Anda di halaman 1dari 21

KARYA TULIS

MENYEGARKAN KEMBALI VITALITAS ARSITEKTUR


VERNAKULAR INDONESIA SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN
JATI DIRI

DWI PRATIWI
1504205017

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Menyegarkan Kembali Vitalitas Arsitektur


Vernakular Indonesia Sebagai Upaya
Pengembangan Jati Diri

Nama Penulis : Dwi Pratiwi

Nomor Induk Mahasiswa : 1504205017

Denpasar, 16 Januari 2017

Menyetujui
Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Penulis

(Ir. I Nyoman Budiastra, Mkes.MT) ( Dwi Pratiwi )


NIP. 19671231 199303 1 015 NIM : 1504205017

Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Dosen Pendamping

(Dr. I Nyoman Suyatna, SH, MH.) (Prof. Ir. Ngakan Putu Sueca, MT., PhD.)
NIP. 19590923 198601 1 001 NIDN :
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaanNya
sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul "Menyegarkan
Kembali Vitalitas Arsitektur Vernakular Indonesia Sebagai Upaya Pengembangan
Jati Diri". Karya ilmiah ini saya susun untuk memenuhi syarat sebagai peserta dalam
proses Seleksi Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapres) Program Sarjana
mewakili Jurusan Arsitektur dalam tingkat Fakultas Teknik.

Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada setiap pihak yang telah
membantu dan mendukung saya dalam proses pembuatan makalah ilmiah ini,
khususnya kepada :

1. Bapak Dr. I Nyoman Suyatna, SH, MH., selaku Pembantu Rektor Bidang
Kemahasiswaan Universitas Udayana.
2. Bapak Ir. I Nyoman Budiastra, Mkes.MT., selaku Pembantu Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Teknik, Universitas Udayana.
3. Ibu Dr. Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati MT., selaku Ketua Jurusan
Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana.
4. Bapak Prof. Ir. Ngakan Putu Sueca, MT., PhD selaku Dosen Pembimbing
yang sudah bersedia membimbing saya selama proses pembuatan karya
ilmiah.
5. Himpunan Mahasiswa Arsitektur Wicwakarma Universitas Udayana yang
telah mendukung saya.
6. Orangtua saya yang telah memfasilitasi dan mendukung saya selama proses
pengerjaan karya ilmiah.
7. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang
telah membantu terselesaikannya karya ilmiah ini.
Saya menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah
ini, oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca.
Akhir kata, saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan-kesalahan selama proses
pembuatan karya ilmiah ini. Saya harap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua
kalangan.

Penulis,

( Dwi Pratiwi )
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi menciptakan proses


akulturasi antar bangsa baik dalam bentuk akulturasi integrasi maupun akulturasi
dominasi. Akulturasi integrasi merupakan akulturasi dimana masyarakat mampu
menyerap unsur – unsur asing untuk memperkokoh budaya setempat dan
mengembangkan jati dirinya sedangkan akulturasi dominasi merupakan akulturasi
yang dominan menggunakan unsur asing sehingga merugikan identitas budaya
lokal.

Untuk menghadapi tantangan tersebut banyak negara yang memilih mengikuti


arus gelombang modernisasi dengan tetap berusaha untuk tidak meninggalkan jati
diri dan akar budayanya. Dalam usaha ini beberapa Negara Asia Tenggara, antara
lain Indonesia mencoba memperhatikan lagi warisan budaya, potensi lokal dan
sejarahnya. Salah satunya dengan cara menyegarkan kembali vitalitas arsitektur
vernakular yaitu arsitektur yang tumbuh dari arsitektur rakyat, yang lahir dari
masyarakat etnik dan berjangkar pada tradisi etnik.

Dewasa ini, arsitektur vernakular di Indonesia sering muncul “campur aduk” yaitu
berwujud tradisional, namun tak bermakna karena ketidakpedulian terhadap
tatanan, hirarki makna, dan pengertian yang terkandung pada wujud aslinya.
Arsitektur vernakular hanya diungkap sebatas bayang-bayang atau pencitraan saja.
Minimnya pengetahuan mahasiswa dan sebagian besar praktisi arsitektur terhadap
arsitektur vernakular telah berdampak pada praktek profesionalisme atau praktek
dalam mengolah ruang dan bentuk sehingga terjadi kesalahan menerapkan
prinsip-prinsip vernakular ke dalam desain yang mengakibatkan bangunan tidak
berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
Bertitik tolak pada permasalahan tersebut maka penulis memberikan beberapa
contoh arsitektur vernakular di Indonesia beserta alasan mengapa arsitektur
vernakular tersebut wajib untuk di telaah lebih mendalam lagi. Dengan demikian
diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat maupun pemerintah
akan pentingnya arsitektur vernakular Indonesia dalam hal mempertahankan jati
diri arsitektur nusantara yang mungkin saja dapat diterapkan juga di Negara lain
sehingga, dapat membawa jati diri budaya bangsa Indonesia ke ranah
Internasional.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari karya tulis ini adalah :


1.2.1. Apa yang menjadi penyebab turunnya apresiasi masyarakat terhadap
Arsitektur Bali ?
1.2.2.
1.3. Gagasan Kreatif

Gagasan atau ide kreatif yang akan dibahas pada karya tulis ilmiah ini lebih di
dasarkan pada solusi kreatif untuk menginformasikan dan meyakinkan masyarakat
akan pentingnya mempertahankan jati diri arsitektur nusantara yang kaya akan
filosofi dan makna yang sesuai dengan alam dan budaya Indonesia. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan cara menelaah kembali alasan-alasan dari adanya konsep
pada arsitektur tradisional sehingga dapat diterapkan di semua daerah di Indonesia
maupun di luar negeri. Penginformasian akan pentingnya mempertahankan
arsitektur vernakular Indonesia tersebut dapat dilakukan tidak hanya di bangku
kuliah maupun seminar arsitektur namun juga dapat berupa artikel pendek yang di
unggah ke berbagai situs dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh
khalayak luas.

1.4. Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dari dibuatnya karya tulis ini yaitu untuk menginformasikan dan
meyakinkan masyarakat akan pentingnya mempertahankan arsitektur vernakular
Indonesia sebagai jati diri bangsa. Dengan informasi tersebut diharapkan mampu
meningkatkan rasa ingin tahu masyarakat terutama semua orang yang
berhubungan dengan arsitektur akan betapa menariknya alasan-alasan di balik
konsep-konsep arsitektur yang telah berkembang dan membudaya di Indonesia.
Sehingga nantinya akan muncul peneliti-peneliti yang menelaah arsitektur
vernakular secara lebih mendalam dan mampu menambah referensi yang dapat
dijadikan rujukan saat mendesain sebuah karya arsitektural. Selain itu masyarakat
sebagai konsumen juga akan lebih menghargai dan menyukai konsep arsitektur
vernakular.

1.5. Metode Studi Pustaka

Karya ilmiah ini disusun dengan metode studi dokumen dan observasi sepintas.
Dokumen-dokumen tersebut berupa buku ajar, rumusan arsitektur vernakular
Indonesia dan buku-buku lain yang berkaitan dengan budaya dan arsitektur
vernakuler Indonesia. Observasi sepintas dilakukan dengan membaca berbagai
journal hasil penelitian arsitektur vernakular di berbagai daerah di Indonesia.
Setelah menggabungkan semua data yang telah dipilah dan disusun, penulis dapat
menyusun kesimpulan dari data-data tersebut dan menganalisa data tersebut. Jadi,
metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yaitu
mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada,
mengindetifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang
berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi dan menetukan apa yang dilakukan
orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman
mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.

BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Vernakularisme, Tradisi, dan Jati Diri

Indonesia merupakan komplek kepulauan terbesar di dunia dengan Budaya


Pluralistik yang memiliki beragam sistem budaya etnik dan memiliki wilayah
budaya dengan beranekaragam manifestasi kebudayaan. Warga masing-masing
budaya etnik menyerap sebagian besar bagian bagian budaya itu sehingga
membentuk kepribadian atau “jati diri”. Selain daripada itu keaneka ragaman
Budaya Indonesia yang pluralistik tersebut akan memberikan sumbangan yang
besar pada wajah variasi inovasi Arsitektur Vernakularnya.

Masyarakat etnik di Indonesia terdapat lebih dari 17 suku. Inti sistem budaya etnik
adalah suatu sistem kepercayaan keagamaan. Sistem nilai keduniawian yang perlu
dilakukan oleh anggota masyarakat etnik dinyatakan dalam sistem-sistem
normatif. Di dalam sistem normatif ditetapkan perilaku perilaku aggotanya. Setiap
anggota masyarakat etnik diharapkan bertindak sesuai dengan norma-norma
Adatnya. Norma-norma dan adat selanjutnya akan berpengaruh terhadap citra
lingkungan dan arsitekturnya.

Norma, Adat, Iklim, Budaya, potensi bahan setempat akan memberikan kondisi
pada pengembangan Arsitektur Alam, Arsitektur Rakyat. Arsitektur Rakyat
tersebut secara langsung telah mendapatkan “pengakuan” masyarakatnya karena
tumbuh dan melewati perjalanan pengalaman “trial and error“ yang panjang.
Arsitektur Rakyat yang dirancang oleh dan untuk masyarakat yang bersangkutan
tersebut, mengandung muatan “local genius” dan nilai jati diri yang mampu
menampilkan rona asli,berbeda beda dan bervariasi. Arsitektur ini sangat dekat
dengan budaya lokal yang umumnya tumbuh dari masyarakat kecil.

Dalam perkembangannya kemudian masyarakat kecil tersebut bergabung dengan


masyarakat yang lebih besar, tetapi menuntut hadirnya arsitektur yang mampu
memenuhi tuntutan kebutuhan yang telah meningkat dan tidak mampu terjawab
oleh “Folk Architecture”. Guna menjawab tuntutan tersebut, Arsitektur Rakyat
dikembangkan oleh masyarakatnya melalui sentuhan arsitek dan akhirnya lahir
Arsitektur Vernakular.

Vernacular architecture is a generalized way of design derived from Folk


Architecture, it uses the design skills of Architects to develop Folk
Architecture. (Bruce Allsopp - 1977:6)

Dengan demikian Arsitektur Vernakular yang merupakan pengembangan dari


Arsitektur Rakyat memiliki nilai ekologis, arsitektonis dan “alami” karena
mengacu pada kondisi, potensi Iklim - Budaya dan masyarakat
lingkungannya. (Victor papanek-1995: 113-138).

Arsitektur dibangun untuk mampu menjawab kebutuhan Manusia dan


mengangkat derajad hidupnya menjadi lebih baik, sehingga tidak dapat
dilepaskan dari perkembangan kebudayaan. Arsitektur itu sendiri adalah buah
daripada budaya (Mario Salvadori/ Ruskin -1974:12).

Kebudayaan pada hakekatnya adalah manifestasi kepribadian masyarakat yang


tercermin antara lain pada wadah aktivitas yang berwujud Arsitektur.
Kebudayaan Indonesia sendiri bukan sesuatu yang padu dan bulat, tetapi tersusun
dari berbagai rona elemen budaya yang bervariasi, yang satu berbeda dengan yang
lain karena perjalanan sejarahnya yang berbeda. Perjalanan sejarah Indonesia
yang panjang membentuk sistem kebudayaan yang berlapis lapis.

Konfigurasi lapis kebudayaan yang berbeda beda tersebut bertaut dalam kesatuan
kebudayaan Indonesia dengan berbagai penjelmaannya yang sering disebut
dengan Budaya Nusantara. Tampilan konfigurasi budaya, paduan antara
Kebudayaan Indonesia asli dan Hindu terlihat buahnya pada Arsitektur Bali.
Tampilan konfigurasi Budaya asli, Hindu/Budha dan Islam terlihat buahnya pada
Arsitektur Jawa. Tampilan gabungan budaya Indonesia asli dan Islam terlihat pada
Arsitektur Aceh, Minangkabau. Sedangkan di kota-kota besar terjadi konfigurasi
gabungan Kebudayaan Indonesia asli, Hindu dan Islam dengan nilai modern yang
menghasilkan tampilan arsitektur inovatip. Kebudayaan tersebut mengembangkan
sistem normatif yang tidak berakar secara utuh dari budaya masyarakat etnik
tertentu .

Warisan arsitektur Vernakular Indonesia memiliki nilai karakteristik kuat sesuai


dengan pemikiran kosmologis dan pandangan hidup masyarakat asli. Suatu yang
penting yang dimiliki oleh arsitektur Vernakular adalah nilai Ekologis yang
tanggap terhadap lingkungannya dan senantiasa mengacu pada potensi,
kemampuan dan ketrampilan setempat, pengetahuan praktis dan teknik tradisional
yang biasanya dilaksanakan sendiri atau dibantu oleh kerabat/ masyarakatnya.
Dengan demikian muatan makna dan peran inovasi arsitektur Vernakular
Indonesia memiliki tampilan berlandaskan kebudayaan Nasional, yang akan
menampilkan wujud masyarakat modern namun berkepribadian khas. Faktor-
faktor yang mempengaruhi banyak arsitek untuk mengadopsi vernakularisme
adalah keinginan untuk menciptakan lagi hubungan dengan karakter dasar hakekat
bangunan, pewarisan kebudayaan dan Jati Diri.

Potensi Jati diri mulai dicari kembali atau dicoba untuk ditemukan untuk
mengurangi dampak tekanan internal dan external termasuk kejenuhan yang
ditimbulkan oleh arsitektur modern dan internasionalisme. Peran arsitektur
Vernakular menjadi makin penting karena arsitektur ini merupakan bagian
dari jejak sejarah yang merekam gaya hidup dan warisan Budaya
masyarakatnya. (David Pearson-1994:95-99)

Arsitektur Vernakular juga mengalami “perubahan dan pertumbuhan”, bukan saja


karena dampak kemajuan teknologi tetapi juga adanya tuntutan sosio kultural
yang menyangkut semua organisme kehidupan. Sudah barang tentu perubahan
ini tidak dibiarkan bergerak semena mena , tetapi akar” perubahan” hendaknya
senantiasa dijaga oleh Tradisi dan bahkan harus tetap berjangkar pada tradisi.

Vernacular architecture is based on a knowledge of traditional practices.


Tanpa penjagaan ini, ”perubahan” tidak merupakan bagian dari perputaran
kemajuan. “Perubahan” yang senantiasa dilindungi oleh Tradisi tersebut
merupakan gerakan bertahap yang diperlukan untuk menopang vitalitas.
Jangkar Tradisi berkait dengan faktor “kesinambungan”, karena Tradisi
merupakan suatu proses turun temurun,suatu aktivitas mewariskan berbagai
ketentuan, peraturan, adat, teknik dari generasi ke generasi. (Abdullah
Nuridin Durkee1987:12-13).

Tradisi bukan sekedar adat atau kegemaran dan juga bukan suatu gaya
sekejap yang mengisi suatu periode waktu saja, tetapi sesuatu yang menerus,
menyeluruh dan elemen utamanya adalah agama. (Seyyed Hossein Nasr-
1973:910).

Tradisi melengkapi pedoman bersikap untuk mengantisipasi perilaku masyarakat


lain. Anggota masyarakat tersebut bertindak secara emosional dan tidak netral
sikapnya terhadap elemen tradisi. Dengan demikian Tradisi merupakan “Guiding
idea”, suatu “pedoman perubahan“ masyarakat yang menguasai segala aspek
kehidupan sehingga dapat dipandang sebagai penghubung antara Budaya dan
Peradaban.

2.2. Opini Masyarakat

Arsitektur vernakuler di Indonesia muncul dalam wujud tidak karuan, terutama di


kota-kota besar. Arsitektur tersebut berwujud tradisional namun tidak bermakna
karena tidak peduli terhadap tatanan, hirarki makna, serta pengertian yang
terkandung pada wujud aslinya. Arsitektur vernakuler yang kembali diungkap
hanya sebatas baying-bayang atau pencitraan saja. Hal tersebut dikarenakan
kurangnya referensi tentang arsitektur vernakuler yang dapat dijadikan rujukan
saat proses mendesain.

Seperti halnya Arsitektur Tradisional Bali yang merupakan salah satu contoh yang
dapat di jadikan arsitektur vernakuler Indonesia namun, konsep tata letak pada
Arsitektur Tradisional Bali belum bisa di terapkan pada konsep pertokoan yang
bersifat kekinian. Beberapa praktisi mencoba menerapkan prinsip-prinsip
arsitektur vernakuler pada karyanya namun terkadang bangunan tidak dapat
berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

Masyarakat lebih tertarik pada konsep-konsep bangunan modern yang belum tentu
sesuai dengan iklim di Indonesia. Penerapan arsitektur yang demikian sering
membawa dampak yang merugikan bagi keseimbangan alam di Indonesia.
Contohnya, banyaknya penggunaan pendingin udara pada bangunan-bangunan
yang menggunakan dak beton karena penggunaan dak beton di Indonesia
sesungguhnya tidak cocok dengan keadaan di Indonesia yang panas.

2.3. Solusi yang Pernah Ditawarkan

 Penggunaan konsep-konsep arsitektur vernakular sebagai jiwa dalam


bentuk arsitektur modern supaya konsep-konsep tersebut tidak runtuh
dimakan jaman namun justru konsep tersebut tidak dapat dirasakan
oleh orang awam. Konsep tersebut hanya dirasakan oleh orang-orang
yang menjejakan kakinya di dalam dunia arsitektural
 Penggunaan ornament-ornamen pada bangunan ke kinian yang
bertujuan untuk melestarikan arsitektur vernakular yang penuh makna
namun justru dibuat tidak bermakna.
 Mencoba membawa arsitektur vernakular Indonesia ke dalam bentuk
bangunan pariwisata sehingga mampu menarik minat masyarakat
dalam penerapan arsitektur vernakular namun hal tersebut justru
membuat masyarakat berpikir bahwa arsitektur vernakular warisan
leluhur mereka sangat mahal untuk diterapkan.

BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
3.1. Faktor Penentu Konsep Arsitektur Vernakular Sebagai Pengembangan
Jati Diri

Berbagai macam aspek yang dapat diidentifikasikan sebagai dasar pertimbangan


terbentuknya vernakular yang tertuang dalam gambar di bawah memiliki
pengaruh pada arsitektur vernakular yang berbeda-beda tergantung dari lokasi
yang berlainan. Perbedaan lokasi ini sangat besar pengaruhnya pada karya desain
arsitektur vernakular.

Gambar Ilustrasi Konsep Vernakuler


Sumber : ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 592-602

Berdasarkan sumber-sumber referensi arsitektur vernakular yang ada maka dapat


disimpulkan bahwa arsitektur vernakular memiliki 2 (dua) ranah dan unsur, yaitu:
bentuk dan makna. Unsur bentuk berada dalam ranah fisik, sedangkan unsur
makna berada dalam ranah abstrak. Baik unsur bentuk maupun unsur makna,
masing-masing memiliki 3 (tiga) aspek vernakularitas, yaitu: teknis, budaya, dan
lingkungan.

Dalam aspek teknis, yang menjadi faktor vernakularitasnya, baik pada unsur
bentuk maupun makna adalah hal-hal yang berkaitan dengan keteknikan, seperti:
cara membangun, teknik konstruksi yang digunakan, pemilihan material, dan hal-
hal teknis lainnya yang memiliki nilai-fungsi dan mengandung makna berdasarkan
adat masyarakat setempat.
Dalam aspek budaya, yang menjadi faktor vernakularitasnya, baik pada unsur
bentuk maupun makna adalah bentuk atap, pola ruang, pintu, jendela, elemen
dekoratif (a.l. ukiran) dan elemen bentuk bangunan lainnya yang dibuat
berdasarkan pertimbangan kepercayaan masyarakat setempat. Aspek budaya, pada
ranah fisik biasanya berupa simbol, sedangkan pada ranah abstrak berupa pesan
yang ingin disampaikan. Simbol dalam arsitektur terkait dengan simbol denotasi
yaitu manfaat atau guna yang terdapat pada sesuatu benda yang dapat dirasakan
dan dilihat secara objektif atau secara langsung. Adapun pesan terkait dengan
konotasi yaitu makna yang terdapat pada denotasi atau nilai yang terkandung
dibalik simbol dan manfaat sebuah benda.

Dalam aspek lingkungan, yang menjadi faktor vernakularitasnya, baik pada unsur
bentuk maupun makna adalah bentuk-bentuk rumah yang merupakan adaptasi
terhadap kondisi lingkungan sekitar dan menyimpan makna lingkungan (seperti
makna hutan, sungai, gunung, dll) tersebut. Tiga aspek pembentuk vernakularitas
yang tersebar dalam dua unsur tersebut selalu hadir dalam desain arsitektur
vernakular walaupun dengan bobot yang berbeda. Jika salah satunya tidak ada
maka nilai vernakularitas menjadi tidak muncul. Untuk itu, dengan memahami
keberadaan ketiga aspek dan dua unsur tersebutlah maka dapat dilakukan evaluasi
terhadap desain arsitektur vernakular sekaligus dijadikan acuan dalam proses
merancang arsitektur yang berbasis lokal.

3.2. Contoh Konsep Arsitektur Vernakular di Beberapa Daerah di Indonesia

Rumah Adat Minangkabau (Rumah Gadang)

Arsitektur Vernakular yang lekat dengan tradisi Sumatra Barat ini merupakan
pengejawantahan dari hasil pembelajaran dan pemahaman masyarakat
Minangkabau terhadap alam. Rumah Gadang merupakan perlambang kehadiran
satu kaum dalam satu nagari, serta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan
seperti tempat bermufakat keluarga kaum dan melaksanakan upacara. Bahkan,
sebagai tempat merawat anggota keluarga yang sakit. Terbentuknya Rumah
Gadang tersebut beserta perkampungannya dipengaruhi oleh berbagai aspek
seperti yang mempengaruhi terbentuknya arsitektur vernakular pada umumnya.

Secara fisik, arsitektur Rumah Gadang menunjukkan keselarasan adaptasi


terhadap lingkungannya. Atapnya yang lancip merupakan adaptasi terhadap
kondisi alam tropis. Dengan atap lancip, niscaya air tidak akan mengendap. Oleh
karena itu, walaupun hanya terbuat dari ijuk yang berlapis-lapis, Rumah Gadang
tidak akan bocor. Demikian juga atap rumah yang membesar ke atas. Tujuannya
adalah agar bagian dalam rumah tidak basah karena tempias air hujan yang
dibawa angin.

Bentuk rumah yang berkolong juga tidak semata-mata untuk menghindar dari
serangan binatang buas, tetapi juga sebagai bentuk penyikapan pada kondisi alam
tropis yang panas. Kolong yang tinggi memungkinkan penghuninya mendapatkan
hawa segar. Selain itu, pembangunan Rumah Gadang yang memanjang dari utara
ke selatan akan menghindarkan penghuninya dari panas matahari dan hembusan
angin secara langsung.

3.3. Cara Penyampaian Informasi Arsitektur Vernakuler Indonesia kepada


Masyarakat
BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan
4.2. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
SURAT PERNYATAAN

Saya bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Dwi Pratiwi
Tempat/Tanggal Lahir : Denpasar, 1 November 1996
Program Studi : Teknik Arsitektur
Fakultas : Teknik
Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
Judul Karya Tulis : Menyegarkan Kembali Vitalitas Arsitektur
Vernakular Indonesia Sebagai Upaya
Pengembangan Jati Diri

Dengan ini menyatakan bahwa Karya Tulis yang saya sampaikan pada kegiatan
Pilmapres ini adalah benar karya saya sendiri tanpa tindakan plagiarisme dan belum
pernah diikutsertakan dalam lomba karya tulis.

Apabila di kemudian hari ternyata pernyataan saya tersebut tidak benar, saya bersedia
menerima sanksi dalam bentuk pembatalan predikat Mahasiswa Berprestasi.

Denpasar, 16 Januari 2017


Dosen Pendamping Yang Menyatakan,

Materai
Rp.6000,-

(Prof. Ir. Ngakan Putu Sueca, MT., PhD.) (DWI PRATIWI)


NIP : 19601204 198803 1 003 NIM : 1504205017

Anda mungkin juga menyukai