Anda di halaman 1dari 13

STIKES PATRIA HUSADA BLITAR

Standar Operating Procedure (SOP): pengukuran intracranial pressure (ICP)

Pengertian Insersi cateter ventrikular ke dalam ventrikel atau subarachnoid utk memonitor
tekanan intra kranial atau drainage eksternal
Indikasi 1. Kasus trauma
2. Tumor otak, edema cerebri
3. Post Arteriovenous Malformation
4. Akut hydrocephalus
Kontraindikasi 1. Trobositopenia < 50.000
2. PTT >38 det
Tujuan 1. untuk mengalirkan kelebihan CBF
2. untuk mendrainage eksternal
3. Memonitor intra cranial
Petugas 1. Mahasiswa semester 2
2. Perawat
Pengkajian Kondisi kepala
Persiapan 1. Menjelaskan prosedur dan tujuan yang akan dilakukan
pasien 2. Memberikan posisi klien yang nyaman
Persiapan alat 1. Manometer
2. Tiang infuse
3. Water pas
4. Three way
5. Infuse set
6. Plester
Persiapan Memberikan lingkungan yang aman dan nyaman
lingkungan
Prosedur 1. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
2. Petugas cuci tangan
3. Pasang manometer pada tiang infus
4. Ukur dengan menggunakan water pas dengan titik nol pada manometer
( ventrikel ) berada pada pelipis penderita.
5. Titik nol pada penderita samakan dengan titik nol pada manometer dengan
menggunakan water pas
6. Buka three way dari arah ventrikel menuju ke manometer sambil di lihat
undulasinya.
7. Tunggu sampai aliran berhenti
8. Setelah aliran berhenti baca pada manometer.
9. Kemudian three way kembalikan pada posisi semula kearah penampung
10. Petugas cuci tangan dan mencacat hasil pengukuran
11. Alat alat dibereskan
Sumber DAFTAR PUSTAKA:
rujukan Bruner and sudarh. 1996.Teks Book Keperawatan Medikal Surgikal. EGC :Jakarta
STIKES PATRIA HUSADA BLITAR

Standar Operating Procedure (SOP): Penatalaksanaan Kejang

Pengertian Kejang merupakan bagian dari gejala konfulsi. Kejang adalah episode motorik,
sensorik, otonomik, aktivitas psikis abnormal atau kombinasi dari semua sebagai
akibat dari muatan berlebihan yang tiba-tiba dari neuron serebral.
Tujuan Tidak terjadi cidera
Petugas 1. Mahasiswa
2. Perawat
Persiapan 1. Menjelaskan prosedur dan tujuan yang akan dilakukan
pasien 2. Memberikan posisi klien yang nyaman
Persiapan alat 1. Spatel lidah
2. Kasa
3. Tali pengikat
Persiapan Memberikan lingkungan yang aman dan nyaman
lingkungan
Prosedur Saat kejang
1. Berikan privasi dan perlidungan pada klien
2. Letakkan dan amankan klien klien ke lantai bila memungkinan
3. Lindungi kepala dengan bantal
4. Lepaskan pakaian klien yang ketat
5. Singkirkan perabot terdekat yang berbahaya
6. Jika klien di tempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat
tidur
7. Pasang spatel lidah
8. Jangan membuka rahang yang terkatup pada saat spasme untuk
memasukkan sesuatu
9. Letakkan klien dalam posisi miring
Setelah kejang
10. Pertahankan klien pada posisi miring pada satu sisi
Sumber DAFTAR PUSTAKA:
rujukan Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
System Persarafan. Salemba medika. : Jakarta
STIKES PATRIA HUSADA BLITAR

Standar Operating Procedure (SOP): Persiapan Lumbal Punction

Pengertian Lumbal pungsi dilakukan dengan memasukkan jarum ke dalam ruang subarachnoid
untuk mengeluarkan CSS yang bertujuan untuk diagnostic atau pengobatan
Tujuan 1. Untuk diuji, diukur, dan menurunkan tekanan CSS
2. Menentukan ada atau tidak adanya darah didalam CSS
3. Mendeteksi sumbatan subarachnoid spinal
4. Pemberian antibiotic intratekal yaitu kedalam kanal spinal pada kasus
infeksi
Petugas 1. Mahasiswa
2. Perawat
Persiapan 1. Menjelaskan prosedur dan tujuan yang akan dilakukan
pasien 2. Memberikan posisi klien yang nyaman
Persiapan alat 1. Jarum steril sesuai dengan pasien
2. Sarung tangan steril
3. Cucing
4. Betadin
5. Set tabung wadah sampel
6. Duk steril
7. Lidokain
8. Spuit
9. Bak instrument steril
10. Plester
11. Kasa
12. Bantal
Persiapan Memberikan lingkungan yang aman dan nyaman
lingkungan
Prosedur 1. Jelaskan mengenai tindakan yang akan dilakukan
2. Siapkan alat sesuai kebutuhan
3. Membawa alat kedekat pasien
4. Mencuci tangan
5. Posisikan klien dengan posisi kepala bertemu lutut dengan memeluk
sebuah bantal (untuk memaksimalkan perenganggan diskus intervertebra)

6. Pakai sarung tangan steril


7. Desinfsi area yang akan dilakukan penusukan dengan kasa betadin
8. Letakkan buk berlubang pada area yang kan dilakukan penusukan
9. Anestesi dengan menggunakan lidokain di daerah yang akan dilakukan
penusukan
10. Ambil jarum steril, masukkan jarum kedalam ruang sub arachnoid diantara
tulang belakang daerah L3 dan L4 atau antar L4 dan L5
11. Ambil set tabung wadah ampel, biarkan CSS masuk kedalam wadah sampel

12. Ambil jarum, tutup area bekas tusukan dengan kasa betadin kemudian
plester
13. Bereskan alat-alat
14. Lepas handscone
15. Cuci tangan
Sumber DAFTAR PUSTAKA:
rujukan Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
System Persarafan. Salemba medika. : Jakarta
STIKES PATRIA HUSADA BLITAR

Standar Operating Procedure (SOP): Persiapan pemeriksaan CT-Scan

Pengertian Computed tomography (CT ) scan merupakan suatu teknik diagnostic dengan
menggunakan sinar sempit dari sinar-X untuk memindai kepala dalam lapisan yang
berurutan.
Tujuan 1. Memberikan gambaran rinci dan struktur tulang, jaringan, dan cairan tubuh
2. Menunjukkan perubahan srtuktur karena tumor, hematoma, atau
hidrosefalus
3. Memberikan gambaran tentang struktur jaringan
Petugas 1. Mahasiswa
2. Perawat
Persiapan 1. Menjelaskan prosedur dan tujuan yang akan dilakukan
pasien 2. Memberikan posisi klien yang nyaman
Persiapan Memberikan lingkungan yang aman dan nyaman
lingkungan
Prosedur Pada setiap pemeriksaan, klien perlu diberikan penjelasan tentang proses
pelaksanaan pemeriksaan CT-Scan agar klien lebih kooperatif. Klien juga perlu
mendapat dukungan psikologis agar kecemasan sebelum pemeriksaan dapat
berkurang.
Penjelasan yang perlu diberikan perawat meliputi :
1. Instrukikan klien untuk berbaring terlentang diatas meja yang dikelilinggi
mesin, tetapi jangan menyentuh area yang akan di-scan
2. Klien sedapat mungkin pada posisi tidak bergerak, mungkin dibutuhkan sedatif
3. Jelaskan pada klien bahwa scan tidak akan memberikan hasil dengan kualitas
terbaik jika klien bergerak selama pemeriksaan atau bila sorotan sinar-X
dialihkan oleh benda logam di dalam atau di sekitar klien

Sumber DAFTAR PUSTAKA:


rujukan Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
System Persarafan. Salemba medika. : Jakarta
STIKES PATRIA HUSADA BLITAR

Standar Operating Procedure (SOP): pemeriksaan fisik neurologi

Pengertian Pemeriksaan klien dengan gangguan sistem persarafan secara umum meliputi tingkat
kesadaran, saraf kranial, sistem motorik, respons refleks dan sistem sensorik.
Tujuan Mengevaluasi keadaan fisik klien secara umum dan juga menilai apakah ada indikasi
kelainan neurologi.
Petugas Mahasiswa
Perawat
Persiapan Menjelaskan prosedur dan tujuan yang akan dilakukan
pasien Memberikan posisi klien yang nyaman
Persiapan Memberikan lingkungan yang aman dan nyaman
lingkungan
Persiapan alat 1. Snellen chart
2. Garpu tala
3. Penlight
4. Hummer
5. Alkohol /parfum
6. Bantal/guling
Prosedur PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN
 Normal : kompos mentis
 Somnolen : Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih
penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai letargi. Tingkat kesadaran
ini ditandai oleh mudahnya pasien dibangungkan, mampu memberi jawaban
verbal dan menangkis rangsang nyeri.
 Sopor (stupor) : Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun
lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat dan masih terlihat gerakan
spontan. Dengan rangsang nyeri pasien tidak dapat dibangunkan sempurna.
Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh
jawaban verbal dari pasien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri
masih baik.
 Koma – ringan (semi-koma) : Pada keadaan ini tidak ada
respons terhadap rangsang verbal. Refleks ( kornea, pupil dsb) masih baik.
Gerakan terutama timbul sebagai respons terhadap rangsang nyeri. Pasien tidak
dapat dibangunkan.
 Koma (dalam atau komplit) : Tidak ada gerakan spontan.
Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun
kuatn

Skala Koma Glasgow

Mata Verbal Motorik


Membuka secara 4 Orientasi baik 5 Mengikuti perintah 6
spontan
Terhadap suara 3 Bingung 4 Gerakan local 5
Terhadap nyeri 2 Kata-kata tidak 3 Fleksi, menarik 4
jelas
Tidak berespon 1 Bunyi tidak jelas 2 Fleksi abnormal 3
Tidak berespon 1 Ekstensi abnormal 2
Tidak ada gerakan 1
PEMERIKSAAN RANGSANGAN MENINGEAL
1. Kaku kuduk
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan dengan cara :
a. Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring
b. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
c. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan
d. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai
dada.
e. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat,
kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
f. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.
2. Tanda Kerniq
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
a. Pasien berbaring lurus di tempat tidur.
b. Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat sudut 90o,
c. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
d. Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara tungkai bawah
dan tungkai atas.
e. Tanda kerniq (+) = Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut
1355
3. Tanda Brudzinsky I
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
a. Pasien berbaring di tempat tidur
b. Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.
c. Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan.
d. Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai
4. Tanda Brudzinsky II
Pemeriksaan dilakukan seagai berikut :
a. Pasien berbaring di tempat tidur.
b. Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang satu lagi
berada dalam keadaan lurus.
c. Brudzinsky I (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi perhatikan
apakah ada kelumpuhan pada tungkai.

PEMERIKSAAN KEKUATAN MOTORIK


1. Inspeksi
 Perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring dan bergerak
 instruksikan klien untuk berjalan menyilang didalam ruangan,sementara
pengkaji mencatat postur dan gaya berjalan. (keadaan tonus yang tidak
normal mencakup spastisitas (kejang), rigiditas (kaku).
2. Anggota badan atas
 secara umum pemeriksaan dimulai dari jabat tangan dengan klien dan
perkenalkan diri anda.klien yang tidak dapat melepaskan genggaman
tangannya merupakan tanda-tanda menderita miotonia (ketidakmampuan
melemaskan otot-otot setelah kontraksi volunter)
3. Tonus otot
 Perawat menggerakkan lengan dan tungkai disendi lutut dan siku klien
dengan menggunakan kedua tangannya.(tonus yang meningkat berarti
perawat mendapat kesulitan menekukkan dan meluruskan lengan dan
tungkai di sendi siku dan lutut. Jika tonus otot hilang, maka dalam
menekukkan atau meluruskan lengan dan tungkai klien tidak dirasakan sedikit
tahananpun)
4. Kekuatan otot
Derajat 0 : paralisis total/tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
Derajat 1 : kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot
yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkkan
sendi
Derajat 2 : otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak
dapat melawan pengaruh gravitasi
Derajat 3 : disamping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan
pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan
oleh pemeriksa
Derajat 4 : kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan otot
terhadap tahanan yang ringan
Derajat 5 : kekuatan otot normal
5. Pemeriksaan respons reflek
a. Teknik pengetukan :
 Palu refleks tidak boleh dipegang secara keras (gagang palu refleks dipegang
dengan ibu jari dan jari telunjuk sedemikian rupa sehingga palu dapat diayun
secara bebas).
 Pengetukan tidak boleh dilakukan seolah-olah memotong atau menebas kayu,
melaikan menjatuhkan secra terarah kepala palu refleks ke tendon atau
periosteum
b. Sikap anggota gerak yang simetris
 Anggota gerak yang akan diperiksa refleks tendon/periosteumnya harus
bersikap santai dan tidak boleh tegang. Posisi kedua lutut harus simetris. (salah
satu cara ialah menempatkan kedua lutut diatas guling)
c. Penderajatan refleks tendon/periosteum
Derajat Respons refleks
4+ Gerakan reflektorik patologis (hiperaktif dengan klonus terus
menerus)
3+ Gerakan reflektorik melebihi respons normal (hiperaktif)
2+ Gerakan reflektorik cukup cepat, beramplitudo cukup, dan
berlangsung cukup lama (refleks normal pada individu sehat)
1+ Ada gerakan reflektorik lemah (hiposktif)
0 Tidak ada gerakan refleks

d. Pemeriksaan refleks fisiologis


Refleks bisep
Refleks biseps didapat melalui peregangan tendon biseps pada saat siku dalam
keadaan fleksi. Orang yang menguji menyokong lengan bawah dengan satu
lengan sambil menempatkan jari telunjuk dengan menggunakan palu refleks.
Respons normal dalam fleksi pada siku dan kontraksi biseps.
Refleks triseps
Lengan klien difleksikan pada siku dan diposisikan didepan dada. Pemeriksa
menyokong lengan klien, pemukulan langsung pada tendon normalnya
menyebabkan kontraksi otot triseps dan ekstensi siku.
Refleks patella
Mengetuk tendon patella tepat dibawah patella. Klien dalam keadaan duduk
atau tidur terlentang. Kontraksi kuadriseps dan ekstensi lutut adalah respons
normal.

e. Pemeriksaan refleks patologis


Babinski
Telapak kaki digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari,
timbul dorso fleksi ibu jari dan pemekaran jari-jari lainnya.
Chadock
Tanda babinski akan timbul dengan menggores punggung kaki dari arah lateral
ke depan
Openheim
Mengurut tibia dengan ibu jari, jario telunjuk, jari tengah dari lutut menyusur
kebawah (+ = babinski)
Gordon
Otot gastroknemius ditekan (+ sama dengan Babinski)
Hoffman –Trommer
Positif timbul gerakan mencengkram pada petikan kuku jari telunjuk atau jari
tengah

PEMERIKSAAN SENSORIK
a. Perasaan khusus atau perasaan pancaindra
b. Perasaan eksteroseptif (perasaan raba, perasaan nyeri, perasaan suhu)

PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS


a. Pemeriksaan N. I : Olfaktorius
Fungsi : Sensorik khusus (menghidu, membau)
Cara Pemeriksaan :
a. Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya
ingus atau polip, karena dapat mengurangi ketajaman penciuman.
b. Gunakan zat pengetes yang dikenal sehari-hari seperti kopi, teh, tembakau dan
jeruk.
c. Jangan gunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung (N V) seperti
mentol, amoniak, alkohol dan cuka.
d. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan disuruh pasien menciumnya
e. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lobang hidung
yang lainnya dengan tangan.
b. Pemeriksaan N. II : Optikus
Fungsi : Sensorik khusus melihat
Tujuan pemeriksaan :
a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus dan menentukan apakah kelaianan
pada visus disebabkan oleh kelaianan okuler lokal atau kelaianan syaraf.
b. Mempelajari lapangan pandangan
c. Memeriksa keadaan papil optik
Cara Pemeriksaan :
Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II
dan pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka biasanya
dilakukan pemeriksaan nervus II , yaitu :
a. Ketajaman penglihatan
b. Lapangan pandangan

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan :


a) Dilakukan dengan cara memandingkan ketajaman penglihatan pasien
dengan pemeriksa yang normal
b) Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh, misalnya jam
dinding dan ditanyakan pukul berapa.
c) Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada di koran atau di buku.
d) Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan pemeriksa, maka
dianggap normal.
e) Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti dengan
pemeriksaan visus dengan menggunakan gambar snellen.
Pemeriksaan snellen chart

Pemeriksaan Lapangan Pandangan :


Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan penglihatan
pemeriksa yang dianggap normal., dengan menggunakan metode
konfrontasi dari donder.
a) Pasien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa
dengan jarak kira-kira 1 m.
b) Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien harus
ditutup, misalnya dengan tangan atau kertas, sedangkan pemeriksa
harus menutup mata kanannya.
c) Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan
pemeriksa harus selalu melihat mata kanan pasien.
d) Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang
pertengahan antara pemeriksa dan pasien.
e) Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam
f) Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus
memberi tahu dan dibandingkan dengan pemeriksa, apakah
pemeriksa juga melihatnya
g) Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa
akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.
h) Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata pasien.

c. Pemeriksaan N. III Okulomotorius


Fungsi : Sematomotorik, visero motorik

d. Pemeriksaan N. IV Trokhlearis
Fungsi : Somatomotorik
Menginervasi m. Obliqus superior. Kerja otot ini menyebabkan mata dapat
dilirikkan ke bawah dan nasal.

e. Pemeriksaan N. V Trigeminus
Fungsi : Somatomotorik, somatosensorik
Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, yaitu menutup mulut,
menggerakkan rahang ke bahwa dan samping dan membuka mulut.
Bagian sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening,
selaput otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung.
Bagian sensorik cabang maksilaris mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir
atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung.
Bagian sensorik cabang mandibularis mengurus sensibilitas rahang bawah, bibir
bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan lidah dan sebagian telinga, meatus dan
selaput otak.

Cara pemeriksaan fungsi motorik :


a. Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita raba m. Masseter
dan m. Temporalis, perhatikan besarnya, tonus serta bentuknya.
b. Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakah ada deviasi
rahang bawah.
c.Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah yang lumpuh

Cara pemeriksaan fungsi sensorik :


a. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah yang
dipersyarafi.
b. Periksa reflek kornea

6. Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi : Somatomotorik
Meninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini menyebabkan lirik mata ke
arah temporal
Untuk N. III, IV dan VI fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah menggerakkan otot
mata ekstra okuler dan mengangkat kelopak mata. Searbut otonom N III, mengatur
otot pupil. Cara pemeriksaannya bersamaan, yaitu :
1. Pemeriksa melakukan wawancara dengan pasien
2. Selama wawancara, pemeriksa memperhatikan celah matanya, apakah ada ptosis,
eksoftalmus dan strabismus/ juling dan apakah ia cendrung memejamkan matanya
karena diplopia.
3. Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil,
reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan
nistagmus.
4. Untuk menilai m. Levator palpebra, pasien disuruh memejamkan matanya, kemudia
disuruh ia membuka matanya.
5. Waktu pasien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan jalan memegang /
menekan ringan pada kelopak mata.
6. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
7. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan kanan, apakah sama
ukurannya, apakah bentuknya bundar atau tidak rata tepinya. Miosis = pupil mengecil,
midriasis = pupil membesar
8. Reflek cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung atau tidak langsung., caranya
:
i. Pasien disuruh melihat jauh.
ii. Setelah itu pemeriksa mata pasien di senter/ diberi cahaya dan lihat apakah ada
reaksi pada pupil. Normal akan mengecil
iii. Perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena penyinaran
pupil mata tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung
iv. Cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat jauh.

7. Pemeriksaan N. VII Fasialis


Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan, somatosensorik
Cara Pemeriksaan fungsi motorik :
a. Perhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak, perhatikan kerutan dahi,
pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut.
b. Bila asimetris muka jelas disebabkan kelumpuhan jenis perifer.
c. Pada kelumpuhan jenis sentral, kelumpuhan nyata bila pasien disuruh melakukan
gerakan seperti menyeringai dan pada waktu istirahat, muka simetris.
d. Suruh pasien mengangkat alis dan mengkerutkan dahi
e. Suruh pasien memejamkan mata
f. Suruh pasien menyeringai (menunjukkan gigi geligi)
g. Gejala chvostek, dengan mengetuk N. VII di bagian depan telinga. (+) bila ketokan
menyebabkan kontraksi otot mata yang di persyarafi.

Fungsi pengecapan :
a. Pasien disuruh menjulurkan lidah
b. Taruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam secara bergiliran
c. Pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut.
d. Pasien disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan isyarat.

8. Pemeriksaan N. VIII Akustikus


Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan
Cara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :
a. Ketajaman pendengaran
b. Tes swabach
c. Tes Rinne
d. Tes weber

9. Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus
Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan, somatosensorik

10. Pemeriksaan N. X Vagus


Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, somatosensorik

N IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara Pemeriksaan Fungsi motorik :


- Pasien disuruh menyebutkan aaaaaa
- Perhatikan kualitas suara pasien, apakah suaranya normal, berkurang, serak atau
tidak sama sekali.
- Pasien disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air
- Perhatikan apakah ada kesalahan telan / tidak bisa menelan / disfagia
- Pasien disuruh membuka mulut
- Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum mole, arkus faring
dan uvula dalam keadaan istirahat dan bagaimana pula waktu bergerak, misalnya
waktu bernafas atau bersuara. Abnormal bila letaknya lebih rendah terhadap yang
sehat.

11. Pemeriksaan N. XI aksesorius


Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus dilakukan dengan cara :
- pasien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan oleh otot ini dan kita
tahan gerakannya.
- Kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya.
- Dapat dinilai kekuatan ototnya.

b. Lihat otot trapezius


- apakah ada atropi atau fasikulasi,
- apakah bahu lebih rendah,
- apakah skapula menonjol
- Letakkan tangan pemeriksa diatas bahu pasien
- Suruh pasien mengangkat bahunya dan kita tahan.
- Dapat dinilai kekuatan ototnya.

12. Pemeriksaan N. XII Hipoglosus


Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Suruh pasien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan
bergerak
b. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
- besarnya lidah,
- kesamaan bagian kiri dan kanan
- adanya atrofi
- apakah lidah berkerut
c. Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di julurkan
Sumber DAFTAR PUSTAKA
rujukan Lumbantobing (2000) Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental, FKUI, Jakarta
Priharjo, Robert.2006.Pengkajian Fisik Keperawatan.Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Persarafan. Salemba medika. : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai