Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memang pekerjaan supervisi merupakan pekerjaan yang sifatnya sangat
individual. Untuk dapat melakukan pekerjaan ini, supervisor harus menguasai
ilmu jiwa, teknik berinteraksi, berbagai orientasi di dalam supervise dan lain-lain.
Jika seorang supervisor hanya menguasai satu atau dua pandangan tentang
orientasi supervisor, maka ia akan menjumpai banyak kesulitan, bukan hanya
yang bersangkutan dengan guru yang dilayani, tetapi juga bagaimana guru yang
disupervisi dapat melayani muridnya. Muridnya itu sendiri bukan tunggal, tetapi
banyak sekali yang masing-masing mempunyai karakteristik sendiri-sendiri.
Setiap aktivitas pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau
supervisi. Pengawasan bertanggung jawab terhadap keefektipan program itu. Oleh
karena itu, supervisi haruslah meneliti ada atau tidaknya kondisi-kondisi yang
akan memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Dengan demikian
tujuan pendidikan di sekolah dapat dicapai bila kegiatan administrasi dan
supervisi dilakukan secara sistematis dan continue, serta menyeluruh. Dengan
tujuan pendidikan inilah yang akan membentuk suatu langkah-langkah supervisi
dalam mencapai suatu tujuan pendidikan.
Tak hanya itu, didalam suatu supervisi, tak akan lepas dari Lingkup yang
mempengaruhi keadaan sekitar, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi supervisi
pendidikan, contohnya seperti ; Guru, murid, orang tua dan masyarakat sekitar,
dsb. Yang mana dari berbagai macam karakter, dapat menimbulkan suatu
problematika antar sesama, yang mana suatu masalah inilah yang akan di atasi
oleh seorang supervisor. Dengan cara mengadakan pendekatan-pendekatan
terhadap para guru, atau orang tua murid, pendekatan dalam supervisi pendidikan
inilah yang akan mampu mengawasi suatu pembelajaran, dan agar bisa tercapai
suatu tujuan pendidikan tersebut.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Supervisi Pendidikan?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi supervisi?
3. Apa saja pendekatan-pendekatan yang dilakukan supervisi?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui apa pengertian dari Supervisi Pendidikan.
2. Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi supervisi pendidikan.
3. Dapat mengetahui pendekatan-pendekatan dalam supervisi pendidikan.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Supervisi Pendidikan


Pengertian supervisi secara etimologi adalah dari kata “super” yang berarti
atas dan “visi” yang berarti melihat. Dengan demikian supervisi diartikan melihat
dari atas. Berdasarkan pengertian secara etimologi, istilah-istilah supervisi yang
dalam praktek, isi dan kegiatannya mengarah pada kegiatan ke-inspeksi,
kepengawasan, kepenilik.1 Inspeksi berasal dari istilah bahasa Belanda Inspective
yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Inspection. Kedua kata tersebut berarti
pengawasan, yang terbatas kepada pengertian mengawasi apakah bawahan (dalam
hal ini guru) menjalankan apa yang diinstruksikan oleh atasannya dan bukan
berusaha membantu guru. Adapun istilah pengawas dan penilik di dalam PP No.
38 tahun 1992 Pasal 20 dijelaskan bahwa istilah pengawas dipakai untuk
menunjukkan tugasnya pada jalur pendidikan sedangkan istilah penilik dipakai
untuk menunjukkan tugasnya pada jalur pendidikan luar sekolah.2
Jadi, yang dimaksudkan supervisi pendidikan adalah pembinaan guru,
maka pengertian supervisi secara terminologi sering diartikan sebagai serangkaian
usaha bantuan kepada guru terutama bantuan yang berwujud layanan profesional
yang dilakukan oleh kepala sekolah, penilik sekolah dan pengawas serta pembina
lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi Supervisi Pendidikan


Bekerja dengan orang lain merupakan hal yang sangat kompleks. Setiap
guru mempunyai pengalaman yang berbeda-beda. Disamping itu, sifat,
pembawaan, ciri-ciri fisik dan lain-lain akan sangat mempengaruhi bagaimana
bentuk interaksi yang terjadi. Selain itu pergaulan antara guru dengan muridnya
sudah akan mengubah karakteristik guru jika berhadapan dengan supervisor.

1 Ali Imron, Pembinaan Guru Di Indonesia, Pustaka Jaya, Jakarta, 1995, h 10


2 Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, PT. Rinekca Cipta, Jakarta, 1999, h 131-132

3
4

Supervisor yang bertugas untuk memberikan bantuan kepada guru di dalam


meningkatkan kualitas pengajarannya, akan mempunyai efek yang belum tentu
sama bagi guru yang berbeda, bagi guru yang sama dalam situasi berbeda, atau
guru yang sama, situasi yang sama tetapi untuk kasus yang berbeda.
Untuk menggabungkan semuanya ini supervisor dituntut mempunyai
kemampuan yang cukup canggih kalau ia menginginkan hasil seperti yang
diharapkan.
Memang pekerjaan supervisi merupakan pekerjaan yang sifatnya sangat
individual. Untuk dapat melakukan pekerjaan ini, supervisor harus menguasai
ilmu jiwa, teknik berinteraksi, berbagai orientasi di dalam supervise dan lain-lain.
Jika seorang supervisor hanya menguasai satu atau dua pandangan tentang
orientasi supervisor, maka ia akan menjumpai banyak kesulitan, bukan hanya
yang bersangkutan dengan guru yang dilayani, tetapi juga bagaimana guru yang
disupervisi dapat melayani muridnya. Muridnya itu sendiri bukan tunggal, tetapi
banyak sekali yang masing-masing mempunyai karakteristik sendiri-sendiri.
Dan seorang supervisor harus mempunyai kemampuan yang diberi istilah
“flex” yaitu tingkat kemampuan seseorang atau supervisor untuk dapat bertindak
dalam berbagai bentuk sesuai dengan orang yang dihadapi.3
Dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan, kadang-kadang seorang
perencana tidak dapat lepaskan diri dari banyak hal, antara lain dari faktor internal
(dalam diri sendiri) dan faktor eksternal (dari luar dirinya sendiri). Kedua faktor
inilah yang sangat mempengaruhi dalam perencanaan supervisi pendidikan.
1. Faktor internal
Faktor internal yang mempengaruhi perencanaan supervisi pendidikan
adalah faktor-faktor yang ada dan berasal dari diri pengawas.
Adapun faktor yang dimaksud, antara lain :
a. Kemampuan profesional dan wawasan baik tentang subtansi kepengawasan
maupun manajerial jalannya program pengawasan yang memadai.
b. Sikap mental yang kurang sehat dari pembina, yang disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :

3
http://stitattaqwa.blogspot.co.id/2012/12/supervisi-pendidikan.html
5

1) Hubungan profesional yang kaku dan kurang akrab akibat sikap otoriter
pembina, sehingga guru takut bersikap terbuka kepada pembina
2) Banyak pembina dan guru merasa berpengalaman sehingga tidak merasa
perlu untuk belajar lagi
3) Pembina dan guru merasa cepat puas dengan hasil belajar siswa
c. Kurang adanya tanggungjawab, terlalu lunak dan masa bodoh terhadap
jalannya kepengawasan.
d. Pembina banyak yang sudah lama tidak mengajar, sehingga banyak dibutuhkan
bekal tambahan agar dapat mengikuti perkembangan baru.4

2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yaitu faktor yang berada di luar diri pengawas, akan tetapi
turut mempengaruhi tugas-tugas kepengawasan dan pencapaian tujuan yang telah
direncanakan.
Adapun yang dimaksud faktor eksternal tersebut, antara lain :
a. Peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yaitu suatu kebijaksanaan yang telah
ditetapkan sebagai dasar bagi seorang aparat, termasuk untuk melaksanakan tugas.
Adapun secara hierarki peraturan perundang-undangan yang mempengaruhi
pelaksanaan tugas sekaligus dalam perencanaan tugas pengawasan, meliputi; UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas tahun 2003, SK Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No. 118/ 1996, SK Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang Petunjuk Pelaksanaan Teknis Jabatan Fungsional Pengawas
dan Angka Kreditnya masing-masng instansi.5
b. Dari pihak guru
1) Kurang adanya semangat kerja
2) Kurang kesediaan bekerja sama dan berkomunikas
3) Kurang kecakapan dalam melaksanakan tugas
4) Kurang menguasai metode mengajar

4 Ali Imron, Op. cit, h. 11


5
Hadirja Paraba, Wawasan Tugas Tenaga Guru dan Pembina Pendidikan Agama Islam, Friska
Agung Insani, Jakarta, 2000, h. 89
6

5) Kurang memahami tujuan dan program kerja


6) Kurang mentaati peraturan ketertiban dan sebagainya.6
c. Dari pihak murid
1) Kurang kerajinan, ketekunan
2) Kurang mentaati ketertiban
3) Kurang keinsyafan perlunya belajar, dan sebagainya
d. Dari pihak sarana dan prasarana
1) Kurang terpenuhi syarat-syarat tentang gedung, halaman, kesehatan,
keamanan dan sebagainya
2) Kurang tersedianya alat-alat pelajaran, seperti bangku, kursi, lemari, papan
tulis dan sebagainya.
e. Dari pihak kepala sekolah
1) Kurang adanya tanggungjawab pengabdian
2) Kurang kewibawaan, pengetahuan, dan sebagainya
3) Terlalu otoriter
4) Terlalu lunak, bersikap masa bodoh dan sebagainya.7
f. Dana dan anggaran yang telah ditetapkan pada APBD masing-masing instansi
Urgensi pendanaan dan anggaran sebagai motivasi kerja pengawas akan
mempengaruhi baik dalam perencanaan maupun efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan program. Sangat disadari bahwa upaya yang dilaksanakan instansi
pemerintah pusat dalam penganggaran/ budget pelaksanaan program pengawasan
masih sangat minim dan keterbatasan kendaraan operasional kepengawasan hanya
pada pengawas TK/ SD.
h. Lingkungan sekolah/ madrasah
Dengan menciptakan lingkungan yang ramah, saling keterbukaan,
kedisiplinan dan kemitraan/ kerjasama lembaga sekolah/ madrasah dengan
pengawas, sangat berpengaruh besar dalam perencaan dan pelaksanaan program

6
M. Darmanto, Administrasi Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1998, h.177
7
M. Darmanto, Ibid, h.179
7

pengawasan. yang bertanggungjawab menciptakan lingkungan yang baik adalah


kepala sekolah, guru, karyawan, murid, serta masyarakat sekitarnya.8
Permasalahan yang terjadi dilapangan ternyata unjuk kinerja yang harus
dilakukan oleh para supervisor adalah merubah pola lama dan supervisi menjadi
tidak bermakna.
Ketidak bermaknaan tersebut disebabkan oleh:
a. Supervisi disamakan dengan kontroling atau pekerjaan pengawas. Supervisor
lebih banyak mengawasi dari pada berbagi ide untuk menyelesaikan
permasalahan. Akibatnya guru menjadi takut jika untuk diawasi dan dievaluasi.
b. Kepentingan dan kebutuhan supervisi bukannya datang dari para guru,
melainkan supervisor sendiri menjalankan tugasnya.
c. Supervisor kurang memahami apa yang menjadi tugasnya, sedangkan guru
tidak tanggap dengan permasalahannya.
d. Secara umum, guru tidak suka disupervisi walaupun hal itu merupakan bagian
dari proses pendidikan.
Dampak penyebab di atas peran supervisi dalam organisasi lembaga
pendidikan menjadi lemah, kurang efisien dan efektif. Artinya tidak hanya dari
satu pihak saja yang diberikan beban ketidakberhasilan sebuah pendidikan.
Kinerja supervisi juga harus dilakukan dengan profesional dan kompeten serta
mempunyai visi misi yang luas untuk memperbaiki dan membantu para guru.

C. Pendekatan – pendekatan dalam supervisi


Dalam perkembangannya, supervsisi pendidikan tidak terlepas daripada
pengaruh teori-teori administrasi dan manajemen. Dan supervisi juga
melandaskan dirinya pada pandangan tertentu yang selalu berkembang menuju
kesempurnaannya. Pandangan-pandangan tersebut menyebabkan munculnya
pendekatan-pendekatan yang mewarnai konsep dan praktek supervisi pendidikan.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan didalam kegiatan supervisi
bertitik tolak dari adanya pandangan aliran-aliran yang berkaitan dengan belajar.
Maka dapat diterapkan berbagai pendekatan teknik dan perilaku supervisi

8
Hadirja Paraba, Ibid, h. 54
8

berdasar data mengenai guru yang sebenarnya yang memerlukan pelayanan


supervise. Berikut ini akan disajikan beberapa pendekatan, perilaku supervisor:
1. Pendekatan Langsung (Direktif)
Yang dimaksud dengan pendekatan direktif adalah cara pendekatan
terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan
langsung. Sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan
direktif ini berdasarkan pemahaman terhadap psikologi behaviorisme. Prinsip
behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons
terhadap rangsangan/stimulus. Oleh karena guru ini mengalami kekurangan, maka
perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi. Supervisor dapat menggunakan
penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Pendekatan seperti ini
dapat dilakukan dengan perilaku supervisor seperti berikut ini.
1. Menjelaskan (Clarifying)
2. Menampilkan (Presenting)
3. Mengarahkan (Directing)
4. Memberi contoh (Demonstrating)
5. Menetapkan tolok ukur (Standardicing)
6. Meyakinkan (Reinforcing).
Tujuan konkrit yang akan dicapai dalam pelaksanaan supervise tersebut
ialah untuk meningkatkan kemampuan guru.
• Contoh pendekatan langsung pada percakapan awal. Percakapan kepala sekolah
sebagai supervisor, dan Pak Agus, guru bahasa Indonesia di kelas II SLTP) .
K.S : Saya dengar bahwa Anda punya masalah dengan dua siswa dikelas II
SLTP.
Agus : Masalah apa Pak ? tidak ada apa-apa. Anak-anak dikelas baik-baik
semuanya.
K.S : Masa’! Tidak ada masalah ? Ada siswa yang datang kepada saya dan
mereka mengeluh. Karena Anda merobek-robek buku catatan
pekerjaan rumah mereka.
9

Agus : Oh, ya, itu benar. Tapi karena masalahnya mereka punya tulisan yang
tidak teratur seperti cakar ayam. Dan mereka hanya menyontek
pekerjaan teman.
K.S : Benar, mereka membuat salah. Tapi cara menghukum dengan me-
robek-robek buku tulis di muka teman-teman itu tidak bijaksana !
Agus : Ya, sudah beberapa kali saya peringatkan mereka supaya buku catatan
pekerjaan Rumah harus rapi dan tidak boleh menyontek.
K.S : Kalau begitu Anda memanggil mereka dan tanyakan mengapa mereka
membuat begitu.
Agus : Baik Pak. Saya akan mengerjakan itu. Dan akan saya laporkan kepada
Bapak.
Ini percakapan awal, dapat diteruskan setelah guru bertemu dengan siswa
itu dan melaporkan hasil percakapannya dengan kepala sekolah.
Perilaku supervisor seperti disebut diatas dilakukan secara bertahap.
Percakapan awal dan diikuti dengan percakapan setelah dikemukakan
permasalahan yang diperoleh melalui observasi atau interview. Biasanya
percakapan ini diterapkan terhadap guru-guru yang acuh-acuh dan tidak bermutu.
2. Pendekatan Tidak Langsung (Non-Direktif)
Yang dimaksud dengan pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah
cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku
supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu
mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru. Pendekatan ini
berdasarkan pemahaman psikologis humanistic. Psikologi humanistik sangat
menghargai orang yang akan dibantu. Supervisor mencoba mendengarkan,
memahami apa yang dialami guru-guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan
non-direktif adalah sebagai berikut:
1. Mendengarkan (Listening)
2. Menjelaskan (Clarifying)
3. Menguatkan (Encouraging)
4. Menyajikan (Presenting)
10

Diharapkan melalui cara ini guru-guru dapat menemukan dirinya sendiri.


Supervisor mengambil inisiatif untuk melihat evaluasi guru dan melalui cara itu
guru dapat menemukan dirinya sendiri. Supervisor yang Non Directive lebih
fleksibel dari kolaboratifdan direktif.
Dalam supervisi ini gurulah yang menentukan langkah-langkah bila akan
diadakan percakapan. Jadi bukan inisiatif Supervisor seperti pendekatan direktif,
tapi gurulah yang mengambil inisiatif.
• Contoh penerapan pendekatan non-direktif. Percakapan kepala SMU dengan Pak
Sakri, guru Bahasa Inggris:
Pak Sakri : Pada saat istirahat Pak Sakri berdiri di dekat pintu ruang guru
sambil termenung.
Kepala sekolah: Menyapa: Pak Sakri, mengapa Anda termenung? Apa yang
Anda Pikirkan ?
Lama, Pak Sakri berpikir. Lalu ia mengungkapkan keluh kesahnya.
Pak Sakri : Saya sedang Memikirkan si Tono siswa kelas II. Hasil
belajarnya rata-rata baik semuanya. Hanya bahasa inggrisnya
tidak baik. Saya sudah mendekati dia tapi dia diam saja.
Kepala sekolah: Pak Sakri, saya pikir ada banyak cara untuk memahami Tono.
Coba dekati dia lagi.
Pak Sakri : Baik Pak, saya memerlukan waktu untuk mendekati dia.
Kepala sekolah: Saya percaya bahwa Pak Sakri akan berhasil.
Pak Sakri mencoba mengajak Tono. Waktu istirahat Pak Sakri berjalan
mendekati Tono, diajak berbincang tentang hobinya di rumah. Tono bercerita
tentang kesibukannya dirumah. Tono mengatakan bahwa dia banyak membantu
orang tua di rumah. Dan tidak ada buku bahasa inggris di rumah. Guru
meminjamkan beberapa buku agar Tono membacanya.
Beberapa waktu kemudian Pak Sakri menceritakan kepada kepala sekolah
bahwa Tono sekarang sudah rajin membaca buku bahasa inggris. Kadang-kadang
dia membuat syair dalam bahasa Inggris yang sangat sederhana. Dan kepala
sekolah meminta agar Tono mendeklamasikan syairnya kepada anak-anak
disekolah itu.
11

Sebulan kemudian Pak Sakri menceritakan kepada kepala sekolah bahwa


Tono telah tampil dengan semangat baru bila mengikuti pelajaran Bahasa Inggris.
Kepala sekolah sangat gembira, karena Tono telah mengalami perubahan
dan sudah senang dengan bahasa Inggris.
Akhir semester Pak Sakri melaporkan bahwa nilai bahasa Inggris Tono
sangat memuaskan. Kepala sekolah sangat gembira dan berterima kasih atas usaha
Pak Sakri.
3. Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara
pendekatan direktif dan non direktif menjadi cara pendekatan baru. Pendekatan ini
didasarkan pada psikologi kognitif. Yang beranggapan bahwa belajar adalah hasil
paduan antara kegiatan individu dengan lingkungan pada gilirannya nanti
berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian pendekatan
dalam supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke bawah dan dari bawah
ke atas. Perilaku supervisor adalah sebagai berikut:
1. Menyajikan
2. Menjelaskan
3. Mendengarkan (Listening)
4. Memecahkan masalah (Problem Solving)
5. Negosiasi (Negotiating)
Hasil akhir yang diharapkan ialah adanya kesepakatan bersama antara
Supervisor dan Guru yang menetapkan struktur, proses dan kriteria untuk
menentukan perbaikan pengajaran.
Pada pendekatan kolaboratif ini yaitu memadukan atau menggabungkan
pendekatan cara pendekatan direktif dan non direktif menjadi cara pendekatan
baru. Sudah tentu pendekatan itu diterapkan melalui tahap-tahap kegiatan
pemberian supervisi sebagai berikut:
• Percakapan awal
• Observasi
• Analisis/interpretasi
• Percakapan akhir
12

• Analisis akhir
• Diskusi
a. Percakapan awal : Supervisor bertemu dengan guru atau sebaliknya. Mereka
membicarakan masalah yang dihadapi guru.
b. Observasi : Dalam percakapan awal supervisor berjanji akan Mengobservasi
kelas atau sebaliknya guru mengundang supervisor untuk mengadakan
observasi dikelas.
c. Analisis : Dalam observasi digunakan alat pencatatan data. Data dianalisis
dan ditafsir.
d. Percakapan akhir : Setelah data dianalisis lalu dibahas bersama dalam suatu
percakapan.
e. Analisis akhir: Hasil percakapan yang dibahas disimpulkan untuk
ditindaklanjuti.
f. Diskusi : Tahap terakhir diadakan diskusi.
Dalam proses pemberian supervisi, ingatlah pendekatan, perilaku
supervisor dan teknik pemberian supervisi yang dikemukakan dapat diterapkan.9

9
http://stitattaqwa.blogspot.co.id/2012/12/supervisi-pendidikan.html
13

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Memang pekerjaan supervisi merupakan pekerjaan yang sifatnya sangat
individual. Untuk dapat melakukan pekerjaan ini, supervisor harus menguasai
ilmu jiwa, teknik berinteraksi, berbagai orientasi di dalam supervise dan lain-lain.
Jika seorang supervisor hanya menguasai satu atau dua pandangan tentang
orientasi supervisor, maka ia akan menjumpai banyak kesulitan, bukan hanya
yang bersangkutan dengan guru yang dilayani, tetapi juga bagaimana guru yang
disupervisi dapat melayani muridnya. Muridnya itu sendiri bukan tunggal, tetapi
banyak sekali yang masing-masing mempunyai karakteristik sendiri-sendiri.
Dan seorang supervisor harus mempunyai kemampuan yang diberi istilah
“flex” yaitu tingkat kemampuan seseorang atau supervisor untuk dapat bertindak
dalam berbagai bentuk sesuai dengan orang yang dihadapi.

B. Saran
Setiap aktivitas pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau
supervisi. Pengawasan bertanggung jawab terhadap keefektifan program itu. Oleh
karena itu, supervisi haruslah meneliti ada atau tidaknya kondisi-kondisi yang
akan memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Dengan demikian
tujuan pendidikan di sekolah dapat dicapai bila kegiatan administrasi dan
supervisi dilakukan secara sistematis dan continue, serta menyeluruh. Dengan
tujuan pendidikan inilah yang akan membentuk suatu langkah-langkah supervisi
dalam mencapai suatu tujuan pendidikan.

13
14

DAFTAR PUSTAKA

Darmanto,M.( 1998) Administrasi Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta,


Imron, Ali (1995) Pembinaan Guru Di Indonesia, Pustaka Jaya, Jakarta,
Paraba, Hadirja (2000) Wawasan Tugas Tenaga Guru dan Pembina Pendidikan
Agama Islam, Friska Agung Insani, Jakarta,
Soetjipto dan Raflis Kosasi (1999) Profesi Keguruan, PT. Rinekca Cipta, Jakarta,
http://stitattaqwa.blogspot.co.id/2012/12/supervisi-pendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai