Anda di halaman 1dari 23

Case Report Session

Acute Heart Failure

Disusun Oleh:

Regina Dwi Ananda 1740312020


Rey Mas Fakhrury 1740312074
Rima Karlina 1740312016
Shafrina Irza 1740312071

Preseptor

dr. M. Fadil, Sp.JP (K), FIHA

BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
BAB 1 Pendahuluan 3
BAB 2 Ilustrasi Kasus
BAB 3 Diskusi
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka


morbiditas dan mortalitas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Usia pasien yang menderita gagal jantung di Indonesia relatif lebih
muda dibandingkan dengan pasien di Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis
yang lebih berat.1 Diperkirakan hampir 5% pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%
merupakan pasien wanita dan 5,1% pasien laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun
diperkirakan sekitar 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan
semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan
berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan
hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.2

Gagal jantung adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala gagal jantung
(sesak nafas saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau tidak kelelahan);
tanda-tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti
objektif kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.3

Berdasarkan presentasinya, gagal jantung dapat diklasifikasikan menjadi : 1) Gagal


jantung akut, dimana onset timbulnya sesak nafas cepat (<24 jam) akibat kelainan fungsi
jantung, gangguan fungsi sistolik, diastolik, irama jantung, kelebihan preload, kelebihan
afterload, dangangguan kontraktilitas. Keadaan ini dapat mengancam jiwa bila tidak di
tatalaksana secara cepat 2) Gagal jantung menahun (kronis), merupakan suatu sindroma
klinis yang kompleks akibat kelainan struktural dan fungsional yang mengganggu
kemampuan pompa jantung atau gangguan pada pengisian jantung dan 3) Acute on
chronic heart failure.3

Tujuan diagnosis dan tatalaksana pada gagal jantung yaitu untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Semua gagal jantung harus dicari penyebabnya dan
dikoreksi, selain daripemberian obat gagal jantung itu sendiri.2

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas mengenai studi kasus gagal jantung, yaitu Acute
Decompensated Heart Failure (ADHF).

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan


pembahasan mengenai gagal jantung, terutama Acute Decompensated Heart Failure
(ADHF).

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai pada penulisan studi kasus ini berupa hasil pemeriksaan
pasien, rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literatur,
termasuk buku teks dan artikel ilmiah
BAB 2

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.MI

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Komplek Kharismatama Permai

Pekerjaan : Swasta

Tanggal Pemeriksaan : 20 Februari 2018

II. ANAMNESIS

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 55 tahun sejak tanggal 17


februari 2018 di Bangsal bagian Jantung RS M Djamil Padang dengan:

Keluhan utama :Sesak napas yang meningkat 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat penyakit sekarang

● Sesak napas yang meningkat 1 hari yang lalu. Sesak sudah dirasakan sejak
1 minggu yang lalu. Sesak tidak berbunyi menciut, tidak dipengaruhi
cuaca dan makanan. Riwayat sesak napas saat beraktivitas (+), riwayat
sesak apabila tidur berbaring (+), terbangun oleh sesak napas mendadak
saat malam hari (+).
● Riwayat sembab pada kedua tungkai (-).
● Batuk (+) sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak berdahak, riwayat
batuk lama sebelumnya (-)

● Riwayat nyeri dada (+) hilang timbul, durasi <5 menit, tidak menjalar,
keringat dingin (-), mual (-), muntah (-).
● Dada terasa berdebar-debar (-), pusing (-), pingsan (-)
● Demam tidak ada
● Penurunan berat badan 7 kg sejak tiga bulan yang lalu.

Riwayat penyakit dahulu

● Riwayat hipertensi (-)

● Riwayat diabetes melitus (-)


● Riwayat penyakit jantung (-)
● Riwayat asma (-)
● Riwayat gastritis (-)
● Riwayat stroke (-)

Faktor Resiko Kardiovaskuler


● Pasien tidak merokok
● Hipertensi (-)
● DM (-)

Riwayat keluarga
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat diabetes melitus (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial dan Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan:

Pasien merupakan seorang pekerja swasta dengan aktivitas fisik sedang

III. Pemeriksaan Fisik

Tanda vital
- Keadaan umum : sakit sedang

- Kesadaran : CMC

- Frekuensi nadi : 150x/menit

- Frekuensi nafas : 30x/menit

- Tekanan darah :120/93 mmHg


0
- Suhu : 36,5 C

- Berat badan : 43 kg

- Tinggi badan : 155 cm

- Status Gizi : Berat badan kurang (BMI=17,9)

- Sianosis : tidak ada

- Edema : tungkai (-/-)

- Anemis : tidak ada

- Ikterus : tidak ada

Pemeriksaan Fisik

Kulit

Warna cokelat gelap, teraba hangat, turgor kulit baik

Kepala
Normocephal
Mata
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga
Tidak ditemukan kelainan
Hidung
Tidak ada tanda perdarahan
Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, dan JVP 5+3 cmH20
Paru

Inspeksi : normochest, pergerakkan dinding dada simetris pada kondisi


statis dan dinamis
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor pada lapangan paru kanan dan kiri
Auskultasi : suara nafas vesikular, ronkhi +/+, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI, seluas ± 2 cm, kuat
angkat

Perkusi :Batas jantung atas : RIC II


Batas jantung kanan : LSD

Batas jantung kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI


Auskultasi :S1-S2 reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-/-), capillary refilling time <2 detik
Alat Kelamin
Tidak diperiksa
Anus
Tidak diperiksa

IV. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Laboratorium darah
lengkap

Hb : 13.1 g/dl

Ht : 40 %

3
Leukosit : 10.300/mm

Trombosit : 165.000/mm

GDS : 111 mg/dl

Ur/Cr : 46/1,4 mg/dl

Na/K/Ca/Cl : 138/4,6/8,3/108 Mmol/L

Troponin I : 0,1 ng/ml


Kesan : leukositosis, kreatinin meningkat
AGD

pH : 7,43
PCO2 : 18 mmHg
P02 : 122 mmHg
HCO3 : 12,1 mmol/L
Becf : -12,5 mmol/L
S02 : 99%
Kesan : Asidosis metabolik terkompensasi respiratorik

EKG

Irama sinus, QRS rate 100 x/menit, axis normal, Pmitral (+), PR interval 0,20
detik, QRS duration 0,08 detik, Q patologis (-), ST elevasi (-), T inverted di
V4-V6, LVH (-), RVH (-), PVC infrequent
Interpretasi : LAE, iskemik anterolateral

Foto Rongent(?)
Pada pemeriksaan foto toraks didapatkan CTR 68%, segmen aorta normal, apeks
tertanam ke diafragma, pinggang jantung mendatar, kedua hilus menebal, corakan
bronkovaskular kedua paru meningkat, infiltrat (+) pada kedua lapangan paru.

V. DIAGNOSIS KERJA
AHF ec ACS
NSTEMI TIMI 4/7 GS 156
Post PTCA 1 stent di LM-prox LCX (Desember 2017)

Susp.CAP
VI. TATALAKSANA

TATALAKSANA IGD
IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
O2 binasal 4 L/menit
Furosemide 40mg IV drip 5 mg/jam
Drip NTG start 10 mcg/menit
Loading ASA 160 mg
Brilinta 180 mg
Terapi Non Farmakologis
● Edukasi kepatuhan minum obat
● Edukasi diet rendah garam
● Edukasi timbang berat badan dan lingkar perut, hitung jumlah cairan masuk dan
keluar

Rencana:
● Ekokardiografi
● Cek elektrolit post koreksi

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

Follow up

20/2/2018

S/ Sesak napas (-)

O/ ku kes TD nd nf T
sdg cmc 94/66 80 20 af

A/ - AHF ec ACS
- NSTEMI TIMI 4/7 GS 156
- AF paroxysmal
- CAP
- Post PTCA 1 stent di LM-prox LCX (Desember 2017)
P/

21/2/2018

S/ Sesak napas (-)

O/ ku kes TD nd nf T
sdg cmc 96/64 82 20 af
A/ - AHF ec ACS
- NSTEMI TIMI 4/7 GS 156
- AF paroxysmal
- CAP
- Post PTCA 1 stent di LM-prox LCX (Desember 2017)
P/

BAB 3
DISKUSI

Seorang pasien, laki-laki 56 th, datang ke RSUP M Djamil, Padang tanggal 13


Februari 2018 dengan diagnosis. ADHF wet and warm ec CAD. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien menderita sesak napas yang
semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak sudah dirasakan sejak
1 minggu yang lalu. Sesak tidak menciut, tidak dipengaruhi oleh makanan atau minuman,
hal ini dapat menyingkirkan penyebab sesak akibat respirasi. Riwayat sesak nafas
sebelumnya (+) tiga bulan yang lalu. Sesak nafas pada pasien ini merupakan sesak yang
khas pada pasien jantung dimana ditemukan, paroxysmal nocturnal dypsnea (+) yang
diakibatkan oleh adanya gangguan pemompaan ventrikel kiri akibatnya tekanan di atrium
kiri meningkat sehingga terjadi bendungan paru. Dyspnea on excercise (+) akibat adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai dari oksigenasi pada jaringan tubuh
terutama miokard. Orthopnea (+) dan batuk pada malam hari (+) akibat posisi berbaring
yang memudahkan darah dari ekstremitas kembali ke jantung sehingga terjadi bendungan
pada paru yang mana pada orang normal dapat dikompensasi dengan baik. Pasien
memiliki riwayat edema tungkai 3 bulan yang lalu. Edem pada pasien ini terjadi karena
kongesti vena sistemik akibat peningkatan tekanan pada atrium kanan. Edema lebih
tampak pada tungkai bawah karena efek gravitasi, terutama bila pasien banyak berdiri.
Riwayat nyeri dada tiga bulan yang lalu, nyeri terasa seperti tertekan dirasakan pada
punggung kiri, nyeri menjalar ke punggung, nyeri dirasa selama 15 menit, nyeri
dirasakan saat aktivitas dan hilang dengan istirahat, mual (-), muntah (-), keringat (-). Hal
ini kemungkinan dapat terjadi akibat sudah mulai terbentuknya sumbatan pada pembuluh
darah koroner yang ditunjang dengan adanya faktor risiko kardiovaskular seperti
hipertensi yang sebelumya tidak diketahui dimana hipertensi merupakan salah satu factor
risiko yang menyebabkan penambahan beban kerja jantung yang bisa menyebabkan
terjadinya gagal jantung. Pasien seorang perokok berat, suka mengonsumsi jeroan dan
memiliki BMI 29,4 dimana hal ini memungkinkan terbentuknya aterosklerosis. Keluhan
seperti dada berdebar, mual, muntah, keringat dingin, pusing dan pingsan, demam tidak
dirasakan pasien serta penambahan BB disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis
kooperatif, TD 154/73mmHg, nadi 96 kali/menit, suhu afebris, nafas 26x/menit, TB 165
cm, BB 80 kg, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, JVP 5+3 cmH2O. Tekanan
darah 154/73 mmHg termasuk dalam hipertensi derajat I.
Pada pemeriksaan fisik toraks terlihat bentuk dada normal, pergerakan dada
simetris. Pemeriksaan paru ditemukan inspeksi, palpasi, dan perkusi dalam batas normal,
auskultasi suara nafas vesikuler, Rh +/+, Wh -/-. Timbulnya ronki pada paru disebabkan
oleh transudasi cairan dari kapiler paru ke ruang interstisial. Hal ini menandakan adanya
peningkatan tekanan hidrostatik di vaskular paru. Peningkatan tekanan hidrostatik di
vaskular paru disebabkan oleh peningkatan aliran darah ke paru yang kemungkinan
disebabkan oleh penurunan kemampuan pompa jantung. Pada pemeriksaan fisik jantung
ditemukan iktus kordis tidak terlihat . Palpasi: iktus kordis teraba 2 jari lateral LMCS
RIC VI. Perkusi: ditemukan batas jantung kiri 2 jari lateral LMCS RIC VI. Auskultasi:
S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-). Pada pemeriksaan jantung, didapatkan
kardiomegali, ini merupakan tanda dari gagal jantung. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan dalam batas normal, saat inspeksi abdomen tidak distensi, supel, tidak ada
nyeri tekan-lepas ,hepar dan lien tidak teraba. Perkusi yaitu timpani. Auskultasi, bising
usus normal. Pada pemeriksaan punggung tidak didapatkan kelainan. Alat kelamin dan
anus tidak diperiksa. Pada ekstremitas tidak terdapat edema, serta pada pemeriksaan
ditemukan akral hangat dan CRT <2’ s yang menandakan perfusi ke jaringan yang masih
baik.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan iIrama sinus, QRS rate 100 x/menit, axis normal,
Pmitral (+), PR interval 0,20 detik, QRS duration 0,08 detik, Q patologis (-), ST elevasi (-
), T inverted di V4-V6, LVH (-), RVH (-), PVC infrequent. Pada gambaran EKG
didapatkan adanya P mitral di lead II yang menandakan adanya pembesaran dari atrium
kiri. Selain itu juga didapatkan adanya T inverted di V4-V6 yang menunjukkan adanya
iskemik.
Pada pemeriksaan foto toraks didapatkan CTR 68%, segmen aorta normal, apeks
tertanam ke diafragma, pinggang jantung mendatar, kedua hilus menebal, corakan
bronkovaskular kedua paru meningkat, infiltrat (+) pada kedua lapangan paru. Apex
tertanam dan CTR 68% menandakan adanya LVH dan pinggang jantung mendatar
menunjukkan adanya pembesaran atrium kiri, peningkatan corakan bronkovaskular
menunjukan peningkatan tekanan pulmonal.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan leukositosis,
hipokalemia,hipokalsemia. Leukositosis ini bisa menjadi salah satu penanda terjadinya
infeksi dalam tubuh pasien yang bisa menjadi pencetus terjadinya ADHF.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai
dengan kriteria Framingham. Pada pasien ini didapatkan dari anamnesis adanya PND
(paroxysmal nocturnal dyspneu) yang merupakan kriteria mayor, dan dari anamnesis juga
pasien mengaku sesak bertambah saat aktivitas / DOE (Dyspneu on Effort) dan ada
riwayat sembab di kaki / edema ekstremitas yang merupakan kriteria minor. Pada
pemeriksaan fisik dan rontgen didapatkan kardiomegali. Pemeriksaan fisik lainnya
ditemukan peningkatan JVP dan ronki pada auskultasi paru. Jadi didapatkan lebih dari 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor atau 2 kriteria mayor pada pasien ini sehingga
sudah memenuhi kriteria diagnosis untuk gagal jantung.
Tabel. Kriteria Framingham5

Tanda Mayor Tanda Minor


Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) Batuk pada malam hari
Distended Neck Vein Dyspnea on exertion (DOE)
Penurunan BB lebih kurang 4,5kg
Udem tungkai bilateral
dalam 5 hari
Ronkhi Hepatomegali
Kardiomegali (X-ray) Efusi pleura (X-ray)
Penurunan nilai kapasitas vital 1/3 dari
Udem paru akut (X-ray)
normal
Bunyi jantung S3 ventrikel Takikardia (>120 denyut per menit)
Peninggian tekanan vena > 16 cmH2O Peningkatan corak bronkovaskuler (X-ray)
Refluks hepatojugular

Berdasarkan presentasinya, gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung akut, kronis
dan acute on chronic heart failure. Gagal jantung akut merupakan sesak napas muncul
secara cepat (< 24 jam) akibat kelainan fungsi sistolik atau diastolik atau irama jantung,
atau kelebihan beban awal (preload), beban akhir (afterload), atau gangguan
kontraktilitas. Sedangkan gagal jantung menahun (kronik) merupakan sindrom klinis
yang kompleks akibat kelainan struktural atau fungsional yang mengganggu kemampuan
pompa jantung atau mengganggu pengisian jantung.13
Pasien dengan gagal jantung akut adalah pasien yang mengalami
gejala secara mendadak(<24 jam) dan biasanya mengancam nyawa. Gejala
gagal jantung akut dapat muncul pada pasien yang awalnya tanpa
manifestasi klinis namun dengan pencetus, seperti: ACS, hipertensi berat,
atau regurgitasi katup jantung, atau bisa juga terjadi gejala gagal jantung
akut pada pasien yang sudah dikenal dengan gagal jantung kronis, gejala
akut tersebut dapat muncul apabila terdapat pencetus seperti infeksi,
konsumsi garam berlebihan, gagal ginjal, hipertensi yang tidak terkontrol,
infark miokard, dan putus obat. Pada psien ini hipertensi yang tidak
diketahui dan infeksi dapat menjadi faktor pencetus terjadinya gagal
jantung.

Klasifikasi gagal jantung akut dibagi berdasarkan tampilan klinis


yang dinilai dengan 2 indikator yaitu: 1. Volume overload (wet vs dry)
sebagai gambaran peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri, 2. Gejala
penurunan cardiac output dengan penurunan perfusi jaringan (cold vs warm
extremities). Pasien ini terglong kategori wet didasari adanya bendungan
pada paru yang ditandai dengan ronkhi, distensi JVP dan warm didasari
dengan masih baiknya perfusi ke jaringan tubuh ditandai dengan masih
hangatnya ekstremitas dan CRT <2 s. Klasifikasi ini membagi menjadi 4
profil pasien, yaitu: profil A (warm and dry), profil B (warm and wet),
profil L (cold and dry), profil C (cold and wet). Pasien pada kasus ini
termasuk dalam profil B, di mana terdapat bendungan paru, distensi JVP
dengan perfusi jaringan yang masih baik.4
Tujuan diagnosis dan terapi awal gagal jantung adalah untuk mengurangi mortalitas
dan morbiditas, dengan cara memperbaiki gejala-gejala atau keluhan dan menstabilkan
kondisi hemodinamik dengan langkah sebagai berikut : Segera (UGD/ unit perawatan
intensif): Mengobati gejala, memulihkan oksigenasi, memperbaiki hemodinamik dan
perfusi organ, mencegah kerusakan jantung dan ginjal, mencegah tromboemboli,
meminimalkan lama perawatan intensif.
1. Jangka menengah (Perawatan di ruangan): Stabilisasi kondisi pasien, inisiasi
dan optimalisasi terapi farmakologi, identifikasi etiologi dan komorbiditas yang
berhubungan.
2. Sebelum pulang dan jangka panjang: Merencanakan strategi tindak lanjut,
memasukan pasien ke dalam program manajemen penyakit secara keseluruhan
(edukasi, rehabilitasi, manajemen gizi, dan lain-lain), rencana untuk
mengoptimalkan dosis obat gagal jantung, mencegah rehospitalisasi dini,
memperbaiki gejala kualitas hidup dan kelangsungan hidup, memastikan dengan
tepat alat bantu (bila memang diperlukan).1
Terdapat 5 tujuan yang harus didapatkan ketika menatalaksana sebuah gagal
jantung kronik yang dapat berkembang menjadi gagal jantung akut.

1. Identifikasi dan koreksi penyebab utama yang menyebabkan gagal jantung.


Pada sebagian pasien mungkin mencakup penggantian dan perbaikan katup
jantung yang mengalami kelainan fungsi, revaskularisasi arteri koroner, atau
terapi agresif terhadap kondisi hipertensi.

2. Eliminasi pencetus gejala akut yang bisa membuat gagal jantung terkompensasi
menjadi tidak terkompensasi. Hal tersebut meliputi, menatalaksana infeksi akut
atau aritmia, mengurangi konsumsi garam yang berlebih, menghentikan
penggunaan obat yang dapat memicu timbulnya gejala akut seperti NSAID yang
dapat berkontribusi dalam retensi cairan.

3. Manajemen gejala gagal jantung

a. Terapi bendungan paru dan sistemik, dengan retriksi konsumsi natrium dan
obat diuretik

b. Tingkatkan cardiac output dan perfusi organ vital dengan obat vasodilator
dan positive inotropic drugs

4. Memodifikasi respon neurohormonal untuk mencegah remodelling ventrikel


yang cepat dalam upaya memperlambat penurunan fungsi ventrikel

5. Memperpanjang harapan hidup dengan konsumsi teratur obat-obatan untuk


gagal jantung.7
Tindakan pengobatan awal pada pasien ini berupa RL 500cc/24jam,
drip furosemid 5 mg/jam. Diuretik direkomendasikan pada pasien dengan
gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I,
tingkat bukti B). Tujuan dari pemberian dieuretik adalah untuk mencapai
status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis serendah mungkin, yaitu
harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau
resistensi.

Pada pasien diberikan terapi spironolkaton 1 x 25 mg, penambahan obat


antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan
fraksi ejeksi < 35% dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III-IV
NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal akut. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.

Pada pasien diberikan terapi candesartan 1x8 mg po. Terapi dengan ARB
meperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup. ARB direkomendasikan pada pasien
gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40% yang tetap simtomatik
walauoun sudah diberikan ACEI dan penyekat B dosis optimal, kecuali juga
mendapat antagonis aldosteron.
Pasien mendapat terapi Clopidogrel 1x75 mg. Profilaksis tromboemboli
direkomendasikan pada pasien yang belum mendapat antikoagulan dan tidak memiliki
kontraiindikasi terhadap antikoagulan, untuk menurunkan resiko deep vein trombosis dan
emboli paru. Clopidogrel menghambat agregasi platelet, memperpanjangan waktu
perdarahan, menurunkan viskositas darah dengan menghambat aksi ADP pada reseptor
platelet.
Pada pasien diberikan terapi Nitrat 3 x 0,5 mg (iv), pemberian nitrat (iv) harus
dipertimbangkan terutama bagi pasien edema/ kongesti paru dengan tekanan darah sistolik >
110 mmHg, yang tidak memiliki stenosis katup mitral dan atau aorta, untuk menurunkan
tekanan baji kapiler paru dan resistensi vaskular sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan
dispneu dan kongesti. Gejala dan tekanan darah harus dimonitor secara ketat selama
pemberian obat ini.
Pada pasien diberikan terapi alprazolam 1 x 0,5 Alprazolam adalah obat golongan
benzodiazepine, yang biasanya digunakan untuk mengatasi gangguan kecemasan dan serangan
panik. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Kalium 3,0 mg/dl dan kalsium 7,8 mg/dl,
sehingga dilakukan koreksi dengan pemberian KSR 3x 600 mg dan Ca glukonas 1 mg.
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam, ad sanactionam, ad fungsionam yaitu dubia ad bonam.
Pasien diberikan edukasi untuk patuh minum obat, kepatuhan untuk diet rendah garam,
edukasi timbang berat bdan lingkar perut dan menurunkan berat badan, serta pasien diedukasi untuk
kontrol tekanan darah ke FASYANKES terdekat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski P,


Poole-Wilson PA, et al. ESC guidelines forthe diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2008: the TaskForce for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2008of the European Society of
Cardiology. Developed in collaboration withthe Heart Failure Association of
the ESC (HFA) and endorsed by theEuropean Society of Intensive Care
Medicine (ESICM). Eur J Heart Fail 2008;10:933–989.
2. McMurrray J.V, Adampulous S, Anker S.D, Aurichio A, Bohm M, Dickstein
K, et al. ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2012: the Task Force for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2012 of the European Society of Cardiology. Developed
in collaboration with the Heart Failure Association of the ESC (HFA) and
endorsed by the European Society of Intensive Care Medicine (ESICM). Eur J
Heart Fail 2012; 33: 1787-1847
3. Mosterd A, Hoes AW. Clinical epidemiology of heart failure. Heart
2007;93:1137–1146

4. Lily, LS. 2011. Pathophsiology of heart disease: a collaborative project


of medical student and faculty. Lippincott Williams & willkins

5. Manurung D, Muhadi. Gagal Jantung Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi VI. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
hal: 1136-1147. 2014
6. Schoenstadt Arthur, 2008. Penyebab Gagal Jantung Kronis. Emedicine
from WebMed.
7. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure 2012. European Heart Journal (2012) 33, 1787–1847.
8. Panggabean MM. Gagal Jantung. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th
Ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1513
9. Marulam M.Panggabean, 2007. Gagal jantung. Dalam:Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam PDUI, Jilid 2 :342;1514.
10. Mc Murray et al: ESC Commitee for practice guideline (CPG), ESC
Guideline for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2012, J. 2012: 33: 1: 1787-847

11. Siswanto BB, Gagal jantung, dalam : Rilantono LL. Penyakit kardiovaskular
. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012

12. Mana DL dkk, Heart Failure and Cor Pulmonal Dalam : Longo Dl dkk:
penyunting Harrison’s principles of internal medicine. Edisi ke 18. New
york: Mc Graw-hill: 2012

13. PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia).


Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. 2015.

Anda mungkin juga menyukai