Osteo Unsri PDF
Osteo Unsri PDF
Muhammad Mukti
Pembimbing:
Dr. Radiyati Umi Partan, SpPD, M.Kes
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi osteoporosis berdasarkan kriteria WHO .......................................... 3
2. Estimasi jumlah lokasi fraktur osteoporosis pada pria dan wanita
umur ≥ 50 tahun pada 2000, menurut regio WHO......................................... 5
3. Karakteristik Osteoporosis Tipe I dan II ....................................................... 10
4. Efek estrogen terhadap berbagai sel tulang ................................................... 11
5. Faktor risiko osteoporosis .............................................................................. 20
6. Penanda biokimia tulang ................................................................................ 23
7. Bagian-bagian tulang yang diukur (Region of Interest, ROI) ........................ 26
8. T-score dan Z-score ....................................................................................... 27
9. Klasifikasi diagnostik osteoporosis (WHO study group 1994) ..................... 28
10. Tindakan berdasarkan hasil T-score .............................................................. 31
11. Generasi Bisfosfonat ...................................................................................... 36
12. Kebutuhan asupan kalsium ............................................................................ 41
13. Efikasi anti fraktur dari beberapa agen terapeutik ......................................... 42
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Proses proliferasi dan diferensiasi sel osteoblas menjadi osteosit ................. 7
2. Tahapan remodelling tulang selama proses pembentukan tulang.................. 8
3. Stuktur mikrografi tulang normal dan osteoporosis ...................................... 9
4. Patogenesis osteoporosis pasca menopause .................................................. 12
5. Efek estrogen dan sitokin terhadap pengaturan pembentukan osteoklas,
aktivitas, dan proses apoptosisnya ................................................................. 14
6. Peranan RANK dan RANK-Ligand dalam aktivasi sel osteoklas dan
peran OPG menghambat proses tersebut ....................................................... 15
7. Proses pembentukan dan aktivasi sel osteoklas, atas pengaruh
RANK-L beserta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspresi
RANK-L ....................................................................................................... 16
8. Mekanisme terjadinya osteoporosis akibat glukokortikoid ........................... 18
9. Patogenesis osteoporosis tipe II dan fraktur .................................................. 19
10. Algoritma managemen osteoporosis akibat glukokortikoid pada pria dan
wanita ............................................................................................................. 32
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
sekunder. Rasio perempuan dan laki-laki pada fraktur pinggul 2:1. Insiden fraktur
pergelangan tangan di Inggris dan Amerika berkisar 400-800 per 100.000 perempuan.
Fraktur kompresi tulang belakang jauh lebih sulit untuk diperkirakan karena sering
tanpa gejala. Diperkirakan lebih dari satu juta wanita postmenopause Amerika akan
mengalami patah tulang tulang belakang dalam perjalanan satu tahun.2,5
Tinjauan pustaka ini dibuat untuk membahas patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan osteoporosis yang sering dijumpai pada proses yang telah lanjut.
Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan kita semua dalam menegakkan
diagnosis secara dini dan penatalaksanaan osteoporosis yang tepat.
BAB II
PATOGENESIS OSTEOPOROSIS
2.1 Definisi
Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti berlubang atau
dalam istilah populer adalah tulang keropos. Menurut International Consensus
Definition tahun 1993, Osteoporosis adalah penyakit skeletal sistemik yang ditandai
dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang
sehingga terjadi kerapuhan tulang dan peningkatan kerentanan patah tulang. Pada
tahun 2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis
sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh Compromised bone strength
sehingga tulang mudah patah. Secara operasional osteoporosis didefinisikan
berdasarkan penilaian bone mineral density (BMD). Berdasarkan kriteria WHO,
osteoporosis adalah nilai BMD berada pada 2,5 standar deviasi (SD) atau di bawah
nilai rata-rata dewasa muda yang sehat (T score < -2,5 SD). 1-4,7,8
Definisi Kriteria
3
4
2.2 Epidemiologi
Osteoporosis merupakan masalah kesehatan utama global yang menyebabkan
lebih dari 200 juta patah tulang osteoporosis di seluruh dunia setiap tahun, termasuk
1,6 juta fraktur panggul. Di Amerika Serikat pada tahun 2005, ada sekitar dua juta
patah tulang diperkirakan terkait osteoporosis, termasuk sekitar 547.000 patah tulang
belakang, 297.000 patah tulang pinggul (hip), 397.000 patah tulang pergelangan
tangan, 135.000 patah tulang panggul (pelvic), dan 675.000 patah tulang di tempat
lain. Jumlah seluruh patah tulang di Amerika Serikat diproyeksikan mencapai lebih
dari 3 juta tahun 2025. Meskipun hanya sekitar seperempat sampai sepertiga dari
patah tulang belakang yang terbukti secara klinis, ini dapat menyebabkan hilangnya
tinggi badan, kyphosis, penyakit paru restriktif, distensi perut dan meningkatkan
angka kematian. Fraktur pinggul (hip) adalah fraktur paling banyak yang terkait
dengan osteoporosis. Sekitar 50% dari pasien yang patah tulang pinggul kehilangan
kemampuan untuk berjalan secara mandiri, sekitar 24% wanita dan 30% pria
meninggal dalam satu tahun pertama.9
Osteoporosis menyebabkan lebih dari 8,9 juta kasus fraktur setiap tahun di
dunia, dimana 4,5 juta kasus terjadi di Amerika dan Eropa. Saat ini diperkirakan ada
sekitar 0,3 juta fraktur panggul pertahun di Amerika Serikat dan 1,7 juta di Eropa.
Hampir semua peristiwa ini dikaitkan dengan osteoporosis, baik primer atau
sekunder. Rasio wanita dan pria pada fraktur pinggul 2:1. Insiden fraktur pergelangan
tangan di Inggris dan Amerika berkisar 400-800 per 100.000 wanita. Fraktur
kompresi tulang belakang jauh lebih sulit untuk diperkirakan karena sering tanpa
gejala. Diperkirakan lebih dari satu juta wanita pasca menopause Amerika akan
mengalami patah tulang tulang belakang dalam perjalanan satu tahun. Diperkirakan
40% wanita dan 13% pria berusia 50 tahun dan lebih tua akan mengalami patah
tulang osteoporosis pada kehidupan mereka. Ada kecenderungan angka kematian di
masa depan akan meningkat menjadi 47% untuk wanita dan 22% untuk pria. 2,5,10
5
Tabel 2. Estimasi jumlah lokasi fraktur osteoporosis pada pria dan wanita umur ≥ 50
tahun pada 2000, menurut regio WHO.2
kortikular adalah kalsifikasi, sedangkan hanya 15% sampai 25% dari volume
trabekular adalah kalsifikasi (sisanya adalah sumsum tulang, pembuluh darah, dan
jaringan ikat). Fungsi utama tulang kortikal berfungsi sebagai mekanik (alat gerak)
dan pelindung, sedangkan tulang trabekular sebagai fungsi metabolik dan juga
berperan dalam proses biomekanik tulang, terutama tulang belakang.10,11
Remodeling adalah proses dimana terjadi turn-over dari tulang yang
memungkinkan pemeliharaan bentuk, kualitas dan jumlah kerangka. Proses ini
ditandai oleh aktivasi yang terkoordinasi dari osteoklas dan osteoblas, yang terjadi
dalam unit multiseluler tulang (bone multicellular units/BMUs) dimana terjadi
peristiwa aktivasi proses resorpsi dan formasi yang berurutan dan terus menerus.10
Osteoblas adalah sel yang bertanggung jawab terhadap proses formasi tulang,
yaitu berfungsi dalam sintesis matriks tulang yang disebut osteoid, yaitu komponen
protein dari jaringan tulang. Osteoklas adalah sel tulang yang bertanggung jawab
terhadap proses resorbsi tulang. Osteoklas merupakan sel raksasa yang berinti banyak
dan berasal dari sel hemopoetik mononuklear. 1,5,10,12
Pada proses pembentukan tulang, osteoblast mulai bekerja. Untuk diferensiasi
dan maturasi osteoblas membutuhan faktor pertumbuhan lokal, seperti fibroblast
grow factor (FGF), bone morphogenetic proteins (BMPs) dan Wnt protein. Selain itu,
juga dibutuhkan faktor trankripsi, yaitu core binding factor-1 atau Runx2 atau Osterix
(Osx). Prekursor osteoblas ini akan berproliferasi dan berdiferensisi membentuk
preosteoblas dan kemudian akan menjadi osteoblas matur. Osteoblas selalu tampak
melapisi matrik tulang (osteoid) yang diproduksinya sebelum dikalsifikasi, proses
kalsifikasi ini membutuhkan waktu 10 hari. Membran osteoblas kaya akan alkali
fosfatase dan memiliki reseptor untuk hormon paratiroid dan prostaglandin tetapi
tidak memiliki reseptor untuk kalsitonin. Selain itu osteoblas juga mengekspresikan
reseptor estrogen, vitamin D3 dan berbagai sitokin, seperti colony stimulating factor
1 (CSF1), receptor activator nuclear factor ligand (RANKL) dan osteoprotegerin
(OPG). RANKL berperan pada maturasi prekursor osteoklas karena prekursor
7
Setelah pertumbuhan terhenti dan puncak massa tulang sudah tercapai, maka
proses pembentukan tulang akan dilanjutkan pada permukaan endosteal. Tulang
mengalami proses resorpsi dan formasi secara terus menerus yang disebut sebagai
remodelling tulang. Proses remodeling tulang merupakan proses mengganti tulang
8
yang sudah tua atau rusak, diawali dengan resorpsi tulang oleh osteoklas dan diikuti
oleh formasi tulang oleh osteoblas. Proses remodeling diawali dengan pengaktifan
osteoklas oleh sitokin tertentu. Osteoklas akan meninggalkan rongga yang disebut
lakuna howship pada tulang trabekular atau rongga kerucut (cutting cone) pada tulang
kortikal. Setelah resorpsi selesai, maka osteoblas akan melakukan formasi tulang
pada rongga yang ditinggalkan osteoklas dengan membentuk matriks tulang yang di
sebut osteoid, yang dilanjutkan dengan mineralisasi primer dalam waktu singkat
kemudian dilanjutkan dengan mineralisasi sekunder dalam waktu yang lebih lama
dan proses yang lebih lambat sehingga tulang menjadi keras. 1,5,11,12
Pada dewasa muda yang normal, sekitar 30% dari total massa kerangka
diperbaharui setiap tahun (half life = 20 bulan). Dalam setiap unit remodeling,
resorpsi tulang oleh osteoklas berlangsung sekitar 3 hari, dengan masa pemulihan 14
hari dan pembentukan tulang 70 hari (total = 87 hari). Tingkat pembentukan tulang
linier adalah 0.5 mm/day. Selama proses ini, sekitar 0.01 mm tulang diperbaharui
9
dalam satu unit remodeling. Secara teoritis, dengan deposisi matriks dan kalsifikasi
seimbang, serta keseimbangan antara aktivitas osteoklas dan osteoblas, jumlah tulang
yang dibentuk di tiap unit remodeling sama dengan jumlah tulang yang sebelumnya
diresorpsi. Dengan demikian, total massa kerangka tetap konstan. Homeostasis
kerangka ini bergantung pada aktifitas remodeling normal. Tingkat aktivasi unit
remodeling baru, hanya akan menentukan tingkat turnover. 11
osteosit, osteoklas dan kondrosit. Ekspresi ER dan ER meningkat bersamaan
dengan diferensiasi dan maturasi osteoblas.1
Estrogen merupakan regulator pertumbuhan dan homeostasis tulang yang
penting. Estrogen memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tulang,
mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun osteoklas, termasuk menjaga
keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut. Efek tak langsung estrogen terhadap
tulang berhubungan dengan homeostasis kalsium yang meliputi absorpsi kalsium di
usus, modulasi 1,25(OH)2 vitamin D, eksresi kalsium di ginjal dan sekresi hormon
paratiroid.1
sulih estrogen. Estrogen juga berperan dalam menurunkan produksi berbagai sitokin
oleh bone marraw stromal cells dan sel-sel mononuklear seperti interleukin-1 (IL-1),
interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-) yang berperan
meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat
menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut, sehingga aktifitas
osteoklas meningkat.1
Menopause
Estrogen
resopsi tulang
Osteoporosis
Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan
beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut,
mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti : IL-1, IL-6 dan TNF-,
merupakan sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen
meningkatkan sekresi transforming growth factor (TGF-), yang merupakan satu-
satunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan mediator untuk menarik
sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Sel
osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk melepaskan beberapa
faktor pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas, walaupun secara tidak
langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada sel osteoklas.14
Seperti dikemukakan diatas bahwa sel osteoblas memiliki reseptor estrogen
alfa dan beta di dalam sitosol. Dalam diferensiasinya sel osteoblas mengekspresikan
reseptor beta (ER) 10 kali lipat dari reseptor estrogen alfa (ER).15
Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen menyebabkan terjadinya
osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Dengan defisiensi estrogen ini akan
terjadi meningkatnya produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF- yang lebih lanjut akan
diproduksi M-CSF dan RANK-L. Selanjutnya RANK-L menginduksi aktivitas JNK1
dan osteoclastogenic activator protein-1, faktor transkripsi c-Fos dan c-Jun. Akan
tetapi dengan pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan
didapatkan penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-, begitu juga selanjutnya
akan terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANK-L). Di sisi lain
estrogen akan merangsang ekspresi dari OPG dan TGF- pada sel osteoblas dan sel
stroma, yang lebih lanjut akan menghambat resorpsi tulang dan meningkatkan
apoptosis dari sel osteoklas (lihat gambar 5).12,16,17
14
T cells B cells
Stimulatory factors
Monocytes
Inhibitor factors
TNF- TGF-
TNF-
IL-1 E () E () E (+) RANKL
TNF- RANKL E () E ()
E () Aktive
Osteoclast
Osteoclast
Osteoclast Differentiation apoptosis
precursors and activation
OPG
(+)
E (+)
TGF- E () E (+)
GM-CSF
PGE2 M-CSF RANKL RANKL TGF- TGF-
IL-6 E ()
E ()
Stromal cells/
osteoblast
Gambar 5. Efek estrogen dan sitokin terhadap pengaturan pembentukan osteoklas, aktivitas,
dan proses apoptosisnya. Efek estrogen sebagai stimulasi ditandai dengan E(+), sedangkan
efek inhibisi dengan tanda E(-)16
diferensiasi sel tersebut. Selain itu sel stroma osteoblas juga mensekresi suatu
substansi yang larut dan mengambang, yang berfungsi sebagai reseptor dan dapat
juga mengikat RANK-L yang disebut OPG. OPG dapat beraksi sangat poten sebagai
penghambat pembentukan osteoklas dengan cara berikatan dengan RANK-L,
sehingga mencegah interaksi antara RANK-L dengan RANK pada progenitor
osteoklas (gambar 6).18,19
DIFFERENTIATION
M-CSF
RANK
RANKL
OPG
RANKL
Osteoblast/Stromal cells
RANKL OPG
“decoy receptor” INHIBITION
Gambar 6. Peranan RANK dan RANK-Ligand dalam aktivasi sel osteoklas dan peran
OPG menghambat proses tersebut.19
Gambar 7. Proses pembentukan dan aktivasi sel osteoklas, atas pengaruh RANK-L
beserta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspresi RANK-L21
17
menilai risiko kehilangan massa tulang, kumulatif dosis kumulatif (dalam gram/
tahun) lebih prediktif untuk tujuan ini. Pasien dengan dosis kumulatif tinggi ( > 30 g
prednison per tahun), memiliki insiden osteoporosis yang sangat tinggi (78%) dan
patah tulang (53%). Mekanisme terjadinya osteoporosis akibat glukokortikoid dapat
di lihat pada gambar 8 di bawah ini.22
BONE LOSS
Faktor lain yang ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada oarang
tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi
lama). Risiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah risiko terjatuh lebih tinggi
pada orang tua lebih dibandingkan pada orang muda.1
Usia lanjut
Defisiensi vit D, absorpsi Ca
aktifitas 1- hidroksilase, di usus
resistensi thd vit D.
reabsorpsi Ca
di ginjal
risiko terjatuh
( kekuatan otot,
aktifitas otot, medikasi,
Osteoporosis
gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan,
dan lain-lain.
Fraktur
Hingga saat ini deteksi dini osteoporosis merupakan hal yang sangat sulit
dilakukan. Osteoporosis merupakan penyakit yang hening (silent), kadang-kadang
tidak memberikan tanda-tanda atau gejala sebelum patah tulang terjadi. Diagnosis
penyakit osteoporosis terkadang baru diketahui setelah terjadinya patah tulang
punggung, tulang pinggul, tulang pergelangan tangan atau patah tulang lainnya pada
orang tua, baik pria atau wanita. Biasanya massa tulang yang sudah berkurang 30-
40% baru dapat dideteksi dengan pemeriksaan X-ray konvensional.3
20
21
Pada pemeriksaan fisik, tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap
pasien osteoporosis. Demikian juga dengan gaya berjalan pasien, deformitas tulang,
leg-length inequality, nyeri spinal dan jaringan parut pada leher (bekas operasi
tiroid). 1,3,4
Hipokalsemia ditandai oleh iritasi muskuloskeletal, yang berupa tetani.
Biasanya didapatkan aduksi jempol tangan, fleksi sendi metakarpalpalangeal dan
ekstensi sendi-sendi interpalangeal. 1,3,4
Energy X-ray Absorptiometry). Saat ini gold standard pemeriksaan osteoporosis pada
laki-laki maupun osteoporosis pascamenopause pada wanita adalah DEXA, yang
digunakan untuk pemeriksaan vertebra, collum femur, radius distal, atau seluruh
tubuh. 1,3,4
Bagian tulang seperti tulang punggung (vertebralis) dan pinggul (Hip)
dikelilingi oleh jaringan lunak yang tebal seperti jaringan lemak, otot, pembuluh
darah, dan organ-organ dalam perut. Jaringan-jaringan ini membatasi penggunaan
SPA (Single Photon Absorptiometry) atau SXA, oleh karena dengan system ini tidak
dapat menembus jaringan lunak tersebut, akan tetapi hanya dapat digunakan untuk
tulang yang berada dekat kulit. DEXA atau absorptiometri X-ray energy ganda
memungkinkan kita untuk mengukur baik massa tulang di permukaan maupun bagian
yang lebih dalam. 1,3,4
Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas
mineral tulang pada orang seusia dan dewasa muda etnis yang sama, yang
dinyatakan dalam persentase.
Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas
mineral tulang pada orang seusia dan dewasa muda etnis yang sama, yang
dinyatakan dalam skore standar deviasi (Z-score atau T-score).
T score hanya digunakan untuk wanita post atau perimenopause dan laki-laki
diatas 50 tahun, sedangkan Z score digunakan pada wanita premenopause dan
laki-laki dibawah 50 tahun.
Ada empat kategori diagnosis massa tulang (densitas tulang) berdasarkan T-score
adalah sebagai berikut :1
1. Normal: nilai densitas atau kandungan mineral tulang tidak lebih dari 1 standar
deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau kira-kira 10% di bawah rata-rata
orang dewasa atau lebih tinggi (T-score lebih besar atau sama dengan -1 SD).
28
2. Osteopenia (massa tulang rendah): nilai densitas atau kandungan mineral tulang
lebih dari 1 standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, tapi tidak lebih dari
2,5 standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau 10-25% di bawah rata-
rata (T-score antara -1 SD sampai -2,5 SD).
3. Osteoporosis: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5 standar
deviasi di bawah nilai rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-rata atau
kurang (T-score di bawah -2,5 SD).
4. Osteoporosis lanjut: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5
standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-rata ini
atau lebih, dan disertai adanya satu atau lebih patah tulang osteoporosis (T-score di
bawah -2,5 SD dengan adanya satu atau lebih patah tulang osteoporosis).
Klasifikasi T-score
Normal -1 atau lebih besar
Low bone mass (osteopenia) Antara -1 dan -2,5
Osteoporosis -2,5 atau kurang (tanpa fraktur)
Osteoporosis berat -2,5 atau kurang dan fraktur fragilitas
Setelah menerima diagnosis osteoporosis atau massa tulang yang rendah, kita
harus memonitor massa tulang yang berkurang atau bertambah seiring dengan waktu.
Pengukuran massa tulang ini penting secara klinis untuk mendiagnosis dan
mengendalikan/pengobatan osteoporosis.1
29
2. Multiple myeloma.
Multiple myeloma (MM) ditandai oleh lesi litik tulang, penimbunan sel plasma
dalam sumsum tulang, dan adanya protein monoklonal dalam serum dan urine.
30
MM harus difikirkan pada pasien diatas 40 tahun dengan anemia yang sulit
diketahui penyebabnya, disfungsi ginjal atau adanya lesi tulang (hanya < 2%
pasien berusia < 40 tahun). Pasien MM biasanya datang dengan gejala anemia,
nyeri tulang, fraktur patologik, tendensi perdarahan, dan atau neuropati perifer.
Kelainan ini akibat dari tekanan massa tumor atau sekresi protein atau sitokin oleh
sel tumor, atau sel-sel dari produk tumor. Diagnostik MM ditegakkan mulai dari
trias klasik (sel plasma, biasanya > 10% + M protein + lesi litik). Pemeriksaan
laboratorium untuk menegakkan diagnosis MM adalah albumin-globulin,
elektroforesis protein serum, protein Bence-Jones urine, hiperkalsemia,
peningkatan ureum-kreatinin dan sel plasma abnormal tampak dalam film darah
pada 15% pasien.26
3. Hiperparatiroid
Hiperparatiroidisme terdapat dalam dua bentuk : primer dan sekunder. Bentuk
primer adalah karena fungsi yang berlebihan dari kelenjar paratiroid, biasanya
adalah adenoma. Hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum
hormon paratiroid tinggi, serum kalsium tinggi, dan serum ion kalsium tinggi.
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan
karena rangsangan produksi yang tidak normal. Hiperparatiroidisme sekunder
adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk
mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Kebanyakan pasien dengan
hiperparatiroidisme adalah asimtomatik. Manifestasinya terutama pada ginjal dan
tulang. Kelainan pada ginjal terutama nefrolitiasis yang rekuren, obstruksi traktus
urinarius, infeksi, gagal fungsi ginjal. Nefrolitiasis juga menyebabkan penurunan
fungsi ginjal dan retensi fosfat. Pemeriksaan laboratorium : peningkatan kadar
serum hormon paratiroid, serum kalsium tinggi, fosfat rendah, fosfatase alkali
tinggi, kalsium dan fosfat urin tinggi, 25 hidroksivitamin D rendah, test fungsi
ginjal. Pada rontgen : tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi, cystic-cystic dalam
tulang.
BAB IV
PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS
Dewasa ini telah ada upaya untuk memperluas pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan osteoporosis dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, mencegah
terjadinya komplikasi serta menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat
osteoporosis. Penatalaksanaan osteoporosis meliputi tindakan pencegahan dan
pengobatan yang dilakukan secara dini, dengan demikian akan mencegah komplikasi
fraktur fragilitas tulang. Tindakan yang dapat dilakukan berdasarkan T-score dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.1,7
Tabel 10. Tindakan berdasarkan hasil T-score1
Risiko
T-score Tindakan
fraktur
+1 Sangat - Tidak ada terapi
rendah - Ulang densitometri bila ada indikasi.
0 s/d +1 Rendah - Tidak ada terapi
- Ulang densitometri setelah 5 tahun
-1 s/d 0 Rendah - Tidak ada terapi
- Ulang densitometri setelah 2 tahun
-1 s/d -2,5 Sedang - Tindakan pencegahan osteoporosis
- Ulang densitometri setelah 1 tahun
-1 s/d -2,5 Sedang - Tindakan pengobatan osteoporosis
dengan terapi steroid - Tindakan pencegahan dilanjutkan
selama ≥ 3 bulan - Ulang densitometri setelah 1 tahun
< -2,5 Tinggi - Tindakan pengobatan osteoporosis
tanpa fraktur - Tindakan pencegahan dilanjutkan
- Ulang densitometri dalam 1-2 tahun
< -2,5 Sangat - Tindakan pengobatan osteoporosis
dengan fraktur tinggi - Tindakan pencegahan dilanjutkan
- Tindakan bedah atas indikasi
- Ulang densitometri dalam 6 bulan - 1 tahun
31
32
didefinisikan sebagai upaya mengurangi risiko patah tulang pada wanita pasca
menopause yang ditetapkan menderita osteoporosis (BMD T-score di bawah -2,5
dengan atau tanpa riwayat fraktur sebelumnya). Biasanya, risiko fraktur fragilitas
jauh lebih tinggi pada pengobatan populasi wanita tua di akhir pascamenopause yang
memungkinkan penilaian dari efikasi anti-fraktur.7
Penggunaan glukokortikoid jangka lama (≥ 3 bulan) merupakan salah satu
faktor presdiposisi terjadinya osteoporosis yang harus diwaspadai dan ditatalaksana
dengan baik dan tepat. Algoritma managemen osteoporosis akibat glukokortikoid
dapat dilihat di bawah ini (gambar 9).
7. Hindari berbagai hal yang dapat membuat penderita terjatuh, seperti lantai licin,
obat-obat sedatif atau obat anti hipertensi yang dapat menimbulkan hipotensi
orthostatik.
8. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang yang kurang terpajan sinar
matahari atau penderita dengan fotosensitifitas, misalnya SLE (Systemic Lupus
Erythematosus). Bila di duga ada defisiensi vitamin D, maka kadar 25(OH)D
serum harus diperiksa. Bila kadar 25(OH)D serum menurun, maka suplementasi
vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/hari pada orang tua harus diberikan. Pada
penderita dengan gagal ginjal, suplementasi 12,5(OH)2D harus dipertimbangkan.
9. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan
natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan resorpsi kalsium di tubulus
ginjal. Bila ekskresi kalsium > 300 mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah
(HCT 25 mg/hari).
10. Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka
panjang, usahakan pemberian glokokortikoid pada dosis serendah mungkin dan
sesingkat mungkin.
11. Pada penderita artritis reumatoid dan artritis inflamasi lainnya, sangat penting
mengatasi aktifitas penyakitnya, karena hal ini akan mengurangi nyeri dan
penurunan densitas massa tulang akibat artritis inflamasi yang aktif.
maka latihan dimulai dengan tanpa beban, kemudian ditingkatkan secara bertahap
sehingga mencapai latihan dengan pembebanan yang adekuat.3,27
Latihan (olahraga) merupakan bagian yang sangat penting pada pencegahan
maupun pengobatan osteoporosis. Program olahraga bagi penderita osteoporosis
sangat berbeda dengan olahraga untuk pencegahan osteoporosis. Gerakan-gerakan
tertentu yang dapat meningkatkan risiko patah tulang harus dihindari. Jenis olahraga
yang baik adalah dengan pembebanan dan ditambah latihan kekuatan otot yang
disesuaikan dengan usia dan keadaan individu masing-masing. Dosis olahraga harus
tepat karena terlalu ringan kurang bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada wanita
dapat menimbulkan gangguan pola haid yang justru akan menurunkan densitas
tulang. Jadi olahraga sebagai bagian dari pola hidup sehat dapat menghambat
kehilangan mineral tulang, membantu mempertahankan postur tubuh dan
meningkatkan kebugaran secara umum untuk mengurangi risiko jatuh. 3,27
4.2 Farmakologi
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja
osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang
beredar pada umumnya bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat anti resorpsi
misalnya: estrogen, kalsitonin, bisfosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak
mempunyai efek anti resorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk
optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan tulang oleh sel
osteoblas. 3,27
4.2.1 Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis.
Bisfosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat
satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh
sel osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja
36
osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah
osteoklas. 3,27
Pemberian bisfosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan
absorpsinya sangat buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum). Absorpsi juga
akan terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen lainnya,
dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam
keadaan perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun
minimal selama 30 menit, dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak
boleh berbaring. Sekitar 20-50% bisfosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada
permukaan tulang setelah 12-24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi
terhadap osteoklas, bisfosfonat akan tetap berada di dalam tulang selama berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun, tetapi tidak aktif lagi. Bisfosfonat yang tidak melekat
pada tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan diekresikan
dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati pemberiannya pada
penderita gagal ginjal. Efek samping bisfosfonat adalah refluks esofagitis,
osteonekrosis jaw, hipokalsemia dan atrial fibrilasi. Oleh sebab itu, penderita yang
memperoleh bisfosfonat harus diperhatikan asupan kalsiumnya. 3,27-29
Generasi I
Etidronat OH CH3 1
Alkil pendek atau
Klodronat Cl Cl 10
rantai samping halida
Tiludronat H CH2-S-fenil-Cl 10
Generasi II
Pamidronat OH CH2- CH2NH2 100
Grup amino terminal
Alendronat OH (CH2)3NH2 100-1.000
4.2.2 Raloksifen
Raloksifen golongan preparat anti estrogen yang mempunyai efek seperti
estrogen di tulang dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan terhadap
38
4.2.3 Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai anti resorpsi, mempengaruhi aktivitas sel
osteoblas maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen
dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon
(TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran
cerna. Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan,
peningkatan berat badan, tromboemboli, dan pada pemakaian jangka panjang dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen
adalah : kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan
uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboemboli, karsinoma ovarium, dan
penyakit hati yang berat. Di beberapa negara, saat ini TSH hanya direkomendasikan
untuk gejala klimakterium dengan dosis sekecilnya dan waktu sesingkatnya. TSH
tidak direkomendasikan lagi sebagai terapi pilihan pertama untuk osteoporosis. 3,4,28
Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti
resorpsi, adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1-2 mg/hari,
17-estradiol perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25-50 mg setiap 6
39
4.2.4 Kalsitonin
Kalsitonin obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan
penyakit-penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang. Dosis yang dianjurkan untuk
pemberian intra nasal adalah 200 IU pre hari. Kadar puncak dalam plasma akan
tercapai dalam waktu 20-30 menit dan akan dimetabolisme dengan cepat di ginjal.
Efek samping kalsitonin berupa kemerahan dan nyeri pada tempat injeksi serta
rhinorrhea (dengan kalsitonin nasal spray). 3, 9,27
4.2.6 Vitamin D
Vitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Lebih dari
90% vitamin D disintesis dalam tubuh, prekursornya ada di bawah kulit oleh paparan
sinar ultraviolet. Vitamin D dapat berupa alfacalcidol (25 OH vitamin D3) dan
calcitriol (1,25 (OH)2 Vitamin D3), kedua dapat digunakan untuk pengobatan
osteoporosis.8 Kadar vitamin D dalam darah diukur dengan cara mengukur kadar 25
OH vitamin D3. Pada penelitian didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500
mg kalsium peroral selama 18 bulan ternyata mampu menurunkan fraktur non spinal
sampai 50% (Dawson-Hughes, 1997). Pada pemberian vitamin D dosis tinggi (50.000
IU) dapat berkembang menjadi hiperkalsiuria dan hiperkalsemia. 3,9,27
4.2.7 Kalsitriol
Saat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan
osteoporosis pasca menopause. Kalsitriol diindikasikan bila terdapat hipokalsemia
yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pemberian kalsium peroral. Kalsitriol juga
diindikasikan untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder, baik akibat
hipokalsemia maupun gagal ginjal terminal. Dosis kalsitriol untuk pengobatan
osteoporosis adalah 0,25g, 1-2 kali per hari. 3,27
4.2.8 Kalsium
Kalsium sebagai mono terapi ternyata tidak cukup untuk mencegah fraktur
pada penderita osteoporosis. Preparat kalsium terbaik adalah kalsium karbonat,
karena mengandung kalsium elemental 400 mg/gram, disusul kalsium fosfat yang
mengandung kalsium elemental 230 mg/gram, kalsium sitrat yang mengandung
kalsium elemental 211 mg/gram, kalsium laktat yang mengandung kalsium elemental
130 mg/gram dan kalsium glukonat yang mengandung kalsium elemental 90
mg/gram. Pemberian kalsium dapat meningkatkan risiko hiperkalsiuria dan batu
ginjal. 3,9,27
41
4.2.9 Fitoestrogen
Fitoestrogen adalah fitokimia yang memiliki aktifitas estrogenik. Ada banyak
senyawa fitoestrogen, tetapi yang telah diteliti adalah isoflavin dan lignans. Isoflavon
yang berefek estrogenik antara lain genistein, daidzein dan glikosidanya yang banyak
ditemukan pada golongan kacang-kacangan (Leguminosae) seperti soy bean dan red
clover. Fitoestrogen terdapat banyak dalam kacang kedelai, daun semanggi. Sampai
saat ini belum ada uji klinis bahwa fitoestrogen dapat mencegah maupun mengobati
osteoporosis (Alekel, 2000; Potter 1998).22 Dosis efektif isoflavon 20-60 mg/hari,
dengan lama terapi 6 sampai 24 bulan. Seperti obat osteoporosis yang lain dianjurkan
pemberiannya bersama kalsium dan vitamin D.3
4.3 Pembedahan
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama
fraktur panggul. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi bedah
penderita osteoporosis adalah 3,27
1. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan bedah,
sebaiknya segera dlakukan. Sehingga dapat menghindari imobilisasi lama dan
komplikasi fraktur yang lebih lanjut.
2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga
mobilisasi penderita dapat dilakukan sedini mungkin.
3. Asupan kalsium harus tetap diperhatikan pada penderita yang menjalani tindakan
bedah, sehingga mineralisasi kalus menjadi sempurna.
4. Walaupun telah dilakukan tindakan bedah, pengobatan medikamentosa
osteoporosis dengan bisfosfonst atau raloksifen atau terapi pengganti hormonal,
maupun kalsitonin tetap harus diberikan.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiyohadi B. Osteoporosis. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid II, Edisi
IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2006; 1259-73.
6. Manolagas SC, Kousteni S, Jilka RL. Sex steroids and bone. The Endocrine
Society 2002.
9. Ackerman KE, and Meryl S. LeBoff MS. Chapter 13: Osteoporosis: Prevention
and treatment. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme.
Updated November 2008. Available from: http://www.endotext.org/parathyroid/
parathyroid13/parathyroidframe13.htm
10. Stevenson JC and Marsh MS. An atlas of osteoporosis. Third Edition. Informa
UK Ltd, 2007.
vi
11. Roland Baron R. Chapter 1: Anatomy and ultrasturcture of bone histologenesis,
growth and remodelling. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral
metabolisme. Updated May 2008. Available from: http://www.endotext.org/
parathyroid/parathyroid1/parathyroidframe1.htm
14. Waters KM, Rickard DJ, Gebhart JB, et al. Potential roles of estrogen reseptor-
and - in the regulation of human oteoblast functions and gene expression. The
menopause at the millenium. The Proceding of the 9th International Menopause
Society World Congress on Menopause. 1999 October 17-21; Yokohama, Japan.
15. Monroe DG, Secreto FJ, Spelsberg TC. Overview of estrogen action in
osteoblasts: Role of the ligand the receptor and the co-regulators. J Musculoskel
Neuron Interact 2003; 3(4):357-62.
16. Bell, Norman H. RANK ligand and the regulation of skletal remodeling. J Clin
Invest 2003;(111):1120-22.
17. Hofbauer LC, Khosla S, Dunstan CR, et al. Estrogen stimulate gene expression
and protein production of osteoprotegerin in human osteoblastic cell.
Endocrinology 1999;140 (9) : 4367-8.
18. Jilka L. Cell biology of osteoclast and osteoblast and the hormones and cytokines
that control their development and activity. The 1st Joint Meeting of the
International Bone and Mineral Society and the European Calcified Tissue
Society; 2001 June 1-5; Madrid, Spain.
19. Aubin JE, Bonnelye E. Osteoprotegerin and its ligand a new paradigm for
regulation of osteogenesis and bone resorption. Available from:
http://www.medscape.com/viewarticle/408911.com/content/8/1/201.
20. Manolagas SC. Birth and death of bone cells basic regulatory mechanisms and
implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. Endocrine
Reviews 2000;21(2):115-37.
vii
21. Jones DH, Kong YY, Penninger JM. Role of RANKL and RANK in bone loss
and arthritis. Ann Rheum Dis 2002;2:1132-9.
23. Siki Kawiyana. Interleukin-6 dan RANK-ligand yang tinggi sebagai faktor risiko
terhadap kejadian osteoporosis pada wanita pascamenopause defisiensi estrogen.
Doktoral (Disertasi). Denpasar: Program Doktor Program Studi Ilmu Kedokteran
Program Pascasarjana Universitas Udayana; 2009.
24. Hamijoyo L. Indikasi dan interpretasi test densitrometri tulang. Dalam: Hot
topic’s on rheumatology. Himpunan makalah reumatologi klinik Bandung. 2010:
147-50.
25. Lewiecki EM. Chapter 12: Osteoporosis: clinical evaluation. In: Arnold A.
editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated November 2010.
Available from: http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid12/parathyroid
frame12.htm
26. Syahrir M. Mieloma multipel dan penyakit gamopati lain. Dalam: Buku ajar ilmu
penyakit dalam, Jilid II, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006; 739-44.
29. Suryana BPP. Strategi dan panduan penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Hot
topic’s on rheumatology. Himpunan makalah reumatologi klinik Bandung. 2010:
137-46.
viii