Anda di halaman 1dari 40

UIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
MENINGOENSEFALITIS DI RUANG MELATI
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Listya Pratiwi, S.Kep.
NIM 122311101017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JUNI, 2018
A. Konsep Dasar Meningoenchepalitis
1. Pengertian
Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama lainnya
yaitu cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis (Dorlan, 2002).
Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan
oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan
kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan
oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau virus (Mansjoer, 2007).
Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan pada banyak kasus atas dasar klinik
namun keduanya sering bersamaan sehingga disebut meningoensefalitis.
Alasannya yaitu selama meningitis bakteri, mediator radang dan toksin dihasilkan
dalam sel subaraknoid menyebar ke dalam parenkim otak dan menyebabkan
respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis, reaksi radang mencapai cairan
serebrospinal (CSS) dan menimbulkan gejala-gejala iritasi meningeal di samping
gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada beberapa agen
etiologi dapat menyerang meninges maupun otak misalnya enterovirus (Shulman,
1994 dan Slaven, 2007).

2. Anatomi dan fisiologi


Otak bertanggung jawab dalam mengurus organ dan jaringan yang
terdapat di kepala. Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum), otak
kecil atau cerebelum (cerebellum) dan batang otak (trunkus serebri). Jaringan otak
dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh tulang
tengkorak dan mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi menunjang otak
yang lembek dan halus sebagai penyerap goncangan akibat pukulan dari luar
terhadap kepala (Syaifuddin, 2004).
a. Histologi Susunan Saraf Pusat
Bila dibuat penampang melintang bagian-bagian dari susunan saraf
pusat, akan terlihat adanya jaringan dengan warna berbeda. Sebagian tampak
berwarna putih dan sebagian lagi berwarna agak gelap (kelabu). Atas dasar itu,
susunan saraf pusat dibagi menjadi substansia grisea yang berwarna kelabu dan
substansia alba yang berwarna putih. Warna kelabu ini disebabkan oleh
banyaknya badan sel saraf di bagian tersebut, sedangkan warna putih
ditimbulkan oleh banyaknya serabut saraf yang bermielin, sel saraf yang
terdapat dalam susunan saraf pusat juga dapat dibagi menjadi sel saraf dan sel
penunjang. Sel penunjang merupakan sel jaringan ikat yang tidak berfungsi
untuk menyalurkan impuls. Pada sel saraf serabut dengan diameter besar
ditandai dengan nama serabut alpha atau A, beta atau B untuk yang lebih kecil
dan gamma untuk yang lebih kecil lagi pada ujung-ujung saraf yang
membentuk sinaps, ternyata terdapat gelembung yang menghasilkan macam-
macam zat kimia. Karena demikian banyaknya sinaps yang terdapat di otak,
secara keseluruhan otak dapat dianggap sebagai sebuah kelenjar yang sangat
besar (Mardjono, 2009).
b. Anatomi Selaput Otak
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang
melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi
cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
1). Lapisan Luar (Durameter)
Durameter disebut juga selaput otak keras atau pachymeninx.
Durameter dapat dibagi menjadi durameter cranialis yang membungkus
otak dan durameter spinalis yang membungkus medula spinalis. Di
samping itu, durameter masih dapat dibagi lagi menjadi 2 lapisan yaitu
lapisan meningeal yang lebih dekat ke otak (lapisan dalam) dan lapisan
endostium yang melekat erat pada tulang tengkorak. (Wibowo, 1994)
2). Lapisan Tengah (Araknoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan di antara
durameter dan araknoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit
cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat
pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan
meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal, bagian ini dapat
dimanfaatkan untuk pengambilan cairan otak yang disebut lumbal fungsi
(Syaifuddin, 2009).
3). Lapisan dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput tipis yang kaya akan pembuluh
darah kecil yang menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak dan
lapisan ini melekat erat pada permukaan luar otak atau medula spinalis
(Wibowo, 1994). Ruangan di antara araknoid dan piameter disebut
subaraknoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang. Disini
mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang
(Suwono, 1996).

Gambar 1. Bagian Otak

Gambar 2. Anatomi Selaput Otak


Gambar 3. Perbedaan Lapisan Otak Normal dan Yang Mengalami Meningitis

3. Epidemiologi

Diperkirakan insiden
tahunan di Negara
Inggris sebesar 4 per
100.000 penduduk.
Infeksi paling
sering berat pada anak-
anak dan orangtua.
Herpes simpleks dapat
menyebabkan limfositik
meningitis jinak pada
orang dewasa, tapi
biasanya menghasilkan
ensefalitis berat pada
neonates.
Diperkirakan insiden
tahunan di Negara
Inggris sebesar 4 per
100.000 penduduk.
Infeksi paling
sering berat pada anak-
anak dan orangtua.
Herpes simpleks dapat
menyebabkan limfositik
meningitis jinak pada
orang dewasa, tapi
biasanya menghasilkan
ensefalitis berat pada
neonates.
Diperkirakan insiden
tahunan di Negara
Inggris sebesar 4 per
100.000 penduduk.
Infeksi paling
sering berat pada anak-
anak dan orangtua.
Herpes simpleks dapat
menyebabkan limfositik
meningitis jinak pada
orang dewasa, tapi
biasanya menghasilkan
ensefalitis berat pada
neonates.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosa
varian hominis dapat terjadi pada segala umur, yang tersering adalah pada anak
umur 6 bulan - 5 tahun (Gwendolyn, 2013). Insiden meningoensefalitis mumps
lebih banyak ditemui pada laki-laki yaitu sekitar 3-5 kali lebih banyak. Usia yang
tersering ialah tujuh tahun dan 40% berusia di atas 15 tahun. Meningoensefalitis
yang disebabkan oleh Japanese B encephalitis virus banyak menyerang anak
berusia antara 3 tahun dan 15 tahun (Gwendolyn, 2013). Ensefalitis herpes virus
dapat terjadi pada semua umur, paling banyak kurang dari 20 tahun dan lebih dari
40 tahun. Ensefalitis herpes virus memiliki angka mortalitas 15-20% dengan
pengobatan dan 70-80% tanpa pengobatan. Neonatus masih mempunyai imunitas
maternal. Tetapi setelah umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi dapat
mengidap gingivo-stomatitis virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul
dan berlokalisasi pada perbatasan mukokutaneus antara mulut dan hidung.
Infeksi-infeksi tersebut jinak sekali. Tetapi apabila neonatus tidak memperoleh
imunitas maternal terhadap virus herpes simpleks atau apabila pada partus
neonatus ketularan virus herpes simpleks dari ibunya yang mengidap herpes
genitalis, maka infeksi dapat berkembang menjadi viremia. H. influenzae
penyebab yang paling sering di Amerika Serikat, mempunyai insiden tahunan 32-
71/100.000 anak di bawah 5 tahun. Insiden ini jauh lebih tinggi pada anak-anak
Indian Navayo dan Eskimo Alaska (masing-masing 173 dan 409/100.000/tahun).
Insiden yang tinggi pada populasi ini mungkin juga menggambarkan status sosio-
ekonomi yang rendah, yang beberapa cara tidak diketahui dapat mengurangi daya
tahan terhadap mikroorganisme ini. Insiden dengan infeksi H. influenzae juga
empat kali lebih besar pada orang kulit hitam daripada orang kulit putih
(Gwendolyn, 2013).
Frekuensi penyakit yang tinggi dilaporkan pada orang-orang Afrika-
Amerika, penduduk asli Amerika, dan masyarakat di daerah pedesaan. Sekitar
20.000 kasus ensefalitis terjadi di Amerika Serikat setiap tahun, dengan ensefalitis
herpes simpleks menyebabkan sekitar 10% dari kasus ini. Meningoensefalitis
yang disebabkan oleh Tick born encephalitis dengan CFR di Asia yaitu 20% dan
di Eropa (1-5%). Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Ensefalitis Jepang
tersebar luas di Asia Timur dari Korea sampai Indonesia, Cina, India dan
Kepulauan Pasifik Barat (Pusponegoro, 2009).
Infeksi West Nile Virus meningkat di Amerika Serikat dengan kasus
pertama dilaporkan di New York pada tahun 1999. Tahun 2002 ada 4.161 kasus
yang dilaporkan di 41 negara, dan dari catatan 8.500 kasus dilaporkan pada tahun
2003.20 Infeksi Plasmodium falciparum tersebar di Afrika, Amerika Selatan, Asia
Tenggara. Taenia Solium tersebar di Amerika Latin dan Rickettsia di Amerika
bagian tenggara (Principi, 2012).

4. Etiologi
Menurut Shulman, 1994 dan Greenberg, 2002, Agen penyebab umum
meningoensefalitis sebagai berikut:
1. Virus
a. Togaviridae
Alfavirus
Virus Ensefalitis Equine Eastern
Virus Ensefalitis Equine Western
Virus Ensefalitis Equine Venezuela
Flaviviridae
Virus Ensefalitis St. Louis
Virus Powassan

b. Bunyaviridae
Virus Ensefalitis California
Virus LaCrosse
Virus Jamestown Canyon
c. Paramyxoviridae
Paramiksovirus
Virus Parotitis
Virus Parainfluenza
d. Morbilivirus
Virus Campak
e. Orthomyxoviridae
Influenza A
Influenza B
f. Arenaviridae
Virus khoriomeningitis limfostik
g. Picornaviridae
Enterovirus
Poliovirus
Koksakivirus A
Koksakivirus B
Ekhovirus
h. Reoviridae
Orbivirus
Virus demam tengu Colorado
i. Rhabdoviridae
Virus Rabies
j. Retroviridae
Lentivirus
Virus imunodefisiensi manusia tipe 1 dan tipe 2
Onkornavirus
Virus limfotropik T manusia tipe 1
Virus limfotropik T manusia tipe 2
k. Herpesviridae
Herpes virus
Virus Herpes simpleks tipe 1
Virus Herpes simpleks tipe 2
Virus Varisela zoster
Virus Epstein Barr
Sitomegalovirus
Sitomegalovirus manusia
l. Adenoviridae
Adenovirus
2. Bakteri
Haemophilus influenza
Neisseria menigitidis
Streptococcus pneumonia
Streptococcus grup B
Listeria monocytogenes
Escherichia coli
Staphylococcus aureus
Mycobacterium tuberkulosa
3. Parasit
a. Protozoa
Plasmodium falciparum,
Toxoplasma gondii,
Naegleria fowleri (Primary amebic meningoencephalitis),
Granulomatous amebic encephalitis
b. Helminthes
Taenia solium,
Angiostrongylus cantonensis
c. Rickettsia
Rickettsia ( Rocky Mountain)
4. Fungi
Criptococcus neoformans
Coccidiodes immitis
Histoplasma capsulatum
Candida species
Aspergillus
Paracoccidiodes

5. Patofisiologi
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran
darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan
kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau
berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat
melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus
paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak.
Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-
pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang
mengalami peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak
disertai perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk
dinding yang kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi
infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini
memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah
dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat
mengakibatkan meningitis (Harsono, 1999).
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus
yang melalui parotitis, morbili, varisela, dan lain-lain. Masuk ke dalam tubuh
manusia melalui saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut,
virus herpes simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain
masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk.
Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubela atau
cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal,
kemudian terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di
pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde
axoplasmic spread misalnya oleh virus-virus herpes simpleks, rabies dan herpes
zoster. Di dalam susunan saraf pusat virus menyebar secara langsung atau melalui
ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak dapat menyebabkan meningitis
aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron
dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema otak, peradangan pada pembuluh
darah kecil, trombosis, dan mikroglia.
Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh
karena parasit penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam.
Kemungkinan besar infeksi terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu
penderita berenang di air yang bertemperatur hangat. Infeksi yang disebabkan
oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul dari penularan ibu-fetus. Mungkin
juga manusia mendapat toksoplasma karena makan daging yang tidak matang.
Dalam tubuh manusia, parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista, terutama otot
dan jaringan susunan saraf pusat. Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui
penularan ibu-fetus dapat timbul berbagai manifestasi serebral akibat gangguan
pertumbuhan otak, ginjal dan bagian tubuh lainnya. Maka manifestasi dari
toksoplasma kongenital dapat berupa: fetus meninggal dalam kandungan,
neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata misalnya mikrosefalus,
dan lain-lain (Schlossberg, 2011).

6. Manifestasi Klinis
Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala
meningitis dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti
oleh perubahan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal,
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatrik (Tidy,
2012). Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran
klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS (The Glasgow Coma Scale) sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau
pemberian asuhan keperawatan (Muttaqin, 2008). Pada riwayat pasien meliputi
demam, muntah, sakit kepala, letargi, lekas marah, dan kaku kuduk (Schwartz,
2005).
Pada riwayat pasien meliputi demam, muntah, sakit kepala, letargi, lekas
marah, dan kaku kuduk. Neonatus memiliki gambaran klinik berbeda dengan anak
dan orang dewasa. Meningitis karena bakteri pada neonatus terjadi secara akut
dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan
berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi, diare. Kejang terjadi pada lebih
kurang 44% anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25% oleh
Streptococcus pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi
meningokok. Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Pada
bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) yaitu demam, malas makan,
muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun
menonjol, kaku kuduk dan tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak-anak
dan remaja terjadi demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti oleh
perubahan sensori, fotofobia, mudah terstimulasi dan teragitasi, halusinasi,
perilaku agresif, stupor, koma, kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski positif.
Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa permulaan penyakit juga terjadi
akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum,
kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan
saluran pernafasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat
terjadi renjatan, hipotensi dan takikardi karena septikimia.
Meningitis yang disebabkan Mumpsvirus ditandai dengan anoreksia dan
malaise, diikuti pembesaran kelenjar parotid sebelum terjadinya invasi ke susunan
saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan
keluhan sakit kepala, sakit tenggorok, nyeri otot, dan demam, disertai dengan
timbulnya ruam kulit makulo papular yang tidak disertai gatal terdapat pada
wajah, leher, dada dan badan. Keluhan utama pada penderita ensefalitis yaitu sakit
kepala, demam, kejang disertai penurunan kesadaran. Ensefalitis yang disebabkan
oleh infeksi Famili Togavirus (memiliki gejala yang sangat bervariasi, mulai dari
yang tanpa gejala sampai terjadinya sindrom demam akut disertai demam
berdarah dan gejala-gejala sistem saraf pusat). Western Equine Virus (WEE) pada
umumnya menimbulkan infeksi yang sangat ringan, gejala pada orang dewasa
dapat berupa letargi, kaku kuduk dan punggung, serta mudah bingung dan koma
yang tidak tetap. Gejala berat pada anak berupa konvulsi, muntah dan gelisah,
yang sesudah sembuh akan menimbulkan cacat fisik dan mental yang berat.30,22
Gejala yang mungkin tampak dengan penyebab Japanese B enchephalitis virus
adalah panas mendadak, nyeri kepala, kesadaran yang menurun, fotofobi, gerak
tidak terkoordinasi, hiperhidrosis (Frontera, 2008).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan neurologis: gangguan kesadaran, hemiparesis, tonus otot
meningkat, spastitasis, terdapat reflek patologis, reflek fisiologis meningkat,
klonus, gangguan nervus kranialis (buta, tuli), ataksia.
1) Meningeal sign
Bila ada peradangan selaput otak atau di rongga sub arachnoid terdapat
benda asing seperti darah, maka dapat merangsang selaput otak.

a) Kaku kuduk
1) Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan
diusahakan agar dagu mencapai dada.
2) Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
3) Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak
mencapai dada.
4) Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk
yang berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala
terkedik ke belakang.
5) Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang
dialami waktu menekukkan kepala.
b). Tanda laseque
1) Pasien berbaring lurus,
2) Lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
3) Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada
sendi panggul.
4) Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi /
lurus.
5) Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul
rasa sakit atau tahanan.
6) Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita
mencapai 70.
c). Tanda Kerniq
1) Pasien berbaring lurus di tempat tidur
2) Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat
sudut 90o,
3) Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
4) Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara
tungkai bawah dan tungkai atas.
5) Tanda kerniq (+) = Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum
tercapai sudut 1355
Gambar 4. Pemeriksaan Kerniq

d) Tanda Brudzinsky I
1) Pasien berbaring di tempat tidur.
2) Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu
mencapai dada.
3) Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan.
4) Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai.

Gambar 5. Pemeriksaan Brudzinsky


e) Tanda Brudzinsky II
1) Pasien berbaring di tempat tidur.
2) Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang
satu lagi berada dalam keadaan lurus.
3) Brudzinsky II (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi
perhatikan apakah ada kelumpuhan pada tungkai.
f) Brudzinski III
1) Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diliruskan serta berikan bantal bila ada.
2) Menekan kadua pipi atau infra orbita pasien dengan kedua tangan
pemeriksa.
3) Brudzinski III(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terdapat fleksi
pada kedua lengan.
g) Brudzinski IV
1) Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diliruskan serta berikan bantal bila ada.
2) Menekan tulang pubis penderita dengan tangan pemeriksa.
3) Brudzinski IV(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terlihat fleksi
pada kedua tungkai bawah.
2) Gangguan nervus kranial
Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian
III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila
mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan
timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil
saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan
gangguan pendengaran yang sifatnya permanen.
Gambar 6. Nervus Kranial

3) Pemeriksaan neurologis
. Hasil
Saraf Kranial Fungsi Cara Pemeriksaan
No. Pemeriksaan
1 N. Olfaktori Penciuman, tipe Anjurkan klien menutup Pasien
sensori, asal mata dan uji satu persatu mengenali bau
olfactory bulbi hidung klien kemudian jeruk yang ada
anjurkan klien untuk di meja pasien
mengidentifikasi
perbedaan bau-bau yang
diberikan
2 N. Optikus Penglihatan, tipe dengan jari tangan pada Klien mampu
sensori, asal otak jarak 5-6 meter melihat ke
tengah sehingga pasien melihat arah mahasiswa
berapa jari yang saat
diperlihatkan dan dilakukan
pemeriksaan luas lapang tindakan
pandang dengan cara keperawatan
menjalankan sebuah 5/60
benda dari samping
kanan ke depan (kanan
kiri) dan atas ke bawah
3 N. pergerakan mata tatap mata klien dan Pupil isokor,
Okulomotoris melalui otot medial anjurkan klien refleks
dan lateral, tipe menggerakkan mata dari cahaya (+), klien
motor ke otot mata, dalam ke luar, dan mampu
parasimpatic motor, dengan menggunakan membuka mata
asal otak tengah lampu senter uji reaksi
pupil dengan
memberikan rangsangan
sinar ke dalamnya
4 N. Troklear pergerakan bola anjurkan klien melihat Bola mata
mata melalui otot ke bawah dan ke mampu melihat
obliq superior, tipe samping kanan dan kiri mengikuti
motor, asal otak dengan menggerakkan tangan
tengah bagian tangan pemeriksa mahasiswa
bawah
5 N. Trigeminus sensasi kulit wajah, optalmikus : Refleks kedip
kulit kepala, menggunakan kapas (+), klien
membrane mukosa halus sentuhan pada Sbisa
mulut dan hidung, kornea klien perhatikan menggerakkan
mengunyah dengan reflek berkedip klien Giginya
tipe sensori dan maksilaris :
motor, asal pons kapas sentuhan pada
wajah klien
mandibularis : uji
kepekaan lidah dan gigi,
anjurkan klien
menggerakkan rahang
atau menggigit
6 N. Abdusen pergerakan bola anjurkan klien melirik Klien mampu
mata ke samping kanan dan kiri melirik ke
melalui otot rectus kanan dan kiri
lateralis
7 N. Facialis Pengecapan; sensasi anjurkan klien Pasien dapatt
umum pada platum tersenyum, mengangkat tersenyum,
dan telinga luar; alis, mengerutkan dahi menganggkat
sekresi kelenjar alis dan
lakrimalis, mengkerutkan
submandibula dan dahi
sublingual; ekspresi
wajah
8 N. Pendengaran; tes rine webe dan Pasien dapat
Vestibuloko- keseimbangan bisikan, tes menderngarkan
klearis keseimbangan dengan isntruksi dari
klien berdiri menutup mahasiswa.
mata Keseimbangan
tidak terkaji
9 N. Pengecapan; sensasi mengembungkan mulut, Pasien mencoba
Glosofaringea umum pada faring bersiul, merasakan rasa merasakan
l dan telinga; asam dll jeruk.
mengangkat
palatum; sekresi
kelenjar parotis
10 N. Vagus Pengecapan; sensasi mengembungkan mulut, Reflek menelan
umum pada farings, bersiul, pasien klien baik, bisa
laring dan telinga mengatakan “ah” mengatakan ah,
menelan; fonasi; tetapi berusaha
parasimpatis untuk untuk bersiul
jantung dan visera tetapi tidak bisa
abdomen
11 N. Aksesoris Fonasi; gerakan anjurkan klien Klien mampu
kepala; leher dan menggerakkan kepala menoleh ke
bahu dan bahu kanan dan kiri
12 N. Hipoglosus Gerak lidah Menjulurkan lidah Klien mampu
menjulurkan
lidah, tidak
terdapat deviasi
lidah

b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa uji serologis misalnya ELISA terhadap
bahan atau cairan serebrospinal menunjukkan adanya IgM. Uji fiksasi
komplemen menunjukkan nilai titer yang meningkat 4 kali lipat.
1) Pungsi lumbal:
a) LCS jernih
b) Reaksi pandv/none apelt (+) / (-)
c) Jumlah sel: 0 sampai beberapa ribu sel polimorfonuklear
d) Protein: normal sampai sedikit naik
e) Gula: normal
f) Kultur: 70% - 80% (+), untuk virus 80% (+)
2) Darah
a) WBC: normal/ meninggi terggantung etiologi
b) Hitung jenis: normal / domain sel polimorfonuklear
c) Kultur: 80 – 90% (+)
c. Pemeriksaan pelengkap
1) CRP darah dan LCS (cairan cerebrospinal)
2) Serologi (IgM, IgG)
3) EEG: memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan
aktivitas rendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang,
tumor, infeksi sistim syaraf, bekuan darah, abses, jaringan paruh otak
dapat menyebabkan aktifitas listrik berbeda dari pola normal irama dan
kecepatan.
4) CT scan kepala: edema otak, tanpa bercak-bercak hipodens tuberculosis /
tuberkel yang terfokus.

8. Prognosis
Prognosis meningoensefalitis bergantung pada kecepatan dan ketepatan
pertolongan, di samping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan
penyulit seperti hidrosefalus, gangguan mental, yang dapat muncul selama
perawatan. Bila meningoensefalitis (tuberkulosa) tidak diobati, prognosisnya jelek
sekali. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Angka kematian pada
umumnya 50%. Prognosisnya jelek pada bayi dan orang tua. Prognosis juga
tergantung pada umur dan penyebab yang mendasari, antibiotik yang diberikan,
hebatnya penyakit pada permulaannya, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat,
serta adanya kondisi patologik lainnya. Tingkat kematian virus mencakup 40-
75% untuk herpes simpleks, 10-20% untuk campak, dan 1% untuk gondok.
Penyakit pneumokokus juga lebih sering menyebabkan gejala sisa jangka
panjang (kurang dari 30% kasus) seperti hidrosefalus, palsi nervus kranials, defisit
visual dan motorik, serta epilepsi. Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30%
penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta patogen,
dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi
oleh bakteri gram negatif dan S. pneumoniae. Gejala neurologi tersering adalah
tuli, yang terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien;
dan cedera berat seperti hemiparesis atau cedera otak umum pada 1-2% pasien.
Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari
rumah sakit akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implan koklea
belum lama ini memberi harapan bagi anak dengan kehilangan pendengaran.
9. Pencegahan
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningoensefalitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan terhadap infeksi dilakukan dengan
cara imunisasi pasif atau aktif. Kemoprofilaksis terhadap individu rentan yang
diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit (pasien indeks) serta
imunisasi aktif. Imunisasi aktif terhadap H. influenzae telah menghasilkan
pengurangan dramatis pada penyakit invasif, dengan pengurangan sebanyak 70-
85% akibat organisme tersebut. Imunisasi untuk pencegahan infeksi Haemophilus
influenzae (menggunakan vaksin H.influenzae tipe b) direkomendasikan untuk
diberikan secara rutin pada anak berusia 2, 3, dan 4 bulan.
Amuba penyebab meningoensefalitis, yang hidup dalam kolam renang dapat
dimusnahkan dengan memberikan kaporit pada air kolam secara teratur, hindari
berenang pada kolam air tawar yang mempunyai temperatur di atas 250C.
Meningoensefalitis dengan penyebab Mycobacterium tuberkulosa dapat dicegah
dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan
gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat
kesehatan, tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), dan pencahayaan
yang cukup. Pencegahan untuk Virus Japanese B Encephalitis yaitu vaksinasi
inaktif diberikan pada anak-anak, karena kelompok tersebut sensitif terhadap
infeksi virus. Selain itu dilakukan pencegahan terhadap gigitan nyamuk dan
dilakukan prosedur pengamanan tindakan dan pekerjaan laboratorium.

10. Penatalaksanaan
a. Obat anti inflamasi
1) Meningitis tuberkulosa
a) Isoniazid 10-20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr
selama 1 ½ tahun.
b) Rifampisin 10-15 mg/kg/24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
c) Streptomisin sulfat 20-40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1-2 kali
sehari selama 3 bulan.
2) Meningitis bakterial, umur > 2bulan
a) Ampisilin 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b) Sefalosforin generasi ke-3.
b. Pengobatan simtomatis
1) Diazepam IV 0,2-0,5 mg/kg/dosis, atau rektal 0,4-0,6 mg/kg/dosis
kemudian dilanjutkan dengan Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
2) Turunkan demam dengan Antipiretik parasetamol atau salisilat 10
mg/kg/dosis sambil dikompres air.
c. Pengobatan suportif
1) cairan intravena
2) Pemberian O2 agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.
3) isolasi bertujuan mengurangi stimulus/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien.
b. Keluhan utama: sakit kepala dan demam
c. Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala,
demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah
buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan
kejang.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh
immunologis pada masa sebelumnya perlu ditanyakan pada pasien. Pengkajian
pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat
kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai
resistensi pemakaian antibiotic).
e. Riwayat psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga
penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat.
f. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang ditimbulkan
kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter,
kelemahan secarau umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit
jantung Conginetal (abses otak).
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat
(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor).
Takikardi, distritmia (pada fase akut) seperti distrimia sinus (pada
meningitis)
3) Eliminasi
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
4) Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut)
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
5) Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada
periode akut)
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala (mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat) .
Pareslisia, Terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan
sensasi (kerusakan Pada saraf cranial). Hiperalgesia / meningkatnya
sensitifitas (minimitis) . Timbul Kejang (minimitis bakteri atau abses otak)
gangguan dalam penglihatan, seperti Diplopia (fase awal dari beberapa
infeksi). Fotopobia (pada minimtis). Ketulian (pada minimitis / encephalitis)
atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan, Adanya hulusinasi
penciuman / sentuhan.
Tanda :
status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat
hingga Koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic (encephalitis).
Kehilangan memori, sulit mengambil keputusan (dapat merupakan gejala
berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis
bacterial)
Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
Mata (ukuran / reaksi pupil) : unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya
(peningkatan TIK), nistagmus (bola mata bergerak terus menerus).
Ptosis (kelopak mata atas jatuh) . Karakteristik fasial (wajah) ; perubahan
pada fungsi motorik dan sensorik (saraf cranial V dan VII terkena)
Kejang umum atau lokal (pada abses otak) . Kejang lobus temporal . Otot
mengalami hipotonia /flaksid paralisis (pada fase akut meningitis). Spastik
(encephalitis).
Hemiparese hemiplegic (meningitis / encephalitis)
Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi
adanya iritasi meningeal (fase akut)
Regiditas muka (iritasi meningeal)
Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif
Refleks abdominal menurun.
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan
diperburuk oleh. Ketegangan leher /punggung kaku ,nyeri pada gerakan
ocular, tenggorokan nyeri
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi /gelisah menangis /
mengeluh.
8) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal), perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah.
9) Keamanan
Gejala :
Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi
mastoiditis telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi
lumbal, pembedahan pada fraktur tengkorak / cedera kepala.
Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan
oleh campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
Gangguan penglihatan atau pendengaran
Tanda :
Suhu badan meningkat, diaphoresis, menggigil
Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic
Gangguan sensoris
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
b. Nyeri akut
c. Hipertermia
d. Risiko cidera
e. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
f. Ketidakefektifan pola nafas
g. Kekurangan volume cairan
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Perfusi jaringan Circulation status Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan
serebral tidak Tissue Prefusion : cerebral intrakranial)
efektif b/d edema Kriteria Hasil :  Berikan informasi kepada keluarga
serebral/penyumba 1. mendemonstrasikan status sirkulasi  Set alarm
tan aliran darah yang ditandai dengan :  Monitor tekanan perfusi serebral
 Tekanan systole dandiastole dalam  Catat respon pasien terhadap stimuli
rentang yang diharapkan  Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology
 Tidak ada ortostatikhipertensi terhadap aktivitas
 Tidak ada tanda tanda peningkatan  Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
tekanan intrakranial (tidak lebih  Monitor intake dan output cairan
dari 15 mmHg)  Restrain pasien jika perlu
2. mendemonstrasikan kemampuan  Monitor suhu dan angka WBC
kognitif yang ditandai dengan:  Kolaborasi pemberian antibiotik
 berkomunikasi dengan jelas dan  Posisikan pasien pada posisi semifowler
sesuai dengan kemampuan  Minimalkan stimuli dari lingkungan
 menunjukkan perhatian, konsentrasi Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
dan orientasi Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
 memproses informasi panas/dingin/tajam/tumpul
 membuat keputusan dengan benar Monitor adanya paretese
3. menunjukkan fungsi sensori motori Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau
cranial yang utuh : tingkat kesadaran laserasi
mambaik, tidak ada gerakan gerakan Gunakan sarun tangan untuk proteksi
involunter Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
Monitor kemampuan BAB
Kolaborasi pemberian analgetik
Monitor adanya tromboplebitis
Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
Nyeri akut b/d Pain Level, Pain Management
proses infeksi pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Kriteria Hasil :  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
penyebab nyeri, mampu pengalaman nyeri pasien
menggunakan tehnik  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
nonfarmakologi untuk  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
mengurangi nyeri, mencari  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
bantuan) ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
 Melaporkan bahwa nyeri  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
berkurang dengan menggunakan dukungan
manajemen nyeri  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
 Mampu mengenali nyeri (skala, suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
intensitas, frekuensi dan tanda  Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri)  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
 Menyatakan rasa nyaman setelah farmakologi dan inter personal)
nyeri berkurang  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Tanda vital dalam rentang normal  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
Gangguan Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
mobilitas fisik b/d Mobility Level  Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
kerusakan Self care : ADLs pasien saat latihan
neuromuskuler Transfer performance  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
Kriteria Hasil : sesuai dengan kebutuhan
 Klien meningkat dalam aktivitas  Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
fisik terhadap cedera
 Mengerti tujuan dari peningkatan  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
mobilitas ambulasi
 Memverbalisasikan perasaan  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
dalam meningkatkan kekuatan dan  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
kemampuan berpindah sesuai kemampuan
 Memperagakan penggunaan alat  Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
Bantu untuk mobilisasi (walker) kebutuhan ADLs ps.
 Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan
Resiko trauma b/d Knowledge : Personal Safety Environmental Management safety
kejang Safety Behavior : Faal Prevention  Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Safety Behavior : Falls occurance  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
Safety Behavior : Physical Injury fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu
pasien
 Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
 Memasang side rail tempat tidur
 Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
 Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
 Membatasi pengunjung
 Memberikan penerangan yang cukup
 Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan dari kebisingan
 Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
Resiko infeksi b/d Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
daya tahan tubuh Risk control  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
bekurang Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
 Klien bebas dari tanda dan gejala  Batasi pengunjung bila perlu
infeksi  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
 Menunjukkan kemampuan untuk berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
mencegah timbulnya infeksi  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
 Jumlah leukosit dalam batas  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
normal  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Menunjukkan perilaku hidup sehat  Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
 Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
Hipertermi Thermoregulation Fever treatment
Kriteria Hasil :  Monitor suhu sesering mungkin
 Suhu tubuh dalam rentang normal  Monitor IWL
 Nadi dan RR dalam rentang normal  Monitor warna dan suhu kulit
 Tidak ada perubahan warna kulit  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
dan tidak ada pusing  Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik
 Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
 Berikan cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang diperlukan
 Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
D. Discharge Planning
1. Pelajari tindakan saat terjadi kejang.
2. Konsultasikan terlebih dahulu penanganan pasien beserta tanda-tanda pasien jika
harus segera dibawa ke rumah sakit.
3. Hindarkan dari faktor yang menyebabkan penyakit.
4. Pemberian makan secara adekuat dengan memperhatikan jumlah kalori, protein,
keseimbangan cairan elektrolit dan vitamin, serta makanan rendah lemak.
5. Istirahat yang cukup dan biasakan diri untuk hidup bersih.
DAFTAR PUSTAKA

Dorlan, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC, Jakarta.

Greenberg, David. 2002. A lange Medical Book Clinical Neurology. Edisi 5. Mc Graw-
Hill, United States.

Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Mansjoer, Arif.,dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapis, Jakarta.

Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.


Salemba Medika, Jakarta.

Tidy, Colin, 2012. Encephalitis and Meningoencephalitis.


http://www.patient.co.uk/doctor/EncephalitisandMeningoencephalitis.htm

Schwartz. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC

Shulman, T Stanford. 1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Gadjah Mada
University, Yogyakarta.

Slaven, Ellen M.,dkk. 2007. Infectious Diseases:Emergency Departement Diagnosis and


Management. Edisi Pertama. McGraw-Hill, North America.
B. Clinical Pathway

Bakteri, virus, jamur, protozoa Masuk ke nasofaring Menyerang pembuluh darah


(mikroorganisme)

Masuk ke serebral melalui


Masuk melalui luka terbuka Masuk ke pembuluh darah pembuluh darah
V

Tromboemboli Menyebar ke CSS Peningkatan TIK

Kolaps pembuluh darah Kerusakan adrenal Meningitis Reaksi lokal pada meningen

Hiperperfusi
Reaksi inflamasi Akumulasi sekret Metabolisme bakteri

Risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan cerebri Vasodilatasi pembuluh darah Peningkatan komponen darah Peningkatan vaskolitis darah
divaskuler serebral

Peningkatan permeabilitas Peningkatan aliran darah Penurunan perfusi jaringan Peningkatan permeabilitas
kapiler serebral kapiler

Color/panas
Sel darah merah ke intestisial Risiko ketidakefektifan Kebocoran cairan dari
perfusi jaringan cerebri intravaskuler
Bakteri masuk ke meningen
Rubor/kemerahan
Peningkatan volume cairan di
Ketidakseimbangan ion interstisial
Ketidakseimbangan asam basa
Menekan syaraf

Kelainan depolarisasi neuron Edema serebral


Dolor/Nyeri Gangguan hemostatis menurun
Metabolisme bakteri Peningkatan kebutuhan energi Hiperaktifitas neuron Posturat kelien monroe

Akumulasi skeret Peningkatan komponen darah Kejang Desensepalon


di serebral

Peningkatan muatan listrik Penekanan pada hipotalamus


Bakteri masuk ke aliran balik Peningkatan vikositas darah pada sel-sel saraf motorik
vena ke jantung

Demam Peningkatan rangsangan pada


Hambatan penyerapan CSS hipofiser posterior
Darah diedarkan keseluruh oleh ventrikel
tubuh
Hipertermi Perforasi -> keringat berlebih
Peningkatan CSS hidrosefalus
Risiko infeksi
Diaphoresis
Risiko cidera Peningkatan kontraksi otot Aliran darah ke otak

Kekurangan volume cairan


Mual dan muntah Merangsang syaraf simpatis Peningkatan TIK

Mesenpalon
Penurunan intake makanan
Aliran darah ke otot menurun Menekan saraf di servikal
Sel neuron pada RAS tidak
dapat melepaskan ketokolamin
Ketidakseimbangan nutrisi Peningkatan tekanan darah Rangsangan otot di sekitar
kurang dari kebutuhan sistemik servikal
tubuh Penurunan tingkat kesadaran

Ketidakefektifan pola nafas


Bradikardi dan pernapasan Menurunkan aliran balik vena Penurunan reflek batuk
menjadi lambat -> vasodilatasi ke jantung -> statis vena
pembuluh darah otak Otot berkontraksi
Penumpukan sekret pada jalan
Pembengkakan dan napas
pembesaran diskus optikus -> Otot pada tengkuk menegang Ketidakefektifan bersihan
Ggn persepsi visual jalan napas
papil edema -> kaku kuduk

Anda mungkin juga menyukai