KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, laporan kasus ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penyusun ucapkan kepada dr. Rifita sebagai
pembimbing di Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik Medan Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing dan membantu selama
pelaksanaan laporan kasus ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, segala kritik dan saran yang membangun atas laporan kasus ini dengan senang hati
penyusun terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang diperbuat dan
semoga penyusun dapat membuat laporan kasus lain yang lebih baik di kemudian hari.
Akhir kata, penyusun berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
Bab I Pendahuluan.......................................................................................................... 1
BAB I
PENDAHULUAN
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di
bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua
lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma malignan
jarang terjadi.1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di
bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua
lobusnya.1
2.2. Epidemiologi
Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intrakranial dan 12 % dari semua
tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat.
Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun,
tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih
lanjut.Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10 % malignan. Meningioma
malignant dapat terjadi pada wanita dan laki-laki,meningioma benign lebih banyak terjadi
pada wanita.2
2.3. Etiologi
Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan,
dan virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada
beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat
timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah
trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya
hubungan antara meningioma dan trauma.
Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada akhir kehamilan, mungkin
hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu.
Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan
dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari
meningioma. Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron
misroscope inclusion bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam membran
inti.13
3
2.4. Patogenesis
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori
telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan
timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang
kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi
kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan
gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik.
Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang
menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen
yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma .3
2.5. Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui,
termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi
yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin
pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor
semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian
4
a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaputyang
terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri
mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.
b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.
c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata.
Banyak terjadi pada wanita.
d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian
belakang otak.
f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada
dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari.
g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara
40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis setingkat thorax dan dapat
menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri
radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang paa atau di sekitar mata
cavum orbita.
i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh
bagian otak.
kejang-kejang (±48%)
gangguan visus (± 29%)
gangguan mental (± 13%)
gangguan fokal (± 10%)
Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan tingginya
tekanan intrakranial. Tanda-tanda fokal sangat tergantung dari letak tumor, gejala-gejala
bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat
perlahan-lahan atau cepat. Menurut LEAVEN gangguan fungsi otak ini penting untuk
diagnosa dini. Gejala-gejala ini timbul akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer otak,
antara hemisfer atau dari otak kedalam tumor.
Sakit Kepala
Merupakan gejala yang paling sering, sakit kepala ini tidak khas, dapat umum atau
terlokalisir ada daerah yang berlainan. Hal ini sudah lazim walaupun tidak dikaitkan dengan
meningkatnya tekanan intracranial. Meningioma Intra Ventrikuler seringkali mengalami sakit
kepala dan peningkatan tekanan intrakranial, karena meningioma di tempat tersebut dapat
bergerak dan dapat mengadakan penyumbatan pada aliran cairan serebrospinalis. Sakit kepala
tersebut bersifat unilateral dan gejala-gejala ini mungkin hilang timbul. Selain sakit kepala
juga disertai mual dan muntah-muntah.
Kejang
Didapati 48% dari kasus meningioma mengalami kejang-kejang terutama pada meningioma
parasagittal dan lobus temporalis, Adanya kejang-kejang ini akan memperkuat diagnosa.
Gangguan Mata
Gangguan mata yang terjadi pada meningioma dapat berupa :
penurunan visus
papil oedema
nystagmus
gangguan yojana penglihatan
gangguan gerakan bola mata
exophthalmus.1
7
Hemiparese
Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan tumor-tumor intrakranial
yang lain. 10% dari kasus meningiomadidapati kelumpuhan fokal, Crose dkk mendapatkan
tiga dari 13 kasusnya dengan hemi parese disertai gangguan sensoris dari N V.13
Gangguan Mental
Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan pula dengan lokalisasi dari
tumor. Gejala mental seperti: dullness, confusion stupor merupakan gejala-gejala yang paling
sering.13
Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan gangguan saraf otak (nervus
cranialis) terutama yang paling sering dari kasus-kasus Crouse yaitu N II, V, VI, IXdan X.
Gejala yang menarik adalah adanya Intermittent cerebral symptoms. Pada 219 penderita
dengan meningioma supra tentorial didapatkan gangguan fungsi serebral yang mendadak
intermitten dan sementara dapat beberapa menit atau lebih dari sehari. Gejala-gejala dapat
berupa afasia, kelumpuhan dari muka dan lidah, hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi
(olfaktoris) dan kejang-kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi serebral
berulang-ulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa membingungkan
dengan suatu infark otak atau insuffuiensia serebrovaskuler,migrain, dan multiple sclerosis.
Pada umumnya C.V.A. dapat dibedakan dengan tumor intrakranial dengan adanya gejala-
gejala yang mendadak dan perlahan-lahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-gejala
neurologis. Bermacam-macam gejala neurologis yang paling sering menimbulkan kesalahan
diagnosa.
Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiografi.
Foto polos kepala dapat memberikan gambaran kalsifikasi karena ada meningioma pada
dasar tulang kepala dengan bentuk yang konveks. Meningioma dapat mengakibatkan reaktif
hyperostosis yang tidak berhubungan dengan ukuran tumor. Osteolisis jarang mengakibatkan
meningioma yang jinak dan malignan.
Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan hasil false-
negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak dapat ditegakkan secara
langsung dengan menggunakan CT atau MRI.
Gambar 1.
Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media. Massa
kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk cincin
dan punctata. Tidak terlihat adanya edema.
Gambar 2.
Dua kasus berbeda. A, B. CT-scan menunjukkan kalsifikasi meningioma dari lobus parietal.
C, D. CT-scan nonkontras potongan axial menunjukkan massa kalsifikasi yang homogeny
melekat pata tulang parietal kanan. Jaringan lunak tumor banyak terlihat pada bagian
posterior. Penyebab kalsifikasi minor lain pada hemispere serebri kiri disebabkan oleh
penyakit parasit. Gambaran MRI potongan coronal T2 menunjukkan deposit kalsium (seperti
bintang) yang dikelilingi jaringan solid. Pada kasus ini tidak terlihat edema.
CT-scan efektif menunjukkan hyperostosis, destruksi tulang, erosi pada perlekatan dura.
Hiperostosis sering terlihat 15-20% pada pasien. Lihat gambar berikut.
10
Gambar 3.
Meningioma otak. Gambaran CT-Scan tanpa zat kontras menunjukkan sebuah meningioma
maligna di lobus frontal yang muncul seperti massa dengan densitas tinggi. Kavitas kistik
bisa berupa nekrosis tumor, perdarahan yang lama, degenaratif kistik atau CSF yang terjebak.
Edema dan pergeseran Midline ke bagian kiri anterior juga dapat terlihat.
Gambar 4.
Meningioma otak. CT-Scan tanpa kontras menunjukkan meningioma maligna di lobus
frontal. Dapat terlihat peningkatan densitas dan massa yang homogen dan perselubungan
yang berbentuk cincin.
Gambar 5.
11
Meningioma otak. Meningioma maligna pada lobus frontal. CT-scan pada frontal internal
cerebri dan gambaran diploic menunjukkan erosi dan infiltrasi tulang.
CT-scan dapat menunjukkan perdarahan tumor akut dan pelebaran pembuluh darah
pada kalvarium.
Massa yang homogeny dengan densitas yang sama mengelilingi otak dapat 25-33%
adalah meningioma. Densitas meningioma lebih tinggi disbanding otak. Meningioma dapat
menimbulkan edema yang luas, necrosis dan jarang terjadi perdarahan. Edema tidak terjadi
pada 50% pasien karena pertumbuhan yang lambat, tetapi dapat meluas. Edema lebih
dominan terjadi di lapisan white matter, dan mengakibatkan penurunan densitas. Lihat
gambar berikut.
Gambar 6.
Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan isodensitas sphenoid-wing meningioma.
Fissura Sylvii kiri kolaps sebagian.
Gambar 7.
Meningioma Otak. CT-scan menunjukkan meningioma isodensitas spenoid. Massa
meningioma terlihat setelah diberi injeksi zat kontras secara intravena.
Zat kontras pada CT-Scan akan menunjukkan tumor dengan densitas sedang sampai kuat;
dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah.
12
Gambar 8.
Meningioma Otak. Meningioma pada lobus parietal. CT-scan dengan kontras menunjukkan
lingkaran, peningkatan desitas, dan massa unilobus. Perlekatan massa pada bagian dura
serebral, sehingga adanya terlihat edema yang jelas pada otak.
Gambar 9.
Meningioma otak. Meningioma lobus parietal. Injeksi pada arteri meningeal media
menunjukkan adanya perkumpulan tumor. Vaskularisasi yang meningkat dapat di lihat di
posterior dari massa. Vena drainase tidak terlihat.
Gambar 10.
13
Meningioma otak. Tentorium posterior meningioma dengan potongan coronal pada CT-scan
dengan zat kontras. Terdapat massa yang berbatas tegas dengan peningkatan densitas di
sepanjang tentorium. Penumpukan cairan serebrospinal, edema subtle, hemodensitas, dan
dilatasi ventrikel.
Gambar 11.
Meningioma Parasagital. A. MRI nonkontras potongan sagital T1 menunjukkan massa dural
yang padat dengan invasi dan kompresi terhadap korteks parietal. B. MRI dengan zat kontras
potongan sagittal T1 menunujukkan perlekatan sebagian tumor. C. Potongan Koronal T2
menunjukkan massa padat yang menunjukkan jaringan padat. Gambaran ini menunjukkan
meningioma fibroblastik. D. MRI potongan axial T1 dengan zat kontras menujukkan
hiperintensitas yanr terletak di sumsum tulang.
14
Gambar 12.
A. Nonkontras angio-MRI lateral menunjukkan oklusi sinus sagital ssuperior akibat invasi
oleh meningioma. B. MRI rekonstruksi menunjukkan obstruksi vena-venas sagital dan
memperlihatkan tumor dalam 3D.
MRI dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, dan invasi sinus venos,
dan hubungan antara tumor dengan dengan sekeliilingnya.Kelebihan lain dapat melihat area
juxtasellar dan fossa posterior dan kadang dapat menunjukkan hubungan penyebaran
penyakit melalui CSF. Kemampuan multiplanar adalah kemampuan untuk memvisualisasikan
kontak tumor dengan meningen, kapsul tumor, dan kontras pada meningeal dapat
memperjelas tumor.11,12,13 Dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 13.
Meningioma otak. MRI nonkontras menunjukkan meningioma parasagital. Gambaran
homogen menunjukkan massa yang bulat dengan kapsul tipis. Tumor terletak pada dura
sagitalis kiri. Massa tampak mendorong trigonum ventrikel.
15
Gambar 14.
Meningioma otak. MRI nonkontras potongan axial menunjukkan paarasagital meningioma.
Gambar T1 menunjukkan homogenitas, panjang T1 dan massa dilapisi kapsul. Tumor
melekat pada falx serebri bagian kiri. Massa terlihat disepanjang girus serebri.
Gambar 15.
Meningioma multiple: A. Sagittal T1 menunjukkan fossa posterior dan meningioma parietal.
B Gadolinium pada Sagittal T1 menunjukkan pengkontrasan massa. C. T2 coronal
menunjukkan penampilan intensitas rendah dari massa posterior setelah embolisasi
endovaskular.
16
Gambar 16.
Maligna dan multiple meningioma. Seorang lelaki kulit putih, 47 tahun dibedah dengan
Gamma Knife karena meningioma conveks, diikuti dengan pembedahan micro untuk
mengangkat tumor pada tahun 2001. A, B. 4 tahun yang lalu -Desember 2005- MRI
menunjukkan sebuah massa sisa di paretal dan occipital. Sinus sigmoid kiri tersumbat. C, D.
Sebuah meningioma kecil pada frontal kanan juga dioperasi radiologi pada waktu yang sama.
Edema dan peningkatan intensitas setelah injeksi gadolinium.
d. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral hemorrhage,
perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa tumor, kalsifikasi, invasi
parenkim oleh meningioma malignan, dan massa lobus atau multi lobules yang hanya dapat
digambarkan dengan ultrasonografi.
e. Angiografi
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran
“spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular
yang homogen dan prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon.10
Meningioma mendapat asupan makanan oleh meningeal branches dari arteri carotid
internal dan external. Basal meningiomas pada anterior dan fossa cranial media dan
meningioma pada tulang sphenoid umumnya mendapat vaskularisasi dari arteri carotid
interna. Meningioma supratentorial divaskularisasikan dari arteri carotid interna dan
eksternal.
Angiografi dapat menunjukkan peta distribusi arterial yang berguna untuk persiapan
preoperasi embolisasi. Lihat gambar berikut.
17
Gambar 17.
Meningioma Otak. Parasellar meningioma. Angiograpi proyeksi lateral dari arteri carotid
menunjukkan mutipel tumor yang opak dengan dikelilingi pembuluh darah. Terlihat carotid
supraclinoid sirkumferensial.
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.
Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa
faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran
dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi,
riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan
tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi
tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang
untuk menurunkan kejadian rekurensi.12
Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera
diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari
sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai
profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin
generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian
metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan
pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.12
c. Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura
atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang yang
hiperostotik)
d. Grade IV : Reseksi parsial tumor
e. Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)
Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk
terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk
melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang
didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak
dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang
menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan
keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya
akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang
mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan
komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan
mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa
insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi.12
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun
1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik
radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan
didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang
berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat
(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat
mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm 12. Steiner
dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan
diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata
dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan
tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi
dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan
19
pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit
neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5
%.12
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui
efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan
untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien,
tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum,
decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte
dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.
Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide,
adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar
5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian.
Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi
apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus
pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan
meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat
memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan
juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.12
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan
meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti
progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2
kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan
meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10
pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau
parsial pada tiga pasien.12
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari
selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan
perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu
pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa
tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua
dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor
berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal
20
pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel
yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi
prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini.12
2.9. Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang
sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa snrvivalnya
relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah
75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor
dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10%
meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.13
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah
dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada invasi dan kerusakan
tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka kematian
(mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan
pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil.
Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan
(1957–1966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu
yaitu perdarahan dan edema otak.13
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Hasan Basri
Jenis kelamin : laki -laki
Usia : 43 tahun
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Natan, Aceh, Kecamatan Badar
Status : Menikah
Pekerjaan : - (dulu : supir angkot)
Tanggal masuk : 30 Desember 2012
21
Tanggal keluar: -
ANAMNESA
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah : Hal ini dialami os ± 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
os mengeluhkan hoyong kemudian terjatuh. Os sering mengeluhkan
nyeri kepala sejak 8 bulan yang lalu dan terasa memberat dalam 5
bulan terakhir. Nyeri dirasakan di kepala bagian kiri atas, terutama
pada pagi hari dan tidak berkurang dengan obat penghilang nyeri.
Kejang juga dialami os selama 4 kali dalam 8 bulan ini, tangan dan
kaki menghentak-hentak, mata terbelalak ke atas. Pada kejang
terakhir kali, os tidak sadar selama kejang dan setelah kejang os juga
tidak sadar. Durasi kejang ± 15 menit. Riwayat kejang sebelumnya,
os sadar selama kejang dan sesudah kejang, dengan durasi kejang ± 5
menit. Keluhan mata kiri kabur juga dialami os sejak 5 bulan yang
lalu. 1 bulan setelahnya, mata kanan os juga kabur dan saat ini os
tidak dapat melihat lagi. Menurut istrinya, os sering lupa dalam 8
bulan ini.
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus sirkulatorius : akral hangat, CRT <3”
Traktus respiratorius : batuk (-), sesak nafas (-)
Traktus digestivus : muntah (-), BAB (+) dbn
Traktus urogenitalis : BAK (+) dbn
Penyakit terdahulu dan kecelakaan :-
Intoksikasi dan obat-obatan :-
ANAMNESA KELUARGA
Faktor herediter :-
Faktor familier :-
Dan lain – lain :-
22
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan pertumbuhan : dbn
Imunisasi : tidak jelas
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : - (dulu supir angkot)
Perkawinan dan anak : menikah
PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 72 x/i
Frekuensi Nafas : 24 x/i
Temperatur : 36 °C
Kulit dan Selaput Lendir : dbn
Kelenjar dan Getah Bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Persendian : sdn
GENITALIA
23
STATUS NEUROLOGI
SENSORIUM : Somnolen
KRANIUM
Bentuk : bulat
Fontanella : tertutup
Palpasi : teraba pulsasi A. temporalis dan A. carotis
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : desah (-)
Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan
PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku kuduk :-
Tanda kerniq :-
Tanda Laseque :-
Tanda Brudzinski I :-
Tanda Brudzinski II :-
Parosmia - -
Hiposmia - -
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah sdn sdn
Produksi kelenjar ludah sdn sdn
Hiperakusis sdn sdn
Refleks stapedial sdn sdn
NERVUS IX, X
Pallatum Mole : medial
Uvula : sdn
Disfagia : (-)
Disatria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : tdp
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : sdn
NERVUS XII
Lidah
Tremor : sdn
Atrofi : sdn
Fasikulasi : sdn
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : sdn
SISTEM MOTORIK
Trofi : (-)
Tonus Otot : sdn
Kekuatan Otot : lateralisasi ke kanan
TEST SENSIBILITAS
Eksterosptif : dbn
Proprioseptif : tdp
Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas
Stereognosis : sdn
Pengenalan Dua Titik : sdn
Grafestesia : sdn
REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps (+) (+)
Triceps (+) (+)
Radioperiosit (+) (+)
APR (+) (+)
KPR (+) (+)
Strumple (+) (+)
Refleks Patologis
Babinski (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
28
KOORDINASI
Lenggang : sdn
Bicara : sdn
Menulis : sdn
Percobaan apraksia : sdn
Mimik : sdn
Test Telunjuk – Telunjuk : sdn
Test Telunjuk – Hidung : sdn
Diadokhokinesia : sdn
Test tumit – Lutut : sdn
Test Romberg : tdp
VEGETATIF
Vasomotorik : dbn
Sudomotorik : dbn
Pilo-erektor : tdp
Miksi : dbn
Defekasi : dbn
Potensi dan Libido : tdp
VERTEBRATA
Bentuk
Normal :+
Scoliosis :-
Hiperlordosis :-
Pergerakan
Leher : sdn
Pinggang : sdn
29
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : sdn
Ingatan Baru : sdn
Ingatan Lama : sdn
Orientasi
Diri : sdn
Tempat : sdn
Waktu : sdn
Situasi : sdn
Intelegensia : sdn
Daya Pertimbangan : sdn
Reaksi Emosi : sdn
Afasia
Ekspresif : sdn
30
Represif : sdn
Apraksia : sdn
Agnosia
Agnosia visual : sdn
Agnosia jari – jari : sdn
Akalkulia : sdn
Disorientasi kanan – kiri : sdn
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah : Hal ini dialami os ± 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
os mengeluhkan hoyong kemudian terjatuh. Os sering mengeluhkan
nyeri kepala sejak 8 bulan yang lalu dan terasa memberat dalam 5
bulan terakhir. Nyeri dirasakan di kepala bagian kiri atas, terutama
pada pagi hari dan tidak berkurang dengan obat penghilang nyeri.
Kejang juga dialami os selama 4 kali dalam 8 bulan ini, tangan dan
kaki menghentak-hentak, mata terbelalak ke atas. Pada kejang
terakhir kali, os tidak sadar selama kejang dan setelah kejang os juga
tidak sadar. Durasi kejang ± 15 menit. Riwayat kejang sebelumnya,
os sadar selama kejang dan sesudah kejang, dengan durasi kejang ± 5
menit. Keluhan mata kiri kabur juga dialami os sejak 5 bulan yang
lalu. 1 bulan setelahnya, mata kanan os juga kabur dan saat ini os
31
Sensorium : somnolen
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 72 x/i
Frekuensi Nafas : 24 x/i
Temperatur : 36 °C
Peningkatan tekanan intrakranial : nyeri kepala (+), kejang (+)
Perangsangan meningeal : (-)
Reflex fisiologis : B/T : +/+ ; APR/KPR : +/+
Reflex patologis : H/T : -/- ; Babinski : -/-
Nervus kranialis
N. I : sdn
N. II : RC +/+, Pupil isokor diameter 3 mm, visus sdn
N. III, IV, VI : Pergerakan Bola Mata sdn
N. V : Buka Tutup Mulut sdn
N.VII : Sudut Mulut Simetris
N. VIII : Pendengaran sdn
N. IX, X : Uvula sdn
N. XI : Angkat bahu sdn
N. XII : Lidah istirahat medial, atrofi sdn, fasikulasi sdn
DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL : Penurunan kesadaran + Obs.Konvulsi + hemiparese dekstra +
susp.blindness ODS
DIAGNOSA ETIOLOGIK : Space Occupying Lesion (SOL)
DIAGNOSA ANATOMIK : Korteks serebri
DIAGNOSA KERJA : Penurunan kesadaran + Obs.Konvulsi + hemiparese dekstra +
susp.blindness ODS ec. Susp. SOL intracranial
32
PENATALAKSANAAN
- Bed Rest, Elevasi Kepala 30o
- IVFD R Sol 20 gtt/i
- Inj. Dexamethasone 2 ampul bolus 1 amp./6 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Inj. Diazepam 1 amp (k/p)
- Fenitoin 3 x 100 mg
- B.complex 3x1 mg
FOLLOW UP
30 Desember 2012
S Kejang
O Sens: sdn ( di bawah pengaruh diazepam)
TD : 120/90 mmHg
HR : 64 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36,1 °C
31 Desember 2012
S Kejang
O Sens: somnolen
TD : 110/70 mmHg
HR : 84 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36,8 °C
- Fenitoin 3 x 100 mg
- B comp 3x1
R/ -
1 Januari 2013
S Kejang (-)
O Sens: somnolen
TD : 120/70 mmHg
HR : 84 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36,8 °C
2 Januari 2013
S Kejang (-)
O Sens: apatis
TD : 100/70 mmHg
HR : 88 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36,8 °C
3 Januari 2013
S Kejang (-)
36
O Sens: CM
TD : 110/70 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36,7 °C
Hasil : adanya massa heterogen berbatas tidak tegas yang menyengat kontras pasca pemberian
kontras pada proyeksi lobus frontalis kanan-kiri dengan perifokal oedem yang luas di
sekitarnya. Massa tampak menyebabkan penyempitan dan pendorongan ventrikel lateral dan
ventrikel tiga, serta pendorongan garis tengah ke kanan.
Kesan : SOL proyeksi lobus frontalis bilateral dengan gambaran herniasi subfalcine ke kanan High
Grade Glioma dd GBM.
38
BAB IV
DISKUSI & KESIMPULAN
4.1. Diskusi
Pada kasus didapatkan gejala dan tanda klinis dari pasien adalah lemah lengan dan tungkai
kanan, nyeri kepala dan penglihatan berkurang secara perlahan. Dari teori dikemukakan
Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain misalnya sakit kepala,
muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal seperti kejang-kejang,
kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala klinis lain yang paling sering adalah kejang-kejang,
gangguan visus, gangguan mental, dan gangguan fokal.Tetapi timbulnya tanda-tanda dan
gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan tingginya tekanan intrakranial. Tanda-tanda
fokal sangat tergantung dari letak tumor, gejala-gejala bermacam-macam sesuai dengan
fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat.
4.2. Kesimpulan
Seorang laki-laki berinisial SJP berusia 49 tahun datang ke RSHAM dengan keluhan
lemah lengan dan tungkai kanan. Hal ini dialami os ± 12 jam sebelum masuk rumah sakit.
Sebelumnya os mengeluhkan hoyong kemudian terjatuh. Os sering mengeluhkan nyeri kepala
sejak 8 bulan yang lalu dan terasa memberat dalam 5 bulan terakhir. Nyeri dirasakan di
kepala bagian kiri atas, terutama pada pagi hari dan tidak berkurang dengan obat penghilang
nyeri. Kejang juga dialami os selama 4 kali dalam 8 bulan ini, tangan dan kaki menghentak-
hentak, mata terbelalak ke atas. Pada kejang terakhir kali, os tidak sadar selama kejang dan
setelah kejang os juga tidak sadar. Durasi kejang ± 15 menit. Riwayat kejang sebelumnya, os
sadar selama kejang dan sesudah kejang, dengan durasi kejang ± 5 menit. Keluhan mata kiri
kabur juga dialami os sejak 5 bulan yang lalu. 1 bulan setelahnya, mata kanan os juga kabur
dan saat ini os tidak dapat melihat lagi. Menurut istrinya, os sering lupa dalam 8 bulan ini.
Riwayat penyakit terdahulu : tidak dijumpai. Dan pasien di diagnosis dengan Blindness ODS
+ Hemiparase Dextra + PN VII UMN Dextra ec Susp.. SOL Intracranial (Meningioma)
Dan ditatalaksana dengan Bed Rest, IVFD R Sol 20 gtt/I, Inj. Dexamethasone 2 amp
bolus lalu 1 amp (6 jam tappering off/3 hari), Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam, B.complex 2 xc1
mg.
DAFTAR PUSTAKA
40