Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK FARMARIN
PERIODE AGUSTUS-SEPTEMBER 2016

Disusun oleh:
Denny Willianto, S.Farm. 15/392834/FA/10773
Erlita Prastika Dewi, S.Farm. 15/392838/FA/10777
Fami Rosyadi, S.Farm. 15/392840/FA/10779
Henry Harto, S.Farm. 15/392842/FA/10781
Radhitya Yudhistira, S.Farm. 15/392850/FA/10789
Sekar Galuh, S.Farm. 15/392855/FA/10794

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

 
 
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK FARMARIN
Jalan P. Mangkubumi No.75 Yogyakarta
Periode Agustus-September

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
pada Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Disetujui oleh:
Pembimbing

Fakultas Farmasi Apotek Farmarin


Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

M. Rifqi Rokhman, M.Sc., Apt. Wunawar, M.Sc., Apt.

II
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan kegiatan dan penyusunan laporan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Farmarin periode April-Mei 2016.

Pelaksanaan kegiatan PKPA dan penyusunan laporan ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Apoteker (Apt.) di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

Penulis menyadari bahwa keseluruhan pelaksanaan PKPA ini dapat berjalan lancar

berkat bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Subagus Wahyuono, M.Sc., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta,

2. Dr. Ika Puspita Sari, S.Si., M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker

Universitas Gadjah Mada,

3. Prof. Dr. Wahyono, SU., Apt. selaku Dosen Pembimbing PKPA bidang Apotek, yang

telah memberikan bekal pengetahuan dan pengarahan dalam pelaksanaan PKPA,

4. Wunawar, M.Sc., Apt., selaku Apoteker Pengelola Apotek yang telah memberikan izin,

kesempatan, dan fasilitas untuk melaksanakan PKPA di Apotek Farmarin Yogyakarta

serta meluangkan waktu memberikan bimbingan selama PKPA

5. Imam N.B.B.S., S.Farm., Apt., selaku Apoteker Pendamping, dan seluruh karyawan

Apotek Farmarin (Mba Diana, Mba Nurul, Mba Rina, Pak Tri, Mas Ilham, dan Pak

Sentot) atas bimbingan dan bantuannya dalam melaksanakan PKPA di Apotek

Farmarin,

III
6. Teman-teman PKPA periode April – Mei 2016 di Apotek Farmarin Yogyakarta yang

berasal dari UGM, UII dan UAD atas kebersamaan, kerjasama, pengalaman, dan suka

duka selama PKPA berlangsung sampai terselesaikannya laporan PKPA,

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungan

yang diberikan sehingga pelaksanaan PKPA dapat berjalan dengan lancar dan baik.

Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini masih belum sempurna. Saran dan

kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi penyempurnaan

karya ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui dan

mengkaji lebih dalam mengenai ilmu kefarmasian khususnya bidang perapotekan.

Yogyakarta, September 2016

Penulis

IV
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang PKPA ......................................................................................... 1
B. Tujuan PKPA ...................................................................................................... 3
C. Manfaat PKPA .................................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN UMUM APOTEK ................................................................. 5
A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai . 5
B. Pelayanan Farmasi Klinik ................................................................................... 8
BAB III. KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN .......................................... 10
A. Profil Apotek Farmarin ..................................................................................... 10
1. Sejarah Apotek Farmarin ............................................................................. 10
2. Tujuan Pendirian Apotek Farmarin .............................................................. 12
3. Struktur Organisasi Apotek Farmarin .......................................................... 12
B. Kegiatan Mahasiswa PKPA dalam Kegiatan Manajerial Apotek..................... 14
1. Persyaratan, Permodalan, Pendirian, dan Studi Kelayakan Apotek ............. 14
2. Pengelolaan Sediaan Farmasi ....................................................................... 21
3. Pengelolaan SDM ......................................................................................... 32
4. Administrasi Apotek .................................................................................... 35
5. Perpajakan Apotek ....................................................................................... 44
6. Evaluasi Mutu Pelayanan Apotek ................................................................ 49
7. Pengembangan Apotek ................................................................................. 52
C. Kegiatan Mahasiswa PKPA dalam Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik ......... 54
1. Pengkajian Resep dan Dispensing................................................................ 54
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO) .................................................................. 64

V
3. Konseling dan Dokumentasi Patient Medication Record (PMR) ................ 65
4. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care) ........................ 69
5. Pemantauan Terapi Obat (PTO) ................................................................... 70
6. Monitoring Efek Samping Obat ................................................................... 71
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 72
A. KESIMPULAN ................................................................................................. 72
B. Saran ................................................................................................................. 73
BAB V. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 75

VI
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pembagian Shift di Apotek Farmarin ...................................................... 34

VII
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh Penataan Obat di Apotek Farmarin ......................................... 30
Gambar 2. Tipikal Struktur Organisasi Apotek ..................................................... 33
Gambar 3. Contoh Etiket Obat di Apotek Farmarin .............................................. 57
Gambar 4. Contoh Resep di Apotek Farmarin ...................................................... 59
Gambar 5. Alur Pelayanan Resep Pasien Umum di Apotek Farmarin .................. 61
Gambar 6. Alur Pelayanan Swamedikasi .............................................................. 67

VIII
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang PKPA

Menurut Permenkes No. 71 tahun 2013 menyebutkan bahwa salah satu syarat

fasilitas kesehatan primer yang dapat bekerja sama dengan BPJS adalah harus bekerja

sama dengan apotek terlebih dahulu. Di era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) ini

pemerintah senantiasa berusaha meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat

di semua tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pada pasal 1 ayat 5 Permenkes No. 71

tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional dijelaskan

bahwa fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif,

kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau

Masyarakat. Ada beberapa tingkatan fasilitas kesehatan yaitu fasilitas kesehatan primer,

rawat jalan tingkat pertama, rawat inap tingkat pertama, pelayanan kesehatan rujukan

tingkat lanjutan dan pelayanan kesehatan darurat medis (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Apotek merupakan sarana dilakukannya praktek pekerjaan kefarmasian dan

penyaluran perbekalan kefarmasian kepada masyarakat seperti yang dijelaskan pada

Permenkes No.922 tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotek.

Sebuah Apotek dikelola oleh seorang Apoteker penanggung jawab yang mempunyai 2

peran besar. Peran besar Apoteker di Apotek seperti yang tertera pada Permenkes No.35

tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek adalah meliputi pengelolaan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik

(Departemen Kesehatan RI, 1993:2014).

1
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan

pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah,

serta mengatasi masalah terkait Obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi,

dan farmasi sosial (socio-pharmacoeconomy). Apoteker harus menjalankan praktik sesuai

standar pelayanan untuk mewujudkan hal tersebut. Apoteker juga harus mampu

berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk

mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam melakukan praktik tersebut, Apoteker

juga dituntut untuk melakukan monitoring penggunaan obat, melakukan evaluasi, serta

mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya. Untuk melaksanakan semua kegiatan

itu, diperlukan standar pelayanan kefarmasian.

Seorang Apoteker harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan juga

pengalaman untuk dapat melakukan tugas-tugas besar yang telah menjadi tanggungjawab

seorang Apoteker. Ilmu pengetahuan tentang kefarmasian dapat diperoleh melalui

perkuliahan, membaca artikel ilmiah ataupun mengikuti seminar, namun pengalaman

hanya dapat diperoleh dengan praktek atau terjun langsung ke lapangan. Praktek Kerja

Profesi Apoteker atau yang disebut PKPA adalah salah satu sarana memperoleh

pengalaman sebelum menjadi seorang Apoteker yang benar-benar siap mengabdikan diri.

Kegiatan PKPA menjadi sarana belajar bagi mahasiswa untuk dapat berpartisipasi dalam

menyukseskan program pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat. Melalui PKPA mahasiswa diharapkan dapat mempelajari secara langsung apa

peran dan tugas seorang Apoteker khususnya dalam pengelolaan Apotek dan pelayanan

kefarmasian di Apotek. Praktek di lapangan diperlukan untuk merealisasikan hal-hal yang

menjadi teori yang selalu didapat di bangku perkuliahan. Pelajaran yang dialami langsung

2
oleh mahasiswa Apoteker dapat membentuk pandangan ke depan bagaimana cara ideal

dalam menerapkan pelayanan kefarmasian di Apotek untuk mendukung profesi Apoteker

yang lebih baik lagi.

B. Tujuan PKPA

1. Mempersiapkan calon Apoteker menjadi Apoteker yang mampu menjalankan peran

dan tanggung jawab sesuai kode etik profesi, peraturan perundang-undangan, serta

ketetapan standar kompetensi profesi.

2. Memberikan pengalaman praktek kepada calon Apoteker tentang pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

3. Memberikan pengalaman praktek kepada calon Apoteker tentang pelayanan farmasi

klinis kepada pasien.

4. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi, dan tanggungjawab

Apoteker dalam menjalankan praktek profesi di Apotek.

C. Manfaat PKPA

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh calon Apoteker dari kegiatan PKPA di

Apotek Farmarin ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam mengelola

Apotek.

2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di Apotek.

3. Mendapatkan pengalaman berinteraksi dengan rekan sejawat Apoteker, Dokter dan

pasien.

3
4. Mendapatkan pengetahuan aspek administrasi dan perundang-undangan, aspek

manajerial, aspek pelayanan kefarmasian dan aspek bisnis dalam pengelolaan

Apotek.

4
BAB II
TINJAUAN UMUM APOTEK

Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

kefarmasian oleh Apoteker. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh seorang Apoteker

merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien, berkaitan

dengan sedian farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika) yang bertujuan

untuk mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Standar

pelayanan kefarmasian di Apotek diatur dalam Permenkes No 35 tahun 2014. Tujuan

dilakukannya standar pelayanan kefarmasian di Apotek adalah:

1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian,

2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, sehingga bila seorang Apoteker

yang telah melakukan tanggung jawabnya sesuai dengan standar pelayanan

kefarmasian yang berlaku, bila terjadi kesalahan dalam penggunaan obat, maka

semuanya dapat dipertanggung jawabkan secara hukum,

3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam

rangka keselamatan pasien (patient safety) (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

Pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang

bersifat manajaerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai dan pelayanan farmasi klinik.

A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

1. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

5
medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan

kemampuan masyarakat.

2. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi

harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,

jumlah, mutu, waktu penyerahan, dan harga yang tertera dalam surat pesanan

dengan kondisi fisik yang diterima.

4. Penyimpanan

a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus

dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada

wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan

tanggal kadaluwarsa.

b. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga

terjamin keamanan dan stabilitasnya.

c. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan

kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.

d. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO

(First In First Out)

5. Pemusnahan

6
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan

bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung

Narkotika atau Psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh

sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara

pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep

menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dalam Permenkes dan

selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kementrian

Kesehatan RI, 2014).

6. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai

kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,

penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya

kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta

pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok

baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat

nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa

persediaan.

7. Pencatatan dan pelaporan

a. Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat

7
kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,

faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan

pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

b. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal

merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,

meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.

c. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi

kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi

pelaporan Narkotika (menggunakan Formulir 3 sebagaimana terlampir dalam

Permenkes), Psikotropika (menggunakan Formulir 4 sebagaimana terlampir

Permenkes) dan pelaporan lainnya (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

B. Pelayanan Farmasi Klinik

1. Pengkajian resep

Kegiatan pengkajian resep meliputi kajian administrasi, kesesuaian farmasetik, dan

pertimbangan klinis. Bila ditemukan adanya ketidaksesuaian, maka Apoteker harus

menghubungi dokter penulis resep untuk mengkonfirmasi resep.

2. Dispensing

Kegiatan dispensing meliputi penyiapan, penyerahan, dan pemberian informasi

obat.

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Informasi obat yang perlu disampaikan pada pasien adalah sebagai berikut; dosis,

bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian, farmakokinetik,

8
farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu

hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat

fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.

4. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga

untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga

terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang

dihadapi pasien.

5. Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)

Pelayanan kefarmasian ini ditujukan bagi pasien lansia atau pasien dengan

pengobatan penyakit kronis.

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat

yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek

samping.

7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau

tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia

untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

9
BAB III
KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN

A. Profil Apotek Farmarin

1. Sejarah Apotek Farmarin

Apotek Farmarin merupakan Apotek yang didirikan oleh Yayasan

Kesejahteraan Keluarga Bank Indonesia (YKKBI) untuk menyediakan obat-obatan

yang lengkap dengan kualitas yang terjamin dan memberikan pelayanan kesehatan

di lingkungan Bank Indonesia (BI), Yayasan Kesejahteraan Bank Indonesia

(YKKBI), dan masyarakat umum. Sebelum pendirian Apotek, usaha di bidang

kesehatan tersebut hanya berupa praktik dokter yang berkembang dengan berdirinya

drug store untuk memenuhi jaminan kesehatan pensiunan karyawan BI dan

karyawan aktif BI.

Pada awal mula pendirian sebagai unit usaha, pengelolaan Apotek Farmarin

dilakukan oleh PT. Fajar Mekar Indah (FMI). Mulai 1 September 2009 pengelolaan

Apotek Farmarin diserahkan kepada PT. Fajar Farmatama sebagai induk dari PT.

Fajar Mekar Indah (FMI). Hal ini dilakukan untuk memisahkan pengelolaan di

bidang kesehatan yaitu Apotek Farmarin, PBF PT. Farmarin, dan Bidakara Medical

Center dengan bidang lain. Selanjutnya pengelolaan di bidang kesehatan hanya

dikelola oleh PT. Fajar Farmatama. Pengelolaan Apotek dipimpin oleh koordinator

cabang dan Apoteker Pengelola Apotek (APA). Pelayanan kefarmasian di Apotek

Farmarin dikelola oleh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang

mengedepankan profesionalisme terhadap pelayanan yang excellent dibidang

10
kefarmasian serta didukung oleh sarana dan prasarana yang modern dan obat yang

lengkap.

Apotek Farmarin pusat berada di gedung Bank Indonesia (BI) di Jakarta.

PT. Fajar Farmatama mengelola 8 Apotek Farmarin di Jakarta. Apotek Farmarin

juga telah tersebar di beberapa kota besar di Indonesia selain Jakarta antara lain

Karawang, Medan, Bandung, Cirebon, Solo, Semarang, Yogyakarta, Surabaya,

Malang, dan Makassar. Kini Apotek Farmarin dipadukan dengan klinik Farmatama

yang menyediakan pelayanan dokter umum dan dokter gigi. Selain itu akan

direncanakan adanya laboratorium kesehatan dan melakukan kerjasama dengan

badan usaha atau instasi lain.

Apotek Farmarin Yogyakarta didirikan pada bulan Juni 2002 di Jalan

Purwanggan. Selanjutnya Apotek Farmarin Yogyakarta pindah pada bulan April

2006 ke Jalan Pangeran Mangkubumi No. 73 Yogyakarta. Perpindahan tersebut

terjadi karena tempat yang kurang strategis dan jumlah kompetitor yang banyak di

sekitar Apotek. Gedung yang ditempati oleh Apotek Farmarin berstatus sewa dan

terdiri dari dua lantai. Gedung lantai kedua digunakan untuk ruang praktik dokter,

ruang pimpinan PT. Fajar Farmatama cabang Yogyakarta dan kantor Bantuan

Kesehatan Pensiunan (BKP) YKKBI. Kantor BKP yang menjadi satu dengan

Apotek memberikan keuntungan diantaranya memberikan kemudahan bagi PT.

Fajar Farmatama dalam komunikasi dan kegiatan pengawasan terhadap Apotek

serta BKP terutama terhadap masalah standarisasi obat untuk pensiunan BI.

Apotek didirikan dengan menggunakan modal dari YKKBI sehingga setiap

11
bentuk administrasi dan transaksi keuangan Apotek Farmarin harus dilaporakan

kepada PT. Fajar Farmatama dan selanjutnya kepada YKKBI. Apotek Farmarin

memiliki formularium yaitu buku standarisasi obat yang digunakan oleh YKKBI.

Formularium tersebut dibuat berdasarkan kerjasama dengan Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM) dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK. UI).

Formularium tersebut juga rutin dilakukan evaluasi dan direvisi setiap 3 tahun.

2. Tujuan Pendirian Apotek Farmarin

Tujuan pendirian Apotek Farmarin adalah sebagai tempat pengabdian

profesi Apoteker untuk memberikan pelayanan kefarmasian melalui penyediaan

obat-obatan yang lengkap dan kualitas terjamin untuk menghasilkan jasa Apotek

dan bantuan terhadap pelayanan kesehatan di lingkungan Bank Indonesia, Yayasan

Kesejahteraan Bank Indonesia (YKKBI), dan masyarakat umum. Dengan adanya

Apotek Farmarin dapat memberikan informasi tentang kesehatan khususnya

tentang obat serta pengobatan yang benar dan rasional, memberi kesempatan dan

peluang kerja bagi masyarakat, dan mendukung kegiatan usaha PT. Fajar Mekar

Indah dan Yayasan Kesejahteran Keluarga Bank Indonesia.

3. Struktur Organisasi Apotek Farmarin

Apotek Farmarin merupakan unit bisnis dari PT. Fajar Farmatama sebagai

suatu organisasi bisnis dalam bidang usaha farmasi dan medis. Apotek Farmarin

dan PT. Fajar Farmatama memiliki struktur organisasi yang jelas supaya terdapat

kejelasan alur komando/perintah, alur koordinasi dan kerjasama, alur tanggung

jawab, dan pembagian tugas dan wewenang dari tiap unit kerja atau sub unit yang

12
ada dalam organisasi ini.

Salah satu cabang Apotek Farmarin berlokasi di Yogyakarta. Apotek

Farmarin Cabang Yogyakarta dipimpin oleh Pimpinan Cabang PT. Fajar

Farmatama Yogyakarta. Pimpinan Cabang bertanggung jawab mengkoordinir BKP

dan bertindak sebagai perwakilan Pemilik Sarana Apotek (PSA) Farmarin Cabang

Yogyakarta. Adapun pengelolaan Apotek Farmarin Yogyakarta diserahkan kepada

Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bertanggung jawab langsung pada

Pimpinan Cabang PT. Fajar Farmatama Yogyakarta. Dalam melaksanakan

tugasnya mengelola Apotek, APA dibantu oleh Apoteker Pendamping (Aping) dan

tenaga lain seperti Asisten Apoteker (AA), reseptir, pembantu umum, kasir, dan

karyawan administrasi-keuangan dimana semuanya langsung bertanggung jawab

kepada APA. Posisi Apoteker pendamping memiliki garis koordinasi dengan

Apoteker pengelola Apotek. Sedangkan karyawan lainnya kedudukannya

sama/sejajar, dimana kesemuanya langsung bertanggung jawab kepada APA.

Apoteker yang bekerja di Apotek Farmarin Yogyakarta baik sebagai APA maupun

Aping sejak awal berdiri hingga sekarang, antara lain:

a. Sari Utami, S.Si., Apt. sebagai Apoteker Pengelola Apotek pada tahun 2002

sampai Maret 2008.

b. Wunawar, S.Farm., Apt. sebagai Apoteker Pendamping pada Agustus 2006

sampai Maret 2008.

c. Wunawar, S.Farm., Apt. sebagai Apoteker Pengelola Apotek pada Maret 2008-

13
sekarang.

d. Maya Rahmawati, S.Farm., Apt. sebagai Apoteker Pendamping pada Januari

2008 sampai Agustus 2008

e. Imam NBBS, S.Farm., Apt. sebagai Apoteker Pendamping pada Seotember

2008 sampai sekarang.

B. Kegiatan Mahasiswa PKPA dalam Kegiatan Manajerial Apotek

1. Persyaratan, Permodalan, Pendirian, dan Studi Kelayakan Apotek

Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek (APA)

wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA). SIA adalah surat izin yang diberikan oleh

menteri kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk

menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu (Kemenkes RI, 2002).

SIA ini berlaku untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih

aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melaksanakan pekerjaannya, serta masih

memenuhi persyaratan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek,

agar izin apotek dapat diperoleh, apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan

pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,

perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan

milik sendiri atau milik pihak lain. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang

sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

Persyaratan yang diperlukan untuk mendirikan apotek, yaitu:

14
a. Memiliki atau menggunakan bangunan ber-IMB (Izin Mendirikan bangunan),

memiliki Surat Keterangan Izin Gangguan atau HO (Hinder Ordonantie),

NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), dan

SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker) untuk apoteker. Fotokopi SIPA, fotokopi

Kartu Tanda Penduduk (KTP), fotokopi denah bangunan, surat yang

menyatakan status bangunan dalam bentuk akte hak milik atau sewa atau

kontrak, surat pernyataan dari APA bahwa tidak bekerja tetap pada perusahaan

farmasi lain dan tidak menjadi APA di apotek lain, surat pernyataan pemilik

sarana tidak terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat,

asli dan fotokopi daftar terperinci alat perlengkapan apotek, akte perjanjian

kerjasama APA dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA), asli dan fotokopi surat

izin atasan (bagi pemohon pegawai negeri anggota ABRI, dan pegawai instansi

Pemerintah).

b. Persyaratan Lokasi Apotek

Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Pemilihan lokasi juga harus

mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan,

jumlah penduduk, dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek.

Kesehatan lingkungan dan keamanan juga harus diperhatikan. Apotek harus

bebas dari hewan pengerat, serangga dan hama lainnya.

c. Persyaratan Bangunan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2016, Apotek harus

memiliki ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep dan peracikan, ruang

15
penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan, dan ruang arsip. Pada

lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 Tahun 2002 disebutkan

bangunan a\Apotek sekurang-kurangnya memiliki ruang khusus untuk:

1.) Ruang peracikan dan penyerahan resep

2.) Ruang administrasi dan kerja apoteker

3.) WC dan kelengkapan bangunan calon apotek, berupa:

(a) Sumber air harus memenuhi persyaratan kesehatan

(b) Penerangan harus cukup terang, sehingga dapat menjamin pelaksanaan

tugas dan fungsi apotek

(c) Alat pemadam kebakaran, harus berfungsi dengan baik sekurang-

kurangnya dua buah

(d) Ventilasi dan sanitasi yang baik, serta memenuhi persyaratan higienis

4.) Persyaratan Perlengkapan

Berdasarkan Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 Tahun 2002,

persyaratan perlengkapan meliputi:

(a) Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan

(b) Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan kesehatan

(c) Wadah pengemas dan pembungkus

(d) Alat administrasi

(e) Buku-buku standar yang diwajibkan, Farmakope Indonesia edisi terbaru

satu buah, serta buku lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral POM

16
(f) Kumpulan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan pada

apotek

5.) Perbekalan farmasi, terutama obat, sesuai dengan obat generik dari Daftar

Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk Rumah Sakit (RS) tipe kelas C

6.) Apotek juga harus memiliki papan nama. Pada lampiran Form Apt-3

Kepmenkes Nomor 1332 Tahun 2002 disebutkan papan nama berukuran

minimal panjang 60 cm dan lebar 40 cm, dengan tulisan hitam di atas dasar

putih. Tinggi huruf minimal 15 cm dan tebal 5 cm. Pada pasal 6 ayat 3

Kepmenkes Nomor 278 Tahun 1981 tentang Persyaratan Apotek,

disebutkan bahwa papan nama apotek memuat: nama apotek, nama APA,

nomor SIA, alamat dan nomor telepon apotek

Modal merupakan salah satu sarana yang penting dalam mendirikan apotek.

Sumber modal yang digunakan dalam mendirikan apotek, yaitu modal sendiri,

pinjaman (utang perorangan, penyalur, pemberi pinjaman berdasar aktiva bank

komersial, perorangan yang didukung pemerintah dan lembaga keuangan

masyarakat), kerjasama (investor, perusahaan besar, atau spekulan), dan penjual

saham umum. Usaha apotek biasanya menggunakan modal dari tabungan pribadi,

investor, dan hutang. Modal yang digunakan di apotek ada dua, yaitu:

a. Modal Operasional, yang berupa aktiva lancar, meliputi kas, wesel tagih,

piutang dagang, uang muka sediaan, persediaan, dan beberapa barang yang

dapat diubah menjadi kas dalam waktu kurang dari satu bulan

17
b. Modal Non Operasional, yang berupa aktiva tetap, meliputi tanah, bangunan,

perlatan dalam gedung, dan perlengkapan apotek

Modal Apotek Farmarin berasal dari dana yang dikeluarkan oleh Yayasan

Kesejahteraan Keluarga Bank Indonesia (YKKBI). Oleh karena itu, segala data

pemasukan dan pengeluaran wajib dilaporkan kepada YKKBI.

Studi kelayakan telah dilakukan terlebih dahulu sebelum apotek didirikan.

Pendirian suatu apotek perlu adanya persiapan terlebih dahulu. Persiapan tersebut

meliputi lokasi, perizinan, sarana dan prasarana, perbekalan farmasi, serta Sumber

Daya Manusia (SDM). Pendirian suatu apotek juga perlu melakukan studi

kelayakan. Studi kelayakan adalah suatu metode perancangan tentang layak atau

tidaknya untuk dilaksanakan proyek atau pendirian suatu usaha. Studi kelayakan

dalam pendirian suatu apotek adalah kelayakan yang berimbang, baik dari segi

bisnis maupun pengabdian profesi dari suatu apotek. Studi kelayakan memuat

informasi mengenai produk atau jasa, pasar, strategi pemasaran, manufakturing,

kepemilikan, struktur manajemen, organisasi, personil, dan finansial. Studi

kelayakan memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai basic management tools yang

akan memandu arah perusahaan di masa yang akan dating, serta dokumen wajib

bila perusahaan mencari sumber pendanaan dari investor atau bank.

Beberapa aspek penilaian dalam suatu studi kelayakan, meliputi:

a. Aspek Manajemen

18
Aspek manajemen meliputi strategi manajemen (visi, misi, strategi, program

kerja, SOP) bentuk badan usaha, struktur organisasi, jenis pekerjaan, kebutuhan

tenaga kerja, dan program kerja (Anief, 2005).

b. Aspek Teknis atau Operasi

Saat studi kelayakan apotek, perlu diperhatikan dan dipertimbangkan apakah

lokasi yang akan didirikan apotek tersebut strategis atau tidak. Selain itu, lokasi

operasi, volume operasi, mesin dan peralatan, bahan baku dan bahan penolong,

tenaga kerja dan lay-out juga perlu diperhatikan.

c. Aspek Pasar dan Pemasaran

Kebutuhan dan keinginan konsumen, segmentasi pasar, target, nilai tambah,

masa hidup produk, struktur pasar, persaingan dan strategi pesaing, ukuran

pasar, pertumbuhan pasar, laba kotor, dan pangsa pasar.

d. Aspek Keuangan

Aspek modal dan keuangan, meliputi jumlah modal yang dibutuhkan untuk

mendirikan apotek, sumber modal, alokasi modal, dan proses perputaran uang.

Proyeksi keberlangsungan apotek ke depan harus dilakukan dengan analisis

pendapatan keuangan calon apotek, termasuk penghitungan biaya rutin tiap

bulan, proyeksi pendapatan dan pengeluaran tahun pertama, perkiraan rugi dan

laba tahun pertama, perhitungan Break Even Point (BEP), Return on Invesment

(ROI), dan Pay Back Periode (PBP), kebutuhan dana, sumber dana, proyeksi

neraca, proyeksi laba rugi, dan proyeksi aliran kas (cash flow).

19
Apotek Farmarin telah memenuhi persyaratan pendirian apotek. Apotek

Farmarin berlokasi pada bangunan yang disewa oleh PT. Fajar Farmatama,

sehingga sudah memiliki NPWP. APA sudah memenuhi persyaratan dan memiliki

SIA yang masih aktif sampai sekarang. Selain itu, Apotek Farmarin juga memenuhi

persyaratan fisik bangunan, yaitu adanya etalase, alat meracik obat, buku-buku

standar, ventilasi, sanitasi, penerangan yang cukup, serta tersedia ruang tunggu,

ruang peracikan, ruang konseling, gudang, dan tempat pencucian. Perbekalan

farmasi yang dimiliki Apotek Farmarin juga sudah melebihi persyaratan minimal,

yaitu 75% dari DOEN. Perbekalan farmasi di Apotek Farmarin terutama ditujukan

bagi pasien BI yang sudah disusun dalam buku standar (Daftar Standar Obat). Obat

khusus narkotika dan psikotropika di Apotek Farmarin juga sudah disimpan secara

terpisah dengan dua pintu yang terkunci, serta sudah dilengkapi blanko pesanan

obat narkotika dan psikotropika, serta kartu stok obat yang diisi oleh apotekernya.

Papan penanda di Apotek Farmarin juga sudah cukup jelas, mencakup nama

apotek, nama APA, nomor SIA, serta alamat dan nomor telepon apotek.

Aspek lokasi Apotek Farmarin sudah dianggap layak karena jumlah apotek

di sekitar Apotek Farmarin tidak terlalu banyak, cukup dekat dengan laboratorium,

dan berada di kawasan wisata. Namun, Apotek Farmarin hanya dapat dijangkau

dari satu arah jalan saja, sehingga kemungkinan konsumen umum membeli obat

dan perbekalan kesehatan menjadi berkurang. Penunjang kegiatan perapotekan

seperti perencanaan kerja dan jumlah komoditas yang diperlukan sudah dilengkapi

20
dengan software, sehingga memudahkan dalam proses pengelolaannya dan mampu

terdokumentasi dengan baik.

2. Pengelolaan Sediaan Farmasi

Dalam Permenkes Nomor 35 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek, disebutkan bahwa pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yaitu mrliputi perencanaan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, dan pengendalian (Kementrian Kesehatan

RI, 2016).

a. Perencanaan

Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,

dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan untuk mendapatkan jenis dan

jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari

kekosongan obat. Dalam penentuan pemilihan jenis obat di Apotek Farmarin

mengacu pada Buku Standar Obat atau Formularium dari lembaga-lembaga

yang mengadakan kerjasama dengan Apotek Farmarin.

Metode perencanaan yang digunakan di Apotek Farmarin adalah

metode konsumsi, yaitu perencanaan didasarkan pengeluaran barang periode

sebelumnya. Jadi apoteker harus memantau sediaan farmasi yang paling banyak

keluar di periode sebelumnya dalam menentukan obat apa yang akan dibeli

pada periode sekarang. Selain itu, adanya praktik dokter di Apotek Farmarin

21
juga mempengaruhi perencanaan pemenuhan kebutuhan dengan memperhatikan

pola peresepan dan pola penyakit yang diderita pasien.

Untuk merencanakan kebutuhan obat di Apotek Farmarin

menggunakan alat bantu berupa buku defecta dan Sistem Informasi Manajemen

(SIM). Buku defecta memuat daftar barang yang habis atau hampir habis,

beserta jumlah stok yang tersisa. Dengan adanya SIM apotek yang

mengintegrasi antara pembelian, penjualan, dan jumlah stok, memudahkan

dalam mengetahui kebutuhan apotek, sehingga proses perencanaan dapat

dilakukan dengan lebih mudah dan lebih cepat.

Setelah mengetahui perencanaan dalam pemilihan obat, selanjutnya

apoteker menentukan distributor mana yang akan digunakan dalam memenuhi

kebutuhan obat. PBF sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu sole distributor dan sub

distributor. Sole distributor adalah distributor utama yang ditunjuk langsung

oleh suatu perusahaan untuk memasarkan atau menyalurkan obatnya,

sedangkan sub distributor adalah distributor yang mengambil barang dari sole

distributor untuk disalurkan kembali. Dalam pemilihan distributor, Apotek

Farmarin menilai dua kriteria, yaitu legalitas dan service atau pelayanan.

1.) Legalitas

Legalitas merupakan kriteria utama dalam penentuan distributor karena

legalitas dapat merupakan tanda bahwa suatu distributor telah memiliki

tugas dan kewenangan yang sah secara hokum, sehingga terjamin dalam

melakukan pekerjaannya. Legalitas yang dimaksud dalam hal ini, yaitu

22
keberizinan usaha PBF dan legalitas obat yang disediakan oleh PBF

tersebut. Setiap PBF yang resmi memiliki nomor izin usaha yang tercantum

pada setiap faktur pembelian dari PBF.

2.) Service atau Pelayanan

Pelayanan PBF yang dilihat untuk dipertimbangkan, yaitu:

(a) Kualitas Barang

PBF yang dapat mempertahankan kualitas barang, baik sebelum

diantarkan sampai setelah barang diterima dapat terjaga dengan baik,

sehingga barang atau obat yang diantarkan dapat memberikan efek

sesuai dengan indikasinya.

(b) Kuantitas Barang

PBF yang dapat mengantarkan barang atau obat sesuai dengan jumlah

yang telah ditentukan, sehingga nantinya tidak membuat rugi salah

satu pihak.

(c) Ketersediaan Barang

PBF yang dapat mempertahankan ketersediaan barang atau obat,

sehingga tidak terjadi kekosongan pada saat dibutuhkan.

(d) Diskon

Harga dan diskon seringkali menjadi pertimbangan utama, mengingat

apotek juga berorientasi pada keuntungan untuk keberlangsungan

pelayanan obat. Dalam hal diskon, sub distributor seringkali

memberikan diskon yang lebih besar. Hal ini berkaitan dengan volume

23
pembelian sub distributor ke sole distributor. Pembelian melalui sub

distributor lebih menguntungkkan untuk barang-barang fast moving.

(e) Kemudahan Retur

PBF yang dipilih merupakan PBF dengan sistem retur yang mudah.

Hal ini untuk mengantisipasi apotek mengalami kerugian jika ada obat-

obatan yang belum terjual, bahkan sampai mendekati batas

kadaluarsanya. Sistem retur bervariasi bentuk dan persyaratannya

tergantung perjanjian apotek dengan PBF yang berkaitan. Retur juga

dapat dilakukan untuk barang yang dikirim, namun tidak sesuai

pesanan apotek.

b. Pengadaan

Proses pengadaan barang disesuaikan dengan perencanaan yang

telah disusun dan mempertimbangkan anggaran dan kebutuhan. Metode

pengadaan di Apotek Farmarin ada empat jenis, yaitu spekulatif, terencana,

terbatas, dan Just in Time (JIT). Proses pengadaan spekulatif berlaku untuk

pengadaan dengan memperhatikan karakteristik keadaan sekitar dan juga pola

peresepan yang dilakukan oleh dokter. Proses pengadaan terencana berlaku

pada obat fast moving dan obat yang memiliki lead time (waktu tunggu)

panjang, sehingga dalam pengadaannya dapat diperhitungkan kapan saatnya

akan diadakan. Proses pengadaan terbatas berlaku pada obat yang memiliki

harga mahal, lead time pendek, dan slow moving. Selanjutnya, proses

pengadaan JIT berlaku untuk obat yang jarang digunakan.

24
Pemesanan barang di Apotek Farmarin menggunakan Surat Pesanan

(SP). Pemesanan dilakukan via telepon, kemudian saat barang datang, SP

diserahkan kepada sales PBF yang berkunjung. SP berisi nomor blangko SP,

nama PBF yang dituju, nama barang dan dosisnya, jumlah barang, tanggal

pemesanan, tanda tangan APA, dan stempel apotek. SP obat dibedakan menjadi

empat macam, yaitu:

1) SP Regular untuk Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, dan Obat Keras

Satu SP diperbolehkan memuat lebih dari satu jenis obat, SP regular terdiri

dari dua rangkap, lembar asli diserahkan kepada PBF, sementara lembar

tembusan untuk arsip apotek.

2) SP Khusus untuk Obat Narkotika

Satu SP hanya berlaku untuk satu jenis obat dan satu dosis lazim. SP

narkotik dibuat rangkap lima, satu lembar untuk untuk arsip pembelian

apotek dan empat lembar untuk KFTD (tembusan ke manajemen pusat,

BPOM, dan Dinas Kesehatan).

3) SP Khusus untuk Obat Psikotropika

Satu SP diperbolehkan memuat lebih dari satu jenis obat dan dosis lazim

obat psikotropika. SP psikotropika dibuat rangkap tiga, dua lembar untuk

PBF (tembusan ke BPOM) dan satu lembar untuk arsip pembelian apotek.

4) SP Khusus untuk Obat yang Tergolong Prekursor

25
Satu SP diperbolehkan memuat lebih dari satu jenis obat dan dosis lazim

obat psikotropika. SP psikotropika dibuat rangkap dua, satu lembar untuk

PBF dan satu lembar untuk arsip pembelian apotek.

c. Penerimaan

Pada saat PBF dating mengantar pesanan barang, petugas penerima

melakukan pengecekan kondisi fisik barang dan kesesuaian barang yang dating

dengan SP meliputi nama obat dan jumlahnya. Selanjutnya, petugas

mencocokkan barang yang dating dengan faktur dari PBF, meliputi nama obat,

nomor batch, dan tanggal kadaluarsa atau ED. Jika telah sesuai, kemudian

faktur ditandatangani oleh APA atau Apoteker Pendamping (APING), disertai

nomor SIPA atau AA yang disertai dengan nomor STRTTK, dan diberi cap

apotek. Selanjutnya, dua kopi faktur terakhir diambil untuk disimpan oleh

apotek, satu lembar untuk arsip apotek sebagai bukti jika diperlukan (saat retur)

dan satu lembar lagi untuk arsip pembelian yang akan dilaporkan. Faktur dalam

rentang satu bulan disimpan dengan urutan sesuai abjad PBF dan tanggal faktur

untuk kemudahan dalam pembayaran nanti. SP diberikan kepada sales PBF

yang berkunjung dan sales yang telah menerima SP menandatangani di buku

daftar SP keluar.

d. Penyimpanan

Berdasarkan Permenkes Nomor 35 Tahun 2016, Apotek Farmarin

melaksanakan penyimpanan obat agar tetap terjaga keamanannya dan mutunya,

sehingga saat diberikan kepada pasien akan tetap berkhasiat. Persediaan obat

26
dan alat kesehatan disimpan langsung pada etalase atau rak (lemari) obat

tersendiri untuk gudang yang berfungsi sebagai lemari stok. Tetapi, ada juga

yang disimpan langsung pada etalase atau rak obat tersebut dan di bagian

bawah dari etalase atau rak obat yang berfungsi sebagai lemari stok.

Penyimpanan barang harus disesuaikan dengan kondisi penyimpanan yang

benar (Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Apotek Farmarin menyimpan barang berdasarkan metode

kombinasi, yaitu kombinasi metode alfabetis, bentuk sediaan obat, dan efek

farmakologi obat. Penataan perbekalan farmasi Apotek Farmarin dapat dibagi

menjadi tiga macam, yaitu:

1.) Penataan OTC di etalase yang dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan

efek farmakologinya lalu disusun lagi berdasarkan alfabetis. Penataan OTC

dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

(a) Sediaan cair (sirup) untuk antipiretik, obat batuk, dan flu

(b) Sediaan cair (sirup, suspensi) dengan berbagai khasiat farmakologi

untuk saluran pencernaan, seperti obat maag, antidiare, laksatif, dan

lainnya

(c) Sediaan semi padat untuk penggunaan topical (salep, krim)

(d) Sediaan cair berupa minyak (minyak kayu putih, minyak telon, minyak

kapak, aseton, dan lainnya)

(e) Sediaan semi padat (balsam), inhaler, dan tetes mata

(f) Sediaan cair (sirup) multivitamin

27
(g) Sediaan padat multivitamin (effervescent, tablet hisap, dan lainnya)

(h) Sediaan cair untuk luka (betadin, alkohol) dan alat kesehatan untuk

luka (kain kasa, perban, plester)

(i) Sediaan padat untuk penyakit gastrointestinal (antitukak, laksatif,

antidiare, enzim pencernaan, dan lainnya)

(j) Alat kontrasepsi (kondom) dan tes kehamilan (test pack) berada di

etalase belakang kasir

(k) Sediaan padat permen pelega tenggorokan

(l) Sediaan padat untuk obat antipiretik dan analgetik

(m) Sediaan padat untuk obat batuk dan flu

(n) Sediaan padat untuk berbagai macam efek farmakologi diletakkan

berdasarkan alphabet

(o) Sediaan padat untuk penambah darah dan suplemen berupa tablet dan

kapsul

2.) Penataan komoditi lain di etalase dengan dimaksudkan adalah barang

bukan obat, namun menunjang pelayanan kesehatan. Penataan komoditi ini

juga dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

(a) Perlengkapan mandi (sabun, sampo)

(b) Madu, Virgin Coconut Oil (VCO), sari kurma, obat kumur, obat bersih

darah, obat pelangsing, dan lain-lain)

(c) Alat kesehatan (masker, gloves)

(d) Lain-lain seperti kapas, tissue, tissue basah, dan pembalut wanita

28
3.) Penataan obat di ruang racik, seperti:

(a) Rak almari untuk obat-obat paten dan branded (obat keras dan

multivitamin) diurutkan berdasar alfabetis

(b) Almari untuk sediaan cair (sirup) obat keras paten dan branded

diurutkan berdasarkan alfabetis

(c) Rak almari khusus untuk antibiotik paten, branded, dan generik

diurutkan berdasarkan alfabetis

(d) Almari untuk sediaan padat branded dengan pengemas primer botol

kecil diurutkan berdasarkan alfabetis

(e) Rak almari untuk sediaan steril, seperti tetes mata, tetes telinga, tetes

hidung, salep mata diurutkan berdasarkan alfabetis

(f) Rak almari untuk obat-obat generik, kecuali antibiotik diurutkan

berdasarkan alfabetis

(g) Rak almari untuk sediaan semi padat (salep dan krim) obat paten

diurutkan berdasarkan alfabetis

(h) Almari untuk sediaan cair (sirup dan sirup kering) generik

(i) Rak khusus untuk menyimpan pot, botol, serta cangkang kapsul

kosong

(j) Rak almari kecil dari kayu untuk sediaan psikotropika

(k) Almari dua pintu khusus terkunci untuk sediaan narkotika diurutkan

secara alfabetis

4.) Ruang khusus untuk gudang:

29
(a) Rak almari untuk sediaan padat paten dan branded yang disusun secara

alfabetis

(b) Rak almari untuk sediaan padat generik yang disusun berdasar

alfabetis

Kartu stok masing-masing obat diletakkan di dalam kotak obat

untuk sediaan tablet atau dibendel per bentuk sediaan untuk obat-obat dengan

bentuk sediaan khusus dan sediaan cair (seperti sediaan salep mata, salep kulit,

dan sediaan sirup). Tujuan peletakan kartu stok seperti tersebut di atas adalah

agar karyawan mudah untuk melakukan pencatatan dan pengecekan.

Gambar 1. Contoh Penataan Obat di Apotek Farmarin

e. Pemusnahan

Obat-obat yang hampir kadaluarsa atau rusak segera dipilah dan

dikelompokkan tersendiri, kemudian dicatat di buku obat rusak atau kadaluarsa

dan dicari fakturnya sebagai bukti pembelian. Untuk obat hampir kadaluarsa

yang dapat dikembalikan ke PBF yang bersangkutan disesuaikan dengan

30
perjanjian yang ada dengan pihak PBF, seperti aturan, cara, serta jangka waktu

pengembalian (retur) obat.

Obat OTC dan obat keras yang tidak dapat diretur dan telah ED,

maka dilakukan pemusnahan sesuai dengan ketentuan Permenkes Nomor 1332

Tahun 2002, yaitu dengan cara dibakar, dipendam, atau dimusnahkan dengan

cara yang memadai, dan dibuat berita acara mengenai pemusnahan tersebut.

Apotek Farmarin sampai saat ini belum pernah melakukan pemusnahan obat

(Departemen Kesehatan RI, 2002).

f. Pengendalian

Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan cara manual

(dengan kartu stok) dan elektronik (sistem komputerisasi dengan program

Integrated Apotek Application System atau IAAS). Kartu stok sekurang-

kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluarsa, nomor faktur, jumlah

pemasukan, jumlah pengeluaran, dan sisa persediaan.

Semua transaksi meliputi pembelian, penjualan, penerimaan, dan

pengeluaran kas di-entry ke komputer secara langsung melalui program IAAS.

Pengontrolan jumlah persediaan barang dilakukan menggunakan system

komputerisasi yang dicocokkan dengan kartu stok manual dan stok fisik di

etalase. Stock opname dilakukan setiap akhir bulan agar tidak terdapat deviasi

yang terlalu besar antara jumlah barang yang terdapat di komputer dengan

jumlah barang pada kenyataannya.

g. Pencatatan dan Pelaporan

31
Menurut Permenkes No.35 Tahun 2016, pencatatan dilakukan pada

setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai

yang meliputi pengadaan (SP, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan

(nota atau struk penjualan), dan pencatatan lainnya yang disesuaikan dengan

kebutuhan (Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan

internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen

apotek,, meliputi keuangan, barang, dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal

merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, misalnya pelaporan narkotika dan

psikotropika.

Apotek Farmarin telah membuat pencatatan yang lengkap untuk

semua barang-barang yang ada di apotek tersebut dan membuat laporan yang

sudah rutin setiap jangka waktu tertentu untuk pertanggungjawabab terhadap

pengelolaan kefarmasian.

3. Pengelolaan SDM

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 pasal 4 ayat (1) & (2)

menyebutkan bahwa penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi

kepada keselamatan pasien dimana sumber daya kefarmasian meliputi sumber daya

manusia serta sarana dan prasarana. Pelayanan. Kefarmasian di Apotek

diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau

32
Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin

Praktik atau Surat Izin Kerja.

Apotek Farmarin memiliki 7 orang karyawan dan dikelola oleh seorang

Apoteker Pengelola Apotek (APA). Karyawan di Apotek Farmarin meliputi 1 APA,

1 orang Apoteker Pendamping (Aping), 3 orang tenaga teknis kefarmasian/asisten

Apoteker, 1 petugas administrasi dan keuangan, 1 orang reseptir, dan 1 orang

pembantu umum. Posisi Apoteker Pendamping memiliki garis koordinasi dengan

APA, sedangkan karyawan lainnya kedudukannya sejajar dan langsung bertanggung

jawab kepada APA.

Gambar 2. Tipikal Struktur Organisasi Apotek

Pengelolaan SDM di Apotek Farmarin dimulai dari rekruitmen karyawan

yang dilakukan di media cetak dan harus melalui tes lebih dulu, yaitu tes tertulis dan

wawancara dengan materi mengenai kefarmasian, pengetahuan umum, komputer,

dan akuntansi serta keimanan. Kandidat yang lolos harus mengikuti tes psikologi

yang diselenggarakan bekerjasama dengan Lembaga Tes Psikologi.

33
Karyawan yang telah dinyatakan lolos seleksi, kemudian dipekerjakan

dengan status uji coba selama 3-6 bulan dan akan dilakukan penilaian dari APA

dengan diketahui oleh kepala cabang terhadap kinerja karyawan tersebut. Bila

hasilnya sesuai standar, maka karyawan tersebut dapat diperpanjang kontraknya

selama 1 tahun dengan status telah menjadi pegawai tetap. Selama masa kontrak

tahun pertama, bagi karyawan wanita tidak diperbolehkan untuk hamil dan bagi

karyawan secara umum belum memilki hak untuk mengajukan izin cuti selama 12

hari. Masing- masing karyawan memiliki job description yang jelas yang telah

dibuat oleh APA.

Jam kerja Apotek Farmarin yaitu senin – minggu serta dibagi menjadi dua

shift yaitu pagi dan sore. Pembagian shift dan ketentuan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Pembagian Shift di Apotek Farmarin

Shift Senin-Jumat Sabtu-Minggu

Pagi 08.00-15.00 WIB 08.00-14.00 WIB


Malam 15.00-22.00 WIB 14.00-21.00 WIB
* Hari libur nasional Apotek Farmarin tutup

Pembagian waktu dan jam kerja yang fleksibel, dimaksudkan agar

produktivitas karyawan dapat optimal sehingga dapat menambah kelancaran

kegiatan serta pelayanan kepada pasien. Hal tersebut dapat meningkatkan

kepercayaan masyarakat terhadap Apotek Farmarin, sehingga kunjungan pasien

akan meningkat dan berdampak pada peningkatan pendapatan Apotek. Besarnya

gaji karyawan di Apotek Farmarin ditentukan oleh PT. Fajar Farmatama. Besarnya

34
gaji disesuaikan dengan posisi pekerjaan, tingkat pendidikan, prestasi kerja, uraian

tugas dan besarnya tanggung jawab. Selain itu, untuk meningkatkan kesejahteraan

karyawan, Apotek memberikan fasilitas lain berupa Jamsostek pegawai, Tunjangan

Hari Raya (THR), pakaian seragam karyawan, dan bagi karyawan yang telah

bekerja selama satu tahun diberi cuti selama dua belas hari.

4. Administrasi Apotek

Kelengkapan administrasi merupakan alat penunjang pengelolaan apotek

yang dapat memperlancar jalannya kegiatan apotek. Berdasarkan KepMenKesRI

No.1027/MENKES/SK/IX/2004, dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di

apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi:

a. Administrasi khusus

Administrasi khusus meliputi pengarsipan resep, catatan pengobatan pasien, dan

hasil monitoring penggunaan obat. Administrasi pembukuan dilakukan untuk

menampung seluruh kegiatan perusahaan dan mencatat transaksi-transaksi yang

telah dilaksanakan. Berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1332/MENKES/SK/X/2002 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin

apotek, alat administrasi yang harus tersedia dalam apotek yaitu:

1) Alat administrasi

a) Blanko pesanan obat

b) Blanko faktur dan nota penjualan

c) Blanko kartu stok

35
d) Blanko salinan resep

e) Buku pencatatan narkotika dan psikotropika

f) Buku pesanan obat narkotika dan psikotropika

2) Form laporan obat narkotika dan psikotropika

3) Buku acuan

a) Buku standar yang diwajibkan yakni Farmakope Indonesia (FI) edisi

terbaru 1 buah,

b) Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek.

Laporan yang harus dibuat di apotek adalah:

1) Laporan penggunaan narkotika

2) Laporan penggunaan psikotropika

3) Laporan statistik resep dan pelayanan obat generik berlogo

4) Laporan tenaga kefarmasian setiap 3 bulan atau bila ada mutasi

5) Laporan tenaga kerja keseluruhan

6) Laporan pemusnahan resep

7) Laporan monitoring efek samping obat

8) Laporan monitoring kerusakan obat

9) Laporan obat wajib apotek

10) Laporan perpajakan

Apotek Farmarin menggunakan sistem informasi manajemen untuk

apotek yaitu I A A S (Integrated Apotek Application System) sebagai alat

sistem administrasinya dan program SHADD untuk accounting. Sistem IAAS

36
memuat data pembelian, penjualan, penerimaan kas, pengeluaran kas, daftar

transaksi. Sedangkan SHADD memuat laporan-laporan antara lain laporan

pembelian, laporan penjualan, laporan persediaan, laporan tambahan/eksternal,

laporan hutang, laporan piutang, laporan keuangan/neraca rugi-laba, dan

laporan GL Accounting. Data transaksi harian harus dilaporkan kepada bagian

administrasi dan keuangan untuk dilakukan pencatatan pemasukan bulanan

apotek.

Pengelolaan keuangan apotek dilakukan oleh bagian administrasi

dan keuangan yang dibantu oleh kasir dan dilaporkan kepada APA setiap hari.

Bagian keuangan mengontrol penerimaan dan pengeluaran uang di apotek.

Penerimaan berasal dari penjualan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,

sedangkan pengeluaran digunakan untuk biaya-biaya rutin di apotek.

Laporan yang ada di Apotek Farmarin antara lain:

1) Laporan ke dalam (internal apotek)

a) Laporan Harian

a. Buku Penjualan OTC

Buku penjualan ditulis setiap hari setelah transaksi penjualan hari

itu berakhir. Data disesuaikan dengan nota penjualan. Data yang

dituliskan adalah tanggal penjualan, nama dan jumlah barang

beserta harga jualnya. Selanjutnya total penjualan untuk OTC

dituliskan. Data penjualan ini dicek oleh APA dengan print-out

37
penjualan dan data komputer. Jika sesuai maka diberi paraf oleh

APA.

b. Buku Penjualan Resep

Buku penjualan ditulis setiap hari setelah transaksi penjualan hari

itu berakhir dan data disesuaikan dengan nota penjualan. Data yang

dituliskan adalah tanggal pelayanan resep, nomor resep, nama

dokter penulis resep, nama pasien, nama dan jumlah obat, harga

obat serta total penjualan dari semua resep yang dilayani dalam satu

hari. Selanjutnya data ini dicek oleh APA dan jika sudah sesuai

maka diberi paraf oleh APA.

b) Laporan Bulanan

a. Buku Kas Apotek

Buku kas apotek berisi catatan aliran kas masuk dan keluar apotek

setiap harinya selama satu bulan. Pencatatan aliran masuk dalam

buku kas meliputi pemasukan dari hasil penjualan, bonus dari PBF,

pajangan reklame obat, dan tagihan piutang. Pencatatan aliran

keluar kas antara lain gaji karyawan apotek tiap bulan, pembelian

bensin untuk pengantaran obat, pembelian alat tulis apotek,

pembayaran inkaso PBF, serta aktivitas keuangan lainnya.

b. Buku Embalage

Buku ini digunakan untuk mencatat embalage yang diperoleh

apotek setiap harinya dari hasil rekap penjualan selama satu bulan

38
oleh komputer. Selanjutnya embalage ini digunakan untuk biaya

operasional pembelian kelengkapan administrasi pelayanan

kefarmasian seperti etiket, kantong obat, plastik apotek, buku nota

dan lainnya.

c. Laporan neraca dan rugi-laba Apotek

Laporan neraca dan rugi-laba mampu mengukur kondisi

pertumbuhan dan perkembangan bisnis apotek setiap bulannya.

Selain itu, data tersebut juga dapat digunakan untuk melihat apakah

pengelolaan apotek cukup optimal untuk mencapai keseimbangan

antara segi profit dan segi pelayanan serta pembiayaan.

d. GL Accounting (laporan hutang-piutang)

Buku ini berfungsi untuk mengetahui hutang piutang dari PBF,

biaya penyusutan, dan untuk mengecek persediaan obat dari apotek.

e. Laporan Cash-flow

Laporan cash-flow dibuat untuk mengetahui kondisi keuangan

Apotek Farmarin. Laporan tersebut dibuat setiap bulan oleh APA

dibantu karyawan. Untuk setiap data transaksi harian harus

dilaporkan ke bagian administrasi dan keuangan untuk dilakukan

pencatatan pemasukan bulanan apotek.

2) Laporan ke luar (eksternal apotek)

a) Laporan Bulanan

39
Pelaporan dilakukan tiap tanggal 6 pada bulan berikutnya ke kantor PT

Fajar Farmatama pusat dalam bentuk softcopy maupun hardcopy.

a. Laporan neraca, rugi-laba

Laporan bulanan berguna untuk mengetahui laba yang diperoleh

apotek tiap bulannya. Perusahaan melihat perkembangan apotek

terutama dari segi bisnis yaitu keuntungan yang berhasil diperoleh

apotek.

b. Laporan DPJ Bank

Merupakan laporan yang berisi berapa jumlah uang apotek yang ada

di Bank. Hal ini dikarenakan Apotek Farmarin tidak hanya

menerima pembayaran dalam bentuk uang tunai, melainkan juga

melalui rekening di bank. Misalnya pembayaran tagihan yang

dilakukan oleh BI, YKKBI, Yakes Mandiri, dan PT. Pos Indonesia.

c. Laporan DPJ Kas

Laporan ini merupakan laporan yang berisi jumlah kas apotek serta

laporan pemasukan dan pengeluaran setiap hari.

d. Laporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Masa kepada kantor

pajak

Pada laporan ini dituliskan tanggungan pajak penghasilan (PPh) dari

karyawan yang bekerja pada Apotek Farmarin dan jumlah

tanggungan pajak yang harus dibayarkan setiap bulannya.

40
e. Laporan tagihan pembayaran biaya pengobatan kepada Bank

Indonesia, YKKBI, Yakes Mandiri dan Kantor Pos.

f. Laporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN yakni sebesar 10% dari nilai produk. Pembayaran dilakukan

kepada kantor pajak jika pajak keluar lebih besar dari pada pajak

masukan sehingga apotek mengalami kurang bayar dan wajib

membayarkan PPN ini setiap bulan.

g. Laporan Persediaan Obat

Pengontrolan jumlah persediaan barang atau stok di Apotek

Farmarin dilakukan menggunakan sistem komputer dan dicocokkan

dengan kartu stok serta persediaan sebenarnya di etalase dan rak

obat.

h. Laporan Hutang ke Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Administrasi pembelian dilakukan dengan pencatatan menggunakan

sistem komputer serta manual. Pencatatan pembelian meliputi nama

PBF, nomor faktur, nomor pembelian, tanggal, nama barang,

tanggal kadaluarsa, jumlah barang, harga satuan, bonus, diskon,

PPN, tanggal pengiriman, jumlah tempo pembayaran, dan

keterangan lunas. Faktur kemudian disimpan dan dikelompokkan

tiap bulan.

41
i. Penjualan Pencatatan penjualan resep, OTC dan komoditas lain

dilakukan secara langsung menggunakan sistem komputer dan

secara manual.

j. Laporan Narkotika dan Psikotropika

Pelaporan obat narkotika dan psikotropika dilakukan secara on line

kepada dinas kesehatan dengan tembusan ke dinkes kab/kota dan

BPOM melalui SIPNAP (Sistem Informasi Penggunaan Narkotika

dan Psikotropika) tiap tanggal 10 pada bulan berikutnya. Pelaporan

mencakup penerimaan, pengeluaran dan stok terakhir bulan

tersebut.

k. Laporan ketenagakerjaan kefarmasianyang dilakukan setiap 3 bulan

sekali kepada Dinkes Kesehatan Kabupaten/Kotaterkait jumlah

tenaga kefarmasian yang dimiliki apotek.

l. Laporan Obat Generik Berlogo (OGB)

Pelaporan ini bertujuan untuk mengetahui besarnya penggunaan

obat generik dari total resep yang masuk. Laporan penggunaan

OGB yang telah ditandatangani oleh APA dilaporkan tiap bulan ke

Dinas Kesehatan Kota. Format laporan meliputi jumlah resep yang

masuk, jumlah obat generik, dan persentase OGB.

b) Laporan Tahunan

a. Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahunan kepada kantor pajak

42
SPT berisi tentang penghitungan atau pembayaran pajak yang

terutang dalam suatu tahun pajak. Isinya tentang kewajiban dari

pajak penghasilan (PPh) karyawan Apotek Farmarin dalam satu

tahun yang belum terbayarkan pada SPT Masa tiap bulan.

b. Laporan Neraca dan Rugi-Laba Apotek

Laporan ini harus dibuat setiap tahun untuk analisis keuangan

apotek sehingga dari dapat diketahui perkembangan apotek dan

kondisi nyata pengelolaan apotek selama satu tahun melalui

parameter keuangan yang diperoleh.

c. Inventarisasi

Setiap pembelian aset Apotek Farmarin dilakukan pencatatan ke

dalam sistem komputer yang meliputi tanggal pembelian, nama

barang, spesifikasi, kode barang, jumlah barang, harga per unit, dan

penyusutannya. Contoh inventaris apotek adalah seperti almari

etalase, rak obat, kulkas, dan perlengkapan apotek lainnya. Adanya

data inventarisasi ini akan memudahkan pendataan biaya penyusutan

dalam menyusun neraca apotek.

b. Administrasi umum

Kegiatan yang dilakukan pada administrasi umum ini meliputi

pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika, dan dokumentasi

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

43
5. Perpajakan Apotek

Apotek Farmarin merupakan suatu usaha di bidang kesehatan yang telah

berbadan hukum dan telah dikukuhkan sebagai 42 Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Apotek Farmarin memiliki kewajiban dalam pembayaran dan pelaporan pajak

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah berlaku. Pajak merupakan

iuran yang wajib dibayarkan kepada negara berdasarkan pada hukum yang berlaku.

Dasar hukum tentang perpajakan di Indonesia adalah UU RI No. 6 tahun 1983 yang

telah mengalami perubahan dengan UU RI No.28 tahun 2007. Kewajiban pajak

yang harus dijalankan oleh Apotek Farmarin, antara lain:

a. Pajak Negara

1) Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak penghasilan dikenakan kenakan kepada orang pribadi atau badan atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.

a) PPh Pasal 4 (2)/ Pemotongan pajak final

Istilah 'final' di sini berarti bahwa, jenis pajak ini harus diselesaikan /

lunas dalam masa pajak yang sama seperti mereka diterima, dan tidak

perlu dilaporkan lagi pada akhir tahun pajak. Pemotongan pajak final

dikenakan kepada wajib pajak, atas beberapa jenis penghasilan yang

mereka dapatkan, seperti transaksi sewa atas tanah dan / atau

bangunan. Apotek Farmarin menjadi penyewa bangunan Apotek

sehingga harus membayar pajak ini sebesar 10% (Anonim, 2015).

b) PPh Pasal 21

44
Besarnya PPh 21 dihitung berdasarkan penghasilan netto dikurangi

dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penghasilan netto

adalah penghasilan setelah dikurangi tunjangan jabatan sebesar 5%

dari jumlah penghasilan dan maksimal Rp 500.000,00 per bulan.

Berdasarkan UU 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, penghasilan

seseorang diatas nilai PTKP tersebut, maka kelebihan nilai setelah

dikurangkan nilai PTKP disebut sebagai Penghasilan Kena Pajak.

Batas waktu pembayaran setiap tanggal 10 pada bulan masa pajak

berakhir dan batas waktu pelaporan 20 hari setelah masa pajak

berakhir. PPh Pasal 21 dikenakan kepada orang pribadi yang

melakukan suatu pekerjaan dan dalam hal ini dikenakan kepada

seluruh karyawan Apotek Farmarin atas gaji, upah, honor dan

tunjangan yang diterima sehubungan dengan pekerjaan yang telah

dijalankan berdasarkan ketentuan penghasilan kena pajak yang telah

ditentukan oleh peraturan yang berlaku.

c) PPh Pasal 22

Besarnya tarif PPh 22 stas pembelian barang yang dilakukan oleh

DJPB (Direktorat Jenderal Perbendaharaan), Bendahara Pemerintah,

BUMN/BUMD adalah sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak

termasuk PPN dan tidak final. PPh Pasal 22 adalah bentuk pemotongan

atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib

Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Pada

45
umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang

dianggap ‘menguntungkan’, sehingga baik penjual maupun

pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut.

Karena itulah PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan

maupun pembelian (Kemenkumham, 2008).

d) PPh Pasal 25

Pembayaran PPh pasal 25 oleh Apotek Farmarin dilakukan langsung

oleh kantor pusat di Jakarta secara kumulatif untuk semua Apotek

Farmarin di Indonesia. PPh Pasal 25 adalah pembayaran Pajak

Penghasilan secara angsuran (dilakukan pembayaran setiap bulan).

Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak karena pajak

terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus

dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan. Besarnya angsuran PPh

Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun

yang dilaporkan di Surat Pemberitahuan Tahunan PPh) dihitung

sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:

• Pajak penghasilan yang dipotong sesuai pasal 21 (yaitu sesuai tarif

pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi

yang tidak memiliki NPWP) dan pasal 23 (15% berdasarkan

dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa

dan penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan

46
yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak

memiliki NPWP)

• Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang

boleh dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan

dalam pajak masa setahun.

e) PPh Pasal 28 dan PPh pasal 29

PPh pasal 28 merupakan pengembalian karena adanya kelebihan dalam

pembayaran angsuran pajak penghasilan. PPh pasal 29 merupakan

penambahan yang harus dibayarkan karena adanya kekurangan dalam

pembayaran angsuran penghasilan.

f) Pajak penghasilan final

Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang menerima penghasilan

dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp

4.800.000.000,00 dalam 1 Tahun Pajak, akan dikenai pajak dengan

tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final sebesar 1%.

2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN yang berlaku untuk Apotek adalah PPN untuk obat-obatan dan

alat kesehatan termasuk dalam barang kena pajak. Apabila pajak keluaran

lebih besar dari pajak pemasukan maka Apotek wajib untuk membayar

pajak ke Direktorat Pajak yang harus dibayar sebelum tanggal 30 bulan

berikutnya. Namun apabila pajak pemasukan lebih besar dari pajak

keluaran maka dikompensasikan ke bulan berikutnya. Kompensasi ini tidak

47
berlaku untuk dua bulan berikutnya, walaupun pajak pemasukan masih

dapat dilakukan untuk menutup pajak keluaran dua bulan berikutnya. Tarif

PPN yang dikenakan sebesar 10%. Dasar pengenaan pajak dihitung

berdasarkan pajak masukan dikurang pajak keluaran. Pajak masukan adalah

pajak dikenakan kepada Apotek dari PBF berdasarkan nilai pembelian

barang dari PBF. Pajak keluaran adalah pajak yang dikenakan kepada

konsumen dari Apotek baik pembelian secara tunai maupun piutang

berdasarkan nilai pembelian obat dari Apotek. PPN yang telah dihitung

tersebut selanjutnya dilaporkan dalam SPT masa dan disampaikan ke

Kantor Pelayanan Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa

pajak berakhir.

b. Pajak Daerah

1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB dikenakan kepada Apotek Farmarin terhadap tanah dan bangunan

yang saat ini digunakan sebagai tempat usaha. Besar nilai pajak

berdasarkan luas bangunan dan luas tanah. Pembayaran dilakukan tiap

tahun. PBB merupakan pajak daerah kabupaten/kota yang dikenakan atas

kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan/atau bangunan

2) Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak kendaraan bermotor dikenakan kepada karyawan Apotek Farmarin

karena Apotek memiliki kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai

48
fasilitas untuk layanan hantar Apotek. Pajak kendaran bermotor merupakan

pajak daerah provinsi yang dikenakan atas kepemilikian kendaraan

bermotok.

3) Pajak Reklame

Pajak reklame termasuk pajak daerah kabupaten/kota yang besar nilai pajak

disesuaikan dengan peraturan masing-masing daerah dan besar papan

reklame yang digunakan. Pajak reklame yang dikenakan kepada Apotek

Farmarin sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta dan dibayarkan

setiap satu tahun sekali. Pajak reklame dikenakan atas papan reklame

bertuliskan Apotek Farmarin dan Nama Dokter Praktik yang terletak di sisi

jalan.

6. Evaluasi Mutu Pelayanan Apotek

Evaluasi apotek dilakukan untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di

apotek, diantaranya menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau, serta

menjamin bahwa apotek telah mengikuti standar pelayanan kefarmasian yang telah

diatur dalam perundang-undangan. Berdasarkan Permenkes Nomor 35 Tahun 2016,

evaluasi mutu pelayanan dilakukan terhadap (Kementrian Kesehatan RI, 2016):

a. Mutu Manajerial

Evaluasi mutu manajerial dilakukan dengan indicator evaluasi mutu berupa

kesesuaian proses terhadap standar, efektifitas, dan efisiensi. Terdapat tiga

49
metode evaluasi yang dapat dilakukan untuk menentukan mutu manajerial,

antara lain:

1) Audit

Audit merupakan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan

dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang

dikehendaki. Audit digunakan sebagai alat untuk menilai, mengevaluasi,

menyempurnakan pelayanan kefarmasian secara sistematis. Contoh:

(a) Audit sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

dengan menggunakan stock opname. Kegiatan stock opname dilakukan

secara harian dan bulanan.

(b) Audit keuangan (cash flow, neraca, laporan laba-rugi) di Apotek

Farmarin dilakukan oleh staf keuangan dengan membuat laporan rugi

laba, neraca, pemasukan, dan pengeluaran apotek setiap harinya untuk

mempermudah control laporan keuangan bulanan.

2) Review

Review adalah tinjauan atau kajian terhadap pelaksanaan pelayanan

kesehatan kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review

dilakukan berdasarkan hasil monitoring terhadap pengelolaan sediaan

farmasi dan seluruh sumber daya yang digunakan. Contoh: pengkajian

terhadap obat fast atau slow moving.

3) Observasi

50
Observasi dilakukan oleh apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap

seluruh proses pengelolaan sediaan farmasi. Contoh:

(a) Observasi terhadap Penyimpanan Obat

Penyimpanan obat-obatan disusun berdasarkan kelas terapi, bentuk

sediaan, alfabetis, sehingga memudahkan dalam pengambilan obat.

Selain itu, obat-obat disimpan berdasarkan suhu penyimpanan yang

tertera pada kemasan obat, yaitu pada suhu ruangan dan suhu dingin.

(b) Ketertiban Dokumentasi

Pendokumentasian kegiatan di apotek sebagian besar sudah dijalankan,

misalnya pencatatan pada kartu stok dan pemesanan obat pada buku

defekta.

b. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik

Evaluasi mutu juga dilakukan terhadap pelayanan farmasi klinik dengan

menggunakan empat indikator, yaitu:

1.) Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dari medication error

2.) Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu pelayanan

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan

3.) Lama waktu pelayanan resep antara 15-30 menit

4.) Keluaran pelayanan kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit

pasien, pengurangan, atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap

penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit

51
Apotek Farmarin belum sepenuhnya melaksanakn evaluasi mutu pelayanan

secara langsung. Mutu pelayanan yang tercermin dari kepuasan pasien hanya dapat

diamati secara tidak langsung yang mana sebagian konsumen konsumen yang telah

menjadi pelanggan tetap Apotek Farmarin. Evaluasi mutu pelayanan secara

langsung dapat terjadi apabila konsumen secara langsung mengeluhkan, misalnya:

pasien terlalu lama menunggu obat dan secara langsung dapat diatasi dengan

memberikan jasa layanan antar obat dana tau memberi penjelasan kepada pasien.

7. Pengembangan Apotek

Apotek merupakan unit pelayanan kefarmasian yang memiliki aspek bisnis

dan aspek pelayanan farmasi. Kedua aspek ini dikendalikan oleh Apoteker

Pengelola Apotek dan harus berjalan seimbang dan selaras. Serangkaian strategi

dilakukan oleh Apotek Farmarin dalam mengembangkan Apotek Farmarin baik dari

segi bisnis maupun segi pelayanan kefarmasian. Beberapa strategi tersebut antara

lain:

a. No Pharmacist, No Service

Berbeda dengan apotek biasanya, Apotek Farmarin selalu memberikan

pelayanan dengan bertemu langsung dengan Apoteker. Apoteker di Farmarin

dibagi dalam 2 shift kerja sehingga setiap pelayanan kefarmasian selalu dilayani

oleh Apoteker

b. Kelengkapan stok obat dan harga kompetitif

52
Pilihan obat yang beragam dan lengkap serta stok obat yang terjaga dan juga

harga yang kompetitif membuat Apotek Farmarin menjadi apotek pilihan dan

terpercaya.

c. Diversifikasi Bisnis

Apotek Farmarin tidak hanya menjual obat-obatan saja. Apotek Farmarin juga

menjual alat kesehatan, produk-produk consumer goods, serta cek kesehatan

(cek gula darah, kolesterol, dan asam urat).

d. Kerjasama dengan instansi

Apotek Farmarin melakukan kerjasama dengan beberapa instansi seperti

MMTC dan BPK Yogyakarta dalam bidang pengadaan obat di poliklinik

instansi tersebut.

e. Praktek dokter

Apotek Farmarin menyediakan praktek dokter untuk memudahkan pasien

berkonsultasi langsung dengan dokter atau memeriksakan kesehatannya secara

langsung. Praktek dokter ada pada jam-jam tertentu yang telah disepakati

dengan dokter yang bersangkutan.

f. Pelayanan 7 hari dalam seminggu

Apotek Farmarin tetap buka pada hari Sabtu dan Minggu disaat banyak apotek

tutup. Hal ini memudahkan masyarakat yang ingin membeli kebutuhan obat

pada akhir minggu dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada Apotek

Farmarin.

g. Bekerja sama dengan jasa asuransi “AdMedika”

53
Apotek Farmarin menerima pasien penerima manfaat asuransi “AdMedika”

khususnya bagi pasien pensiunan Bank Indonesia.

h. Edukasi kesehatan bagi pasien

Apotek Farmarin menjalankan fungsinya sebagai sarana edukasi kesehatan bagi

pasien dengan menyediakan sejumlah instrument edukasi berupa leaflet, poster,

dan algoritma penyakit. Selain itu Apotek Farmarin juga menyediakan layanan

khusus konseling dari Apoteker sehingga memberikan kesempatan bagi pasien

untuk berkonsultasi langsung dengan Apoteker.

C. Kegiatan Mahasiswa PKPA dalam Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik

1. Pengkajian Resep dan Dispensing

Kegiatan pengkajian resep meliputi kajian administrasi, farmasetis, dan

klinis. Sedangkan kegiatan dispensing meliputi penyiapan, penyerahan, dan

pemberian informasi obat.

Pengkajian resep yang dilakukan di Apotek Farmarin adalah sebagai

berikut:

a. Kajian administrasi, meliputi nama dokter, Surat Izin Praktek (SIP), alamat,

nomor telepon dokter, paraf dokter tiap R/, nama pasien, umur pasien, jenis

kelamin pasien, berat badan pasien, dan tanggal penulisan resep

b. Kajian farmasetis, meliputi bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas, dan

kompabilitas ketercampuran obat.

c. Kajian klinis, meliputi ketepatan indikasi dan dosis, aturan pakai, cara

penggunaan, lama penggunaan obat, duplikat, dan/atau polifarmasi, reaksi obat

54
yang tidak digunakan (alergi, efek samping, manifestasi klinis lain),

kontraindikasi, dan interaksi obat.

Jika terdapat ketidaksesuaian dari hasil pengkajian yang telah dilakukan, maka

apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.

Sedangkan dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan, dan pemberian

informasi obat. Dispensing dilakukan setelah pengkajian resep.

Dispensing yang dilakukan di Apotek Farmarin adalah sebagai berikut:

a. Penyiapan

1) Pengambilan Obat Sesuai dengan Permintaan Resep

Merupakan kegiatan yang terdiri dari menghitung kebutuhan jumlah obat

sesuai dengan resep dan mengambil obat yang dibutuhkan pada rak

penyimpanan obat dengan memberikan nama obat, dosis obat, dan tanggal

kadaluarsa. Mahasiswa PKPA diberi kesempatan untuk membantu kegiatan

pengambilan obat dari rak penyimpanan obat, kecuali obat narkotika dan

psikotropika.

2) Peracikan Obat (Bila Diperlukan)

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, dan mengemas

pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus memperhatikan

dosis, jenis, dan jumlah obat yang dibutuhkan. Mahasiswa PKPA diberi

kesempatan untuk membantu kegiatan peracikan obat di Apotek Farmarin.

55
Peracikan obat yang sering dilakukan adalah dalam bentuk kapsul dan semi

padat.

3) Pemberian Etiket

Terdapat tiga jenis jenis etiket yang terdapat di Apotek Farmarin, yaitu

kantong plastik klip dengan cetakan tinta warna putih pada keterangan

apotek dan apotek dan background warna putih pada keterangan obat dan

nama pasien (untuk obat dalam jadi: tablet, kaplet, dan kapsul), etiket

kertas berwarna putih (untuk obat dalam: cairan) dan etiket kertas berwarna

biru (untuk obat luar: semi padat). Etiket harus ditulis dengan jelas dan

mudah terbaca. Pada etiket tercantum informasi mengenai nama, alamat,

dan telepon Apotek Farmarin; nama Apoteker Pengelola Apotek (APA),

Nomor SIPA & SIA; tanggal pengambilan obat; nama pasien, aturan pakai,

dan tanggal kadaluarsa.

Mahasiswa PKPA diberi kesempatan untuk membantu untuk

menulis dan menempel etiket pada sediaan yang sesuai. Plastik klip dengan

cetakan tinta warna putih untuk obat jadi dengan sediaan padat. Etiket

warna putih ditempelkan pada sediaan cair, sedangkan etiket warna biru

ditempelkan pada sediaan semi padat.

56
Gambar 3. Contoh Etiket Obat di Apotek Farmarin

4) Pengemasan Obat

Merupakan kegiatan memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai.

Untuk sediaan obat jadi dalam (tablet, kapsul, dan kaplet) dimasukkan ke

kantong plastik klip dengan cetakan tinta warna putih pada keterangan

apotek dan apotek dan background warna putih pada keterangan obat

Penyerahan. Untuk sediaan kapsul yang diracik, dikemas ke dalam

cangkang kapsul dengan ukuran yang sesuai dengan jumlah pulveres

(serbuk terbagi) lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik klip. Untuk

sediaan semi padat yang diracik, dimasukkan ke dalam pot dengan

kapasitas yang sesuai.

b. Penyerahan

57
Merupakan kegiatan penyerahan obat yang dilakukan oleh apoteker

kepada pasien. Namun sebelum obat diserahkan, harus dilakukan pemeriksaan

kembali mengenai kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep dalam hal

warna etiket, penulisan nama pasein, cara penggunaan, serta jenis dan jumlah

obat. Setelah dilakukan double check, pasien yang bersangkutan dapat

dipanggil dan memeriksa ulang identitas pasien. Hal ini bertujuan untuk

memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien, keluarga pasien, atau

kerabat pasien.

c. Pemberian Informasi Obat

Pemberian informasi obat kepada pasien mengenai cara penggunaan

obat dan hal-hal yang terkait dengan obat, antara lain manfaat obat, makanan

dan minuman yang diperbolehkan dan yang harus dihindari, kemungkinan efek

samping umum yang mungkin terjadi, dan cara penyimpanan obat.

58
Gambar 4. Contoh Resep di Apotek Farmarin

Pelayanan resep di Apotek Farmarin dibedakan menjadi resep pasien umum

dan reser pasien kerjasama. Resep pasien kerjasama terdiri dari resep pasien

karyawan aktif BI dan resep pasien pensiunan BI (YKKBI = Yayasan

Kesejahteraan Keluarga Bank Indonesia). Tujuan dari pengelompokkan resep ini

adalah untuk mempermudah dalam urusan administrasi. Dalam hal kegiatan

pengkajian resep dan dispensing tidak terdapat perbedaan terhadap semua resep.

59
Berikut merupakan alur pelayanan resep yang sesuai dengan masing-masing

kategori resep.

a. Pelayanan Resep Umum

Alur pelayanan resep untuk pasien umum diawali dengan penerimaan resep dari

pasien, kemudian dilakukan skrining resep oleh apoteker atau Asisten Apoteker

(AA). Skrining yang dilakukan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,

yang meliputi skrining administratif, skrining farmasetis, dan skrining klinis.

Apabila terdapat ketidaksesuaian atau permasalahan selama proses skrining

resep, maka akan dilakukan penyesuaian dengan konfirmasi terhadap dokter

yang meresepkan dan pasien. Resep yang telah melalui skrining resep akan

disesuaikan dengan ketersediaan dan jumlah stok obat yang diperlukan untuk

peracikan resep tersedia, maka resep akan diberi harga dan dilakukan

konfirmasi tentang persetujuan biaya resep kepada pasien. Setelah pasien

setuju, maka pasien membayar tunai, kemudian akan menerima bukti

pembayaran. Selanjutnya dapat dilakukan dispensing resep yang terdiri dari

penyiapan obat hingga penyerahan obat kepada pasien (Kementrian Kesehatan

RI, 2016).

60
Gambar 5. Alur Pelayanan Resep Pasien Umum di Apotek Farmarin

b. Pelayanan Resep Pasien Kerjasama

1) Pelayanan Resep Pensiunan Bank Indonesia (YKKBI)

Pelayanan resep ini berlaku untuk suami, istri, dan tiga anak yang

maksimal berusia 25 tahun, belum bekerja, dan belum menikah, serta

bekerja sama dengan Asuransi AdMedika. Pelayanan resep untuk pasien

YKKBI diawali dengan pasien mengisi formulir pengambilan obat di

Apotek Farmarin, satu lembar formulir berlaku untuk satu lembar resep.

Resep yang telah diterima, kemudian dilakukan pengecekan kelengkapan

61
administrasi yang berupa kartu YKKBI dan buku kesehatan pensiunan

milik pasien. Buku ini dibawa oleh pasien saat melakukan pemeriksaan ke

dokter dan menebus resep.

Obat-obat yang diminta dalam resep dilakukan pengecekan

ketersediaannya di apotek. Jika obat-obat yang diminta dalam resep

tersedia di apotek, dilakukan pengecekan kecocokan obat dalam resep

tersedia di apotek, dilakukan pengecekan kecocokan obat dalam resep

dengan kebijakan standarisasi obat yang ditanggung oleh instansi yang

bekerja sama dengan apotek (Buku Standar Obat YKKBI). Obat pada resep

yang masuk standar dilayani secara kredit/ piutang yang akan ditagihkan

pada instansi terkait pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan

perjanjian. Bila terdapat obat dalam resep yang di luar standar, dapat

dilakukan hal berikut:

a.) Jika ada obat pengganti dengan zat aktif yang sama, maka pasien

membayar 20% dari harga obat pengganti obat tersebut,

b.) Jika obat dengan zat aktif tidak masuk dalam standar obat, maka

pasien membayar 50% dari harga obat tersebut.

Penggantian obat dan pembayaran yang dibebankan kepada pasien

selalu dapat dikonfirmasikan terlebih dahulu kepada pasien dan dokter

penulis resep. Terdapat pembatasan jumlah obat dalam satu lembar resep,

yaitu maksimal lima R/ obat untuk resep dari dokter umum dan tujuh R/

obat untuk resep dari dokter spesialis dengan ketentuan dua diantaranya

62
harus obat generik, namun tidak ada batasan nominal harga resep. Jika

dalam resep terdapat vitamin, biayanya akan dibebankan kepada pasien.

Pengelolaan resep dilakukan dengan cara mengelompokkan dan

membendelnya tiap bulan. Penagihan resep dilakukan dua kali, yaitu

penagihan untuk resep tanggal satu sampai dengan 15 dilakukan setiap

tanggal 16, 17, atau 18 pada bulan tersebut dan penagihan untuk resep

tanggal 16-30 atau 31 dilakukan setiap tanggal satu, dua, atau tiga pada

bulan berikutnya. Resep ditagihkan kepada YKKBI atas nama BKP

(Bantuan Kesehatan Pensiunan)

2) Pelayanan Resep Karyawan Aktif Bank Indonesia (BI)

Pelayanan resep karyawan aktif BI berlaku untuk suami, istri, dan

tiga anak yang maksimal berumur 25 tahun, belum bekerja, dan belum

menikah. Penagihan piutang resep langsung kepada BI, bukan kepada

YKKBI. Penagihan dilakukan setiap tanggal 10 bulan berikutnya.

Pasien karyawan aktif BI memiliki buku standar obat seperti pasien

YKKBI, sehingga semua obat yang tertulis pada resep dapat ditanggung

oleh BI, kecuali susu, kosmetika, balsam, fitofarmaka, dan minyak gosok

(obat yang tidak ada zat aktifnya), biayanya dibebankan kepada pasien.

Pada pasien BI tidak ada batasan nominal harga resep ataupun jumlah obat

tiap resep.

63
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Berdasarkan PMK No. 35 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek, Pelayanan Informasi Obat (PIO) termasuk dalam pelayanan farmasi klinik

yang harus diterapkan di apotek. PIO merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,

dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan

obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Dalam pelaksanaannya,

pemberian informasi obat termasuk untuk obat resep, non resep, obat bebas, dan

herbal.

Kegiatan PIO di apotek Farmarin telah berlangsung dengan baik. Layanan

PIO diberikan saat apotek buka di pagi hari hingga malam hari. Apotek Farmarin

membagi layanan PIO menjadi dua, yaitu PIO untuk obat resep, PIO untuk obat non

resep. Untuk obat resep, PIO yang diberikan sebagian besar berkaitan dengan

penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes, dan komplikasi lainnya. Apoteker

yang menyerahkan obat sering melakukan cross check terkait hal – hal yang esensial

terhadap penyakitnya. Sedangkan untuk obat non-resep, informasi obat yang

diberikan lebih terhadap swamedikasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan pasien. Kegiatan PIO dilakukan oleh Apoteker atau Asistan Apoteker

yang bertanggungjawab pada saat itu. Secara garis besar, komponen informasi obat

yang diberikan meliputi nama obat, dosis, sediaan, indikasi, cara penyimpanan,

tanggal kadaluwarsa, kontraindikasi, stabilitas, efek samping, keamanan

penggunaan pada ibu hamil dan menyusui. Cara pemberian informasi obat

64
disampaikan melalui komunikasi yang baik, seperti Apoteker memilih kata-kata

yang mudah dimengerti. Kalaupun terdapat kata-kata ilmiah, sebaiknya apoteker

menjelaskan untuk pasien.

Informasi obat yang diberikan pada pasien berguna untuk menunjang

penggunaan obat yang rasional sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pasien dapat terhindar dari cara penggunaan obat yang tidak benar, interaksi obat

yang tidak dikehendaki, dan penggunasalahan sehingga obat dapat bekerja sesuai

dengan terapi yang diinginkan.

Mahasiswa PKPA mendapat kesempatan untuk memberikan PIO pada

pasien dengan obat non resep. Hal ini disebabkan karena sebagian besar obat resep

dimiliki oleh pasien rutin yang telah mendapatkan informasi obat di awal

pengobatannya. Tidak ada ruang khusus untuk melakukan PIO. Kegiatan PIO di

apotek, meliputi:

a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan


b. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
c. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang
melakukan praktik profesi.
Secara garis besar, pelaksanaan PIO di apotek Farmarin telah berjalan

sesuai dengan aturan yang berlaku. Apoteker melayani pertanyaan pasien baik yang

disampaikan secara lisan maupun tulisan melalui tatap muka langsung, telepon, atau

online.

3. Konseling dan Dokumentasi Patient Medication Record (PMR)

a. Konseling

65
Konseling merupakan pelayanan farmasi klinis berupa pemberian

edukasi dan intervensi penggunaan obat kepada pasien tertentu. Sesuai dengan

Permenkes 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,

konseling tidak diakukan kepada semua pasien. Konseling diutamakan untuk

pasien dengan kasus tertentu/penyakit kronis seperti pasien TB (Tuberculosis)

dan DM (Diabetes Melitus); pasien dengan kondisi khusus seperti pasien

geriatri, pasien pedriatri gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui;

pasien dengan penggunaan obat khusus seperti suppositoria, ovula, tetes telinga,

tetes mata, dan salep mata; pasien rujukan dokter serta pasien dengan

polifarmasi dengan aturan penggunaan obat yang beravariasi (Kementrian

Kesehatan RI, 2016).

Selama melakukan PKPA di Apotek Farmarin, calon apoteker

melakukan konseling kepada sebagian pasien yang mengambil obat dengan

resep dokter, khususnya untuk pasien baru maupun swamedikasi. Sebagian

besar pasien sudah cukup mengerti mengenai fungsi dan cara penggunaan dari

obat- obatan yang diterimanya, karena sebagian besar merupakan pasien resep

rutin. Meskipun pasien sudah memahami penggunaan obat-obatannya, ketika

pasien mengambil obat-obat rutinnya Apoteker Farmarin tetap memberikan

informasi terkait obat- obatan tersebut yang meliputi nama obat, kandungan/zat

aktif obat, fungsi/indikasi obat, cara penggunaan, jumlah obat yang diterima

dan efek samping yang mungkin terjadi.

b. Swamedikasi

66
Pengobatan sendiri/swamedikasi merupakan upaya masyarakat

untuk mengobati dirinya sendiri. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk

mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami

masyarakat, seperti batuk, influenza, sakit maag, diare, demam, nyeri, pusing,

penyakit kulit dan lain-lain. Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil

masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan.

Gambar 6. Alur Pelayanan Swamedikasi

Pelayanan swamedikasi di Apotek Farmarin sudah berjalan cukup

baik. Sebagian besar pasien Apotek Farmarin yang datang tanpa resep terlebih

dahulu mengemukakan keluhan penyakitnya. Setelah pasien mengemukakan

keluhan penyakitnya, apoteker menggali informasi yang lebih dalam kepada

pasien yang meliputi gejala-gejala yang dirasakan pasien, lama pasien

mengalami keluhan tersebut, dan pengobatan yang sudah dilakukan baik obat

67
tradisional maupun obat modern. Selanjutnya apoteker memberikan beberapa

alternatif obat yang bisa digunakan dan tersedia di Apotek Farmarin sehingga

pasien bisa memilih obat mana yang akan digunakan. Selain memberikan

penjelasan penggunaan obat yang dipilih oleh pasien, apoteker juga

memberikan penjelasan terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan oleh

pasien untuk mengoptimalkan pengobatan yang dilakukan.

c. Dokumentasi PMR

Menurut Depkes RI, Patient Medication Record atau Catatan

Penggunaan obat Pasien, selanjutnya disingkat sebagai PMR, adalah catatan

penggunaan obat dari pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apoteker.

Dokumen PMR bersifat rahasia dan hanya boleh ditulis serta disimpan oleh

apoteker, dokumen ini mencakup tentang:

1) Data pasien, meliputi nama pasien, jenis kelamin, alamat, nomor telepon,

umur, tinggi & berat badan, golongan darah serta pekerjaan.

2) Riwayat pengobatan pasien, yang terdiri dari tanggal pengobatan, data

dokter yang melakukan pemeriksaan, kasus yang terjadi, terapi obat yang

diberikan oleh dokter, dan catatan pelayanan apoteker.

3) Catatan masalah terkait obat yang dijumpai dan penyelesaiannya. (Depkes

RI, 2008)

Dokumentasi PMR di apotek Farmarin dilakukan dengan

menuliskan catatan penggunaan obat pada buku catatan kesehatan pasien

YKKBI (Lampiran 19) dan database tiap pasien YKKBI di komputer.

68
Dokumentasi tersebut hanya dilakukan untuk pasien YKKBI karena pasien

rutin melakukan pemeriksaan dan menerima obat di Apotek Farmarin. Sifat

kerahasiaan tidak terjaga karena pasien diperbolehkan untuk membawa sendiri

buku catatan pasien saat akan berobat.

4. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)

Pada kelompok pasien lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit

kronis. Apoteker sebagai pemberi layanan kesehatan diharapkan juga dapat

melakukan pelayanan kefarmasian yang berupa kunjungan ke rumah. khususnya

untuk Apotek Farmarin sendiri yang mengutamakan pelayanan kepada anggota

YKKBI (pensiunan pgawai BI). Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat

dilakukan oleh Apoteker, meliputi:

a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan

pengobatan

b. Identifikasi kepatuhan pasien

c. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya

cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin

d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum

e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat

berdasarkan catatan pengobatan pasien

f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah

69
Pelayanan yang diberikan Apoteker merupakan pemberian informasi obat

dan penyakit, menanyakan kondisi pasien dan sebagainya. Oleh karena itu,

Apoteker harus membuat catatan pengobatan (medication record) sehingga

Apoteker dapat memantau perkembangan kondisi pasien dan memonitor kepatuhan

pasien dalam penggunaan obat.

Apotek Farmarin pernah menerapkan Home Pharmacy Care, namun sejak

tahun 2015 sampai saat ini dihentikan karena alasan biaya operasional yang cukup

besar dan tenaga Apoteker yang kurang memadai di Apotek sehingga kegiatan

tersebut berhenti dilaksanakan. Akan tetapi untuk memudahkan pasien dalam

mendapatkan pelayanan kefarmasian di rumah maka apoteker dapat melakukan

pelayanan KIE atau konseling via telefon dengan cara merekap nomor telfon semua

pasien.

5. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

PTO merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien

mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan

efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien adalah sebagai berikut.

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multi diagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.

70
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan

(Anonim, 2014).

Pemantauan terapi obat di Apotek Farmarin dilakukan dengan memonitor

buku pegangan pasien YKKBI dan database tiap pasien di komputer. Mayoritas

pasien Apotek Farmarin yang masuk dalam kriteria untuk dipantau terapi obatnya

merupakan pasien dengan penyakit degeneratif. Melalui buku pegangan pasien

YKKBI dan database tiap pasien di komputer dapat dipantau obat apa saja yang

digunakan pasien secara rutin.

6. Monitoring Efek Samping Obat

MESO merupakan kegiatan pemantauan dari efek samping obat yang

mungkin/akan muncul akibat penggunaan obat baik yang merugikan/tidak

diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk

tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Kegiatan MESO dilakukan oleh apoteker dan meliputi:

a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang memiliki resiko tinggi untuk mengalami

efek samping obat

b. Mengisi formulir MESO

c. Mengirimkan formulir MESO ke Pusat MESO Nasional

Kegiatan MESO belum dilaksanakan di Apotek Farmarin karena

keterbatasan sumber daya.

71
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Apotek Farmarin memiliki sarana, prasarana, dan manajemen yang cukup baik

sebagai Apotek, sehingga calon Apoteker mendapatkan bekal pengetahuan,

keterampilan praktis dan pemahaman mencakup peran, fungsi, dan tanggung

jawab Apoteker dalam praktiknya di Apotek.

2. Calon Apoteker mendapatkan gambaran secara nyata dalam pelaksanaan tugas dan

kewajiban Apoteker sesuai kode etik profesi dan peraturan perundang- undangan

di Apotek.

3. Peran, fungsi, dan tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di

Apotek Farmarin adalah sebagai berikut :

a. Dalam aspek manajerial, Apoteker Pengelola Apotek bertanggungjawab

dalam pengelolaan obat, alat kesehatan, perbekalan kesehatan, bahan medis

habis pakai, sumber daya manusia, dan keuangan Apotek.

b. Dalam aspek farmasi klinik, Apoteker di Apotek Farmarin bertanggungjawab

dalam pengkajian dan pelayanan Resep, penelusuran riwayat penggunaan

Obat, rekonsiliasi Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling,

Pemantauan Terapi Obat (PTO), serta Monitoring Efek Samping Obat

(MESO). Hal ini dilakukan agar pengobatan pasien mencapai outcome terapi

yang diharapkan.

4. Pengelolaan logistik di Apotek Farmarin adalah sebagai berikut:

72
a. Pengadaan logistik di Apotek Farmarin berdasarkan formularium (buku

standarisasi obat) melalui PBF sole distributor maupun sub distributor dengan

mempertimbangkan legalitas dan layanan dari PBF.

b. Pengadaan obat dilakukan secara spekulatif, terencana, terbatas, dan just in

time dengan melihat jumlah obat yang tersisa berdasarkan metode konsumsi

pada penjualan yang telah dilakukan sebelumnya.

c. Saat penerimaan obat dilakukan pengecekkan kesesuaian surat pesanan

dengan faktur peneriaan barang dilanjutkan pengecekkan jumlah, nomor

batch, harga dan expired date.

d. Penyimpanan obat dikelompokkan menjadi jenis sediaan, golongan obat,

tingkat merk (branded/generik), dan diurutkan berdasarkan abjad.

e. Pengeluaran obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus

menggunakan sistem FIFO-FEFO.

f. Pengendalian obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan

dengan kartu stok dan terkomputerisasi.

5. Kegiatan pengkajian dan pelayanan Resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat,

rekonsiliasi Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, dan Pemantauan

Terapi Obat (PTO) sudah dilakukan di Apotek Farmarin, akan tetapi belum ada

dokumentasi tertulis yang dilakukan. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

belum efektif dijalankan karena keterbatasan sumber daya manusia.

B. Saran

1. Dalam pelayanan di Apotek selalu terapkan 3S Senyum, Salam, dan Sapa.

73
2. Perlu adanya penandaan obat LASA (Look Alike and Sound Alike) untuk

mencegahkesalahan pengambilan obat.

3. Memberikan kesempatan lebih sering dalam penyerahan obat resep pada

pasien agar mahasiswa PKPA terlatih dalam melakukan pelayanan

terhadap pasien dengan resep.

4. Melakukan dokumentasi pelayanan farmasi klinik berupa pengkajian dan

pelayanan Resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat,

Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, Pemantauan Terapi Obat

(PTO), serta Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

5. Melakukan evaluasi tertulis dan terdokumentasi dari Pelayanan

Kefarmasian yang dilakukan di Apotek Farmarin.

6. Menerapkan kebijakan kebersihan ruang peracikan dari makanan dan

minuman dalam bentuk Standard Operational Procedure

74
 

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 2005, Manajemen Farmasi, Cetakan Keempat, Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta

Anonim, 2015, Pajak pertambahan nilai, http://www.online-pajak.com/, diakses


28 Des 2016

Departemen Kesehatan RI, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


992/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.922 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Ijin Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2008, Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah


(Home Pharmacy Care), Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
Jakarta

Kementrian Kesehatan RI, 2013, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada
Jaminan Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Kementrian Kesehatan RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Kementrian Hukum dan HAM RI, 2008. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Peubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan, Kementrian Hukum dan HAM Republik
Indonesia, Jakarta

Kementrian Kesehatan RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 35 th 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai