Anda di halaman 1dari 42

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, laporan kasus ini dapat
diselesaikan tepat waktu.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penyusun ucapkan kepada dr. Rifita sebagai
pembimbing di Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik Medan Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing dan membantu selama
pelaksanaan laporan kasus ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, segala kritik dan saran yang membangun atas laporan kasus ini dengan senang hati
penyusun terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang diperbuat dan
semoga penyusun dapat membuat laporan kasus lain yang lebih baik di kemudian hari.

Akhir kata, penyusun berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

Medan, 31 Januari 2013

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. ii

Daftar isi............................................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan.......................................................................................................... 1

Bab II Tinjauan Pustaka................................................................................................... 2

2.1. Definisi ............................................................................................................ 2


2.2. Epidemiologi ................................................................................................... 2
2.3. Etiologi ............................................................................................................ 2
2.4. Patogenesis....................................................................................................... 3
2.5. Klasifikasi ........................................................................................................ 3
2.6. Manifestasi Klinik ........................................................................................... 5
2.7. Diagnosis dan Pemeriksaan ............................................................................. 8
2.8. Penatalaksanaan ............................................................................................... 18
2.9. Prognosis ......................................................................................................... 21

Bab III Laporan Kasus ................................................................................................... 29

Bab IV Diskusi Kasus & Kesimpulan.............................................................................. 47

Daftar Pustaka .................................................................................................................. 50


1

BAB I
PENDAHULUAN

Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di
bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua
lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma malignan
jarang terjadi.1

Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensinya


yaitu mencapai angka 20%. Meningioma lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria
terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk
ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih
dalam pencarian karena belum cukup bukti untuk memastikannya. Pada umumnya
meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid.
Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat
pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks.1

Tempat predileksi di ruang kranium supratentorial ialah daerah parasagitalis. Yang


terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar.
Jika meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum
di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk
memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan
penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis.1

Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat


menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang
terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan
gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala
ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan
atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood.
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di
bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua
lobusnya.1

2.2. Epidemiologi
Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intrakranial dan 12 % dari semua
tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat.
Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun,
tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih
lanjut.Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10 % malignan. Meningioma
malignant dapat terjadi pada wanita dan laki-laki,meningioma benign lebih banyak terjadi
pada wanita.2

2.3. Etiologi
Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan,
dan virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada
beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat
timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah
trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya
hubungan antara meningioma dan trauma.

Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada akhir kehamilan, mungkin
hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu.
Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan
dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari
meningioma. Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron
misroscope inclusion bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam membran
inti.13
3

2.4. Patogenesis
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori
telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan
timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang
kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi
kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan
gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik.
Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang
menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen
yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma .3

Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab


kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet
diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan
(EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya
radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor
untuk mengembangkan meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari
pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma memiliki
reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen, dan jarang estrogen.
Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada meningioma yang jinak, baik pada
pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali
menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan
hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon
dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-
kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan.2,3

2.5. Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui,
termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi
yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin
pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor
semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian
4

penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi


dengan tindakan bedah dan observasi yang berkelanjutan. 7
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi.
Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya
membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.7
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignan atau
meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang dari 1 % dari seluruh
kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III
diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.7
d.
Low risk of Recurrence and Aggressive Growth Grade I
Meningothelial meningioma
Fibrous (fibroblastic) meningioma
Transitional (mied) meningioma
Psammomatous Meningioma
Angiomatous meningioma
Mycrocystic meningioma
Lymphoplasmacyte-rich meningioma
Metaplastic meningioma
Secretory meningioma

Greater Likelihood of Recurrence, Aggressive behavior, or any Type with a High


Proliferative Index Grade II
Atypical meningioma
Clear cell meningioma (Intracranial)
Choroid meningioma

Grade III Rhabdoid meningioma


Papillary meningioma
Anaplastic (malignant) meningioma

Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi dari tumor 8 :


5

a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaputyang
terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri
mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.
b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.
c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata.
Banyak terjadi pada wanita.
d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian
belakang otak.
f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada
dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari.
g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara
40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis setingkat thorax dan dapat
menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri
radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang paa atau di sekitar mata
cavum orbita.
i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh
bagian otak.

2.6. Manifestasi Klinis


Meningioma tumbuhnya perlahan-lahan dan tanpa memberikan gejala-gejala dalam
waktu yang lama, bahkan sampai bertahun-tahun. Ini khas untuk meningioma tetapi tidak
pathognomonis. Diperkirakan meningioma intrakranial yang merupakan 1,44% dari seluruh
otopsi sebagian besar tidak menunjukkan gejala-gejala dan didapatkan secara kebetulan. Dari
permulaan sampai timbulnya gejala-gejala rata-rata ± 26 bulan, dilaporkan juga gejala-gejala
yang lama timbulnya yaitu antara 20 — 30 tahun. Walaupun demikian gejala-gejala yang
cepat tidak menyingkir kan adanya meningoma.
Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain misalnya sakit kepala,
muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal seperti kejang-kejang,
kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala umum ini sering sudah ada sejak lama bahkan ada yang
bertahun-tahun sebelum penderita mendapat perawatan dan sebelum diagnosa ditegakkan. 1
Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala klinis lain yang
paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut :
6

 kejang-kejang (±48%)
 gangguan visus (± 29%)
 gangguan mental (± 13%)
 gangguan fokal (± 10%)
Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan tingginya
tekanan intrakranial. Tanda-tanda fokal sangat tergantung dari letak tumor, gejala-gejala
bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat
perlahan-lahan atau cepat. Menurut LEAVEN gangguan fungsi otak ini penting untuk
diagnosa dini. Gejala-gejala ini timbul akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer otak,
antara hemisfer atau dari otak kedalam tumor.

Sakit Kepala
Merupakan gejala yang paling sering, sakit kepala ini tidak khas, dapat umum atau
terlokalisir ada daerah yang berlainan. Hal ini sudah lazim walaupun tidak dikaitkan dengan
meningkatnya tekanan intracranial. Meningioma Intra Ventrikuler seringkali mengalami sakit
kepala dan peningkatan tekanan intrakranial, karena meningioma di tempat tersebut dapat
bergerak dan dapat mengadakan penyumbatan pada aliran cairan serebrospinalis. Sakit kepala
tersebut bersifat unilateral dan gejala-gejala ini mungkin hilang timbul. Selain sakit kepala
juga disertai mual dan muntah-muntah.

Kejang
Didapati 48% dari kasus meningioma mengalami kejang-kejang terutama pada meningioma
parasagittal dan lobus temporalis, Adanya kejang-kejang ini akan memperkuat diagnosa.

Gangguan Mata
Gangguan mata yang terjadi pada meningioma dapat berupa :
 penurunan visus
 papil oedema
 nystagmus
 gangguan yojana penglihatan
 gangguan gerakan bola mata
 exophthalmus.1
7

Hemiparese
Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan tumor-tumor intrakranial
yang lain. 10% dari kasus meningiomadidapati kelumpuhan fokal, Crose dkk mendapatkan
tiga dari 13 kasusnya dengan hemi parese disertai gangguan sensoris dari N V.13

Gangguan Mental
Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan pula dengan lokalisasi dari
tumor. Gejala mental seperti: dullness, confusion stupor merupakan gejala-gejala yang paling
sering.13
Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan gangguan saraf otak (nervus
cranialis) terutama yang paling sering dari kasus-kasus Crouse yaitu N II, V, VI, IXdan X.
Gejala yang menarik adalah adanya Intermittent cerebral symptoms. Pada 219 penderita
dengan meningioma supra tentorial didapatkan gangguan fungsi serebral yang mendadak
intermitten dan sementara dapat beberapa menit atau lebih dari sehari. Gejala-gejala dapat
berupa afasia, kelumpuhan dari muka dan lidah, hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi
(olfaktoris) dan kejang-kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi serebral
berulang-ulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa membingungkan
dengan suatu infark otak atau insuffuiensia serebrovaskuler,migrain, dan multiple sclerosis.
Pada umumnya C.V.A. dapat dibedakan dengan tumor intrakranial dengan adanya gejala-
gejala yang mendadak dan perlahan-lahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-gejala
neurologis. Bermacam-macam gejala neurologis yang paling sering menimbulkan kesalahan
diagnosa.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :


 Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
 Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status
mental
 Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang,
kebutaan, dan penglihatan ganda.
 Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
 Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot
wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan,
 Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
 Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
 Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
8

 Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing.8

2.7. Diagnosis dan Pemeriksaan

Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiografi.
Foto polos kepala dapat memberikan gambaran kalsifikasi karena ada meningioma pada
dasar tulang kepala dengan bentuk yang konveks. Meningioma dapat mengakibatkan reaktif
hyperostosis yang tidak berhubungan dengan ukuran tumor. Osteolisis jarang mengakibatkan
meningioma yang jinak dan malignan.

Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyaki meningioma masih


memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat plak yang
hyperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion.

Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan hasil false-
negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak dapat ditegakkan secara
langsung dengan menggunakan CT atau MRI.

a. Foto polos Otak


Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Foto polos
diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus
sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah
meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi
terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.9

b. Computed Tomography (CT scan)


CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak
meningioma. Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum kontras, dan
gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras. Tumor juga memberikan
gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Udem peritumoral dapat
terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat
terlihat.9

CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma. Invasi sepanjang


dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas, yang menyebabkan
9

hiperostosis.8 Gambaran CT-scan paling baik untuk menunjukkan kalsifikasi dari


meningioma; dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. The CT nature of the calcification
may be nodular, fine and punctate, or dense. Penelitian histologi membuktikan bahwa proses
kalsifikasi > 45% adalah meningioma.

Gambar 1.
Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media. Massa
kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk cincin
dan punctata. Tidak terlihat adanya edema.

Gambar 2.
Dua kasus berbeda. A, B. CT-scan menunjukkan kalsifikasi meningioma dari lobus parietal.
C, D. CT-scan nonkontras potongan axial menunjukkan massa kalsifikasi yang homogeny
melekat pata tulang parietal kanan. Jaringan lunak tumor banyak terlihat pada bagian
posterior. Penyebab kalsifikasi minor lain pada hemispere serebri kiri disebabkan oleh
penyakit parasit. Gambaran MRI potongan coronal T2 menunjukkan deposit kalsium (seperti
bintang) yang dikelilingi jaringan solid. Pada kasus ini tidak terlihat edema.

CT-scan efektif menunjukkan hyperostosis, destruksi tulang, erosi pada perlekatan dura.
Hiperostosis sering terlihat 15-20% pada pasien. Lihat gambar berikut.
10

Gambar 3.
Meningioma otak. Gambaran CT-Scan tanpa zat kontras menunjukkan sebuah meningioma
maligna di lobus frontal yang muncul seperti massa dengan densitas tinggi. Kavitas kistik
bisa berupa nekrosis tumor, perdarahan yang lama, degenaratif kistik atau CSF yang terjebak.
Edema dan pergeseran Midline ke bagian kiri anterior juga dapat terlihat.

Gambar 4.
Meningioma otak. CT-Scan tanpa kontras menunjukkan meningioma maligna di lobus
frontal. Dapat terlihat peningkatan densitas dan massa yang homogen dan perselubungan
yang berbentuk cincin.

Gambar 5.
11

Meningioma otak. Meningioma maligna pada lobus frontal. CT-scan pada frontal internal
cerebri dan gambaran diploic menunjukkan erosi dan infiltrasi tulang.

CT-scan dapat menunjukkan perdarahan tumor akut dan pelebaran pembuluh darah
pada kalvarium.

Massa yang homogeny dengan densitas yang sama mengelilingi otak dapat 25-33%
adalah meningioma. Densitas meningioma lebih tinggi disbanding otak. Meningioma dapat
menimbulkan edema yang luas, necrosis dan jarang terjadi perdarahan. Edema tidak terjadi
pada 50% pasien karena pertumbuhan yang lambat, tetapi dapat meluas. Edema lebih
dominan terjadi di lapisan white matter, dan mengakibatkan penurunan densitas. Lihat
gambar berikut.

Gambar 6.
Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan isodensitas sphenoid-wing meningioma.
Fissura Sylvii kiri kolaps sebagian.

Gambar 7.
Meningioma Otak. CT-scan menunjukkan meningioma isodensitas spenoid. Massa
meningioma terlihat setelah diberi injeksi zat kontras secara intravena.

Zat kontras pada CT-Scan akan menunjukkan tumor dengan densitas sedang sampai kuat;
dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah.
12

Gambar 8.
Meningioma Otak. Meningioma pada lobus parietal. CT-scan dengan kontras menunjukkan
lingkaran, peningkatan desitas, dan massa unilobus. Perlekatan massa pada bagian dura
serebral, sehingga adanya terlihat edema yang jelas pada otak.

Gambar 9.
Meningioma otak. Meningioma lobus parietal. Injeksi pada arteri meningeal media
menunjukkan adanya perkumpulan tumor. Vaskularisasi yang meningkat dapat di lihat di
posterior dari massa. Vena drainase tidak terlihat.

Periperal kistik dapat mengakibatkan cairan serebrospinal terperangkap yang dapat


dilihat pada gambaran berikut.

Gambar 10.
13

Meningioma otak. Tentorium posterior meningioma dengan potongan coronal pada CT-scan
dengan zat kontras. Terdapat massa yang berbatas tegas dengan peningkatan densitas di
sepanjang tentorium. Penumpukan cairan serebrospinal, edema subtle, hemodensitas, dan
dilatasi ventrikel.

Komponen-kompenen kistik pada meningioma dapat terlihat di dalam tumor atau


antara tumor dengan jaringan otak, oleh karena itu disebut CSF yang terjebak.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi
meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung pada lokasi
tumor berada.9 Kelebihan MRI dalam memberikan gambaran meningioma adalah resolusi 3
dimensi. Kemampuan MRI untuk membedakan tipe dari jaringan ikat, kemampuan
multiplanar, dan rekonstruksi 3D. Dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 11.
Meningioma Parasagital. A. MRI nonkontras potongan sagital T1 menunjukkan massa dural
yang padat dengan invasi dan kompresi terhadap korteks parietal. B. MRI dengan zat kontras
potongan sagittal T1 menunujukkan perlekatan sebagian tumor. C. Potongan Koronal T2
menunjukkan massa padat yang menunjukkan jaringan padat. Gambaran ini menunjukkan
meningioma fibroblastik. D. MRI potongan axial T1 dengan zat kontras menujukkan
hiperintensitas yanr terletak di sumsum tulang.
14

Gambar 12.
A. Nonkontras angio-MRI lateral menunjukkan oklusi sinus sagital ssuperior akibat invasi
oleh meningioma. B. MRI rekonstruksi menunjukkan obstruksi vena-venas sagital dan
memperlihatkan tumor dalam 3D.

MRI dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, dan invasi sinus venos,
dan hubungan antara tumor dengan dengan sekeliilingnya.Kelebihan lain dapat melihat area
juxtasellar dan fossa posterior dan kadang dapat menunjukkan hubungan penyebaran
penyakit melalui CSF. Kemampuan multiplanar adalah kemampuan untuk memvisualisasikan
kontak tumor dengan meningen, kapsul tumor, dan kontras pada meningeal dapat
memperjelas tumor.11,12,13 Dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 13.
Meningioma otak. MRI nonkontras menunjukkan meningioma parasagital. Gambaran
homogen menunjukkan massa yang bulat dengan kapsul tipis. Tumor terletak pada dura
sagitalis kiri. Massa tampak mendorong trigonum ventrikel.
15

Gambar 14.
Meningioma otak. MRI nonkontras potongan axial menunjukkan paarasagital meningioma.
Gambar T1 menunjukkan homogenitas, panjang T1 dan massa dilapisi kapsul. Tumor
melekat pada falx serebri bagian kiri. Massa terlihat disepanjang girus serebri.

Gambar 15.
Meningioma multiple: A. Sagittal T1 menunjukkan fossa posterior dan meningioma parietal.
B Gadolinium pada Sagittal T1 menunjukkan pengkontrasan massa. C. T2 coronal
menunjukkan penampilan intensitas rendah dari massa posterior setelah embolisasi
endovaskular.
16

Gambar 16.
Maligna dan multiple meningioma. Seorang lelaki kulit putih, 47 tahun dibedah dengan
Gamma Knife karena meningioma conveks, diikuti dengan pembedahan micro untuk
mengangkat tumor pada tahun 2001. A, B. 4 tahun yang lalu -Desember 2005- MRI
menunjukkan sebuah massa sisa di paretal dan occipital. Sinus sigmoid kiri tersumbat. C, D.
Sebuah meningioma kecil pada frontal kanan juga dioperasi radiologi pada waktu yang sama.
Edema dan peningkatan intensitas setelah injeksi gadolinium.
d. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral hemorrhage,
perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa tumor, kalsifikasi, invasi
parenkim oleh meningioma malignan, dan massa lobus atau multi lobules yang hanya dapat
digambarkan dengan ultrasonografi.

e. Angiografi
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran
“spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular
yang homogen dan prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon.10

Magnetic resonance angiography (MRA and MRV) merupakan pemeriksaan penunjang


yang berkembang dari ilmu angiografi klasik, yang belakangan ini merupakan alat diagnostik
yang kuat untuk mengetahui embolisasi dan perencanaan untuk operasi. Agiografi masih bisa
digunakan jika terjadi embolisasi akibat tumor.

Meningioma mendapat asupan makanan oleh meningeal branches dari arteri carotid
internal dan external. Basal meningiomas pada anterior dan fossa cranial media dan
meningioma pada tulang sphenoid umumnya mendapat vaskularisasi dari arteri carotid
interna. Meningioma supratentorial divaskularisasikan dari arteri carotid interna dan
eksternal.

Angiografi dapat menunjukkan peta distribusi arterial yang berguna untuk persiapan
preoperasi embolisasi. Lihat gambar berikut.
17

Gambar 17.
Meningioma Otak. Parasellar meningioma. Angiograpi proyeksi lateral dari arteri carotid
menunjukkan mutipel tumor yang opak dengan dikelilingi pembuluh darah. Terlihat carotid
supraclinoid sirkumferensial.

2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.
Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa
faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran
dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi,
riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan
tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi
tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang
untuk menurunkan kejadian rekurensi.12

Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera
diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari
sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai
profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin
generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian
metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan
pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.12

Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial12 :


a. Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
b. Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
18

c. Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura
atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang yang
hiperostotik)
d. Grade IV : Reseksi parsial tumor
e. Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)

Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk
terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk
melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang
didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak
dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang
menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan
keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya
akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang
mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.

Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan
komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan
mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa
insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi.12
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun
1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik
radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan
didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang
berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat
(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat
mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm 12. Steiner
dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan
diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata
dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan
tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi
dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan
19

pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit
neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5
%.12

Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui
efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan
untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien,
tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum,
decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte
dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.
Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide,
adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar
5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian.
Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi
apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus
pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan
meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat
memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan
juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.12

Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan
meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti
progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2
kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan
meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10
pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau
parsial pada tiga pasien.12

Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari
selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan
perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu
pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa
tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua
dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor
berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal
20

pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel
yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi
prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini.12

2.9. Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang
sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa snrvivalnya
relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah
75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor
dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10%
meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.13

Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah
dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada invasi dan kerusakan
tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka kematian
(mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan
pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil.
Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan
(1957–1966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu
yaitu perdarahan dan edema otak.13

BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PRIBADI
Nama : Hasan Basri
Jenis kelamin : laki -laki
Usia : 43 tahun
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Natan, Aceh, Kecamatan Badar
Status : Menikah
Pekerjaan : - (dulu : supir angkot)
Tanggal masuk : 30 Desember 2012
21

Tanggal keluar: -

ANAMNESA
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah : Hal ini dialami os ± 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
os mengeluhkan hoyong kemudian terjatuh. Os sering mengeluhkan
nyeri kepala sejak 8 bulan yang lalu dan terasa memberat dalam 5
bulan terakhir. Nyeri dirasakan di kepala bagian kiri atas, terutama
pada pagi hari dan tidak berkurang dengan obat penghilang nyeri.
Kejang juga dialami os selama 4 kali dalam 8 bulan ini, tangan dan
kaki menghentak-hentak, mata terbelalak ke atas. Pada kejang
terakhir kali, os tidak sadar selama kejang dan setelah kejang os juga
tidak sadar. Durasi kejang ± 15 menit. Riwayat kejang sebelumnya,
os sadar selama kejang dan sesudah kejang, dengan durasi kejang ± 5
menit. Keluhan mata kiri kabur juga dialami os sejak 5 bulan yang
lalu. 1 bulan setelahnya, mata kanan os juga kabur dan saat ini os
tidak dapat melihat lagi. Menurut istrinya, os sering lupa dalam 8
bulan ini.

Riwayat penyakit terdahulu : tidak dijumpai


Riwayat penggunaan obat : obat anti nyeri

ANAMNESA TRAKTUS
Traktus sirkulatorius : akral hangat, CRT <3”
Traktus respiratorius : batuk (-), sesak nafas (-)
Traktus digestivus : muntah (-), BAB (+) dbn
Traktus urogenitalis : BAK (+) dbn
Penyakit terdahulu dan kecelakaan :-
Intoksikasi dan obat-obatan :-

ANAMNESA KELUARGA
Faktor herediter :-
Faktor familier :-
Dan lain – lain :-
22

ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan pertumbuhan : dbn
Imunisasi : tidak jelas
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : - (dulu supir angkot)
Perkawinan dan anak : menikah

PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 72 x/i
Frekuensi Nafas : 24 x/i
Temperatur : 36 °C
Kulit dan Selaput Lendir : dbn
Kelenjar dan Getah Bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Persendian : sdn

KEPALA DAN LEHER


Bentuk dan posisi : bulat, medial
Pergerakan : sdn
Kelainan Panca Indera : mata kemungkinan tidak bisa melihat
Rongga Mulut dan Gigi : dbn
Kelenjar Parotis : dbn
Desah : tidak dijumpai
Dan lain-lain : tidak dijumpai

RONGGA DADA DAN ABDOMEN Rongga dada Rongga abdomen


Inspeksi simetris fusimormis simetris
Perkusi sonor timpani
Palpasi sdn soepel, H/L/R : ttb
Auskultasi SP = Vesikuler normoperistaltik

GENITALIA
23

Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan

STATUS NEUROLOGI

SENSORIUM : Somnolen
KRANIUM
Bentuk : bulat
Fontanella : tertutup
Palpasi : teraba pulsasi A. temporalis dan A. carotis
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : desah (-)
Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan

PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku kuduk :-
Tanda kerniq :-
Tanda Laseque :-
Tanda Brudzinski I :-
Tanda Brudzinski II :-

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL


Muntah :-
Sakit kepala : (+) dialami 8 bulan yang lalu, memberat dalam 5 bulan
terakhir, dirasakan di kepala bagian kiri atas, terutama pada
pagi hari. Tidak berkurang dengan obat penghilang nyeri.
Kejang : (+) dialami sebanyak 4x dalam 8 bulan ini, kejang tonik
klonik, saat kejang terakhir, selama kejang dan sesudah kejang
os tidak sadar.

SARAF OTAK / NERVUS KRANIALIS


NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia sdn sdn
Anosmia - -
24

Parosmia - -
Hiposmia - -

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Visus sdn sdn
Lapangan Pandang sdn sdn
Normal
Menyempit
Hemianopsia
Scotoma
Refleks Ancaman sdn sdn
Fundus okuli tdp tdp
Warna
Batas
Ekskavasio
Arteri
Vena

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi sinistra (OS)


Gerakan Bola Mata sulit dinilai sulit dinilai
Nistagmus (-) (-)
Pupil
Lebar diameter 3 mm diameter 3 mm
Bentuk isokor isokor
Refleks Cahaya Langsung (+) (+)
Refleks Cahaya Tidak Langsung (+) (+)
Rima Palpebra 7 mm 7 mm
Deviasi Konjugate (-) (-)
Fenomena Dolls Eye tdp tdp
Strabismus (-) (-)

NERVUS V Kanan Kiri


Motorik
Membuka dan menutup mulut sdn sdn
25

Palpasi Otot Masseter dan Temporalis sdn sdn


Kekuatan Gigitan sdn sdn
Sensorik
Kulit sdn sdn
Selaput Lendir sdn sdn
Refleks Kornea
Langsung (+) (+)
Tidak Langsung (+) (+)
Refleks Masseter sdn sdn
Refleks Bersin sdn sdn
NERVUS VII Kanan Kiri
Motorik
Mimik sdn sdn
Kerut kening sdn sdn
Menutup mata sdn sdn
Meniup Sekuatnya sdn sdn
Memperlihatkan Gigi sdn sdn
Tertawa sdn sdn

Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah sdn sdn
Produksi kelenjar ludah sdn sdn
Hiperakusis sdn sdn
Refleks stapedial sdn sdn

NERVUS VIII Kanan Kiri


Auditorius
Pendengaran sdn sdn
Test Rinne tdp tdp
Test Weber tdp tdp
Test schwabach tdp tdp
Vestibularis
Nistagmus (-) (-)
26

Reaksi Kalori tdp tdp


Vertigo (-) (-) Tinnitus
(-) (-)

NERVUS IX, X
Pallatum Mole : medial
Uvula : sdn
Disfagia : (-)
Disatria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : tdp
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : sdn

NERVUS XI Kanan Kiri


Mengangkat Bahu sdn sdn
Fungsi Otot sternocleidomastoideus sdn sdn

NERVUS XII
Lidah
Tremor : sdn
Atrofi : sdn
Fasikulasi : sdn
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : sdn

SISTEM MOTORIK
Trofi : (-)
Tonus Otot : sdn
Kekuatan Otot : lateralisasi ke kanan

Sikap (Duduk-Berbaring-Berbaring) : berbaring


27

Gerakan Spontan Abnormal


Tremor : sdn
Khorea : sdn
Ballismus : sdn
Mioklonus : sdn
Atetosis : sdn
Distonia : sdn
Spasme : sdn
Tic : sdn

TEST SENSIBILITAS
Eksterosptif : dbn
Proprioseptif : tdp
Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas
Stereognosis : sdn
Pengenalan Dua Titik : sdn
Grafestesia : sdn

REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps (+) (+)
Triceps (+) (+)
Radioperiosit (+) (+)
APR (+) (+)
KPR (+) (+)
Strumple (+) (+)
Refleks Patologis
Babinski (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
28

Hoffman-Tromner (-) (-)


Klonus Lutut (-) (-)
Klonus Kaki (-) (-)
Refleks Primitif (-) (-)

KOORDINASI
Lenggang : sdn
Bicara : sdn
Menulis : sdn
Percobaan apraksia : sdn
Mimik : sdn
Test Telunjuk – Telunjuk : sdn
Test Telunjuk – Hidung : sdn
Diadokhokinesia : sdn
Test tumit – Lutut : sdn
Test Romberg : tdp

VEGETATIF
Vasomotorik : dbn
Sudomotorik : dbn
Pilo-erektor : tdp
Miksi : dbn
Defekasi : dbn
Potensi dan Libido : tdp

VERTEBRATA
Bentuk
Normal :+
Scoliosis :-
Hiperlordosis :-
Pergerakan
Leher : sdn
Pinggang : sdn
29

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER


Laseque :-
Cross Laseque :-
Test Lhermitte :-
Test Naffzinger :-

GEJALA - GEJALA SEREBELAR


Ataksia : sdn
Disatria : sdn
Tremor : sdn
Nistagmus : sdn
Fenomena rebound : sdn
Vertigo : sdn

GEJALA - GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL


Tremor : sdn
Rigiditas : sdn
Bradikinesia : sdn

FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : sdn
Ingatan Baru : sdn
Ingatan Lama : sdn
Orientasi
Diri : sdn
Tempat : sdn
Waktu : sdn
Situasi : sdn
Intelegensia : sdn
Daya Pertimbangan : sdn
Reaksi Emosi : sdn
Afasia
Ekspresif : sdn
30

Represif : sdn
Apraksia : sdn
Agnosia
Agnosia visual : sdn
Agnosia jari – jari : sdn
Akalkulia : sdn
Disorientasi kanan – kiri : sdn

KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah : Hal ini dialami os ± 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
os mengeluhkan hoyong kemudian terjatuh. Os sering mengeluhkan
nyeri kepala sejak 8 bulan yang lalu dan terasa memberat dalam 5
bulan terakhir. Nyeri dirasakan di kepala bagian kiri atas, terutama
pada pagi hari dan tidak berkurang dengan obat penghilang nyeri.
Kejang juga dialami os selama 4 kali dalam 8 bulan ini, tangan dan
kaki menghentak-hentak, mata terbelalak ke atas. Pada kejang
terakhir kali, os tidak sadar selama kejang dan setelah kejang os juga
tidak sadar. Durasi kejang ± 15 menit. Riwayat kejang sebelumnya,
os sadar selama kejang dan sesudah kejang, dengan durasi kejang ± 5
menit. Keluhan mata kiri kabur juga dialami os sejak 5 bulan yang
lalu. 1 bulan setelahnya, mata kanan os juga kabur dan saat ini os
31

tidak dapat melihat lagi. Menurut istrinya, os sering lupa dalam 8


bulan ini.

Sensorium : somnolen
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 72 x/i
Frekuensi Nafas : 24 x/i
Temperatur : 36 °C
Peningkatan tekanan intrakranial : nyeri kepala (+), kejang (+)
Perangsangan meningeal : (-)
Reflex fisiologis : B/T : +/+ ; APR/KPR : +/+
Reflex patologis : H/T : -/- ; Babinski : -/-

Nervus kranialis
N. I : sdn
N. II : RC +/+, Pupil isokor diameter 3 mm, visus sdn
N. III, IV, VI : Pergerakan Bola Mata sdn
N. V : Buka Tutup Mulut sdn
N.VII : Sudut Mulut Simetris
N. VIII : Pendengaran sdn
N. IX, X : Uvula sdn
N. XI : Angkat bahu sdn
N. XII : Lidah istirahat medial, atrofi sdn, fasikulasi sdn

Kekuatan Motorik: lateralisasi ke kanan

DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL : Penurunan kesadaran + Obs.Konvulsi + hemiparese dekstra +
susp.blindness ODS
DIAGNOSA ETIOLOGIK : Space Occupying Lesion (SOL)
DIAGNOSA ANATOMIK : Korteks serebri
DIAGNOSA KERJA : Penurunan kesadaran + Obs.Konvulsi + hemiparese dekstra +
susp.blindness ODS ec. Susp. SOL intracranial
32

PENATALAKSANAAN
- Bed Rest, Elevasi Kepala 30o
- IVFD R Sol 20 gtt/i
- Inj. Dexamethasone 2 ampul bolus  1 amp./6 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Inj. Diazepam 1 amp (k/p)
- Fenitoin 3 x 100 mg
- B.complex 3x1 mg

FOLLOW UP
30 Desember 2012

S Kejang
O Sens: sdn ( di bawah pengaruh diazepam)
TD : 120/90 mmHg
HR : 64 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36,1 °C

Peningkatan TIK : (-)


Perangsangan Meningeal : (-)
Nervus Kranialis : sdn
Reflex Fisiologis : B/T : +/+
APR/KPR : +
Kekuatan motorik : sdn, kesan lateralisasi ke kanan
33

A Penurunan Kesadaran + Obs. Konvulsi + Hem. Dextra + susp. Blindness ODS ec


Susp SOL Intrakranial
P - Bedrest, elevasi kepala 30°
- NGT, kateter terpasang
- IVFD R Sol 20 gtt/i
- Inj Dexamethason 1 amp/6 jam ( hari 1 )
- Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Inj Diazepam 1 amp ( K/P)
- Fenitoin 3 x 100 mg
- B comp 3x1
R/ - Darah puasa ( KGD N) , 2 jam pp, lipid profile, as urat, LFT
- Konsul pembacaan Head CT scan. Foto thorax, EKG

31 Desember 2012

S Kejang
O Sens: somnolen
TD : 110/70 mmHg
HR : 84 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36,8 °C

Peningkatan TIK : (-)


Perangsangan Meningeal : (-)
Nervus Kranialis : sdn
Reflex Fisiologis : B/T : +/+
APR/KPR : +
Kekuatan motorik : sdn, kesan lateralisasi ke kanan
A Penurunan Kesadaran + Obs. Konvulsi + Hem. Dextra + susp. Blindness ODS ec
Susp SOL Intrakranial
P - Bedrest, elevasi kepala 30°
- NGT, kateter terpasang
- IVFD R Sol 20 gtt/i
- Inj Dexamethason 1 amp/6 jam ( hari 2)
- Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Inj Diazepam 1 amp ( K/P)
34

- Fenitoin 3 x 100 mg
- B comp 3x1

R/ -

1 Januari 2013

S Kejang (-)
O Sens: somnolen
TD : 120/70 mmHg
HR : 84 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36,8 °C

Peningkatan TIK : (-)


Perangsangan Meningeal : (-)
Nervus Kranialis : sdn
Reflex Fisiologis : B/T : +/+
APR/KPR : +
Kekuatan motorik : sdn, kesan lateralisasi ke kanan
A Penurunan Kesadaran + Obs. Konvulsi + Hem. Dextra + susp. Blindness ODS ec
Susp SOL Intrakranial
P - Bedrest, elevasi kepala 30°
- NGT, kateter terpasang
- IVFD R Sol 20 gtt/i
- Inj Dexamethason 1 amp/6 jam ( hari 3)
- Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Inj Diazepam 1 amp ( K/P)
- Fenitoin 3 x 100 mg
- B comp 3x1
R/ -
35

2 Januari 2013

S Kejang (-)
O Sens: apatis
TD : 100/70 mmHg
HR : 88 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36,8 °C

Peningkatan TIK : (-)


Perangsangan Meningeal : (-)
Nervus Kranialis : sdn
Reflex Fisiologis : B/T : +/+
APR/KPR : +
Kekuatan motorik : sdn, kesan lateralisasi ke kanan
A Penurunan Kesadaran + Obs. Konvulsi + Hem. Dextra + susp. Blindness ODS ec
Susp SOL Intrakranial
P - Bedrest, elevasi kepala 30°
- NGT, kateter terpasang
- IVFD R Sol 20 gtt/i
- Inj Dexamethason 1 amp/6 jam ( hari 4)
- Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Inj Diazepam 1 amp ( K/P)
- Fenitoin 3 x 100 mg
- B comp 3x1
R/ -

3 Januari 2013

S Kejang (-)
36

O Sens: CM
TD : 110/70 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36,7 °C

Peningkatan TIK : (-)


Perangsangan Meningeal : (-)
Nervus Kranialis : dbn
Reflex Fisiologis : B/T : +/+
APR/KPR : +
Kekuatan motorik :
ESD : 44444/44444 ESS : 55555/55555
EID : 44444/44444 EIS : 55555/55555
A Obs. Konvulsi + Hem. Dextra + susp. Blindness ODS ec Susp SOL Intrakranial
P - Bedrest, elevasi kepala 30°
- NGT, kateter terpasang
- IVFD R Sol 20 gtt/i
- Inj Dexamethason 1 amp/6 jam ( hari 5)
- Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Inj Diazepam 1 amp ( K/P)
- Fenitoin 3 x 100 mg
- B comp 3x1
R/ -

Hasil Head CT- Scan :


37

Hasil : adanya massa heterogen berbatas tidak tegas yang menyengat kontras pasca pemberian
kontras pada proyeksi lobus frontalis kanan-kiri dengan perifokal oedem yang luas di
sekitarnya. Massa tampak menyebabkan penyempitan dan pendorongan ventrikel lateral dan
ventrikel tiga, serta pendorongan garis tengah ke kanan.
Kesan : SOL proyeksi lobus frontalis bilateral dengan gambaran herniasi subfalcine ke kanan  High
Grade Glioma dd GBM.
38

BAB IV
DISKUSI & KESIMPULAN

4.1. Diskusi

Pada kasus didapatkan gejala dan tanda klinis dari pasien adalah lemah lengan dan tungkai
kanan, nyeri kepala dan penglihatan berkurang secara perlahan. Dari teori dikemukakan
Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain misalnya sakit kepala,
muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal seperti kejang-kejang,
kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala klinis lain yang paling sering adalah kejang-kejang,
gangguan visus, gangguan mental, dan gangguan fokal.Tetapi timbulnya tanda-tanda dan
gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan tingginya tekanan intrakranial. Tanda-tanda
fokal sangat tergantung dari letak tumor, gejala-gejala bermacam-macam sesuai dengan
fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat.

CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak


meningioma. Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum kontras, dan
gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras. Tumor juga memberikan
gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Udem peritumoral dapat
terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat
terlihat.CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma. Invasi sepanjang
dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas, yang menyebabkan
hiperostosis. Gambaran CT-scan paling baik untuk menunjukkan kalsifikasi dari meningioma.
Pada kasus hasil CT-Scan menunjukkan peningkatan densitas dan massa yang homogen pada
bagian lobus frontal.
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.
Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa
faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran
dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi,
riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan
tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi
tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang
untuk menurunkan kejadian rekurensi.
39

4.2. Kesimpulan

Seorang laki-laki berinisial SJP berusia 49 tahun datang ke RSHAM dengan keluhan
lemah lengan dan tungkai kanan. Hal ini dialami os ± 12 jam sebelum masuk rumah sakit.
Sebelumnya os mengeluhkan hoyong kemudian terjatuh. Os sering mengeluhkan nyeri kepala
sejak 8 bulan yang lalu dan terasa memberat dalam 5 bulan terakhir. Nyeri dirasakan di
kepala bagian kiri atas, terutama pada pagi hari dan tidak berkurang dengan obat penghilang
nyeri. Kejang juga dialami os selama 4 kali dalam 8 bulan ini, tangan dan kaki menghentak-
hentak, mata terbelalak ke atas. Pada kejang terakhir kali, os tidak sadar selama kejang dan
setelah kejang os juga tidak sadar. Durasi kejang ± 15 menit. Riwayat kejang sebelumnya, os
sadar selama kejang dan sesudah kejang, dengan durasi kejang ± 5 menit. Keluhan mata kiri
kabur juga dialami os sejak 5 bulan yang lalu. 1 bulan setelahnya, mata kanan os juga kabur
dan saat ini os tidak dapat melihat lagi. Menurut istrinya, os sering lupa dalam 8 bulan ini.
Riwayat penyakit terdahulu : tidak dijumpai. Dan pasien di diagnosis dengan Blindness ODS
+ Hemiparase Dextra + PN VII UMN Dextra ec Susp.. SOL Intracranial (Meningioma)
Dan ditatalaksana dengan Bed Rest, IVFD R Sol 20 gtt/I, Inj. Dexamethasone 2 amp
bolus lalu 1 amp (6 jam tappering off/3 hari), Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam, B.complex 2 xc1
mg.

DAFTAR PUSTAKA
40

1. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas Kedokteran Universtas


Indonesia; 2003. Hal 393-4.
2. Focusing on tumor meningioma. Available from: http://www.abta.org/meningioma.pdf
3. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma. Available from:
http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20dan
%20klasifikasi%20meningioma.doc
4. Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
5. Imaging in Brain Meningioma.2011. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/341624-overview
6. Netter HF, etc. Spinal nerve origin. In: Neuroanatomy and neurophysiology. USA: Icon
Custom Communication: 2002. P. 24
7. Tew John, MD et al. Meningiomas. 2009. Available from:
http://www.mayfieldclinic.com/PE-MENI.htm
8. Meningioma.2012.Available from:. http://www.cancer.net/cancer-types/overview-77
9. Fyann E, Khan N, Ojo A. Meningioma. In: SA Journal of Article Radiology. SA: Medical
University of Southern Africa; 2004. p. 3-5.
10. Neuroradiology Imaging Teaching Files Case Thirty Six-Meningioma. Available from:
http://www.uhrad.com/mriarc/mri036.htm
11. Meningioma.2009. Available from:
http://www.meddean.luc.edu/Lumen/meded/radio/curriculum/N/Meningioma1.htm
12.Manajemen Meningioma. Available from:
http://somelus.wordpress.com/2009/07/18/meningioma/
13. Widjaja D, Meningioma intracranial.Available from:
http://www.portalkalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.pdf/09Meningi
omaIntrakranial016.html

Anda mungkin juga menyukai