular (tonometri), inspeksi diskus optikus dan pengukuran
lapang pandang secara teratur. Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh ahli oftalmologi, tetapi
besar masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus asimtomatik mengharuskan adanya kerjasama dengan
dan bantuan dari semua petugas kesehatan. Oftalmoskopi (untuk mengetahui kelainan saraf optikus) dan
tonometri harus merupakan bagian dari pemeriksaan rutin pada semua pasien yang cukup koperatif dan
tentu saja semua pasien yang berusia lebih dari 30 tahun. Hal ini terutama penting pada pasien yang
memiliki riwayat glaukoma pada keluarganya. 1

Anatomi dan Fisiologi


Ada 2 kamera okuli, yaitu COA (Camera Okuli Anterior) dan COP (Camera Okuli Posterior) yang
keduanya berisis aira humor akueus. Kedaman COA adalah 3,4 mm dan volumenya 0,3 ml. Pada mata
miopik kamera ini dalam dan pada mata hipermetropi dangkal.1,6,7
Tekanan intraokular ditentukkan oleh kecepatan pembentukan humor akueus dan tahanan terhadap
aliran keluarnya dari mata. Humor akueus diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris.
Setelah masuk ke kamera posterior, humor akueus mengalir melalui pupil ke kamera anterior lalu ke jalinan
trabekular disudut kamera anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen
dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraokular menyebabkan peningkatan konsentrasi protein.
Hal ini disebut humor akueus plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah. 1,7
Jalinan atau jala trabekular terdiri dari berkas berkas jaringan kolagen dan elastik yang dibungkus
oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu
mendekati kanalis schlemm. Kanal Schlemm merupakan vena berdinding tipis yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari selapis sel, diameter 0,5 mm. Pada dindingnya sebelah dalam terdapat lubang
sebesar 2 U sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal Schlemm. Dari kanal
Schlemm keluar saluran kolektor 20-30 buah yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera,
episklera, dan vena siliaris anterior di badan siliar. 1,7 Kontraksi otot siliaris dapat memperbesar pori-pori di
jalinan jala tersebut sehingga kecepatan drainase juga meningkat. Saluran ini menyalurkan humor akueus
ke sistem vena episklera. Namun ada sejumlah kecil cairan keluar dari mata antara berkas-berkas otot
siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran uveoskleral). 1
Resistensi utama terhadap aliran keluar humor akueus dari kamera anterior adalah lapisan endotel
saluran schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular didekatnya. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera
menentukan besar minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis.
TIO (tekanan Intra Okular) yang normal adalah 10-20 mmHg, dan TIO meningkat pada
peningkatan produksi, penurunan drainase,maupun gabungan keduanya. Kenaikan TIO secara umum
disebut hipertensi okular yang bisa berakhir sebagai glaukoma. TIO yang naik terus menerus akan
mendesak struktur bagian dalam dinding bola mata ( retina dan nervus optikus) sehingga akan terjadi
kerusakan sehingga akan menimbulkan terjadinya glaukoma. TIO yang tinggi menggambarkan banyaknya
humor akueus. Air yang banyak dan KOA ini akan masuk ke dalam kornea sehingga korea menjadi edema
sehingga akan bersifat lensa positif juga bertindak sebagai prisma sehingga akan menguraikan sinar putih
menjadi warna tunggal, sehingga pasien akan merasakan seperti melihat pelangi yang mengelilingi sumber
lampu atau cahaya.7

Gambar 1. Aliran humor akueus


Etiologi1
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokular yang dapat disebabkan
bertambahnya produksi humor aqueous oleh badan sillier ataupun berkurangnya pengeluaran
humour aqueous di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.

Tekanan intraocular adalah keseimbangan antara produksi humour aqueous, hambatan


terhadap aliran aqueous, dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraocular, akan tetapi hal ini lebih sering disebabkn
oleh hambatan terhadap aliran humour aqueous atau aliran humor aqueous yang lemah.
Peningkatan tekanan intraocular akan mendorong perbatasan antara nervus optikus dan retina di
bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke nervus optikus berkurang sehingga sel-sel
sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada
lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang
pandang sentral. Jika tidak diobati glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.

Klasifikasi glaukoma

Terdapat beberapa macam pembagian glaukoma yakni berdasarkan kondisi anatomi sudut
pada kamera okuli anterior, penyebab, dan visus penderitanya. Pembagian berdasarkan kondisi
anatomi terbagi menjadi sudut terbuka dan sudut tertutup. Sudut terbuka atau yang lebih dikenal
dengan Open Angle Galucoma yakni glaukoma dengan sudut COA dalam umumnya terjadi secara
kronis. 1,6
Sudut tertutup yakni glaukoma yang terjadi pada mata dengan sudut COA dangkal,
umumnya terjadi serangan akut pada glaukoma dengan sudut tertutup. Namun apabila tidak diobati
berkembang menjadi glaukoma kronis.8
Pembagian menurut penyebabnya yakni primer, sekunder, dan tersier. Glaukoma primer
yakni glaukoma yang terjadi pada mata yang sebelumnya tidak ditemukan kelainan/penyakit.
Sedangkan pada glaukoma sekunder didapatkan faktor penyebab atau faktor resiko yang
mendasari. Misalkan pada katarak akan menyebabkan dua macam glaukoma tergantung pada
tahapannya. Pada fase imatur, lensa relatif membesar hal ini dapat menyebabkan blok pupil, aliran
aquos terganggu dan menyebabkan iris terdorong ke depan akhirnya dapat terjadi glaukoma sudut
tertutup. 1
Sedangkan pada fase matur akan terjadi proteolisis di mana protein-protein yang
dilepaskan akan mennyumbat trabekular meshwork. Pada keadaan tersebut glaukoma yang terjadi
adalah glaukoma sekunder dengan sudut terbuka. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi pada
penggunaan tetes mata steroid jangka waktu lama, dislokasi lensa, pasca trauma, pasca operasi,
dam seclutio pupil pasca uveitis. Terakhir yakni glaukoma kongenital yakni glaukoma yang
ditemukan pada usia baru lahir sampai awal kanak-kanak. Dapat terjadi akibat gangguan
pertumbuhan struktur pada COA dan aniridia. Glaukoma absolut yakni semua glaukoma dengan
visus persepsi cahaya negatif. Dapat terjadi pada semua jenis glaukoma (primer-sekunder-
kongenital dan sudut mata terbuka ataupun tertutup). Glaukoma akut dapat menyebabkan
Glaukoma absolut terjadi akibat kerusakan papil nervus II tahap lanjut, kerusakan lapisan serat
syaraf retina serta gangguan vaskularisasi pada serat-serat syaraf tersebut 1,8,9

Gambar 2 klasifikasi glaucoma dan subtype.


Gambar 3. Secondary open angle glaucoma classification.

Patofisiologi
Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular, baik disebabkan oleh mekanisme sudut
terbuka atau sudut tertutup akan dibahas sesuai pembahasan masing-masing penyakit tersebut.
Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk glaukoma,
yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan
intraokuler. Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion
difuse, yang menyebabkan penipisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya
akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris
dan korpus siliaris juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.1
Pada beberapa penelitian menunjukkan tekanan intraokular yang meningkat di atas 21 mmHg,
menunjukkan peningkatan persentase defek lapangan pandang, dan kebanyakan ditemukan pada
pasien dengan tekanan intraokuler berkisar 26-30 mmHg. Penderita dengan tekanan intraokuler
diatas 28 mmHg 15 kali beresiko menderita defek lapangan pandang daripada penderita dengan
tekanan intraokular berkisar 22 mmHg. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular
mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskhemik pada iris yang disertai edema
kornea.1, 10

GEJALA KLINIS
Gejala klinis glaukoma sebagai berikut: 10
1. Biasanya terjadi secara tiba-tiba dan asimptomatik, sampai terjadi penurunan penglihatan.
2. Pasien mengeluhkan adanya sakit kepala dan nyeri pada bola mata.
3. Beberapa pasien mengeluhkan adanya defek lapangan pandang apabila sudah mencapai
stadium lanjut.
4. Terjadi kesulitan dalam kemampuan membaca dekat akibat kegagalan akomodasi karena
adanya tekanan pada muskulus siliaris dan suplai darah sehingga penderita mengganti kaca
mata bacanya secara berulang-ulang.
5. Terjadi keterlambatan dalam adaptasi gelap.
6. Riwayat penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama

Tanda klinis glaukoma:10


1. Pada pemeriksaan penyinaran oblik atau dengan slit-lamp didapatkan bilik mata depan
normal.
2. Peningkatan TIO yang dapat diukur dengan tonometri Schiotz, aplanasi Goldmann dan
Non Contact Tonometry (NCT). Peningkatan TIO pada glaukoma yang disebabkan
kortikosteroid biasanya terjadi secara perlahan-lahan.
3. Perubahan pada diskus saraf optik, dibagi menjadi early glaukomatous dan advanced
glaucomatous changes.
a. Early glaucomatous changes ditandai dengan :
 Perubahan cup menjadi lebih oval dibagian vertikal akibat adanya kerusakan pada
jaringan saraf dibagian kutub inferior dan superior.
 Asimetri dari cup (cekungan ) papil saraf optik.
 Cup yang besar (normal 0,3-0,4)
 Perdarahan disekitar papil saraf optik.
 Diskus tampak lebih pucat.
 Atrofi dari papil saraf optik.
Gambar 4. A dan B. diskus optikus normal. C dan D Early glaukomatous changes
b. Advanced glaukomatous changes ditandai dengan :
 Ekskavasi dari cup sampai ke diskus saraf optik dengan CDR : 0,7 – 0.9
 Penipisan jaringan neuroretinal.
 Adanya pergeseran ke nasal dari pembuluh darah retina.
 Pulsasi dari arteriol retina mungkin tampak saat TIO sangat tinggi dan patognomonik
untuk glaukoma.
 Lamellar dot sign

Gambar 5. A dan B. Advanced glaukomatous changes. C dan D. Atrofi optik


glaukomatous.

4. Atrofi optik glaukomatous. Sebagai akibat progresif dari glaukoma dimana semua
jaringan retina pada diskus mengalami kerusakan dan papil saraf optik terlihat
putih/pucat. Factor mekanik dan vascular memegang peranan penting terhadap terjadinya
cupping dari diskus saraf optik. Efek mekanik dari peningkatan TIO menyebabkan
penekanan terhadap nervus optikus pada lamina kribrosa sehingga mengganggu aliran
aksoplasmik dari nervus optikus. Selain itu peningkatan TIO menyebabkan penekanan
pada pembuluh darah di retina sehingga terjadi iskemik pada retina.
5. Defek lapangan pandang.

Glaukoma primer sudut terbuka

Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Pada orang normal jalan
keluar cairan mata seimbang, sedangkan pada glaukoma sudut terbuka terjadi pembendungan. Bila
hal ini terjadi maka cairan akan tertimbun sehingga tekanan bola mata akan meningkat. Pada
glaukoma sudut terbuka, cairan mata setelah melalui pupil masuk ke dalam bilik mata depan dan
tidak dapat melalui anyaman trabekulum. Keadaan ini mengakibatkan tekanan bola mata naik yang
akan merusak saraf optik. 1

Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular yang disebabkan oleh mekanisme sudut terbuka
adalah proses degeneratif di jalinan trabekula, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam
jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dengan proses penuaan
normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. Peningkatan tekanan intraokular mendahului kelainan-kelainan diskus
optikus dan lapangan pandang. Terdapat hubungan yang jelas antara besarnya tekanan intraokular
dengan keparahan penurunan penglihatan.6

Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan
tingginya tekanan intraokular masih diperdebatkan. Teori utama memperkirakan adanya
perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tekanan intraokular di saraf optikus
setinggi lamina kribrosa atau di pembuluh yang memperdarahi ujung saraf optikus. Glaukoma
sudut terbuka dapat dalam bentuk primer dan sekunder. Pada glaukoma sekunder maka
penyebabnya dapat diketahui, seperti trauma dan penyakit mata lainnya. Pada glaukoma sudut
terbuka terjadi perubahan di dalam jaringan mata akibat tekanan yang tinggi merusak serabut
penglihatan halus dalam mata yang berguna untuk penglihatan. Sering glaukoma ini tidak
memberikan gejala. Biasanya penderita tidak menyadari menderita glaukoma sudut terbuka karena
pada permulaannya tidak memberikan keluhan. Pada akhir darn penyakitnya biasanya baru
disadari pasien yang mengeluh pada dokternya bahwa penglihatannya mulai kabur. Biasanya
glaukoma sudut terbuka mulai timbul keluhan pada usia 40 tahun, walaupun bisa saja terjadi pada
usia berapa saja. Penglihatan biasanya baik dan tidak terdapat rasa sakit pada mata. Akan tetapi
bila proses berjalan lanjut maka pasien akan merasakan penglihatannya menurun. Benda yang
terletak di bagian sentral masih terlihat jelas akan tetapi yang terletak di perifer tidak terlihat sama
sekali. 3

Pada keadaan ini lapang penglihatan secara perlahan-lahan menyempit. Bila keadaan ini
berlanjut penglihatan akan terus berkurang sehingga dapat menjadi buta sama sekali.Tekanan bola
mata biasanya lebih dari 25 mmHg dan terus-menerus merusak saraf optik sehingga disebut
sebagai maling penglihatan. Glaukoma sudut terbuka tidak memberikan keluhan dengan tekanan
bola mata yang tinggi perlahan-lahan merusak serabut saraf optik, walaupun tekanan bola mata
sudah teratasi penglihatan yang telah hilang tidak dapat diperbaiki lagi. Pada pemeriksaan
gonioskopi pemeriksaan sudut bilik mata dengan goniolens dapat dilihat sudut bilik mata depan
tempat mengalirnya cairan mata keluar terbuka lebar. Bila sudut ini terbuka lebar sedangkan
tekanan bola mata tinggi maka dapat diduga pembendungan cairan mata keluar berada jauh di
dalam atau di belakang sudut pengeluaran ini. Daerah penyaringan keluar cairan mata ini disebut
anyaman trabekulum.1,6

Pada glaukoma sudut terbuka primer tidak terlihat kelainan pada anyaman trabekula akan
tetapi mungkin terdapat kerusakan fungsi sel trabekula atau jumlahnya kurang akibat
bertambahnya usia. Pendapat lain adanya gangguan dari enzim pada trabekula. Bila telah
dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata dan papil saraf optik maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan gonioskopi. Pemeriksaan ini perlu untuk mengetahui apakah glaukoma adalah
glaukoma primer sudut terbuka atau sekunder. Gambaran gonioskopi pada glaukoma sudut terbuka
primer memberikan susunan anatomi yang normal. Pada glaukoma sudut terbuka primer bila telah
terjadi kerusakan sel saraf maka akan berakibat terbentuk skotoma (bercak hitam) disertai
penurunan fungsi penglihatan dan lapang pandangan. Bila telah terjadi gangguan penglihatan
maka keadaan ini bersifat menetap. Glaukoma sudut terbuka primer merupakan penyakit kronis
yang tidak dapat diobati. Hanya dapat diperlambat dengan pengobatan. Biasanya pengobatan tidak
dimengerti pasien karena pasien tidak merasa adanya kelainan pada matanya, apalagi bila harus
memakai bermacam obat seumur hidup dengan efek sampingnya. Untuk mendapatkan hasil
pengobatan yang efektif maka pengobatan harus dilakukan dini sesuai dengan yang diperlukan.4,12
Glaukoma sudut terbuka primer tidak menunjukkan gejala sampai kehilangan lapang pandang
yang signifikan telah terjadi. Ini terjadi karena kerusakan terjadi secara bertahap dan fiksasi terlibat
di akhir perjalanan penyakit. Tanda-tanda yang terjadi ialah sebagai berikut: 1) TIO meningkat; 2)
Fluktuasi diurnal pada TIO terjadi hingga 5 mmHg pada sekitar 30% dari TIO normal; 3)
Perubahan diskus optikus; 4) Lapang Pandang menunjukan perubahan yang tipikal; 5) Gonioskopi
menunjukan sudut terbuka yang normal.7 Ada dua teori mekanisme kerusakan saraf optik yang
diakibatkan TIO meliputi kerusakan mekanik pada akson saraf optik dan penurunan aliran darah
pada papil saraf optik sehingga terjadi iskemia akson saraf. Pencegahan atau pengendalian faktor
resiko, terutama peningkatan TIO ialah tujuan utama manajemen glaukoma. Tanpa pengobatan,
glaucoma sudut terbuka primer dapat berkembang secara perlahan sehingga akhirnya
menimbulkan kebutaan total. Apabila proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien
glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis. 11

Diagnosis glaucoma sudut terbuka primer


Diagnosis glaukoma sudut terbuka primer ditegakan apabila ditemukan kelainan – kelainan
glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang disertai peningkatan tekaan intraokular,
sudut kamera anterior terbuka dan tampak normal, dan tidak terdapat sebab lain yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Sekitar 50 % pasien glaukoma sudut terbuka
primer memperlihatkan tekanan intraokular yang normal sewaktu pertama kali diperiksa, sehingga
untuk menegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan Tonometri berulang.1

Glaukoma sudut tertutup primer


Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa
disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan intraocular terjadi karena sumbatan aliran keluar
aqueous akibat adanya oklusi anyaman trabekular pleh iris perifer. Keadaan ini dapat
bermanifestasi sebagai suatu kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai
timbul penurunan penglihatan. Diagnosis ditegakan dengan melakukan pemeriksaan segmen
anterior dan gonioskopi yang cermat. Istilah glaukoma sudut tertutup primer hanya digunakan bila
penutupan sudut primer telah menimbulkan kerusakan nervus optikus dan kehilangan lapangan
pandang.1
Pada orang dengan kecenderungan untuk menderita glaucoma sudut tertutup ini, sudutnya
lebih dangkal dari rata-rata biasanya. Karena letak dari jaringan trabekular meshwork itu terletak
di sudut yang terbentuk dimana kornea dan iris bertemu, makin dangkal sudut maka makin dekat
pula iris terhadap jaringan trabecular meshwork.1

Kemampuan dari cairan mata untuk mengalir/melewati ruang antara iris dan lensa menjadi
berkurang, menyebabkan tekanan karena cairan ini terbentuk di belakang iris, selanjutnya
menjadikan sudut semakin dangkal. Jika tekanan menjadi lebih tinggi membuat iris menghalangi
jaringan trabecular meshwork, maka akan memblok aliran. Keadaan ini bisa terjadi akut atau
kronis. Pada yang akut, terjadi peningkatan yang tiba-tiba tekanan dalam bola mata dan ini dapat
terjadi dalam beberapa jam serta disertai nyeri yang sangat pada mata. Mata menjadi merah, kornea
membengkak dan kusam, pandangan kabur, dsb. Keadaan ini merupakan suatu keadaan yang perlu
penanganan segera karena kerusakan terhadap syaraf opticus dapat terjadi dengan cepat dan
menyebabkan kerusakan penglihatan yang menetap. 1,6
Tidak semua penderita dengan glaucoma sudut tertutup akan mengalami gejala serangan
akut. Bahkan, sebagian dapat berkembang menjadi bentuk yang kronis. Pada keadaan ini, iris
secara bertahap akan menutup aliran, sehingga tidak ada gejala yang nyata. Jika ini terjadi, maka
akan terbentuk jaringan parut diantara iris dan aliran, dan tekan dalam bola mata tidak meningkat
sampai terdapat jumlah jaringan parut yang banyak. Serangan akut bisa dicegah dengan
memberikan pengobatan.
Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah :
- Bulbus okuli yang pendek
- Tumbuhnya lensa
- Kornea yang kecil
- Iris tebal
Faktor fisiologis yang menyebabkan coa sempit :
- Akomodasi - Dilatasi pupil
- Letak lensa lebih kedepan - Kongesti badan cilier

Glaucoma Primer Sudut Tertutup Akut


a. Batasan
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan
sumbatan pada bilik mata depan oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran humor aquos
dan tekanan intraokuler meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan,
dan kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah
mengalami penyempitan anatomik pada bilik mata depan( dijumpai terutama pada
hipermetrop). Serangan akut biasanya terjadi pada pasien berusia tua seiring dengan
pembeasran lensa kristalina yang berkaitan dengan penuaan. Pada glaukoma sudut tertutup,
pupil berdilatasi sedang, disertai sumbatan pupil. Hal ini biasanya terjadi pada malam hari,
sat tingkat pencahayaan berkurang. 1
b. Patofisiologi
Predisposisi → usia meningkat → cetusan berupa kelelahan, menderita sakit (ex: flu),
cedera atau pembedahan, perubahan cuaca, konsentrasi visus jarak dekat → blok pupil →
sudut tertutup → TIO meningkat → gangguan integritas struktur dan fungsi segmen
anterior. 1
c. Tanda Dan Gejala
Gejala objektif :
 Palpebra: Bengkak
 Konjungtiva bulbi: Hiperemia kongestif, kemosis dengan injeksi silier, injeksi konjungtiva,
injeksi episklera
 Kornea : keruh, insensitif karena tekanan pada saraf kornea
 Bilik mata depan: Dangkal
 Iris: gambaran coklat bergaris tak nyata karena edema, berwarna kelabu.
 Pupil : Melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang-kadang didapatkan midriasis yang
total, warnanya kehijauan, refleks cahaya lamban atau tidak ada samasekali¹
Gejala Subjektif :
 Nyeri hebat
 Kemerahan ( injeksi siliaris )
 Pengelihatan kabur
 Melihat halo
 Mual – muntah

d. Diagnosis
Hiperemi limbal dan konjungtiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal dengan
flare dan cells, iris bombay tanpa adanya rubeosis iridis, pupil dilatasi bulat lonjong vertikal
refleks negatif, lensa posisi normal tidak katarak, tekanan intraokular sangat tinggi, sudut
bilik mata depan tertutup.1,4,5

Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronik


a. Batasan
Glaukoma jenis ini adalah glaukoma primer yang ditandai dengan tertutupnya
trabekulum oleh iris perifer secara perlahan. Bentuk primer berkembang pada mereka yang
memiliki faktor predisposisi anatomi berupa sudut bilik mata depan yang tergolong sempit.
Selain sudut bilik mata depan yang tertutup, gambaran klinisnya asimptomatis mirip
glaukoma sudut terbuka primer, sering dengan penyempitan lapang pandang yang ekstensif
di kedua mata. Glaukoma tersebut dapat pula berkembang dari bentuk intermitten, subakut
atau merambat (creeping) atau dari glaukoma sudut tertutup primer yang tidak mendapat
pengobatan , mendapat pengobatan yang tidak sempurna atau setelah terapi iridektomi
perifer / trabekulektomi (Glaukoma residual) 1
b. Patofisiologi
Terdapatnya sinekia anterior akibat dari glaukoma sudut tertutup primer akut yang
berlangsung lama menyebabkan tekanan intraokular tetap tinggi disertai kerusakan pada
papil saraf optik.
c. Gambaran Klinis
Atroti iris, fixed semidilated pupil, bilik mata depan dangkal, tekanan intraokular
tinggi, sudut bilik mata depan tertutup, dan papil saraf optik sudah mulai atroti. 1,6
d. Diagnosis
Riwayat serangan glaucoma sudut tertutup primer akut beberapa waktu yang lalu
disertai gejala klinis di atas.
Pemeriksaan fisik :
- Peningkatan TIO
- Sudut COA yang sempit
- Sinekia anterior perifer (dengan tingkatan yang bervariasi)
- Kelainan diskus optikus dan lapangan pandang.

Glaukoma Sekunder
Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna putih di
permukaan anterior lensa ( berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat terpajan radiasi
inframerah, yakni,”katarak glassblower”), di processus ciliares, zonula, permukaan posterior iris,
melayang bebas di bilik mata depan, dan di anyaman trabekular (bersama dengan peningkatan
pigmentasi). Secara histologis, endapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva,
yang mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Penyakit ini biasanya dijumpai
pada orang berusia lebih dari 65 tahun dan secara khusus, dilaporkan sering terjadi pada bangsa
Skandinavia walaupun tidak menutup kemungkinan adanya bias. Risiko kumulatif
berkembangnya glaukoma adalah 5% dalam 5 tahun dan 15% dalam 10 tahun. Terapinya sama
dengan terapi glaukoma sudut terbuka. Insidens timbulnya komplikasi saat beda katarak lebih
tinggi daripada dengan sindrom pseudoeksfoliasi.1
Glaukoma Akibat Kelainan Lensa
a. Dislokasi Lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan, misalnya
pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada apertura pupil yang
menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior ke dalam vitreus juga berkaitan
dengan glaukoma meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatik.1
Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstaksi lensa segera setelah tekanan
intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa biasaanya dibiarkan dan
glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.12
b. Glaukoma Fakomorfik
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan-perubahan
pada katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian dapat
melanggar batas bilik depan, menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut, serta
menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera setelah tekanan
intraokular terkontrol secara medis.1

Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis


a. Uveitis
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya di bawah normal karena corpus ciliare yang
meradang berfungsi kurang baik. Namun, dapat pula terjadi peningkatan tekanan intraokular
melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel
radang dari bilik mata depan, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat dalam
proses peradangan yang secara spesifik mengenai sel-sel trabekular (trabekulitis). Salah satu
penyebab meningkatnya tekanan intraokular pada individu dengan uveitis adalah penggunaan
steroid topikal. Uveitis kronik atau rekuren menyebakan gangguan fungsi trabekula yang
permanen, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut; semua kelainan
tersebut meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusio pupilae akibat sinekia posterior
360 derajat menimbulkan iris bombe dan glaukoma sudut tertutup akut. Sindrom-sindrom uveitis
yang cenderung berkaitan dengan glaukoma sekunder adalah seklitis heterokromik Fuchs, uveitis
anterior akut terkait-HLA-B27, dan uveitis akibat herpes zoster dan herpes simpleks.1
Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai pemberian terapi glaukoma
sesuai keperluan; miotik dihindari karena dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sinekia
posterior. Latanoprost mungkin juga harus dihentikan karena dilaporkan menimbulkan eksaserbasi
dan reaktivitasi uveitis. Terapi jangka panjang, diantaranya tindakan bedah, sering diperlukan
karena kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel.13
Penutupan sudut akut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan dengan midriasis intensif, tetapi
sering memerlukan iridotomi perifer dengan laser atau iridektomi bedah. Setiap uveitis dengan
kecenderungan pembentukan sinekia posterior harus diterapi dengan midriatik selama uveitisnya
aktif untuk mengurangi resiko seklusi pupil.1
b. Tumor
Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaukoma akibat pergeseran corpus ciliare
ke anterior yang menyebabkan penutupan-penutupan sekunder, meluas ke sudut pigmen, dan
neovaskularisasi sudut. Biasaanya diperlukan enukleasi.1
c. Pembengkakan Corpus Ciliare
Rotasi corpus ciliare ke depan, menyebabkan pergeseran diafragma iris-lensa ke anterior
dan glaukoma sudut tertutup sekunder; rotasi ini juga dapat terjadi akibat bedah vitreoretina atau
krioterapi retina, pada uveitis posterior, dan pada terapi topiramate.1

Glaukoma Akibat Trauma


Glaucoma pasca trauma merupakan glaucoma sekunder sudut terbuka yang terjadi setelah
trauma tumpul akibat adanya sumbatan trabecular meshwork oleh darah atau degradasi sel –sel
darah.7
Cedera konstusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini tekanan intraokular
akibat perdarahan kedalam bilik mata depan (hifema). Darah bebas menyumbat anyaman
trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Terapi awal dilakukan dengan obat-obatan,
tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah bila tekanannya tetap tinggi, yang kemungkinan besar
terjadi bila ada episode perdarahan kedua.1
Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraokular; efek ini timbul akibat kerusakan
langsung pada sudut. Selang waktu antara cedera dan timbulnya glaukoma mungkin menyamarkan
hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata depan tampak lebih dalam daripada mata yang
satunya, dan gonioskopi memperlihatkan resesi sudut. Terapi medis biasanya efektif, tetapi
mungkin diperlukan tindakan bedah.7
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai dengan hilangnya
bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk kembali setelah cedera – baik secara
spontan, dengan inkarserasi iris kedalam luka, atau secara bedah – akan terbentuk sinekia anterior
perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang ireversibel.1

Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling sering disebabkan
oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetik stadium lanjut dan oklusi
vena sentralis retina. Glaukoma mula-mula timbul akibat sumbatan sudut olah membran
fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya menyebabkan penutupan sudut.1
Glaukoma vaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering tidak memuaskan
baik rangsangan neovaskularisai maupun peningkatan TIO perlu ditangani. Pada banyak kasus,
terjadi kehilangan penglihatan dan diperlukan prosedur siklodestruktif untuk mengontrol TIO.1

Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera


Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan glaukoma pada sindrom
Struge-Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan sudut, dan fistula karotis-kavernosa,
yang juga dapat menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas. Terapi medis
tidak dapat menurunkan TIO di bawah tingkat tekanan vena episklera yang meningkat secara
abnormal, dan tindakan bedah berkaitan dengan resiko komplikasi yang tinggi.1

Pemeriksaan Penunjang
1. Tonometri
Tonometri adalah istilah untuk pengukuran tekanan intraokuler. Instrumen yang paling luas
digunakan adalah tonometer aplanasi goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang
diperlukan untuk meratakan luas tertentu kornea. Terdapat tonometer aplanasi lain yaitu perkin dan
tonopen yang portabel; pneumatotometer berguna apabila permukaan koerna ireguler dan dapat
digunakan walau pasien memakai lensa kontak. 1
Tonometer schiotz adalah tonometer portabel dan mengukur indentasi kornea yang ditimbulkan oleh
beban tertentu.
Rentang tekanan intra okular yang normal adalah 10-24 mm Hg. Hasil sekali pembacaan tidak
menyingkirkan kemungkinan glaukoma. Pada glaukoma sudut terbuka primer, banyak pasien akan
memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya, peningkatan
tekana intraokular semata-mata tidak selalu berarti pasiennya mengidap glaukoma sudut terbuka
primer, karena untuk menegakan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain berupa adanya diskus optikus
glaukomatosa atau kelainan lapang pandang. Apabila tekanan intraokular terus menerus meninggi
sementara diskus dan lapang pandang normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara
berkala sebagai tersangka glaukoma. 1
Tonometri digital adalah pemeriksaan untuk menentukan tekanan bola mata dengan cepat yaitu
dengan memakai ujung jari pemeriksa tanpa memakai alat khusus (tonometer). Dengan menekan bola
mata dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan di dalam bola mata. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
 Penderita disuruh melihat ke bawah
 Kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada kulit kelopak tarsus atas penderita
 Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita
 Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedang telunjuk lain menekan bola mata.
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat menyatakan tekanan mata
N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah daripada
normal. Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau dinilai seperti
pada sikatrik kornea, kornea irregular dan infeksi kornea. Cara pemeriksaan ini memerlukan
pengalaman pemeriksaan karena terdapat faktor subyektif.7
2. Gonioskopi
Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut antara kornea perifer dan iris, yang diantaranya
terdapat jalinan trabekular. Konfigurasi sudut ini yaitu terbuka, sempit atau tertutup menimbulkan
dampak pada aliran humor akueus. Lebar sudut kamera okuli anterior dapat diperkirakan dengan
pencahayaan oblik kamera anterior dengan sebuah senter tangan atau dengan pengamatan kedalaman
kamera anterior perifer dengan slitlamp, tetapi sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi yang
memungkinkan visuliasasi langsung struktur-struktur sudut sehingga dapat membedakan sudut
terbuka dan tertutup serta adanya perlekatan iris bagian perifer.1,6
Apabila keseluruhan jalinan trabekular, sklera dan prosesus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan
terbuka. Apa bila garis schwalbe atau sebagian kecil dari jalinan trabekular yang dapat terlihat, sudut
dikatakan sempit. Apa bila garis schwalbe tidak terlihat sudut dinyatakan tertutup. 1
Faktor-faktor yang menentkan konfigurasi sudut kamera anterior adalah bentuk kornea-mata
miop besar biasanya memiliki sudut yang lebar dan mata hipermetropik kecil memiliki sudut yang
sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia mempersempit sudut ini. Hal ini mungkin yang
menyebabkan meningkatnya insiden glaukoma sudut tertutup. 1
Mata miopik memiliki sudut kamera anterior yang lebar dan mata hipermetropik memiliki
sudut yang relatif sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia cenderung mempersempit sudut. Ras
juga merupakan salah satu faktor, sudut kamera anterior orang-orang asia tenggara jauh lebih sempit
dibandingkan sudut pada orang kaukasia. 1,6
Ada 2 cara gonioskopi yaitu
a. Gonioskopi direk menggunakan lensa yang membelokan sinar
b. Gonioskopi indirek menggunakan cermin untuk memantulkan sinar sehingga dapat terlihat sudut
iridokornea pada sisi yang berlawanan dengan posisi cermin tersebut.
Tabel 1. Grading menurut Shaffer

3. Penilaian diskus optikus


Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral) cawan atau
cekungan fisiologik yang ukurannya bervariasi bergantung pada jumlah relatif serat yang menyusun
saraf optikus terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut. Pada mata
hipermetropik, lubang sklera kecil sehingga cekungan optik juga kecil; pada mata miopik hal yang
sebaliknya terjadi. Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang
terutama ditandai oleh berkurangnya substansi diskus yang terdeteksi sebagai pembesaran cekungan
diskus optikus yang disertai dengan pemucatan diskus didaerah cekungan. Bentuk-bentuk lain atrofi
optikus menyebabkan pemucatan luas anpa peningkatan cekungan diskus optikus. 1
Pada glaukoma mula- mula terjadi pembesaran konsentrik cekungan optik yang diikuti oleh
pencekungan superior dan inferior. Kedalaman cekungan optik juga meningkat sewaktu lamina
kribosa tergeser ke belakang. Seiring dengan pembentukan cekungan, pembuluh retina di diskus
tergeser ke arah hidung. Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah apa yang disebut
sebagai cekungan bean-pot, tempat tidak terlihat jaringan saraf di bagian tepi. 1
Rasio cekungan dikus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus pada
pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran cekungan terhadap garis tengah
diskus, misalnya cekungan kecil adalah 0,1 dan cekungan besar 0,9 apabila terdapat peningkatan
tekanan intraokular yang signifikan, rasio cekungan-diskus yang lebih besar dari 0,5 atau adanya
asimetri bermakna anatara kedua mata sangat mengisyaratkan adanya atrofi glaukomatosa. 1
Penilainan klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung atau dengan
pemeriksaan menggunakan lensa 70 dioptri, lensa kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga
dimensi. Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma adalah atrofi lapisan serat saraf.
Hal ini dapat terdeteksi ( tanda Hoyt) dengan oftalmoskopi terutama apabila digunakan cahaya bebas
merah dan mendahului terbentuknya perubahan-perubahan pada diskus optikus. 1

Gambar 6: saraf optik normal (kiri), penggaungan saraf optik pada glaukoma akibat peningkatan
TIO (kanan)
Gambar 7: terlihat cup-disk ratio membesar akibat penggaungan saraf optik pada funduskopi
(kanan)

4. Pemeriksaan lapang pandang


Pemeriksaan langan pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan tidak lanjut glaukoma.
Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena gangguan ini terjadi
akibat defek berkas seraf saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus; tetapi pola
kelainan lapangan pandang, sifat progesifitasnya dan hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus
optikus adaah khas untuk penyakit ini. 1
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan
pandangan bagian tengah. perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Perluasan
kontinyu ke daerah bjerrum lapangan pandang di 15 derajat dari fiksasi menimbulkan skotoma bjerrum
kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah pengecilan yang lebih parah di dalam daerah bjerrum
dikenal sebagai skotoma seidel. Skotomoa arkuata ganda diatas dan dibawah meridian horizontal-
sering disertai dengan nasal-step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut.
Pengecilan lapang pandang perifer cenderung berawal dari perifernasal.
Lapang pandang perifer temporal dan 5-10 derajat setral terpengaruh pada stadium lanjut
penyakit. Ketajaman penglihatan sentral bukan merupakan indeks perkembangan penyakit yang dapat
diandalkan.pada penyakit stadium akhir, ketajaman sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat
lapangan pandang di masing-masing mata. Pada glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman
penglihatan 20/20 tetapi secara legal buta. Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada
glaukoma adalah layar singgung, perimeter goldmann, friedmann field analyzer dan perimeter
otomatis. 1
Gambar 8. Perubahan pada papil N.II pada funduskopi danlapang pandang pada pemeriksaan perimetri

5. Tes Provokasi 6
 Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian disuruh minum 1 L air
dalam 5 menit. Lalu tekanan intraokular diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8
mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.
 Pressure Congestive test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1 menit. Kemudian ukur tensi
intraokularnya. Kenaikan 9 mmHg, atau lebih mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti
patologis.
 Kombinasi tes air minum dengan pressure congestive test
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure congestive test. Kenaikan 11 mmHg
mencurigakan, sedangkan kenaikan 39 mmHg atau lebih pasti patologis.
 Tes steroid
Diteteskan larutan deksametason 3-4 dd g 1, selama 2 minggu. Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg
menunjukkan glaukoma.
Diagnosis banding
Iritis akut menimbulkan fotofobia lebih besar dari pada glaukoma primer akut, tekanan intraocular
biasanya tidak meningkat, pupil kontriksi, dan kornea biasanya tidak edematosa. Dikamera anterior tampak
jelas sel-sel, dan terdapat injeksi siliaris dalam.
Pada konjungtivitis akut, nyeri nyaringan atau tidak ada dan tidak terdapat gangguan penglihatan.
Terdapat tahi mata, injeksi konjungtiva hebat tapi tidak terdapat injeksi siliaris. Respon pupil dan tekanan
intraokular normal, dan kornea jernih. Keadaan pada glaucoma akut primer perlu diagnosis banding juga
dengan glaucoma sudut tertutup sekunder, membedakannya dengan mencari penyebab sekundernya.3,4
Misdiagnosis dapat terjadi karena banyaknya variasi dari gejala yang dapa tmenstimulasi penyakit
lainnya. 6
 Gejala umum seperti nyeri kepala, muntah dan mual sering mendominasi dan dapat dengan mudah
terdiagnosis sebagai appendicitis atau tumor otak
 Pada iritis dan iridisiklitis, mata juga merah dan iris tampak pudar. Selain itu tekanan intraokular
memiliki tendensi untuk menurun dibandingkan meningkat

Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Obat-obatan untuk menurunkan tekanan intraokular baik dengan mengurangi sekresi humor
aqueous atau dengan meningkatkan drainase. Sejumlah besar varian obat-obatan antiglaukoma
topikal maupun sistemik sudah tersedia. Kelas obat-obatan topikal mencakup miotika, beta-blocker,
derivat epinefrin, inhibitor karbonik anhidrase, alfa-agonis, dan analog prostaglandin. Efek samping
okuler maupun sistemik dapat terjadi dengan semua penggunaan obat-obatan ini.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan pasien mencakup kepatuhan, penyakit sistemik
koinsiden, interaksi obat, dan efek samping dapat mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan
dari tatalaksana. Kepatuhan yang inadekuat mungkin menjadi faktor paling serius yang membatasi
pada terapi glaukoma non-bedah. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan itu sendiri mencakup
kompleksitas dari regimen obat yang digunakan, efek samping dari obat, dan pemahaman pasien
mengenai penyakit dan tatalaksana yang dijalaninya.14
Obat-Obatan Untuk Mengurangi Produksi Humor Aqueous
Obat-obatan yang dapat mengurangi produksi humor aqueous antara lain, beta blocker, agonis alfa-
adrenergik dan inhibitor karbonik anhidrase.
Beta Blocker
Beta-blocker menjadi terapi utama untuk terapi medikamentosa glaukoma. Agen pemblok
beta-adrenergik dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan obat-obatan lain. Seiring
waktu, pentingnya pilihan pasien menjadi jelas. Mekanisme kerja daripada beta-blocker ialah dengan
mengurangi produksi humor aqueous oleh badan silier dan lebih lanjut mengurangi tekanan
intraokular.
Beta-blocker menjadi agen topikal yang efektif, dengan puncak rata-rata tekanan intraokular
diturunkan hingga 25%. Secara umum, agen non-selektif menurunkan IOP dengan efektivitas yang
sama. Untuk betaxolol sebagai agen selektif beta-1, penurunan tekanan intraokular tidak terlalu
besar. Agen non-selektif tertentu, misalnya timolol, dapat digunakan sekali sehari.
Sediaan yang tersedia untuk obat golongan ini ialah timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaxolol
0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, metipranolol 0,3% dan karteolol 1% yang diberikan
2 kali sehari.Kontraindikasi untuk beta-blocker mencakup asma, penyakit paru obstruktif kronis
berat, bradikardia, blok jantung derajat dua atau tiga, dan penyakit jantung kongestif. Secara klinis,
wajib untuk tidak menggunakan obat-obatan ini pada pasien apapun dengan penyakit jalan napas
reaktif (asma), frekuensi jantung kurang dari 55 denyut/menit, ada riwayat gagal jantung, atau
riwayat penggunaan antidepresan dahulu atau saat ini dan impotensi.
Walaupun efek samping kardiak dan pulmoner ialah yang paling jelas, masalah sistem saraf
pusat juga cukup sering ditemukan, mulai dari halusinasi hingga ke depresi sampai ke perasaan
malaise secara umum. Efek samping ini mungkin akan lebih sulit diidentifikasi. Pada sebagian besar
pasien, bila obat yang digunakan menyebabkan atau mengeksaserbasi masalah-masalah ini,
sebaiknya dihentikan untuk mengetahui apakah gejala akan membaik.
Secara lokal, beta-blocker cukup baik ditoleransi, walaupun hipestesia korneal dan perubahan
epitelial pernah dilaporkan. Pada pasien-pasien yang menjalani tes alergi atau desensitisasi sebaiknya
tidak menggunakan beta-blocker jenis apapun, bahkan agen topikal, oleh karena blokade beta dapat
membuat resusitasi lebih sulit apabila terjadi anafilaksis. Penggunaan beta-blocker pada neonatus
dihindari oleh karena dapat menyebabkan apnea. Beta-blocker sistemik diketahui dapat menyebakan
efek yang tidak diinginkan pada perubahan profil lipid plasma. Timolol topikal dan carteolol
mengurangi lipoprotein densitas tinggi hingga 9% dan 3% secara berurutan. Walaupun benar bahwa
beta-blocker topikal efektif dan cukup baik ditoleransi oleh mayoritas pasien, masih menjadi
kewajiban untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang mendapat keuntungan dari penggunaan ini dan
pasien-pasien yang mana sebaiknya penggunaan obat-obatan ini dihindari dan yang mana sebaiknya
digunakan agen obat lain.14
Agonis Alfa-Adrenergik
Agonis alfa yang lebih spesifik sudah tersedia saat ini. Yang pertama diperkenalkan ialah
apraklonidin, yang relatif selektif dan merupakan turunan dari klonidin. Apraklonidin (cairan 0,5%
yang diberikan 3 kali sehari dan cairan 1% sebelum dan setelah terapi laser) mengurangi produksi
aqueous, namun dikaitkan dengan peningkatan fasilitas outflow dan mengurangi tekanan vena
episkleral.
Brimonidine ialah yang baru-baru ini diperkenalkan dan cukup sering digunakan pada terapi
kronis.Brimonidine 23 kali lebih selektif alfa-2 dibandingkan apraklonidin dan 12 kali lebih efektif
daripada klonidine. Mekanismenya mencakup mengurangi pembentukan aqueous juga dengan
peningkatan outflow uveoskleral.
Penggunaan klinis pertama apraklonidin ialah untuk mengurangi tekanan intraokular dalam
menghindari lonjakan tekanan setelah pembedahan laser segmen anterior. Obat ini telah sukses
digunakan pada beberapa kasus glaukoma primer sudut terbuka dan sebagai profilaksis terhadap
lonjakan tekanan intraokular yang tinggi setelah sikloplegia. Apraklonidin jarang digunakan pada
tatalaksana kronis glaukoma.Penggunaan efek kronik dari apraklonidin dibatasi oleh potensi untuk
reaksi alerginya yang dapat berat. Studi sebelunya menggunakan apraklonidin 1% melaporkan
insidens yang bervariasi reaksi alergi hingga 48%. Secara sistematis, obat-obatan ini dapat ditoleransi
secara baik, dengan efek samping sistemik primernya ialah mulut kering.
Brimonidine 5% berfungsi mencegah peningkatan tekanan intraokular post-operatif setelah
trabekuloplasti laser. Lonjakan ini lebih dari 10 mmHg dan terjadi pada 1-2% kasus yang
menggunakan brimonidine. Dalam perbandingan 12 bulan brimonidine 0,2% 2 kali sehari dengan
timolol 0,5%, keduanya sama efektifnya pada puncak 2 jam.Brimonidine menunjukkan tidak ada
efek terhadap rata-rata frekuensi jantung, rata-rata tekanan darah dan fungsi pulmoner.6

Inhibitor Karbonik Anhidrase


Karbonik anhidrase ialah enzim yang mengkatalisasi reaksi H2O dan CO2 dalam
ekuilibriumnya dengan H+ dan HCO3-. Efek dari enzim ini ialah produksi aqueous untuk membentuk
ion bikarbonat, yang akan ditranspor secara aktif melewati membran epitel silier ke dalam ruang
posterior. Air akan secara pasif mengikuti gradien ini, yang akan menyebabkan produksi aqueous.
Hambatan daripada enzim ini akan berakibat menurunnya tekanan intraokular oleh karena produksi
aqueous yang ditekan hingga 50% sampai lebih, aliran keluar aqueous dan tekanan vena episkleral
akan dipengaruhi sedikit atau tidak sama sekali.
Dorzolamide 2% merupakan sebuah inhibitor karbonik anhidrase, berbeda secara struktur
dengan agen oralnya. Zat ini memiliki kelarutan pada cairan yang lebih dan kelarutan lipid-air yang
cocok untuk penetrasi korneal, yang membuatnya efektif secara topikal.Pada dorzolamide 2% yang
diberikan 2 kali sehari, efek puncaknya ialah 22% penurunan IOP, dengan pengurangan bisa sampai
18%, sebuah efek yang secara statistik signifikan dibandingkan dengan plasebo. Brinzolamide 1%
diperkenalkan sebagai suspensi dengan pH fisiologis yang lebih baik dibandingkan cairan
dorzolamide. Efikasi dari brinzolamide 1% ekuivalen dengan dorzolamide 2% ketika diberikan dua
hingga 3 kali sehari sebagai agen tunggal. Inhibitor karbonik anhidrase topikal merupakan pilihan
yang beralasan untuk terapi berkelanjutan atau sebagai monoterapi ketika agen lain yang lebih efektif
tidak dapat digunakan.
Inhibitor karbonik anhidrase menurunkan tekanan intraokular dengan sangat efektif, namun
penggunaannya pada tatalaksana kronik glaukoma dibatasi oleh frekuensi dan keparahan dari efek
sampingnya. Gejala yang paling umum ialah malaise, kelelahan, anoreksia, dan depresi. Rasa tidak
nyaman pada saluran pencernaan dan diare juga umum dijumpai. Komplikasi yang lebih berat yang
membatasi penggunaan obat-obatan ini tidak terlalu umum dijumpai. Asidosis metabolik dapat
terjadi pada pasien yang memiliki penyakit ginjal atau hati berat.
Pada situasi yang akut, ketika tekanan intraokular harus diturunkan secara maksimal,
asetazolamide500 mg diberikan secara oral dalam bentuk tablet (250 mg tablet x 2) memiliki onset
yang paling cepat. Seringkali pemberian oral tidak dimungkinkan oleh karena mual dan muntah,
dimana intravena lebih disukai dengan efek puncak terjadi pada 10-15 menit.6

Obat-Obatan Untuk Meningkatkan Outflow Aqueous


Miotikum
Miotikum telah lama menjadi kelas obat yang penting dalam tatalaksana glaukoma.
Penggunaannya sudah berkurang oleh karena adanya agen alternatif dengan efek samping yang dapat
ditoleransi. Miotikum ialah agen parasimpatomimetik yang aksi kerjanya ialah meningkatkan
dorongan kontraktil dari otot longitudinal dari badan silier. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
outflow aqueous melalui efeknya terhadap anyaman trabekulum. Miotika dapat meniru efek dari
asetilkolin (pilokarpin) atau mencegah pemecahan dari asetilkolin endogen dengan menghambat
enzum pseudokolinesterase. Miotikum ialah obat-obatan yang paling awal digunakan untuk
glaukoma dan obat ini menurunkan tekanan intraokular hingga 20-30%. Obat ini bersifat aditif
terhadap beta-blocker, agen adrenergik dan inhibitor karbonik anhidrase.
Walaupun miotika menurunkan tekanan intraokular secara efektif, penggunaan klinis dari
obat-obatan ini sering dibatasi oleh toleransi okuler lokalnya. Dilihat dari cara pandang secara
sistemik, obat ini cukup aman. Efek kolinergik, seperti peningkatan motilitas saluran pencernaan dan
peningkatan salivasi cukup jarang.Efek lokal yang tidak diinginkan yang berkaitan dengan
penggunaan obat ini, ialah miosis pupil, rasa terbakar setelah penetesan, nyeri alis dan sakit kepala
setelah pemakaian awal.
Analog Prostaglandin
Analog dari prostaglandin ialah kelas obat yang belakangan ini ditambahkan pada obat-obatan
glaukoma. Latanoprost, bimatoprost, travoprost dan tafluprost telah disetujui penggunaannya pada
glaukoma atau hipertensi okuler. Prostaglandin merupakan turunan dari asam arakidonat dan
menunjukkan range fungsi biologikal yang luas. Studi lebih jauh menunjukkan bahwa peningkatan
outflow uveoskleral disebabkan oleh relaksasi dari otot badan silier dan ruangan terdilatasi di antara
kumparanotot silier. Bimatoprost ialah obat-obatan yang aktif, bukan merupakan pro-drug yang
membutuhkan aktivasi oleh enzim korneal, seperti pada latanoprost dan travoprost. Secara
mekanistik, Brubaker et al menunjukkan bahwa bimatoprost bekerja dengan meningkatkan outflow,
menghasilkan peningkatan outflow trabekuler sebanyak 35% dan outflow uveoskleral yang terhitung
sebanyak 50%.
Latanoprost menyebabkan pigmentasi iris pada 11-23% pasien. Pada sebagian besar kasus,
mata yang warna irisnya berubah memiliki karakteristik heterokromia konsentrik sebelum
tatalaksana, dengan pigmentasi lebih banyak pada pupil dibandingkan pada daerah perifernya.
Peningkatan pigmentasi ini terjadi secara lambat namun dapat dilihat dalam kurun waktu 3 bulan.
Efek samping dari travoprost dan latanoprost sama, namun terjadinya hiperemia lebih besar.
Hiperemia yang terjadi cenderung berupa injeksi konjungtiva yang tidak terkait dengan respons
folikuler alergi konjungtival atau peradangan jaringan. Secara klinis, beberapa pasien dengan
hiperemia sedikit lebih berat dan dapat diikuti dengan rasa terbakar yang ringan. Efek sistemik dari
analog prostaglandin hingga saat ini cukup rendah. Tidak ada efek terhadap frekuensi jantung saat
istirahat, tekanan darah, atau hasil tes urin dan darah.6

Obat-Obatan Untuk Menurunkan Volume Vitreus


Obat–obat hiperosmotik darah menyebabkan menjadi hipertonik sehingga air tertari kkeluar
dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus. Selain itu juga terjadi penurunan produksi humor
aqueous. Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut
dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior (disebabkan oleh
perubahan volume vitreus atau koroid) dan menimbulkan penutupan sudut.
Pilihan obat yang digunakan adalah isosorbideoral dan urea intravena atau manitol intravena,
miotik, midriatik, dan siklopegik. Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma
sudut tertutup akut primer. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior,
siklopegik (siklopentolat dan atropin) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa kebelakang.6,10
b. Non-Medikamentosa
Iridektomi dan Iridotomi Perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara kamre
anterior dan posteriorsehingga beda tekanan diantara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai
dengan laser neonidinum; YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi
perifer. Walaupun lebih mudah dilakukan terapi laser memerlukan kornea yang relatif jernih dan
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar, terutama apabila terdapat
penuutupan sudu akibat sinekia luas. Iridotomi perifer secara bedah mungkin menghasilkan
keberhasila jangka panjang yang lebih baik, tetapi juga berpotensi menimbulkan penyulit intraoperasi
dan pasca operasi. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit
sebelum terjadi serangan penutupan sudut.10

Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa ke jalinan
trabekular dapat mempermudah aliran keluar humor akueus karena efek luka bakar tersebut pada
jalinan trabekular dan kanalis schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan
fungsi jalinantrablekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi macam-macam bentuk glaukoma sudut
terbuka dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan
biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma.6,10

Trabekulektomi
Pada glaukoma masalahnya adalah terdapatnya hambatan filtrasi (pengeluaran) cairan mata
keluar bola mata yang tertimbun dalam mata sehingga tekanan bola mata naik.Bedah trabekulektomi
merupakan teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang ada. Pada trabekulektomi
ini cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau salurannya
diperluas.Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata keluar dan masuk di
bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan parut yang terbentuk diberikan 5 fluoruracil atau
mitomisin. Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan bola mata sangat
menurun.Pembedahan ini memakan waktu tidak lebih dari 30 menit. Setelah pembedahan perlu
diamati 4-6 minggu pertama. Untuk melihat keadaan tekanan mata setelah pembedahan.10
Bedah Filtrasi dengan Implan
Pada saat ini dikenal juga operasi dengan menanam bahan penolong pengaliran (implant
urgary). Pada keadaan tertentu adalah tidak mungkin untuk membuat filtrasi secara umum sehingga
perlu dibuatkan saluran buatan (artificial) yang ditanamkan ke dalam mata untuk drainase cairan
keluar. Beberapa ahli berusaha membuat alat yang dapat mempercepat keluarnya cairan dari bilik
mata depan.Upaya di dalam membuat ini adalah :
 Dapat mengeluarkan cairan mata yang berlebihan.
 Keluarnya tidak hanya dalam jumlah dan persentase.
 Mengatur tekanan maksimum, minimum optimal, seperti hidrostat.
 Tahan terhadap kemungkinan penutupan
 Minimal terjadinya hipotensi
 Desain yang menghindarkan migrasi dan infeksi.
 Bersifat atraumatik

Siklodestruksi
Tindakan ini adalah mengurangkan produksi cairan mata oleh badan siliar yang masuk ke
dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan mata ini dikeluarkan terutama oleh pembuluh darah di
badan siliar dalam bola mata. Pada siklodestruksi dilakukan pengrusakan sebagian badan siliar
sehingga pembentukan cairan mata berkurang.Tindakan ini jarang dilakukan karena biasanya
tindakan bedah utama adalah bedah filtrasi. Tindakan ini tidak boleh dikerjakan ada mata yang
memiiki visus yang baik karena akan menyebabkan turun atau hilangnya ketajaman penglihatan.
Komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan ini adalah hipotoni yang berkepanjangan, sakit,
inflamasi, perdarahan dan yang paling buruk adalah mata mengempis atau ptisis bulbi.10

Edukasi
1. Memberitahu keluarga bahwa kepatuhan pengobatan sangat penting untuk keberhasilan pengobatan
glaukoma.
2. Memberitahu pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat glaukoma pada keluarga untuk
memeriksakan matanya secara teratur.

Prognosis
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan kasus glaukoma
dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata, tablet, operasi laser atau operasi mata.
Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu
semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata.
Daftar Pustaka

1. Vaughan DG, EVA RP, Asbury T., Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika.
Jakarta. 2000.
2. American Health Assistance Foundation. How The Build Up of Aqueous Humor Can
Damage The Optic Nerve 2000; available at :
http://www.ahaf.org/glaucoma/about/understanding/build-up-of-aqueous.html, 2000.

3. Kanski J J. Atlas Bantu Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta. 1992.


4. World Health Organization. Glaucoma; available at : http://who.int. 2002.
5. Riset Kesehatan Dasar. 2007.
6. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001.
7. Suharjo SU, Sundari S, Sasongko MB. Kelainan Palpebra, Konjungtiva, Kornea, Sklera dan
Sistem Lakrimal. Dalam Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada. 2012. h.111-43.
8. Wong, Glaucoma in The Ophthalmology Examinations Review. Singapore: Worl Scientific
Printers;2001.h. 42-85.
9. Bourne RRA,Sukodom P, Foster PJ, et al, . Prevalence of glaucoma in Thailand: a population
based survey in Rom Klao District, Bangkok, British journal Ophthalmologi;2014.h. 262-267
10. James, Bruce. Glaukoma dalam Lecture Notes oftalmologi. Jakarta : Erlangga;2006. h. 95-109
11. Rosalina D, Wahjudi H. Visual field abnormality and quality of life of patient with primary
open angle glaucoma. Jurnal Oftalmologi . 2011. Vol 7.h.175-80.
12. Lee, D. A. Clinical Guide to Comprehensive Ophtalmology. Stuggart. NewYork. 2010.
13. Boyd, B. F., Luntz, M. Innovations In The Glaucomas Etiology, Diagnosis, and Management.
Highlights of Ophthalmology International. 2011.
14. Wijaya N. Glaukoma. dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal; 2010.h.124-8.

Anda mungkin juga menyukai