Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT JANTUNG KORONER

A. Pengertian
Penyakit jantung koroner/ coronay artery desiase adalah suatu keadaan
dimana arteri koroner menjadi semakin sempit dan kadang-kadang terblokir.
Penyempitan arteri koroner ini biasa disebut arteriosclerosis, dan salah satu bentuk
arteriosclerosis adalah penyempitan karena lemak jenuh, yang disebut atherosclerosis.
Dalam proses ini, lemak-lemak terkumpul di dinding arteri dan penebalan ini
menghasilkan permukaan yang kasar pada dinding arteri dan juga penyempitan arteri
koroner (Brittlate, http://www.forumsains.com/index.php?page=33).
Penyakit ateroslerotik koroner adalah sustu kondisi dimana terjadi penebalan
tunika intima dan penimbunan lipid (Price, 2005).
Jika terjadi sumbatan pada arteri koroner maka Aliran darah tidak akan
sampai ke otot-otot jantung yang artinya otot-otot jantung tidak mendapatkan nutrisi
dan oksigen sehingga timbulah suatu keadaan yang dikenal sebagai iskemik
(ischaemia) bahkan sampai infark (Fauzi Yahya,
http://www.reindo.co.id/reinfokus/edisi23/jantung_koroner.htm)

B. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan yaitu menjaga agar suplai oksigen selalu seimbang dengan
kebutuhan oksigen miokard. Terapi farmakologi meliputi
1. Nitrogliserin
Nitrogliserin diberikan untuk menurunkan konsumsi oksigen jantung yang
akan mengurangi iskemia dan mengurangi nyeri angina. Nirogliserin
merupakan bahan vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik pembuluh darah
vena maupun arteri.
2. Penyekat beta-adrenergik
Obat golongan ini berfungsi menutrunkan konsumsi oksigen dengan
menghambat impuls simpatis ke jantung.
3. Antagonis ion kalsium
Antagonis/penyekat ion kalsium meningkatkan supai oksigen jantung
dengan cara melebarkan dinding otot polos arteriol koroner dan
mengurangi kebutuhan jantung dengan menurunkan tekanan arteri sistemik.
4. Pemberian obat-obat trombolitik (streptokinase/urokinase) dengan atau
tanpa disusul angioplasty.
5. Disamping obat-obatan perlu dipikirkan untuk dilakukan angiografi koroner
untuk selanjutnya dilakukan pengobatan lebih difinitif dengan Percutaneus
Tranluminal Coronary Angioplasty (PTCA) atau Coronary Artery Bypass
Graff (CABG)

D. Pengkajian
1. Biodata
Jenis kelamin pria mempunyai resiko lebih besar dari pada jenis kelamin wanita.
Peningkatan usia karena berhubungan dengan elastisitas dinding pembuluh darah
2. Pemeriksaan fisik
a. Breath
Dyspnea, Sulit bernafas, sesak, batuk produktif, riwayat merokok, penyakit
pernafasan, pucat, cyanosis, suara nafas, adanya sputum.
b. Blood
Benkak pada kaki, TD mungkin rendah, nadi mungkin kecil, perubahan
kekuatan denyutan nadi, takikardia, mungkin ada sianosis, punggung kuku:
pucat atau sianotik, bunyi nafas krekles atau ronkhi.
c. Brain
Kelemahan, pening, episode pingsan, letrargi. Cemas, takut, gelisah, takut
kehilangan keluarga, stres yang berhubungan dengan penyakit, mudah
tersinggung.
d. Bladder
Penurunan berkemih, urine warna gelap, berkemih pada malam hari.
e. Bowel
Nyeri addomen kanan atas, diare, konstipasi, mual, muntah, penambahan berat
badan signifikan.
f. Bone
Sakit pada otot, mungkin ada edemam pada ekstremitas bawah.
3. Factor resiko
Tingginya kadar kolesterol darah
Tinginya tekanan darah
Merokok
Tingginya kadar glukosa darah (DM)
Obesitas
Inaktifitas fisik
Stress
Penggunaan kontrasepsi oral
Menopausa

E. Pemeriksaan Penunjang Medis


1. Elektrokardiogram
Gambar elektrokardiogram yang abnormal pada infark miokard akut selalu
transien dan berevolusi, karena itu diagnosis EKG dari infark tergantung pada
observasi saat – saat perubahan dengan waktu (rekaman serial).
Gambaran khas yaitu timblnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan
inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari perubahan EKG ini belum
diketahui, diduga perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan yang mati,
kelainan segmen St disebabkan oleh injuri otot dan kelainan gelombang T karena
iskemia.
2. Laboratorium
Leukosit sedikit meningkat demikian pula laju endap darah, hal ini merupakan
reaksi terhadap nekrosis miokard.
Bebrapa enzim yang terdapat dalam konsentrasi tinggi di otot jantung akan
dilepas denga adanya nekrosis miokard, karena itu aktivitasnya dalam serum
meningkat dan menurun kembali setelah infark miokard. Jumlah enzim yang
dilepas secara kasar paralel dengan beratnya kerusakan miokard.
3. Rontgen dada
Dapat menunujukkan pembesaran jatung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan
peningkatan tekanan pulmonal.
4. Serum kreatin fosfokinase
Kretain fosfokinase (CK) yang terdapat di jantung, otot skelet dan otak,
meningkat dalam 6 jam setelah infark, mencapai puncaknya dalam 18 sampai 24
jam dan kembali normal dalam 72 jam. Selain pada infark miokard, tinkat
abnormal tinggi terdapat pada penyakit – penyakit otot, kerusakan
serebrovaskuler, setelah latihan otot dan dengan suntikan intra muskule. Isoenzim
CKMB adalah spesifik untuk otot jantung dan sekarang dipakai secara luas untuk
mendiagnose infark miokard.
5. Serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati, dan ginjal. Sesudah infark,
SGOT meningkatdalam waktu 12 jam dan mencapai puncaknya dalam 24 sampai
36 jam, kembali normal pada hari ke 3 atau 5.
6. Serum lactate dehydrogenase (LDH)
Enzim ini terdapat di jantung, dan juga di sel – sel darah merah. Meningkat relatif
lambat setelah infark, mencapai puncaknya dalam 24 sampai 48 jam kemudian ,
dan bisa tetap abnormal 1 sampai 3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.
7. Pemeriksaan radio nuklid dan ekokardiografi
Kebanyakan penderita pada bebrapa jam peretama setelah infark defek ferfusi
dapat terlihat dengan memakai thalium 201, netium pyropasphate berkonsentrasi
di area infark, membentuk hot spot beberapa jam setelah serangan, tetapi
walaupun demikian ini bukan test yang spesifik.
Merokok
F. WOC Faktor Resiko Obesitas
Cara hidup tidak aktif
Hiperkolesterol
Aterosklerosis
Trombus

Kurang pengetahuan

Koroner blood flow me↓

Berkurangnya kadar O2
ke miokard

Imbalance O2 suplai & demand

Nyeri dada
Iskemia
Atrial iskemic

Jalur penghantar Nekrosis Metabolisme anaerob


impuls di atria

Asam laktat
Gangguan impuls
listrik di sinus
Me↓ PH sel

Kontraksi atrium tidak Kekuatan kontraksi


terkoordinasi dgn Pe↓ CO berkurang, gerakan dinding
kontraksi ventrikel segmen abnormal

Breath Blood Bladder Bowel

Berdebar-debar
Pe↑tek.LV Respon simpatis Vasokonstriksi di
Pe↓suplay O2 ke arteri
kompensatorik ginjal
mesenterica
Pe↑tek di
kapiler paru Nadi ↑,kekuatan Mengaktifkan Pe↓ peristaltik
Cemas
kontraksi me↑ RAA

Proses transudasi ke dalam


Kembung, perut
ruang interstisial Vasokonstriksi Retensi Na & air sebah, mual
perifer
Oedema paru

Dyspneu, cyanosis, Kelemahan BB naik, Oliguria,


ronchi Edema
Resti gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Resti perubahan tubuh
Kelebihan vol.cairan Kelebihan volume
perfusi jaringan Resti gangguan
Perubahan pola nafas cairan
perifer eliminasi konstipasi
Intoleransi aktivitas
Masalah/ Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1. Nyeri (akut) Sehubungan dengan penurunan aliran darah miokardium
2. Kelebihan volume cairan
3. Perubahan pola nafas
4. Resti perubahan perfusi jaringan perifer
5. Resti gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Resti gangguan eliminasi konstipasi
7. Cemas Sehubungan Dengan Respons patologis yang mendasari, Penanganan /
perubahan status kesehatan (penyakit yang berhubungan dengan aliran darah
dapat menyebabkan kelemahan(kematian)
8. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan adanya ketidak seimbangan antara
suplay dan demand oksigen.
9. Kurang pengetahuan

G. Intervensi dan Rasional


Nyeri (akut) Sehubungan dengan penurunan aliran darah miokardium
1. Observasi untuk beberapa gejala, yaitu : dispneu, mual/muntah, pusing, palpitasi,
keinginan untuk b a k
R/ Meningkatnya CO (yang mungkin terjadi selama episode Infark Myocard)
merangsang sistem saraf simpati/ parasimpatis, menyebabkan beberapa sensasi/
perubahan yang tidak jelas yang mana pasien tidak bisa mengidentifikasi
sehubungan dengan episode angina
2. Evaluasi adanya nyeri pad rahang, leher, bahu, lengan atau tangan
R/ Nyeri kardia bisa menyebar, misalnya nyeri yang seringkali disalurkan/
dihantarkan pada posisi/ tempat yang lebih atas/ superfisial yang dikirimkan oleh
tingkat saraf medula spinalis.
3. Tempatkan pasien pada keadaan istirahat total/ sempurna selama episode angina
R/ Mengurangi kebutuhan O2 miokardial untuk meminimalkan resiko perlukaan/
nekrosis jaringan
4. Monitor tanda vital setiap lima menit selama serangan angina.
R/ Tekanan darah pada awalnya akan meningkat karena rangsangan saraf
simpatis, kemudian menurun jika Cardiac Output membaik.Takhikardi juga akan
berkembang karena rangsang saraf simpatis dan mungkin akan berlangsung terus-
menerus sebagai kompensasi jika Cardiac Output menurun.
5. Tetaplah bersama pasien yang mengalami nyeri atau mengalami kecemasan.
R/ Kecemasan merangsang katekolamin yang meningkatkan beban kerja otot
jantung dan dapat menyebabkan nyeri iskemia makin lama .Kehadiran perawat
dapat mengurangi perasaan takut dan ketergantungan.
6. Berikan O2 tambahan sesuai yang diindikasikan
R/ Meningkatkan O2 yang ada untuk mengembalikan iskhemia
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obat anti angina seperti yang
diindikasikan :
Nitrogliserin : sublingual ( nitrostatik) bukal atau tablet, sublingual spray
R/ Nitrogliserin memiliki standart pengobatan dan pencegahan nyeri 100 tahun.
Sampai saat ini nitrogliserin merupakan anti angina yang mendasar. Pemberian
vasodilator akan menimbulkan reaksi setelah 10 - 30 menit dan dapat digunakan
untuk mencegah atau menghilangkan angina.
Betabloker
R/ Mengurangi angina dengan mengurangi kerja jantung.
8. Monitor perubahan ECG
R/ Ischemik selama serangan angina menyebabkan depresi atau elevasi segmen
ST atau T inversi. Beberapa hal membuktikan bahwa perubahan ischemik ketika
pasien bebas dari nyeri dan didasarkan pada pola yang lebih lambat.
9. Morphine sulfat
R/ Analgetik narkotik dalam beberapa hari akan menimbulkan efek,.contoh,
menyebabkan dilatasi perifer dan penurunan kerja jantung. Sedatif menyebabkan
peningkatan relaksasi-terputusnya aliran karena vasokonstriksi oleh katekolamin
dan demikian juga mengurangi nyeri secara efektif. MS diberikan secara IV dan
menurunkan Cardiac Output dan absorbsi jaringan perifer.

Kecemasan sehubungan dengan respons patologis yang mendasari, Penanganan /


perubahan status kesehatan (penyakit yang berhubungan dengan aliran darah dapat
menyebabkan kelemahan(kematian)
1. Menjelaskan tentang pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan.
R/ Mengurangi kecemasan dengan menjelaskan diagnosis dan prognosis
Meningkatkan pengungkapan perasaan dan terbuka seperti denial , depresi dan
marah.
2. Membiarkan pasien atau orang dekat mengetahui reaksi yang normal.
catat dan perhatikan bahwa serangan jantung tidak dapat dihindarkan.
R/ Perasaan yang tidak diungkapkan menyebabkan kekacauan internal dan sikap
gambaran diri. Pengungkapan secara verbal mengurangi ketegangan, macam -
macam koping yang digunakan dan transaksi terhadap perasaan.
3. Katakan pada pasien tentang program pengobatan dan mengurangi/membatasi
serangan yang akan datang meningkatkan stabilitas jantung
R/ Menganjurkan pasien mengontrol gejala-gejala seperti tidak adanya dengan
aktifitas yang lain. Untuk meningkatkan kepercayaan dalam program pengobatan
dan kemampuan integrasi persepsi diri.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian sedativa, tranquilizer sesuai yang
diindikasikan
R/ Keinginan membantu pasien untuk relaksasi sampai dapat memilih strategi
dalam menggunakan koping yang adekuat.

Intoleransi aktifitas sehubungan dengan adanya ketidak seimbangan antara suplay


dan demand oksigen
1. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasodilator, diuretic.
R/ Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilatasi), perpindahan cairan atau pengaruh fungsi jantung.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat, pucat.
R/ Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi
jantung.
3. Kaji penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
R/ Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker, traquilizer,
sedative), nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi dan
menyebabkan kelemahan.
4. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
R/ Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode
aktivitas dengan istirahat.
R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress
miokard.
6. Implementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas.
R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindarai kerja jantung atau konsumsi
oksigen berlebih. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila
disfungsi jantung tidak dapat baik kembali.
Kelebihan volume cairan
1. Pantau haluaran urin
R/ haluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
2. Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
R/ terapi deuritik dapat menyebabkan kehilngan cairan secara tiba-tiba meskipun
edema masih ada.
3. Observasi bunyi nafas
R/ Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru.
4. Timbang berat badan setiap hari
R/ Hilangnya edema sebagai respon dari terapi.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
a. Pemberian deuritik.
R/ Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorsi natrium.
b. Cairan sesuai indikasi.
R/ Menurunkan air total/mencegah reakumulasi cairan
DAFTAR PUSTAKA

Brittlate. (2007). Penyakit Jantung Koroner. http://www.forumsains.com/index.php?


page=33

Carpenito Lynda Juall. (1999). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. 2000. Alih Bahas
Monika Ester. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marylin E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Alih Bahasa


Made Kariasa. Jakarta: EGC.

Fauzi, Yahya. (2008). Mengenal Lebih Dekat Penyakit Jantung Koroner Dan Faktor-
Faktor Risikonya. http://www.reindo.co.id/reinfokus/edisi23/jantung_koroner.htm

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Alih Bahasa Karnaen R (Dkk). Bandung: Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan.

Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Alit Bahasa Brahm U (Et Al). Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi


Kedelapan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai