PERLINDUNGAN PRIBADI
DISUSUN OLEH :
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahakan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “PERLINDUNGAN PRIBADI
TANGGUNG JAWAB PERWAKILAN SEBAGAIMANA DITERAPKAN PADA BERBAGAI
STRUKTUR BISNIS” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih kepada Ibu Leni Irwati, M. Kes selaku Dosen mata kuliah Manajmen Kebidanan
yang telah memberikan tugas ini kepada Kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan Kita mengenai MANAJEMEN KEBIDANAN. Oleh karena itu Kami berharap
adanya kritik dan saran demi makalah yang Kami buat, sebelumnya Kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan Kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Menurut Organisasi Profesi Bidan (Ikatan Bidan Indonesia), Pengertian Bidan adalah
seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi
profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk
diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
Bidan adalah tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja
sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil,
masa persalinan dan masa nifas, memfasilitasidan memimpin persalinan atas tanggung jawab
sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya
pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan
medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya
kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini mencakup
pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan
perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan: termasuk di rumah, masyarakat, Rumah
Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
Bidan adalah salah satu profesi tertua. Bidan terlahir sebagai wanita terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu dalam melahirkan bayinya sampai ibu dapat merawat bayinya
dengan baik. Bidan bekerja berdasarkan pada pandangan filosopi yang dianut keilmuan, metode
kerja, standar paraktik, pelayanan dan kode etik profesi yang dimiliki.
Suatu jabatan profesi yang disandang oleh anggota profesi tentu mempunyai ciri- ciri yang
mampu menunjukkan sebagai jabatan yang professional.
1
a. Ciri-ciri Bidan Sebagai Profesi :
1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat.
2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan yang ditujukan
untuk maksud profesi yang bersangkutan.
3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah.
4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai dengan kode etik yang
berlaku
5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesi.
6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan.
7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya.
b. Karakteristik Profesional
Pelakunya secara nyata dituntut cakap dalam bekerja,memiliki keahlian sesuai tugas- tugas
khusu serta tuntutan jenis jabatannya ( cenderung spesialis )
2
Kecakapan atau keahlian seorang pekerja professional bukan hasil pembiasaan atau latihan
rutin yang terkondisi, tetapiperlu memiliki wawasan keilmuan yang mantap. Jabatan professional
menuntut pendidikan
Pekerja profesinal dituntut berwawasan luas sehingga pilihan jabatan serta kerjanya harus
disadari oleh nilai-niai tertentu sesuai jabatan profesinya. Pekerja professional bersikap positif
terhadap jabatan dan perannya, bermotivasi dan berusaha berkarya sebaik-baiknya
Jabatan professional perlu mendapat pengesahan dari masyarakat atau negaranya. Jabatan
profesional memiliki syarat-syarat serta kode etik yang harus dipenuhi oleh pelakunya. Ini
menjamin kepantasan berkarya dan sekaligus merupakan tanggung jawab professional.
Bidan sebagai tenaga professional termasuk rumpun kesehatan. Untuk menjadi jabatan
professional, bidan harus mampu menunjukkan ciri-ciri jabatan professional. Memberi pelayanan
kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis. Syarat bidan sebagai jabatan professional,
yaitu :
3
B. TANGGUNG JAWAB BIDAN
Sebagai bidan professional, selain memiliki syarat-syarat jabatan professional bidan juga
dituntut memiliki tanggung jawab sebagai berikut :
Tuntutan berat terhadap tugas bidan adalah selalu berhadapan dengan sasaran dan target
pelayanan kebidanan, KB dan pelayanan kesehatan masyarakat dengan memperkuat kepercayaan,
sikap, ilmu pengetahuan, dan sejumlah keahlian yang telah diterima dan berguna bagi masyarakat.
Konsekuensi logis dari semua itu karena kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan, dan keahlian yang
bermanfaat dan diterima oleh sebuah masyarakat itu senantiasa berubah. Maka untuk menghadapi
masyarakat seperti itu seorang bidan harus bisa mempersiapkan segenap kemampuan dan
keahliannya untuk menghadapi segala bentuk perubahan. Proses dinamika masyarakat itulah yang
menyebabkan bidan dapat menjadi agen pembaharu yang mengambil peran besar, dan peran ini
akan dapat dimainkan oleh bidan jika atasannya memang mendayagunakannya secara optimal.
4
Masalah ketenagaan atau bidan merupakan masalah besar yang dihadapi para pemimpin
instansi pelayanan kesehatan apalagi jika kaitannya terhadap kebutuhan untuk mengembangkan
sumber daya manusia itu ( bidan ) terutama pada saat bertugas di desa pada lingkungan yang
memiliki kebudayaan yang sangat beragam ( Wahyuni, 1996 ; 158 ) . Tantangan besar ini
umumnya tidak akan bisa dijawab oleh Kepala Puskesmas yang seringkali hanya banyak
melontarkan wacana retorik, sebaliknya tidak membuktikan diri memiliki kemampuan kerja
profesional ( Gerbang, 2004 ; 47 ).
5
1.2.PERTANGGUNGJAWABAN PENGGANTI (VICARIOUS LIABILITY) DALAM
KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Dari sinilah penulis merasa perlu untuk membuat sebuah penelitian tentang vicarious
liability dalam kebijakan hukum pidana, karena pada kenyataannya pengaturan vicarious liability
dalam Konsep KUHP belum menegaskan dalam hal-hal apa saja subjek hukum dapat
dipertanggunjawabkan secara vicarious. Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah
bertujuan mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan mengenai: pertanggungjawaban
pengganti (vicarious liability) dalam kebijakan formulasi hukum pidana saat ini, dan
pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dalam kebijakan formulasi hukum pidana yang
akan datang. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian
yuridis normatif, yakni yang memusatkan penelitian pada sumber data sekunder.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan komparatif
dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, Kebijakan
formulasi vicarious liability/ pertanggungjawaban pengganti di Indonesia saat ini lebih tertuju pada
kejahatan korporasi. Kebijakan formulasi vicarious liability/ pertanggungjawaban pengganti di
Indonesia yang akan datang sebaiknya dirumuskan tidak hanya untuk tindak pidana korporasi, atau
tidak hanya pada hubungan kerja, tapi juga dapat diterapkan pada hubungan orang tua dengan
anaknya, dan suami dengan isterinya. Vicarious liability seharusnya diterapkan pada tindak pidana
yang dirumuskan oleh undangundang sebagai tindak pidana strict liability (dilakukan oleh orang
dalam “hubungan” yang telah disebutkan), dan tindak pidana tersebut diancam dengan pidana
denda.
6
BAB II
PEMBAHASAAN
7
per se. Dimana menurut doktrin tersebut, seorang yang berbuat melalui orang lain dianggap dia
sendiri yang melakukan perbuatan itu. Dalam hukum Inggris, vicarious liability dapat timbul
dalam beberapa bentuk hubungan yaitu :
a) principal and agent. Jika seorang agent bertindak dalam scope authority-nya maka semua
perbuatan melawan hukum (tort) yang dilakukan agent akan menjadi tanggung jawab
principalnya.
b) partnership. Semua partner dalam sebuah partnership bertanggung jawab atas tindakan dari
salah satu pihak diantara mereka.
c) master and servant. Master (majikan) bertanggung jawab atas tindakan tort yang dilakukan
oleh servant (karyawan) dalam melakukan pekerjaannya.
Apabila dilihat dari konsep pertanggungjawaban pidana, ajaran vicarious liability
mirip dengan konsep penyertaan (deelneming). Dimana keduanya mensyaratkan ada (minimal)
dua orang yaitu pelaku yang memenuhi rumusan delik (pelaku fisik) dan pelaku yang tidak
memenuhi rumusan delik (bukan pelaku fisik) yang dapat dimintai pertanggungjawaban. Menurut
Surastini, ajaran ini merupakan perluasan pertanggung jawaban pidana dari konsep penyertaan.
Adapun perbedaannya dapat dilihat :
1) Penyertaan (Deelneming)
Pertanggungjawaban terhadap “bukan pelaku fisik” (penyuruh, penggerak)
berdasarkan unsur kesengajaan (niat, kehendak untuk melakukan tindak pidana)
2) Pertanggungjawaban pengganti (Vicarious liability)
Pertanggungjawaban pidana terhadap “bukan pelaku fisik” (atasan, majikan) bukan
berdasarkan unsur kesengajaan, tetapi atas dasar adanya hubungan tertentu antara yang
bersangkutan dengan pelaku fisik.
Perluasan tersebut dapat dilihat bahwa dalam penyertaan,“bukan pelaku fisik” dapat
dipertanggungjawabkan pidana ketika terdapat unsur kesengajaan (mens rea), sedangkan dalam
vicarious liability tanpa kesengajaan pun seseorang dapat dipertanggungjawabkan pidana asalkan
terdapat hubungan tertentu.
8
Menurut Barda Nawawi Arief, dalam pelaksanaanya vicarious liability memiliki
beberapa batasan, dimana seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang
dilakukan oleh orang lain apabila :
a) Tidak masuk lingkup pekerjaan atau kewenangannya;
b) Yang dilakukan employee merupakan perbuatan bantuan/pembantuan (aiding and
abetting);
c) Yang dilakukan employee adalah percobaan tindak pidana (attempt to commit an offence).
Mahrus Ali berpendapat, ada dua syarat penting yang harus dipenuhi untuk dapat
menerapkan teori vicarious liability, yaitu :
a) Harus terdapat suatu hubungan, seperti hubungan pekerjaan antara majikan dan pekerja;
dan
b) Tindak pidana yang dilakukan oleh pekerja tersebut harus berkaitan atau masih dalam
ruang lingkup pekerjaanny.
Romli Atmasasmita, mempertegas bahwa vicarious liability hanya berlaku terhadap jenis
tindak pidana tertentu menurut hukum pidana Inggris, yakni delik-delik yang mensyaratkan
kualitas dan delik-delik yang mensyaratkan adanya hubungan antara buruh dan majikan.
Sedangkan, Scanlan dan Ryan, dikutip oleh Sutan Remy Sjahdeini berpendapat, seorang pemberi
kerja hanya dapat dibebani pertanggungjawaban pidana secara vikarius apabila perbuatan yang
dilakukan oleh pegawainya adalah dalam rangka tugas pegawainya itu. Secara kontrak hal itu
berarti seorang pemberi kerja tidak harus memikul pertanggungjawaban pidana atas perbuatan
yang dilakukan pegawainya apabila perbuatan itu dilakukan di luar atau tidak ada hubungan
dengan tugasnya.
2.2 Tugas dan tanggung jawab bidan
a) Tugas Utama Bidan Di Komunitas
Menurut Suryani (2007) tugas utama bidan di komunitas disesuaikan dengan
peran bidan sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti, tugas tersebut antara lain:
Dalam menjalankan peran sebagai pelaksana asuhan atau pelayanan kebidanan, bidan
memiliki tugas mandiri, kolaborasi, dan rujukan, tugas mandiri.
9
1. Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu:
a. Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan,
mencakup:
1) Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien
2) Menentukan diagnosis
3) Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi
4) Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun
5) Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan
6) Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan
7) Membuat catatan dalam laporan kegiatan/tindakan
b. Memberi layanan dasar pada pranikah pada anak remaja dan wanita dengan
melibatkan mereka sebagai klien, mencakup:
1) Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan remaja dan wanita dalam masa
pranikah baik individu maupun di masyarakat
2) Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar
3) Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama
klien
4) Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana
5) Mengevaluasi hasi tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien
6) Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien
7) Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan
8) Memberikan asuhan kebidanan pada klien selama kehamilan normal di
masyarakat, mencakup:
9) Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil baik
individu maupun di masyarakat
2.3 Kewenangan Seorang Bidan
Wewenang Bidan
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan
kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan
10
(Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Pengaturan praktik bidan telah diatur sejak tahun 1963 dengan ditetapkannya Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan
normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
Kemudian diubah menjadi Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah lagi
menjadi Permenkes 623/1989 dimana wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum
dan khusus ditetapkan bila bidan meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter.
Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah
pengawasan dokter.
11
kemampuannya. Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang
ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam
menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman
serta berdasarkan standar profesi. Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No.
900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini
mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.
Paragraf Kedua Perlindungan Pasien Pasal 56 (1) Setiap orang berhak menerima atau
menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. (2) Hak
menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada: a. penderita
penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas; b.
keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau c. gangguan mental berat. (3) Ketentuan
mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 57 (1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi
kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. (2)
Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku dalam hal: a. perintah undang-undang; b. perintah pengadilan; c. izin yang
bersangkutan; d. kepentingan masyarakat; atau e. kepentingan orang tersebut. Pasal 58 (1) Setiap
orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
yang diterimanya. (2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan
12
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan
Pada peraturan pemerintah ini berisikan tanggung jawab dan tugas tenaga
kesehatn termasuk didalamnay tenaga bidan : hal ini tertuang pada BAB dan Pasal sebagai berikut
:
Tenaga Kesehatan
Pasal 50
Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Kesehatan Keluarga
Pasal 12
Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil, bahagia, dan
sejahtera.
Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan suami istri,
anak,
Pasal 13
Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam rangka
menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.
13
Pasal 14
Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan, persalinan, pasca
persalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalinan
Pasal 15
Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan :
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Kepmen
Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002
BAB IV
PERIZINAN
Pasal 9
Pasal 10
(1) SIPB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada
14
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(2) Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan persyaratan, antara lain
meliputi:
(3) Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
e, setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan,
kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktik bidan.
Pasal 11
(1) SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.
(2) Pembaharuan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan
15
Pasal 12
Bidan pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak memerlukan SIPB.
Pasal 13
BAB V
PRAKTIK BIDAN
Pasal 14
yang meliputi :
a) pelayanan kebidanan;
b) pelayanan keluarga berencana;
c) pelayanan kesehatan masyarakat.
Pasal 15
(1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu
dan anak.
(2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa
persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval).
(3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa
anak balita dan masa pra sekolah.
BAB lain dalam peraturan pemerintah ini, mengacu ke pada dua BAB tersebut, kedua bab ini
memberi gambaran umum mengenai ketentuan praktik bidan dan bab lain yang tidak si sebutkan
disini melengkapi atau menjabarkan hal-hal umum tersebut.
16
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan bidang
kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
4. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
5. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan berdasarkan
ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik.
6. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang
Kesehatan.
7. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap Kompetensi Tenaga
Kesehatan untuk dapat menjalankan praktik di seluruh Indonesia setelah lulus uji
Kompetensi.
8. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang
diperoleh lulusan pendidikan profesi.
9. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah memiliki
Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain
serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik.
10. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga Kesehatan yang telah
diregistrasi.
17
11. Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Tenaga Kesehatan sebagai pemberian
kewenangan untuk menjalankan praktik.
12. Standar Profesi adalah batasan kemampuan minimal berupa pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku profesional yang harus dikuasai dan dimiliki oleh seorang individu untuk
dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh
organisasi profesi bidang kesehatan.
13. Standar Pelayanan Profesi adalah pedoman yang diikuti oleh Tenaga Kesehatan dalam
melakukan pelayanan kesehatan.
14. Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu dengan memberikan langkah
yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai
kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan berdasarkan
Standar Profesi.
15. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia adalah lembaga yang melaksanakan tugas secara
independen yang terdiri atas konsil masing-masing tenaga kesehatan.
16. Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun tenaga kesehatan yang seprofesi.
17. Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi
Profesi untuk setiap cabang disiplin ilmu kesehatan yang bertugas mengampu dan
meningkatkan mutu pendidikan cabang disiplin ilmu tersebut.
18. Penerima Pelayanan Kesehatan adalah setiap orang yang melakukan konsultasi tentang
kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada tenaga kesehatan.
19. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
20. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Walikota serta perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan.
21. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
18
19
DAFTAR PUSTAKA
http://www.wibowopajak.com/2012/06/pengertian-entitas.html
http://www.rudipradisetia.com/2014/02/pertanggungjawaban-pidana-pengganti.html
https://media.neliti.com/media/publications/109433-ID-pertanggungjawaban-pengganti-
vicarious-l.pdf
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1526952307003856