Anda di halaman 1dari 30

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI (PKP) APOTEKER


DI VIVA APOTEK BELEGA
15 MARET – 8 APRIL 2019

Disetujui oleh:

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

Ni Luh Putu Vidya Paramita, S.Farm., M.Sc., Apt. Ni Putu Eka Fitri, S.Farm., Apt.
NIP. 198401032008122004

Mengetahui,

Koordinator PSPA Jurusan Farmasi


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana

Luh Putu Febryana Larasanty, S.Farm., M.Sc., Apt.


NIP. 198402222008012008

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya laporan Praktek Kerja Profesi (PKP) Apoteker di Apotek Indobat
Buaji yang berlangsung mulai dari tanggal 15 April sampai 10 Mei 2019. Laporan
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar profesi apoteker di
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Udayana.
Laporan ini merupakan tugas akhir bagi mahasiswa Program Studi Profesi
Apoteker Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana sebagai syarat untuk meraih gelar Apoteker (Apt.). Penulis
menyadari bahwa laporan ini bukanlah merupakan karya ilmiah yang sempurna dan
tidak luput dari kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat
diharapkan dan diterima dengan tangan terbuka sebagai pengembangan dan
penyempurnaan tulisan ini.
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari peran serta, bantuan, dukungan dari
berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Luh Putu Febryana Larasanty, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku koordinator
PSPA jurusan Farmasi F.MIPA Universitas Udayana.
2. Ni Luh Putu Vidya Paramita, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku pembimbing
PKPA yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan
dalam penyelesaian laporan ini.
3. Ni Putu Eka Fitri, S.Farm., Apt., selaku pembimbing lapangan di Viva
Apotek Belega.
4. Seluruh staf pegawai Apotek Indobat Buaji yang telah membantu penulis
dalam menyusun laporan ini.
5. Teman-teman mahasiswa Program Profesi Apoteker Angkatan 18 Jurusan
Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana terima kasih atas semangat,
dorongan dan persahabatan selama ini.
6. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-
persatu.

ii
Penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu diharapkan
masukan baik berupa saran ataupun kritik dari pembaca guna melengkapi segala
kekurangan laporan ini. Semoga laporan ini nantinya dapat bermanfaat bagi para
pembaca

Denpasar, Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 7
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 7
1.2 Tujuan PKP Apoteker di Apotek.............................................................. 8
1.3 Manfaat PKP Apoteker di Apotek............................................................ 8
1.4 Pelaksanaan PKP Apoteker di Apotek ..................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 10
2.1 Tinjauan Umum Apotek ......................................................................... 10
2.1.1 Pengertian Apotek, Tugas dan Fungsi Apotek ................................ 10
2.1.2 Persyaratan Apotek dan Persyaratan APA ...................................... 10
2.1.3 Persyaratan Apoteker Penanggung Jawab (APA) ........................... 14
2.1.4 Tugas dan Tanggung Jawab APA ................................................... 15
2.1.5 Struktur Organisasi Apotek dan Pengelolaan Apotek ..................... 16
2.1.6 Studi Kelayakan Pendirian Apotek ................................................. 16
2.1.7 Tata Cara Pendirian Apotek ............................................................ 21
2.1.8 Pengelolaan Obat ............................................................................ 23
BAB III PELAKSANAAN PKPA DAN PEMBAHASAN Error! Bookmark not
defined.
3.1 Jadwal kegiatan ............................................ Error! Bookmark not defined.
3.2 Apotek Viva Belega ..................................... Error! Bookmark not defined.
3.3 Pelayanan Kefarmasian di Apotek Viva....... Error! Bookmark not defined.
3.3.1 Pengelolaan Obat di Apotek Viva ......... Error! Bookmark not defined.
3.3.2 Pelayanan Kefarmasian.......................... Error! Bookmark not defined.
3.4 Kajian Penyakit dan Terapi .......................... Error! Bookmark not defined.
3.5 Pengetahuan tentang Obat ............................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi dalam Apotek ...................................................... 16


Gambar 2. Proses Perizinan Apotek ..................................................................... 21
Gambar 3. Struktur Organisasi Viva Apotek Belega ........... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. Brosur Penyakit Diare .......................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 5. Brosur Penyakit Jantung Koroner ........ Error! Bookmark not defined.

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kegiatan PKPA di Apotek Viva Belega .. Error! Bookmark not defined.
Tabel 2. Aspek keabsahan dan kelengkapan resep Error! Bookmark not defined.
Tabel 3. Aspek Kesesuaian Farmasetik ................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. Aspek kajian klinis ................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 5. Ringkasan Skrining Resep ....................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 6. Aspek keabsahan dan kelengkapan resep Error! Bookmark not defined.
Tabel 7. Aspek Kesesuaian Farmasetik ................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 8. Aspek kajian klinis ................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 9. Ringkasan Skrining Resep ....................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Tekanan Darah dan GALAU Bapak WS ........ Error!
Bookmark not defined.
Tabel 11. Pasien Faktor Risiko Kardiovaskular ..... Error! Bookmark not defined.
Tabel 12. Identifikasi dengan metode SAMPLE OPQRST Bapak WS ......... Error!
Bookmark not defined.
Tabel 13. Tabel Hasil Follow Up ........................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 14. Hasil Kegiatan ISBAR ........................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 15. Hasil Assessment Pasien Home Care..... Error! Bookmark not defined.

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam peraturan pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian peran Apoteker adalah bertanggungjawab terhadap pembuatan
termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional. (DepKes RI, 2009).
Salah satu peran apoteker yang penting untuk dipahami adalah peran apoteker
di farmasi komunitas, salah satunya adalah apotek. Berdasarkan Permenkes Nomor
73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, menyebutkan
pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Peran Apoteker
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilakuagar dapat
melaksanakaninteraksi langsung dengan pasien, pemberian informasiobat dan
konseling kepada pasien yang membutuhkan (Permenkes RI, 2016). Berdasarkan
kewenangan pada peraturan perundang-undangan, Pelayanan Kefarmasian telah
mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug
oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat
dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (patient oriented).
Dalam melakukan praktik, Apoteker juga dituntut untuk melakukan
monitoring penggunaan obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala
aktivitas kegiatannya. Selain itu Apoteker juga dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien, pemberian informasi obat, konseling, berkomunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional. (Permenkes RI, 2016).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) adalah suatu wadah yang penting bagi mahasiswa untuk dapat berperan

7
serta dalam pelayanan kesehatan dengan mengaplikasikan ilmu dan keterampilan
kefarmasian yang diperoleh, diharapkan setelah melalukan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) calon apoteker dapat melihat langsung situasi farmasi komunitas
di lapangan secara objektif dan dibekali dengan keahlian serta wawasan untuk dapat
menjalankan profesi apoteker kususnya pada farmasi komunitas secara profesional,
agar peran apoteker di apotek dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat berperan
baik dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

1.2 Tujuan PKP Apoteker di Apotek


1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum PKP Apoteker di Apotek adalah mempelajari peran apoteker
di apotek dalam aspek administrasi dan perundang-undangan, aspek manajerial,
aspek pekerjaan kefarmasian, dan aspek bisnis di apotek dalam meningkatkan
kemampuan dan kompetensi yang dimiliki apoteker.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus PKP Apoteker di Apotek adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi,
dan tanggung jawab apoteker di apotek.
b. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di apotek.
c. Mempersiapkan calon Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga kefarmasian yang professional.

1.3 Manfaat PKP Apoteker di Apotek


a. Memberi kesempatan pada calon apoteker untuk lebih memahami tugas
dan tanggung jawab apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian.
b. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat serta
mempelajari strategi dan pengembangan praktek profesi apoteker di
Apotek.

8
c. Memberi gambaran nyata terkait permasalahan (problem-solving) praktek
dan pekerjaan kefarmasian di Apotek.
d. Memberikan pengalaman praktis kepada calon apoteker mengenai
pekerjaan kefarmasian di Apotek.
e. Mempersiapkan calon apoteker agar memiliki pengetahuan, keterampilan,
sikap dan perilaku (professionalisme) serta wawasan dan pengalaman
nyata (reality) untuk melakukan praktek profesi dan pekerjaan
kefarmasian di Apotek sehingga kedepannya bisa menjadi Apoteker yang
baik.
f. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang
professional.

1.4 Pelaksanaan PKP Apoteker di Apotek


Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan di Apotek
Indobat Buaji, yang beralamat di Jalan Tukad Buaji No. 20 D, Denpasar Selatan.
PKPA dilaksanakan sebanyak 4 SKS (selama 160 Jam) dari tanggal 15 April 2019
sampai 10 Mei 2019 Jumlah mahasiswa apoteker yang melakukan PKPA di Apotek
Indobat Buaji adalah 2 orang. Mahasiswa apoteker dibagi dalam dua shift, yaitu
shift pagi dari jam 08.00 – 16.00 WITA, dan shift sore dari jam 14.00 – 22.00
WITA.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Apotek


2.1.1 Pengertian Apotek, Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pengertian Apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
Apoteker. Apotek bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian
dengan memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam, memperoleh
pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
(Depkes RI, 2016).
2.1.2 Persyaratan Apotek dan Persyaratan APA
Persyaratan apotek secara rinci diatur Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 yaitu harus memenuhi persyaratan, meliputi lokasi,
bangunan, sarana, prasarana, dan peralatan, serta ketenagaan
1. Pasal 2 mengenai pengaturan Apotek bertujuan untuk:
a. meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek;
b. memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kefarmasian di Apotek;dan
c. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam
memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek.
2. Pasal 4 mengenai pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:
a. Lokasi Apotek: Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur
persebaran Apotek diwilayahnya dengan memperhatikan akses
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian
b. Bangunan:
1) Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan
kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi

10
2) Bangunan apotek sekurang-kurangnya memiliki ruangan khusus
untuk ruang peracikan dan penyerahan resep, ruang administrasi
dan kamar kerja apoteker, serta WC
3) Luas bangunan sekurang-kurangnya 50 m2
4) Terdapat ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
5) Terdapat tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk
penempatan brosur/materi informasi
6) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi
dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan
medikasi pasien
7) Tersedia Ruang penyimpanan obat yang tersusun dengan rapi,
terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta
diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah
ditetapkan
8) Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air. Sumber air
harus memenuhi persyaratan kesehatan, seperti sumur, PAM, atau
sumur pompa
9) Bangunan apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan,
terutama untuk lemari pendingin dan dilengkapi dengan
penerangan yang cukup terang misalnya dengan PLN, generator,
atau petromak
10) Bangunan apotek harus dilengkapi dengan alat pemadam
kebakaran. Alat pemadam kebakaran harus berfungsi dengan baik,
dimana apotek sekurang-kurangnya dilengkapi dengan dua buah
alat pemadam kebakaran
11) Ventilasi harus baik dan memenuhi persyaratan higienis lainnya
seperti terdapat jendela dan ventilasi
12) Sanitasi harus baik serta memenuhi persyaratan higienis, seperti
saluran pembuangan limbah dan bak-bak/tempat pembuangan
sampah
13) Bangunan apotek harus dilengkapi dengan papan nama apotek.
Ketentuan mengenai papan nama, yaitu memiliki ukuran minimal

11
Panjang dan lebarberturut-turut 60 cm dan 40 cm, dengan tulisan
hitam di atas dasar putih,tinggi huruf minimal 5 cm, serta tebal
huruf 5 mm
(Permenkes, 2017)
c. Sarana, prasarana, dan peralatan;
Sarana
1) Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat
penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set
komputer. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling
depan danmudah terlihat oleh pasien
2) Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan
secaraterbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja
peracikan. Di ruangperacikan sekurang-kurangnya disediakan
peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk
pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin,
termometer ruangan, blanko Salinan resep, etiket dan label obat.
Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dansirkulasi udara yang
cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).
3) Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan resep
4) Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan
kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster,
alat bantukonseling, buku catatan konseling dan formulir catatan
pengobatan pasien
5) Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus
dilengkapi denganrak/lemari obat, pallet, air conditioning(AC),
lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan
psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu dan
kartu suhu.

12
6) Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medishabis pakai serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu
tertentu
Prasarana
1) Lemari dan rak untuk penyimpanan obat dengan jumlah sesuai
kebutuhan
2) Lemari pendingin ada dengan jumlah sesuai kebutuhan
3) Lemari untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika dengan
jumlah sesuai kebutuhan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.28/MenKes/Per/I/1978 tentang
Penyimpanan Narkotika.
4) Wadah pengemas dan pembungkus yang terdiri dari etiket dengan
jumlah sesuai dengan kebutuhan serta wadah pengemas dan
pembungkus untuk penyerahan obat sesuai dengan jumlah
kebutuhane.
5) Alat administrasi, terdiri dari blanko pemesanan obat dengan jumlah
sesuai kebutuhan, blanko kartu stok obat dengan jumlah sesuai
dengan kebutuhan, blanko salinan resep dengan jumlah sesuai
dengan kebutuhan blanko faktur dan blanko nota penjualan dengan
jumlah sesuai kebutuhan, buku pencatatan narkotika dengan jumlah
sesuai kebutuhan, buku pesanan obat narkotika dengan jumlah
sesuai kebutuhan, serta form laporan obat narkotika dengan jumlah
sesuai kebutuhan.
6) Buku standar yang diwajibkan adalah Farmakope Indonesia Edisi
terbaru sebanyak 1 buah serta kumpulan peraturan perundang-
undangan yang berhubungan dengan apotek dengan jumlah sesuai
kebutuhan
d. Ketenagaan.
Pasal 11 mengenai Ketenagaan:

13
a. Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat
dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau
tenaga administrasi.
b. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memiliki surat izin praktik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persyaratan dari suatu apotek adalah adanya surat izin apotek (SIA)
yang wajib dimiliki oleh apoteker penanggung jawab apotek (APA),
sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek, yaitu:
- Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.
- Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
- Izin berupa SIA.
- SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan.

2.1.2 Persyaratan Apoteker Penanggung Jawab (APA)


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Pelayanan Kefarmasian baik secara
manajerial dan pelayanan farmasi klinis diselenggarakan oleh Apoteker. Apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker. Persyaratan Apoteker Penanggung jawab Apotek
tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, persyaratan tersebut adalah:
a. Memiliki sertifikat kompetensi profesi dan Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA)
b. Memiliki ijazah Apoteker dari institusi pendidikan farmasi yang
terakreditasi
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik

14
e. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
f. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

2.1.3 Tugas dan Tanggung Jawab APA


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dalam melakukan
Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu:
a. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.
Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan
secara berkesinambungan.
b. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan
efisien.
c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang
empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil
keputusan.
e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran
dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi
informasi dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan Obat.
f. Pembelajar seumur hidup

15
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional
Development/CPD)
g. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan
memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.
2.1.4 Struktur Organisasi Apotek dan Pengelolaan Apotek
Struktur organisasi bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar personal
dan untuk menegaskan peran, tugas, kewajiban dan wewenang tiap personal. Secara
umum, kepengurusan sebuah apotek terdiri dari seorang APA (apoteker
penanggung jawab apotek sekaligus pemilik sarana), apoteker pendamping, asisten
apoteker. Berikut merupakan struktur organisasi apotek yang ideal:

APA PSA

APING

Tata Usaha Asisten Apoteker Petugas Gudang Bendahara

Karyawan Juru Resep Kasir


Pembantu

Gambar 1. Struktur Organisasi dalam Apotek

Penentuan struktur organisasi sebuah apotek dapat disesuaikan dengan


tingkat kebutuhan dan volume aktivitas apotek tersebut. Apotek dengan volume
aktivitas yang kecil, dapat menggunakan bentuk struktur organisasi yang lebih
sederhana dengan melakukan perangkapan fungsi kegiatan, selama resiko kerugian
dapat dihindari dan dapat dikendalikan (Umar, 2007).

2.1.5 Studi Kelayakan Pendirian Apotek

16
Studi kelayakan (feasibility study-FS) merupakan suatu metode analisa
awal bagi gagasan atau ide suatu proyek mengenai kemungkinan layak atau
tidaknya untuk dilaksanakan. Fungsi studi kelayakan adalah sebagai pedoman atau
landasan pekerjaan yang dibuat dari berbagai aspek. Tingkat keberhasilan dari studi
kelayakan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
 Faktor internal (kemampuan sumber daya internal) yang meliputi
kecakapan manajemen, kualitas pelayanan, produk yang dijual, kualitas
karyawan dan lain-lain.
 Faktor eksternal (lingkungan eksternal yang tidak dapat dipastikan),
yang meliputi pertumbuhan pasar, pesaing, pemasok, perubahan
peraturan dan lain-lain
(Umar, 2007).
Pertimbangan yang menjadikan studi kelayakan bersifat realistis yaitu:
jumlah penduduk sekitar apotek, keberadaan pesaing atau apotek yang sudah ada,
pola transportasi, fasilitas kesehatan umum di sekitar apotek, tingkat pendidikan
dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Studi kelayakan mencakup beberapa aspek
yaitu lokasi pasar, keuangan, teknis dan manajerial.
a. Aspek Lokasi
Penentuan lokasi apotek merupakan pertimbangan awal yang paling penting
dan paling menentukan bagi kelangsungan hidup apotek. Oleh karena itu, pemilihan
lokasi apotek harus diperhitungkan dengan baik sebelum apotek berdiri. Hal yang
menjadi pertimbangan dalam memenuhi kriteria lokasi yang baik untuk mendirikan
sebuah apotek yaitu: dekat dengan pemukiman pendudukan, terjamin
keamanannya, ramai, mudah terjangkau, adanya tempat pelayanan kesehatan
lainnya seperti rumah sakit (Anief, 2001).
b. Aspek Pasar
Dalam analisis pasar ini yang perlu menjadi menjadi perhatian adalah
perkiraan jumlah resep yang dapat diserap dari masing-masing dokter, poliklinik
atau rumah sakit di sekitar apotek, harga obat tiap resep dan keaadaan penduduk
sekitar lokasi yang meliputi jumlah penduduk, tingkat pendidikan, tingkat sosisal
atau ekonomi, dan perilaku penduduk untuk berobat.
c. Aspek Teknis

17
Aspek teknis mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis suatu bisnis dalam
pendirian suatu apotek yang menjadi aspek teknis yaitu: proses perijinan, teknologi
yang digunakan, instalator/pemasangan instalasi listrik dan air, pemilihan pedagang
besar farmasi (PBF), jumlah dan jenis komoditas yang dibutuhkan, rencana usaha
penyusunan SOP, penentuan software penunjang kegiatan usaha serta target untuk
memulai operasional (Umar,2007).
d. Aspek Manajerial
Aspek manajemen dalam pendirian suatu apotek meliputi analisis sumber
daya manusia seperti dalam hal penyusunan visi misi apotek, struktur organisasi
apotek, penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, pembuatan job description
dan job specification, dan sistem pengelolaan. Dalam aspek ini juga dilakukan
strategi manajemen yang akan digunakan untuk mengubah kondisi yang ada saat
ini menjadi kondisi yang akan datang dalam suatu periode waktu tertentu.
e. Aspek Bisnis/Keuangan
Penilaian aspek keuangan dalam studi kelayakan suatu apotek dapat dilakukan
dengan beberapa metode analisis, yaitu:
1. Payback Period (PP)
PP adalah pengukuran periode yang diperlukan dalam menutup
kembali biaya investasi dengan menggunakan aliran kas (laba bersih) yang
akan diterima. Adapun rumus perhitungan PP sebagai berikut:

PP =

Penentuan kelayakan suatu proyek berdasarkan nilai PP, yaitu:


 Bila waktu PP yang diperoleh kurang dari PP yang ditetapkan maka
proyek tersebut layak dilaksanakan
 Bila waktu PP yang diperoleh lebih dari PP yang ditetapkan maka
proyek tersebut tidak layak dilaksanakan
 Bila waktu PP yang diperoleh waktunya sama dengan PP yang
ditetapkan maka proyek tersebut boleh dilaksanakan atau tidak
2. Return of Investment (ROI)
ROI adalah pengukuran besaran tingkat pengembalian (%) yang akan
diperoleh selama periode investasi dengan cara membandingkan jumlah

18
nilai laba bersih per tahun dengan nilai investasi. Adapun rumus dari
perhitungan ROI sebagai berikut:
ROI =

(Seto dkk., 2008)


Penentuan kelayakan suatu proyek berdasarkan nilai ROI, yaitu:
 Bila ROI yang diperoleh lebih dari bunga pinjaman, maka proyek
tersebut layak dilaksanakan
 Bila ROI yang diperoleh kurang dari bunga pinjaman, maka proyek
tersebut tidak layak dilaksanakan
 Bila ROI yang diperoleh sama dengan bunga pinjaman, maka proyek
boleh dilaksanakan atau tidak
3. Net Present Value (NPV)
NPV adalah analisis untuk mengetahui apakah nilai arus kas yang akan
masuk selama periode investasi (NPV2) lebih besar atau lebih kecil
dibandingkan dengan nilai investasi yang dikeluarkan (NPV1) serta untuk
mengukur besarnya selisih (ΔNPV) dari NPV2 dengan NPV1 selama
periode investasi. Adapun rumus dari perhitungan NPV sebagai berikut:
ΔNPV= NPV2 – NPV1
(Seto dkk., 2008)
Penentuan kelayakan suatu proyek berdasarkan nilai ROI, yaitu:
 Bila penggunaan discount factor (df) yang sama dengan bunga
pinjaman memberikan hasil ΔNPV positif, maka proyek tersebut layak
dilaksanakan
 Bila penggunaan df yang sama dengan bunga pinjaman memberikan
hasil ΔNPV negatif, maka proyek tersebut tidak layak dilaksanakan
 Bila penggunaan df yang sama dengan bunga pinjaman memberikan
hasil ΔNPV sama dengan 0, maka proyek tersebut boleh dilaksanakan
atau tidak
4. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah pengukuran besaran tingkat suku bunga (discount
factor) yang diperoleh dengan cara memperbaharui aliran kas yang akan
diterima selama periode investasi. Nilai IRR harus lebih besar dari tingkat

19
suku bunga pasar (market rate) karena investasi mempunyai banyak risiko
seperti risiko investasi gedung, mesin, kendaraan, dan lain-lain. Metode
yang digunakan untuk mencari IRR dari arus kas yang akan diterima
selama periode investasi adalah metode trial and error (Umar, 2007).
Langkah-langkah untuk mencari IRR sebagai berikut:
 Menghitung NPV2 selama periode investasi dengan df yang sama
dengan suku bunga pinjaman (df1). NPV2 yang diperoleh kemudian
dikurangi dengan NPV1 sehingga diperoleh Δ1.
 Bila Δ1 yang diperoleh negatif, maka trial yang kedua dihentikan dan
proyek dinyatakan tidak layak
 Bila Δ1 yang diperoleh positif, maka NPV2 dihitung kembali dengan
df yang lebih besar (df2) sampai memperoleh nilai Δ2 yang paling
mendekati 0 positif (+) atau negatif (-)
 Dihitung nilai IRR dengan menggunakan rumus berikut:

 Jika nilai IRR kurang dari suku bunga bank, maka proyek tersebut
tidak layak dilaksanakan. Sebaliknya, jika nilai IRR lebih dari suku
bunga bank, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan
(Seto dkk., 2008)
5. Analisis Break Even Point (BEP)
Analisis Break Even Point (BEP) dapat digunakan untuk mengetahui
pada volume penjualan berapa Apotek dapat memperoleh laba atau
menderita kerugian tertentu. Tujuan dari BEP adalah mencari titik impas
Apotek (break even point). Ini merupakan volume penjualan dimana total
pendapatan, atau penjualan, sama dengan total biaya. Pada titik impas
apotek tidak mendapat laba maupun menderita kerugian. Fungsi analisis
BEP adalah untuk merencanakan jumlah penjualan yaitu pada jumlah
penjualan berapa yang dapat menghasilkan laba atau untuk menutup biaya
variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan Apotek dan untuk merencanakan
jumlah laba yaitu berapa banyak jumlah keuntungan yang atau kerugian

20
yang akan diperoleh Apotek, ketika total penjualan dan biayanya mencapai
tingkat tertentu. Adapun cara perhitungan analisis BEP sebagai berikut:

Titik Impas (BEP) =

atau

Titik Impas (BEP) =

(Seto dkk., 2008)

2.1.6 Tata Cara Pendirian Apotek


Kepmenkes RI No. 1332 Tahun 2002, Pasal 4 menyatakan bahwa izin apotek
diberikan oleh Menteri Kesehatan. Menteri melimpahkan wewenang pemberian
izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin,
pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada
menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Proses izin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses Perizinan Apotek (KepMenKes, 2002)

21
Ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek terdapat dalam Pasal 7
Kepmenkes RI No. 1332 Tahun 2002 (Gambar 2.2) secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Permohonan Izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1;
b. Dengan menggunakan Formuiir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan perneriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan
kegiatan;
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan contoh Formulir APT-3;
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam. ayat (2) dan (3)
tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh
Formulir Model APT-4;
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan dimaksud, ayat
(4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin
Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT- 5;
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu. 12 (dua belas) hari kerja
mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model
APT.6;
Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6),
Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi

22
seiambat-lambatnya dalam jangka waktu. 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat
Penundaan.

2.1.7 Pengelolaan Obat


Menurut Permenkes No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan. Proses pengelolaan tersebut harus dapat
menjamin ketersediaan dan keterjangkauan dari sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang berkhasiat, bermanfaat, aman dan bermutu (DepKes, 2016).
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan menentukan
jumlah obat dalam rangka pengadaan. Tujuan perencanaan obat adalah untuk
mendapatkan jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran, menghindari terjadinya kekosongan obat, dan meningkatkan efisiensi
penggunaan obat. Perencanaan yang baik juga bertujuan untuk menghindari
terjadinya penumpukan obat, sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan
obat akibat lamanya penyimpanan dan untuk menghindari penolakan resep akibat
tidak tersedianya obat di apotek (Hardjono dkk., 2007). Dalam membuat
perencanaan pengadaan sistem farmasi perlu diperhatikan, yaitu pola penyakit,
budaya dan kemampuan masyarakat (DepKes RI, 2016). Perencanaan pengadaan
memberi gambaran pada bagian pembelian dan perencana
mengenai berapa banyak uang yang harus dihabiskan pada beberapa bagian dari
kategori barang dagangan dalam setiap bulannya sehingga prediksi penjualan dan
objek keuangan lain dapat terpenuhi. Bagian perencanaan pengadaan membagi
seluruh rencana keuangan ke dalam berapa banyak item yang dibeli (Utami, 2006).
Kegiatan pokok dalam perencanaan obat adalah seleksi atau perkiraan
kebutuhan, yang meliputi pemilihan obat dan penentuan jumlah obat yang akan
dibeli untuk periode pengadaan yang akan datang serta penyesuaian antara jumlah
obat yang dibutuhkan dengan alokasi dana. Proses perencanaan obat memerlukan
pengumpulan data obat-obatan yang akan dipesan. Data obat-obatan tersebut

23
biasanya ditulis dalam buku defekta, yaitu buku yang berisi catatan mengenai
barang yang habis atau persediaan yang menipis (Hartati dan Sulasmono, 2007).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada pembelian barang, antara lain
kondisi keuangan, jenis sediaan farmasi yang dibutuhkan, jarak apotek dengan
pemasok atau distributor, kondisi sosial politik, kondisi gudang, serta tanggal
kadaluwarsa, di mana barang dengan batas tanggal kadaluwarsa yang pendek
memiliki risiko rusak yang tinggi (Umar, 2007). Metode-metode yang digunakan
dalam tahap perencanaan atau seleksi meliputi:
a. Metode Epidemiologi: Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan pola
penyebaran penyakit dan pola pengobatan penyakit pada masyarakat sekitar.
b. Metode Konsumsi: Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan data
pengeluaran barang pada periode sebelumnya. Selanjutnya, data tersebut
dikelompokkan dalam kelompok fast moving dan slow moving.
c. Metode Kombinasi: Metode ini merupakan gabungan antara metode
epidemiologi dan metode konsumsi. Pada metode ini, perencanaan pengadaan
barang dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan kebutuhan obat pada
periode sebelumnya.
d. Metode Just In Time (JIT): Perencanaan dengan metode ini dilakukan ketika
obat sedang dibutuhkan dan ketika ketersediaan obat di Apotek terbatas.
Perencanaan ini digunakan untuk obat-obat yang jarang dipakai/diresepkan,
harganya mahal, serta memiliki waktu kadaluwarsa yang pendek (Hartati dan
Sulasmono, 2007).
Metode yang digunakan untuk mengevaluasi kesesuaian antara jumlah
kebutuhan obat dengan alokasi dana adalah metode analisis ABC (Pareto) dan
analisis VEN (Vital, Essensial, dan Non Essensial).
a. Analisis ABC (Pareto)
Analisis ABC (Pareto) merupakan penerapan persediaan berdasarkan
prinsip Pareto, yaitu dengan membagi persediaan ke dalam 3 kelompok berdasarkan
volume tahunan (persediaan) dalam jumlah uang. Penentuan nilai uang tahunan
dilakukan dengan mengukur permintaan tahunan dari setiap item persediaan
dikalikan dengan biaya per unit. Berikut ini adalah pembagian persediaan dalam
analisis ABC.

24
- Item persediaan kelas A adalah item persediaan dengan volume (jumlah nilai
uang) tahunannya tinggi, yaitu 10-20% dari total persediaan, dan menunjukkan
80% dari total biaya persediaan. Hal ini berarti bahwa persediaan memiliki nilai
jual yang tinggi, sehingga memerlukan pengawasan yang ekstra dan pengendalian
yang baik.
- Item persediaan kelas B adalah item-item persediaan dengan volume (jumlah
nilai uang) tahunannya sedang, 20-40% dari total persediaan, dan menunjukkan
15% dari total biaya persediaan.
- Item persediaan kelas C adalah item-item persediaan yang volume tahunannya
kecil, 60% dari total persediaan, dan menunjukkan 5% dari total biaya persediaan.
b. Analisis VEN
Analisis VEN merupakan metode pengadaan yang digunakan ada anggaran
terbatas karena dapat membantu memperkecil penyimpangan pada proses
pengadaan perbekalan farmasi dengan menetapkan prioritas. Kategori obat-obat
sistem VEN antara lain:
- Kelompok V (Vital), yaitu kelompok obat yang sangat esensial, meliputi obat
penyelamat hidup (live saving drugs), obat untuk pelayanan kesehatan pokok,
seperti vaksin dan antitoksin), serta obat untuk mengatasi penyakit penyebab
kematian terbesar.
- Kelompok E (Essensial), yaitu kelompok obat yang bekerja kausal (obat yang
bekerja pada sumber penyebab penyakit). Contoh obat esensial adalah antibiotik,
obat gastrointestinal, NSAID, dan lain lain.
- Kelompok N (Non Essensial), yaitu kelompok obat penunjang atau obat yang
kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau
untuk mengatasi keluhan ringan. Contoh obat non esensial adalah vitamin dan
suplemen.
Pemilihan distributor juga harus menjadi pertimbangan khusus dalam tahap
perencanaan, yaitu memilih distributor atau Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang
memberikan keuntungan dari berbagai segi, seperti dapat menyediakan barang
dengan kualitas yang terjamin, manawarkan harga yang sesuai (murah), waktu
pengiriman yang cepat dan tepat, memberikan diskon dan bonus yang sesuai
(besar), menawarkan jangka waktu kredit yang cukup, dapat menjamin ketersediaan

25
barang, memiliki izin resmi sebagai distributor, serta menawarkan kemudahan
dalam pengembalian obat yang hampir kadaluwarsa (Hartati dan Sulasmono, 2007).

2. Pengadaan
Pengadaan obat merupakan suatu kegiatan mengadakan obat-obatan yang
dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu aspek penting
dalam pengelolaan obat. Tujuan pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan
jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan, dengan mutu yang
terjamin, serta dapat diperoleh pada saat yang diperlukan. Pengadaan juga
merupakan proses pemenuhan kebutuhan barang atau jasa dengan kualitas yang
terbaik dan harga yang minimal atau proses untuk mengadakan obat yang
dibutuhkan pada unit pelayanan kesehatan.
Proses pengadaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan anggaran keuangan yang tersedia. Pengadaan meliputi proses
pemesanan, pembelian, dan penerimaan barang. Obat dan perbekalan farmasi yang
tergolong fast moving disediakan dalam jumlah yang lebih banyak, sedangkan obat
dan perbekalan farmasi yang tergolong slow moving disediakan dalam jumlah
secukupnya. Melalui pengadaan yang baik, setiap resep yang masuk diharapkan
dapat dilayani dengan baik. Pengadaan yang dilakukan di Apotek biasanya terdiri
dari 3 jenis atau sistem, yaitu:
a. Pengadaan dalam jumlah terbatas, yaitu pengadaan atau pembelian yang
dilakukan apabila persediaan barang sudah menipis. Pada pengadaan jenis ini, obat-
obat yang dibeli hanyalah obat-obatan yang dibutuhkan dan pengadaan dilakukan
setiap 1-2 minggu. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari penumpukan stok
obat dan meminimalkan anggaran biaya.
b. Pengadaan secara berencana, yaitu pengadaan yang dilakukan berdasarkan
penjualan perminggu atau perbulan. Pada sistem pengadaan ini, dilakukan
pendataan terhadap obat-obat fast moving dan slow moving, sehingga dapat
direncanakan pengadaan yang baik berdasarkan data-data yang diperoleh.
Pengadaan jenis ini juga tergantung pula pada pola penyakit yang terjadi pada kurun
waktu tertentu.

26
c. Pengadaan secara spekulatif, yaitu pengadaan yang dilakukan terkait
denganadanya kenaikan harga serta penawaran bonus. Pengadaan jenis ini
terkadang tidak sesuai dengan rencana, sehingga obat dapat menjadi rusak apabila
stok obat melampaui kebutuhan. (Hartati dan Sulasmono, 2007).
3. Penerimaan Obat
Penerimaan obat adalah kegiatan menerima obat-obat yang dipesan disertai
dengan pengecekan terhadap jumlah, jenis, bentuk sediaan, dan lain- lain
berdasarkan Surat Pesanan. Penerimaan barang dari PBF, baik obat maupun
kosmetik selalu disertai dengan faktur. Petugas penerima barang melakukan
pemeriksaan terhadap barang yang datang ke apotek, yang meliputi pemeriksaan
administratif (nama dan alamat apotek pemesan, serta nama, alamat, nomor izin,
NPWP, dan nomor faktur PBF), kemudian diperiksa kesesuaian antara Surat
Pesanan dan faktur, meliputi nama obat, bentuk sediaan, jumlah, jenis, nomor batch,
tanggal kadaluwarsa, dan kondisi barang. Apabila barang yang dikirimkan oleh
pemasok sesuai dengan yang diminta oleh apotek, maka kedua belah pihak wajib
membubuhkan tanda tangan pada faktur, diberi stempel apotek, serta dicatat waktu
kedatangan barang (Hardjono dkk., 2007).
Penerimaan narkotika dan psikotropika dilakukan sendiri oleh penanggung
jawab narkotika dan psikotropika. Faktur asli narkotika dan psikotropika dari PBF
disimpan sebagai arsip dan administrasi lebih lanjut dilakukan terhadap faktur
penagihan yang sudah ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (Hardjono
dkk., 2007).
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah penyelenggaraan pengurusan barang agar dapat
dilayani dengan cepat dan tepat pada saat diperlukan atau kegiatan untuk
melaksanakan pengamanan terhadap obat dan perbekalan kesehatan, dengan
menempatkannya dalam ruangan yang dinilai aman. Tujuan penyimpanan antara
lain:
- Mempertahankan kualitas obat
- Mengoptimalkan manajemen persediaan
- Memberikan informasi kebutuhan obat pada periode pengadaan selanjutnya
- Mengurangi kerusakan dan kehilangan obat

27
Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal
kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, untuk
menjamin kestabilan bahan. Penyimpanan obat yang rapi dan sesuai dengan
petunjuk akan mengamankan pengambilan maupun pembuatan racikan. Mutu obat
yang disimpan dapat mengalami perubahan baik karena faktor fisik maupun
kimiawi. Penyimpanan harus memperhatikan beberapa hal, antara lain ruangan
penyimpanan harus kering (tidak lembab), terdapat ventilasi, dinding dan lantai
bersih, penggunaan alas papan/pallet untuk obat-obat yang tidak cukup disimpan di
dalam rak obat, pemindahan obat harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak
merusak obat, serta menuliskan waktu kadaluarsa (expired date) yang jelas pada
kemasan obat.
Obat yang memerlukan suhu penyimpanan rendah, harus disimpan dalam
lemari pendingin, sedangkan obat-obat yang tidak disimpan di lemari pendingin,
diletakkan di rak-rak obat. Untuk obat-obat golongan narkotika dan psikotropika
harus disimpan secara khusus, yaitu dalam lemari dua pintu dan terkunci.
Penyimpanan dan pengeluaran obat di apotek menerapkan sistem First In First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) serta menerapkan penyusunan secara
alfabetis. Pada sistem FIFO, obat yang baru diterima disimpan dibagian belakang
dari barang yang diterima sebelumnya, sehingga barang yang datang terlebih
dahulu dikeluarkan terlebih dahulu pula. Pada sistem FEFO, barang yang
mempunyai waktu kadaluwarsa dekat dikeluarkan terlebih dahulu.
5. Pemusnahan dan Penarikan
Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika
dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang
memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan
berita acara pemusnahan. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5

28
(lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar
atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan
Resep. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan. Prosedur pemusnahan obat hendaklah
mencakup pencegahan pencemaran di lingkungan dan mencegah jatuhnya obat
tersebut di kalangan orang yang tidak berwenang. Sediaan farmasi yang akan
dimusnahkan supaya disimpan terpisah dan dibuat daftar yang mencakup jumlah
dan identitas produk. Secara garis besar, proses pemusnahan obat dan perbekalan
kesehatan terdiri dari:
- Memilah, memisahkan dan menyusun daftar obat dan perbekalan kesehatan yang
akan dimusnahkan.
- Menentukan cara pemusnahan.
- Menyiapkan pelaksanaan pemusnahan.
- Menetapkan lokasi pemusnahan.
- Pelaksanaan pemusnahan.
-Membuat berita acara pemusnahan dengan tembusan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota sebagai laporan (Depkes RI, 2011). Penarikan sediaan
farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
(voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk
yang izin edarnya dicabut oleh Menteri (DepKes RI, 2016).
6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,
kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan
menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok

29
sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan,
jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

7. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan
internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan
untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan
lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi
pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai
pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

30

Anda mungkin juga menyukai