PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu fase akut dari angina pektoris tidak
stabil (APTS) yang disertai IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau
tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya
trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (vulnerable). Laju mortalitas awal
(30 hari) mencapai 30 % dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien tiba di
rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua dekade terakhir, sekitar
1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama
setelah IMA.(1)
Risiko serangan semakin tinggi dengan bertambahnya usia, pria mempunyai risiko lebih
tinggi dari pada wanita, tapi perbedaan ini makin lama semakin mengecil dengan meningkatnyan
umur. Frekuensi SKA juga akan meningkat bila terdapat faktor-faktor predisposisi aterosklerosis.
Faktor-faktor risiko untuk terjadinya keadaan ini antara lain hipertensi, diabetes melitus,
dislipidemi, merokok, diet kurang olah raga, stress, serta riwayat sakit jantung koroner pada
keluarga. Faktor pencetus lainnya aktivitas fisik berat, stres, emosi, segera setelah makan, atau
penyakit medis dan bedah. (1)
Dengan pengobatan farmakologis, berbagai penelitian menunjukkan bahwa dalam 1
tahun pertama, variasi persentase penderita APTS yang mengalami IMA berkisar antara 6-60%
dengan tingkat kematian 1-40%. Penelitian Heng dkk melaporkan bahwa selama perawatan di
rumah sakit terdapat 26% penderita APTS dengan angina berulang mengalami IMA. Sedangkan
tanpa angina berulang hanya 10%. Demikian juga Julian melaporkan dalam 1 tahun, 8%
penderita APTS mengalami IMA dengan tingkat kematian 12%. Juga dilaporkan kejadian IMA
pada fase perawatan dari rumah sakit adalah 6,25% dengan tingkat kematian 2,08% sedangkan
pada fase pemeriksaan tindak lanjut 20,45% dengan tingkat kematian 0%.(1-3)
Sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari : 1. Angina pektoris tidak stabil (Unstable
Angina Pectoris / UAP), 2. IMA tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction /
NSTEMI), 3. IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction / STEMI). (1)
1
Salah satu komplikasi SKA adalah aritmia berupa fibrilasi atrial (AF). AF dilaporkan
telah memperberat kejadian AMI pada 6-21% pasien rawat inap. Secara klinis, timbulnya AF
penting karena laju ventrikel yang cepat dan ireguler selama aritmia dapat menyebabkan
gangguan lebih lanjut sirkulasi koroner dan fungsi ventrikel disamping konsekuensi aktivasi
neurohormonal. Beratnya komplikasi AF berupa thrombosis dan emboli serebral menyebabkan
perlunya penanganan segera untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. (1-3)
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Usia : 49 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri dada sejak 1 jam sebelum masuk IGD
3
memberat. Nyeri dada dibagian kiri yang dirasakan seperti tertindih, berat dan menjalar
ke punggung dan lengan sebelah kiri, hilang timbul tidak menentu dan lebih sering timbul
saat OS kelelahan setelah beraktifitas. Nyeri tidak hilang dengan istirahat dan
berlangsung terus menerus selama lebih dari 20 menit hingga OS datang ke IGD. Setiap
nyeri timbul disertai dengan keringat dingin, mual dan muntah. OS menyangkal adanya
nyeri perut, BAB dan BAK lancar. Tidak terdapat rasa berdebar-debar, dan sesak. Tidak
mengkonsumsi obat-obatan apapun sebelumnya.
4 November 2015
1. Tanda vital :
4
TD berbaring : 170/100 mmHg
Suhu : 36.7oC
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
fisik
Kepala Normocephal, warna rambut hitam, penyebaran rambut merata, tidak
mudah dicabut
Mata Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
P Sonor dikedua lapang paru, batas paru kanan-hepar MCL ICS 5, batas paru
kiri-lambung AAL ICS 5
Jantung
Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
I
5
P Teraba pulsasi Ictus Cordis di ICS V, 1 cm medial midklavikularis kiri
Batas jantung kanan linea sternalis dextra ICS 3-5
P
Batas jantung kiri ICS V 1 jari medial midclavicula sinistra, Pinggang
jantung pada ICS 2 Parasternalis sinistra.
A
BJ S1-S2 reguler normal, gallop -, murmur - .
Abdomen
datar, massa (-)
I
BU (+) normal
A supel, nyeri tekan epigastritum (-), hepar dan lien tidak teraba, balotement
P (-), NT suprapubik (-)
Timpani, shifting dullness (-)
P
Kulit Tidak kering, turgor baik, bercak kemerahan (-), decubitus (-), memar dan
bekas luka (-)
Genitalia tidak diperiksa
eksterna
Ekstremitas CRT <3 detik, akral hangat (+/+), edem pitting (-/-),
palmar eritem (-/-)sianosis -/-, clubbing finger -/-,
6
2.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan Flag Hasil Unit Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Darah lengkap
Hemoglobin 17.7 g/dL 13.0~18.0
Eritrosit 5.79 juta/uL 4.50~6.50
Leukosit 9.95 ribu/uL 3.80~10.60
Trombosit 316 ribu/uL 150~440
Hematokrit 50.7 % 40.0~52.0
MCV 88 fL 80~100
MCH 31 g/dL 26~34
MCHC * 35 % 35~36
KIMIA
FUNGSI GINJAL
Ureum 13 mg/dL 15.0~50.0
Kreatinin 0.73 mg/dL 0.60~1.10
Gula darah sewaktu * 242 mg/dL <140
CK-MB * 58 U/L <24
7
2. EKG
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Medikamentosa
- NaCl 0.9% per 24 jam
- Lovenox 2 x 0.6 cc
- ISDN 3 x 5 mg
- Clopidogrel 1 x 75 mg
- Thromboaspilet 1 x 80 mg
8
- Omeprazole 1 x 1 amp
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Alprazolam 1 x 0.5 mg
- Lactulac 1 x 10cc
2.6.2 Non-medikamentosa
- Bed Rest
9
Omeprazole 1x1 amp
Simvastatin 1 x 20 mg
Alprazolam 1 x 0.5 mg
Lactulac 1 x 10cc
2.8 Resume
Pasien Tn. U, 49 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri dada mendadak
sejak 1 jam SMRS. Nyeri dada sudah kambuh 3 kali sejak 3 hari SMRS dan dirasakan semakin
memberat. Nyeri dada dibagian kiri yang dirasakan seperti tertindih, berat dan menjalar ke
punggung dan lengan sebelah kiri, hilang timbul tidak menentu dan lebih serin timbul saat OS
kelelahan setelah beraktifitas. Nyeri tidak hilang dengan istirahat dan berlangsung terus menerus
selama lebih dari 20 menit hingga OS datang ke IGD. Setiap nyeri timbul disertai dengan
keringat dingin, mual dan muntah. OS merasa pernah mengalamai hal ini sebelumnya, namun
lebih ringan dan hilang dengan istirahat. Os memiliki riwayat Transient Ischemic Attack yang
terjadi 1 bulan SMRS serta riwayat hipertensi dan diabetes yang tidak dikontrol dengan minum
obat teratur dari dokter.
Pemeriksaan tanda vital, TD 170/100 mmHg, frekuensi nadi 92 x/menit, frekuensi napas
22 x/menit. Pada pemeriksaan jantung,paru dan abdomen didapatkan hasil yang normal.
Ektremitas didapati sedikit dingin dan tidak terdapat udema. Pada gambaran EKG terakhir
didapatkan irama sinus normal, heart rate 100 x/menit, reguler, aksis normal, ST elevasi (+) pada
lead II, III, aVF, V2, V3, dan V4, ST depresi (-), Q patologis (+), T inversi (-), LVH (-), RVH (-
). Foto toraks normal.
2.9 Prognosis
10
2.10 Analisa kasus
Keluhan utama pada pasien adalah rasa nyeri pada dada sebelah kiri. Nyeri dada dapat
berupa angina tipikal. Pada pasien ini nyeri dirasakan seperti tertindih, berat dan menjalar ke
punggung dan lengan sebelah kiri, hilang timbul tidak menentu dan lebih sering timbul saat OS
kelelahan setelah beraktifitas. Nyeri tidak hilang dengan istirahat dan berlangsung terus menerus
selama lebih dari 20 menit hingga OS datang ke IGD. Pada pasien terdapat faktor resiko yaitu
jenis kelamin laki-laki, berusia > 40 tahun, merokok, hipertensi dan diabetes melitus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang,
hipertensi, takikardi, dan takipneu. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan
peningkatan enzim CKMB yang menandakan adanya nekrosis miokard serta peningkatan kadar
gula darah sewaktu yang menandakan diabetes melitus. Pada pemeriksaan EKG didapatkan
elevasi pada segmen ST pada lead lead II, III, aVF, V2, V3, dan V4 yang menandakan infark
miokard inferior dan anterior. Didapatkan pula T inverted pada lead V4, V5, V6 yang
menandakan infark lama.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik dengan basis (superior-
posterior ICS-II) berada di atas dan apeks ( anterior-inferior ICS –V) berada di bawah. Pada
basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah. Jantung sebagai
pusat sistem kardiovaskuler terletak di rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung
oleh costae tepatnya pada mediastinum. Beratnya pada orang dewasa sekitar 250-350 gram.
Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong jantung utama
adalah paru yang menekan jantung dari samping, diafragma menyokong dari bawah, pembuluh
darah yang keluar masuk dari jantung, sehingga jantung tidak mudah berpindah. Faktor yang
mempengaruhi kedudukan jantung yaitu, umur, bentuk rongga dada, letak diafragma dan
perubahan posisi tubuh
a) Luar/pericardium
Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan kantong pembungkus
jantung yang terletak di mediastinum, di belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV
yang terdiri dari 2 lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. Diantara
dua lapisan jantung ini terdapat lendir, untuk menjaga gesekan pericardium tetap licin
b) Tengah/ miokardium
Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria. Susunan
miokardium yaitu:
i. Otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua lapisan. Lapisan
dalam mencakup serabut-serabut berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup
kedua atria.
ii. Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari cincin antrioventikuler
sampai ke apeks jantung.
12
iii. Otot atrioventrikuler: Dinding pemisah antara serambi dan bilik (atrium dan
ventrikel).
a) Dalam / Endokardium
Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang mengilat, terdiri dari
jaringan endotel atau selaput lendir endokardium kecuali aurikula dan bagian depan sinus
vena kava.
Ruang-ruang jantung
1. Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian dalamnya membentuk
krista terminalis.
a. Muara atrium kanan terdiri dari:
a) Vena cava superior
b) Vena cava inferior
c) Sinus koronarius
d) Osteum atrioventrikuler dekstra
13
b. Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis
2. Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum atrioventrikel dekstrum
dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh
lebih tebal dari atrium kanan terdiri dari:
a. Valvula triskuspidal
b. Valvula pulmonalis
3. Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula
4. Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum atrioventrikuler
sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta terdiri dari:
a. Valvula mitralis
b. Valvula semilunaris aorta
Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan darah ke atrium dekstra yang
datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke
paru-paru (pulmo). Antara ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis terdapat katup vlavula
semilunaris arteri pulmonalis. Vena pulmonalis membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium
sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar) membawa darah dari ventrikel sinistra dan aorta
terdapat sebuah katup valvulasemilunaris aorta.
14
Peredaran darah jantung terdiri dari 3 yaitu:
1. Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta berjalan kedepan antara trunkus
pulmonalis dan aurikula memberikan cabang-cabang ke atrium dekstra dan ventrikel
kanan.
2. Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra
3. Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung mengalir ke atrium kanan
melalui sinus koronarius yang terletak dibagian belakang sulkus atrioventrikularis
merupakan lanjutan dari vena. (3)
1. Sifat ritmisitas / otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari
luar.
2. Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai ambang rangsang otot
jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal.
3. Tidak dapat berkontraksi tetanik.
4. Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.
15
Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energy kimia untuk
berkontraksi. Energy terutama berasal dari metabolism asam lemak dalam jumlah yang lebih
kecil dari metabolisme zat gizi terutama laktat dan glukosa. Proses metabolism jantung
adalah aerobic yang membutuhkan oksigen.
1. Pengaruh ion kalium : kelebihan ion kalium pada CES menyebabkan jantung dilatasi,
lemah dan frekuensi lambat.
2. Pengaruh ion kalsium: kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung berkontraksi spastis.
3. Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.
1. Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negative (polarisasi) dan bagian luar bermuatan
positif.
2. Fase depolarisasi (cepat) : Disebabkan meningkatnya permeabilitas membrane
terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke dalam.
3. Fase polarisasi parsial : Setelah depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat
masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positif dalam sel menjadi berkurang.
4. Fase plato (keadaan stabil) : Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil agak lama sesuai
masa refraktor absolute miokard.
5. Fase repolarisasi (cepat) : Kalsium dan natrium berangsur-angsur tidak mengalir dan
permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.
16
Gambar 4. Potensial Aksi Otot Jantung
1. SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di dalam dinding atrium
kanan di ujung Krista terminalis.
2. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum atrium dekat muara
sinus koronaria.
3. Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan pada tepi posterior dan
tepi bawah pars membranasea septum interventrikulare.
4. Serabut penghubung terminal (purkinje): Anyaman yang berada pada endokardium
menyebar pada kedua ventrikel.
17
Gambar 5. Konduksi Jantung
Siklus Jantung
Empat pompa yang terpisah yaitu: dua pompa primer atrium dan dua pompa tenaga
ventrikel. Periode akhir kontraksi jantung sampai kontraksi berikutnya disebut siklus jantung.
Diastole yaitu saat atrium terisi darah vena sampai tekanannya meningkat dan katup
atrioventrikular membuka dan mengisi ventrikel. Sistol ventrikel yaitu saat ventrikel
berkontraksi dan katup atrioventricular tertutup. Saat tekanan ventrikel meningkat melampaui
aorta dan arteri pulmonalis terjadilah ejeksi darah.
18
1. Autoregulasi intrinsik, pemompaan akibat perubahan volume darah yang mengalir ke
jantung.
2. Reflex mengawasi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung melalui saraf otonom
Curah jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama besarnya. Jumlah
darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit disebut curah jantung (cardiac output).
Curah jantung sama dengan jumlah darah yang dipompakan keluar pada setiap denyut jantung
(volume sekuncup) dikali jumlah denyut jantung permenit.
1. Beban awal
2. Kontraktilitas
3. Beban akhir
4. Frekuensi jantung
1. Periode systole
2. Periode diastole
3. Periode istirahat
Bunyi Jantung
3.3 Definisi
STEMI merupakan sindrom klinis yang didefinisikan sebagai karakteristik gejala
iskemia miokard disertai dengan hasil EKG persisten disertai biomarker jantung yang positif.
19
Elevasi segmen ST secara diagnostik tanpa disertai adanya left ventricular hyperthrophy (LVH)
ataupun left bundle branch block (LBBB) menurut European Society of
Cardiology/ACCF/AHA/World Heart Federation Task Force for the Universal Defintion of
Myocardial Infaction yaitu elevasi segmen ST baru dengan kenaikan J point ≥2 mm (0.2 mV)
pada laki-laki dan ≥1,5 mm (0.15 mV) pada wanita di lead V2-V3 dan atau ≥ 1 mm (0,10 mV)
pada sadapan dada atau sadapan ekstremitas.(2)
3.4 Epidemiologi
Didunia, Penyakit jantung kororner (PJK) adalah penyakit yang paling sering menyebabkan
kematian. Sebanyak 7 juta penduduk dunia meninggal akibat PJK, mencakup 12,8% dari
keseluruhan penyebab kematian. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45
sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 di tahun ke 4–6.
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013
sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang.(4) Berdasarkan estimasi WHO (2004)
lebih dari 220.000 kematian di Indonesia diakibatkan oleh penyakit jantung iskemik dan
diperkirakan terjadi 105 kematian akibat penyakit jantung iskemik per 100.000 penduduk pada
tahun 2002.(5) Mortalitas dan morbiditas STEMI di Indonesia masih tinggi akibat tingginya
prevalensi diabetes, hipertensi, merokok, serta lamanya durasi keterlambatan antara onset gejala
dengan penanganan pertama karena alasan logistic maupun finansial.(6)
Faktor resiko dari sindom coroner akut dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang tidak dapat
diubah (unmodifiable) dan yang dapat diubah (modifiable). Faktor yang tidak dapat diubah
meliputi (7) ;
1. Usia
Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia.
Namun demikian jarang timbul penyakit serius sebelum umur 40 tahun, sedangkan mulai
usia 40-60 tahun insiden miokard infark meningkat 5 kali lipat.
2. Jenis kelamin laki-laki
20
Laki-laki usia 35-44 tahun memiliki kecenderungan 5-6 kali dibanding perempuan untuk
terkena penyakit jantung koroner. Dengan asumsi faktor esterogen pada wanita yang
mempengaruhi kadar lipid, dengan menurunkan kadar LDL-C, meningkatkan HDL-C
serta trigliserida. Disparitas ini akan berkurang seiring dengan pertambahan usia, dengan
wanita 10 tahun kemudian. Walaupun begitu wanita cenderung lebih mendapati PJK
yang lebih kompleks karena pertambahan umur yang lebih tua disertai lebih banyak
faktor komorbiditas
1. Hiperlipidemia (Hiperlipidemia dengan batas atas LDL-C 130-159 mg/dl dan tinggi
apabila mencapai >160 mg/dl.dan kadar HDL-C rendah (<40 mg/dl)
Resiko aterogenik yaitu kadar tinggi kolesterol LDL yang dapat teroksidasi dan
menimbulkan deposisi di sirkulasi pembuluh darah. Sedangkan kadar kolesterol HDL
yang rendah dapat meningkatkan resiko karena faktor protektif dari HDL yang rendah
seiring dengan kadarnya yang kurang.
2. Hipertensi (Hipertensi dengan hasil >140/90 mmHg atau pada obat antihipertensi)
Peningkatan tekanan darah menjadi resiko independen dalam penyakit jantung coroner.
Framingham menyatakan bahwa terdapat peningkatan resiko dua kali lipat pada orang
dengan tekanan darah lebih dari 160/95 mmHg dibandingkan dengan orang yang
normotensi.
3. Merokok
Resiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari, bukan pada lama
merokok. Merokok lebih dari satu pak rokok sehari meningkatan resiko dua kali lipat
terhadap penyakit aterosklerosis koroner daripada mereka yang tidak merokok.
4. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolesmia memungkinan timbulnya
aterosklerosis dan berkaitan dengan proliferasi sel otot polos pembuluh darah arteri
koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, fosfolipid, peningkatan kadaar LDL-C dan kadar
HDL-C yang rendah.
5. Obesitas
21
Makanan dengan kalori yang tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garan
berperan dalam terjadinya hyperlipidemia dan obesitas yang secara langsung
meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Hal ini diperberat dengan gaya hidup
pasif (sedentary lifestyle) yang berperan dalam resistensi insulin, peningkatan resiko
gagal jantung setara dengan hiperlipidemia. Seseorang yang dengan sedentary lifestyle
memiliki resiko 30-50% lebih besar untuk mengalami hipertensi.
6. Hiperhomosisteinemia
Kadar homosistein atau asam amino alamiah tubuh yang tinggi (>15 mmol/L) berkaitan
dengan disfungsi endotel dan gangguan fungsi trombosit serta vasodilator dinding
pembuluh darah. Defisiensi asam folat dan vitamin B6,B12 berperan dalam
hiperhomosisteinemia.
Sindroma koroner akut merupakan bagian dari penyakit jantung kronis yang simptomatik,
sindroma koroner akut dapat dibagi menjadi tiga (9) :
22
Gambar 6. Klasifikasi Sindroma Koroner Akut
3.7 Patogenesis
Aterosklerosis
1. Disfungsi endotel
Disfungsi endotel di awali oleh faktor-faktor yang menyebabkan adanya cedera endotel.
Hiperkolesterolemia diyakini mengganggu fungsi endotel dengan meningkatkan
produksi radikal bebas oksigen, peningkatan tersebut menonaktifkan oksida nitrat yang
berperan sebagai endothelial relaxing factor dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
endotel. Apabila terjadi hyperlipidemia kronis, akan terjadi penimbunan lipoprotein
ditempat meningkatnya permeabilitas endotel.(10)
23
Peningkatan kadar radikal bebas oksigen akibat hiperkolesterolemia menyebabkan
oksidasi LDL-C / Oxidized Lipoprotein-Cholesterol (oxLDL) akibat pajanan langsung
dengan endotel pembuluh darah arteri. Hal ini juga diperkuat oleh adanya faktor resiko
seperti, rendahnya kadar HDL, diabetes mellitus, defisiensi esterogen, hipertensi dan
derivate merokok. Oksidasi LDL menstimulasi sel endotel untuk picu adhesi molekul
(vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), P-Selectin), kemokin (Monocyte
Chemoattractant Protein-1 (MCP-1) dan Interleukin 8 (IL-8).(11) Hal ini memicu
migrasi monosit ke lapisan tunika intima yang di permudah dengan peningkatan
permeabilitas endotel. Migrasi monosit memicu proses inflamasi yang menyebabkan
perubahan monosit menjadi makrofag dan recruitment dari leukosit yang akan
mensekresi TNF-a dan IL-6. LDL yang teroksidasi bersama makrofag akan
membentuk sel busa (foam cell).
3. Ateroma Matur
Pembentukan bercak lemak (fatty streak) akan melepaskan factor pertumbuhan dan
menyebabkan migrasi sel otot polos di lapisan tunika media ke tunika intima. Pada tahap
ini mulai terbentuk pro-trombotic environment atau deposisi fibrin dan aktivasi trombosit
(faktor von willebrand (vWF) dan tissue factor (TF) akibat respons terhadap disfungsi
endotel. Hal ini ditambah dengan adanya proliferasi matriks dan terbentuk ateroma
matur.
Proses terbentuknya ateroma matur disertai dengan pembentukan lapisan fibrosa yang
membatasi lesi dengan lumen pembuluh darah. Adanya campuran sel busa, leukosit,
debris dan lipid bebas akan membentuk inti nekrotik yang dapat mengeras apabila
ditambah dengan adanya penimbunan kalsium di plak fibrosa
24
Gambar 7. Aterosklerosis (Steinl, 2015)
25
3.8 Patofisiologi
Plak aterosklerosis yang ruptur diikuti dengan agregasi platelet dapat menimbulkan
trombus intrakoroner ;
2. Hemostasis primer ; endotel yang terekspose akibat rupture menyebabkan platelet yang
berada disirkulasi beragregasi dan membentuk sumbatan (plug)
Lumen pembuluh darah yang menyempit akibat vasokontriksi di tambah dengan blokade
trombus menyebabkan oklusi dan menghasillkan gangguan aliran pembuluh darah dan
ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan oksigen miokard (supply and deman
imbalance). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya rupture plak (13) :
Intrinsik (instabiilitas lesi ateroslerotik) : lapisan fibrosa yang tipis akibat proses kimiawi
internal
26
Physical stressor : peningkatan tekanan darah, heart rate, dan peningkatan kontraksi
ventrikel, dan aktivasi system saraf simpatis akibat emosional stress
Setelah terjadinya oklusi yang diikuti oleh infark atau nekrosis dari miosit yang kekurangan
supply oksigen terjadi konversi metabolisme dari aerob menjadi anaerob ditandai dengan
terganggunya produksi ATP dan disfungsi sistolik akibat kontraksi miosit yang tidak bersamaan,
menyebabkan curah jantung berkurang. Disfungsi diastolic terjadi akibat compliance (gangguan
relaksasi) ventikel yang bekurang peningkatan tekanan pengisian ventrikel saat diastole. Akibat
metabolism anaerob yang meningkat, terjadi penumpukan asam laktat dan penurunan ph darah.
Gangguan pembentukan ATP menyebabkan gangguan fluks natrium, kalium dan kalsium antar
intrasel dan ekstrasel. Peningkatan natrium diintrasel menyebabkan edema selular, peningkatan
kalium di ekstrasel menimbulkan gangguan potensial aksi dan menghasilkan instabilitas elektris
yang dapat menyebabkan aritmia jantung. Sedangkan peningkatan kalsium intrasel menyebabkan
aktivasi lipase dan protease dan memicu nekrosis jaringan.
Perubahan jangkan panjang akibat infark dapat terjadi beberapa hari sampai minggu. Miosit
yang nekrosis akan di resorpsi oleh makrofag dan menyebabkan struktur dari dinding miokard
melemah sehingga menimbulkan potensi terjadinya ruptur (myocardial wall rupture). Nekrosis
miosit menghasilkan jaringan parut atau scar tissue dan dalam jangka panjang dapat terjadi
remodeling ventrikel. Kompensasi dari bagian miokard yang tidak nekrosis / peningkatan stress
pada bagian miokard yang lain memicu pembesaran ventrikel.
27
3.9 Diagnosis STEMI
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (EKG) dan
marka jantung.
1. Anamnesis
Angina tipikal
Gambaran angina tipikal adalah rasa tertekan/berat daerah retrosternal yang
menjalar ke lengan kiri, leher, area interskapularis, bahu atau epigastrium, berlangsung
intermitten atau persisten (>20 menit). Sering disertai dengan diaphoresis, mual/muntah,
nyeri abdominal, sesak napas dan sinkop.
Angina Atipikal
Pria
Diketahui memiliki penyakit aterosklerosis non coroner (penyakir arterial perifer)
Memiliki riwayat pernah mengalami infark miokard, coronary bypass ataupun PCI
(Percutaneous Coronary Intervention)
Memiliki faktor resiko ; hipertensi, merokok, dyslipidemia, diabetes mellitus, riwayat
penyakit jantung coroner dikeluarga, atau klasifikasi resiko menurut NCEP
28
G
a
m
b
a
r
1
0
.
K
Gambar 10. Kriteria NCEP
Nyeri bukan khas iskemia berupa nyeri pleuritik (tajam saat inspirasi atau
respirasi), nyeri abdomen tengah atau bawah, nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan 1
jari, nyeri dada akibat pergerakan tubu, nyeri dada dengan durasi beberapa detik, nyeri
dada yang menjalar ke ekstremitas bawah.
2. EKG
29
Gambar 11. Kriteria Sgarbossa
3. Jika tidak didapatkan elevasi segmen ST, maka kemungkinan dapat berupa NSTEMI /
Angina pektoris tidak stabil, spesifisitas tinggi :
Depresi segmen ST ≥ 0,05 mm di sadapan V1-V3 dan ≥ 0,1mV di sadapan
lainnya.
Elevasi segmen ST yang persisten (<20 menit)
Inversi gelombang T yang simetris ≥ 0,2 mV
Sementara lokasi iskemia atau infark dapat di lihat berdasarkan sadapan EKG
30
4. Pemeriksaan marka jantung
Penyebab Tanda
Pada nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T memiliki kadar
yang normal 4-6 jam setelah awitan SKA. Dapat diulang 8-12 jam setelah awitan angina,
jika awitan tidak dapat jelas ditentukan maka pemeriksaan diulang 4-6 jam setelah awitan
SKA.
Angina tipikal
EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostic untuk STEMI, depresi ST atau inversi
gelombang T yang diagnostic
Peningkatan marka jantung
31
3.10 Gejala klinis
Gejala klinis pada SKA biasanya diliputi oleh 5 gejala, antara lain
Sementara manifestasi klinis antara angina pektoris tidak stabil, NSTEMI dan STEMI dapat
dibedakan berdasarkan tabel (12) :
32
lansia (>75 tahun), perempuan, dan
diabetes kadang keluhan tidak jelas.
Pemeriksaan fisik : -Sebagian besar pasien gelisah dan cemas,
Seringkali normal. Pada beberapa ekstremitas pucat disertai keringat dingin,
kasus dapat ditemui tanda – tanda kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan
kongesti dan instabilitas hemodinamik banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI
-Sekitar ¼ pasien infark anterior mempunyai
manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis
(takikardidan/atau hipotensi) dan hampir
setengah pasien infark inferior menunjkkan
parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi)
-S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas S1 dan
split paradoksikal S2, murmur midsistolik atau
late sistolik apikal yang bersifat sementara
karena disfungsi katup mitral dan pericardial
friction rub.
-Klasifikasi Killip dapat digunakan untuk
mengevaluasi hemodinamik dan prognosis
pasien SKA
Pemeriksaan EKG (dalam 10 menit - Elevasi segmen ST lebih dari sama dengan
pertama): 0,1mV yang dihitung mulai dari titik J, paad dua
-Gambaran ST depresi, horizontal atau lebih sdapan sesuai regio dinding
maupun down sloping, yang lebih dari ventrikelnya. Namun khusus pada sadapan V2-
sama dengan 0,05mV pada dua atau V3, batasan elevasi menjadi lebih dari sama
lebih sadapan sesuai regio dinding dnegan 0,2 mV pada laki – laki usia lebih dari
ventrikelnya, dan/atau inversi sama dengan 40 tahun, lebih dari sama dengan
gelombang T lebih dari sama dengan 0,25 mV pada laki – laki berusia < 40 tahun,
0,1 mV dengan gelombang R atau lebih dari sama dengan 0,15 mV pada
prominen atau rasio R/S <1 perempuan
-Pada keadaan teretntu EKG 12
33
sadapan dapat normal, terutama pada EKG pada STEMI merupakan EKG yang
iskemia posterior (V7-V9) atau berevolusi. Sebagian besar pasien dnegan
ventrikel kanan (sadapan V3R-V4R) presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
yang terisolasi evolusi menjadi gelombang Q pada EKG.
-Dianjurkan pemeriksaan EKG serial
setiap 6 jam untuk mendeteksi kondisi
iskemia yang dinamis
Pemeriksaan Biomarka Peningkatan Peningkatan troponin T (untuk diagnosis akut)
Jantung : troponin T dan/atau CKMB (untuk diagnosis dan melihat
Tidak ada peningkatan dan /atau luas infark)
troponin T dan/atau CKMB (4-6
CKMB jam setelah
onset)
3.11 Tatalaksana
Dengan adanya anamnesis mengenai keluhan pasien, terapi sementara dapat diberikan sebelum
menegakkan diagnosis sindrom koroner akut dengan adanya keluhan angina tipikal sambil
menunggu hasil EKG atau marka jantung . Penilaian ABC (Airway, Breathing Circulation) dan
berikan terapi sementara yang dapat disingkat MONA (Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin). Terapi
ini tidak harus diberikan bersamaan semua atau bersamaan.(9)
1. Oksigen diberiksan segera pada pasien dengan saturasi oksigen (SO2) < 95%. Oksigen
dapat diberikan 6 jam pertama tanpa mempertimbangkan hasil SO2
2. Aspirin diberikan dengan dosis 160-320 mg pada semua pasien (tanpa mengetahui
intoleransinya). Uncoated aspirin lebih baik mengingat absorbsi sublingual yang lebih
cepat
3. Anti reseptor ADP : ticagrelor peroral (loading 180 mg, maintenance 90 mg dua kali
sehari, kecuali pasien STEMI yang berencana dilakukan terapi fibrinolitik) atau
34
clopidogrel peroral (loading 300 mg, maintenance 75 mg perhari). Clopidogrel lebih
disarankan pada pasien degan terapi fibrinolitik.
4. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual diberikan pada pasien dengan nyeri dada
yang tidak hilang sesampai di unit gawat darurat. Pemberian dapat diulang sampai
maksimal 3 kali apabila nyeri dada tidak berkurang. Pemberian secara intravena
dilakukan apabila pasien tidak responsif terhadap tiga kali pemberian sublingual. ISDN
(Isosorbit Dinitrat) dapat dipakai sebagai pengganti NTG.
5. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diberikan jika pasien tidak responsif terhadap tiga
kali pemberian NTG.
Anamnesis adanya gejala atipikal lebih dari 20 menit atau gejala yang tidak berkurang
setelah pemberian nitrogliserin disertai perekaman EKG ≤ 10 menit sejak pasien datang dengan
gambaran khas ST elevasi menunjukkan perlunya tindakan segera. Dengan selang waktu (delay)
dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi ≤ 30 menit untuk fibrinolysis dan ≤
90 menit untuk primary PCI (Percutaneous Coronary Intervention) (≤ 60 menit untuk pasien
yang datang dengan onset ≤ 120 menit atau pasien resiko tinggi dengan infark anterior besar).
35
Sementara apabila terdapat rumah sakit yang mempu melakukan PCI, delay yang diharapakan
adalah ≤ 60 menit (door to balloon) antara datangnya pasien sampai PCI dimulai.
Terapi reperfusi pilihan meliputi non farmakologis / PCI (Percutaneous Coronary Intervention)
atau farmakologis / terapi fibrinolitik.
PCI adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibanding fibrinolisis apabila terdapat
fasilitas dan tim yang mampu menangani PCI dalam 120 menit sejak kontak medis pertama.
PCI diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung, akut yang berat, syok kardiogenik.
Terapi reperfusi diindikasikan untuk semua pasien dengan durasi gejala < 12 jam disertai
dengan elevasi segmen ST persisten atau new LBBB. Terapi reperfusi (sebaiknya PCI)
diindikasikan bila terdapat bukti iskemia yang sedang terjadi, bahkan jika gejala mungkin
telah timbul > 12 jam setelah onset atau bila nyeri dan perubahan EKG terlihat terhambat.
Terapi reperfusi dengan PCI dapat dipertimbangkan pada pasien stabil yang dtang dalam 12-
24 jam sejak awitan gejala. Tidak disarankan untuk melakukan PCI rutin pada arteri yang
tersumbat sepenuhnya lebih dari 24 jam setelah awitan pada pasien stabil tanpa gejala
iskemia (tanpa memandang sudah diberikan fibrinolitik atau belum).
PCI memiliki keuntungan yang berbeda pada tiap pasien, dan merupakan pilihan dengan
benefit terbesar bagi pasien dengan resiko tinggi. Maka itu penilaian faktor resiko untuk
menentukan intervensi memiliki peran penting untuk mengidentifikasi pasien dengan resiko
tinggi yang terapinya dapat dioptimalkan. TIMI Score for STEMI (Thrombolysis in
Myocardial Infarction (TIMI) score for ST Elevation Myocard Infaction) adalah penilaian
singkat berdasarkan data klinis saat kedatangan pasien pertama kali di rumah sakit. Skor 0-4
termasuk resiko rendah, dan resiko tinggi bila ≥ 5 poin.(14)
36
Gambar 12. TIMI Score for STEMI
37
2. Terapi Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik diindikasikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien
tanpa kontraindikasi apabila PCI tidak dapat dilakukan oleh tim yang berpengalaman
dalam 120 menit sejak kontak medis pertama. Perlu dipertimbangkan apabila pasien
datang lebih awal <2 jam sejak awitan gejala dengan infark luas dan resiko perdarahan
rendah apabila kontak medis pertama hingga balloon inflation >90 menit. Obat yang
diberikan bersifat spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) yang lebih
disarankan dibanding kurang spefisik terhadap fibrin (streptokinase). Pemberian anti-
platelet (aspirin) dan anti DAP (clopidogrel) diberikan secara bersamaan. Pemberian
antikoagulan disarankan untuk pasien STEMI yang di beri fibrinolitik hingga
revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama pasien di rawat di rumah sakit hingga hari ke
8. Pilihan utama adalah enoksaparin subkutan atau UFH (Unfraction Heparin) secara
bolus iv sesuai berat badan. Untuk pasien yang diberikan streptokinase disarankan untuk
memberikan fondaparinux dalam bolus iv diikutin dengan dosis subkutan dalam 24 jam
selanjutnya. Semua pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang menyediakan PCI setelah
terapi fibrinolitik. Apabila terapi fibrinolitik gagal ( <50% perbaikan segmen ST setelah
60 menit), maka dilakukan PCI rescue. PCI emergency dilakukan apabila terjadi iskemia
rekuren atau bukti bahwa terjadI reokulsi setelah fibrinolisis berhasil.
38
Clopidogrel CPG Penghambat partum
(Loading dose reseptor P2Y12
300-600 mg p.o (Hambat
75 mg/hari p.o Adenosine 5’-
selama 12 Diphosphate
bulan) dengan reseptor
P2Y12 untuk
inisiasi agregasi
trombosit)
Anti Unfractioned Bolus IV 60-7- Mengkatalisis Diathesa
koagulan Heparin U/kgBB (max. anti-thrombin hemorragik
(UFH) 5000 U), lanjut (AT/AT III) dan Hipertensi berat
infus 12-15 menyebabkan Perdarahan
U/kgBB/jam) inaktivasi cerebrovascular
Low- Lovenox thrombin Ulkus aktif pada
molecular- 1 mg/kgBB SC Prolong aPTT gastrointestinal,
weight 20/40/60 mg saluran napas, dan
heparin /0.2/0.4/0.6 mL saluran kemih
(LMWH) Operasi pada system
Fondaparinux Arixtra (2,5 Hambat faktor saraf pusat
mg/sc/hari) Xa indirek Fasilitas
Bivalrudin Bivalrudin Hambat faktor laboratorium yang
Bolus IV 0,1 Xa direk kurang
mg/kgBB Pasien yang tidak
Dilanjutkan kooperatif
infus 0,25 Kehamilan
mg/kgBB/jam
Anti Streptokinase 1,5 juta U Mengaktifkan
trombolitik (Sk) dalam 100 mL plasminogen
Dextrose 5% menjadi plasmin
atau NaCl 0,9% dan
dalam waktu mendegradasi
30-60 menit fibrin
Alteplase Bolus 15 mg
(tPA) Intravena 0,75 /
kgBB selama
30 menit,
dilanjutkan 0,5
mg / kgBB
selama 60
39
menit
Dosis total
tidak melebihi
100 mg
Anti Beta blockers Concor Menurunkan Low output state
ischemic (Bisoprolol) 1.25 mg dan di demand oksigen, Resiko syok
titrasi menurunkan laju kardiogenik (HR
jantung, <60 mmHg, tekanan
kontraktilitas dan darah sistolik < 120
tekanan darah mmHg)
*Kontraindikasi Asma aktif
(tekanan darah PR interval > 0,24
sistolik <90 sec
mmHg, Blokade jantung tipe
bradikardia, 2 atau 3
blockade jantung,
asma, gagal
jantung)
40
3.11.3 Tatalaksana Setelah Penanganan STEMI
1. Berhenti merokok
Menyarankan pasien untuk berhenti merokok, dan menghindari ekspose asap rokok pada
lingkungan sehari-hari
Mengkontrol tekanan darah agar stabil < 140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg pada
pasien dengan diabetes atau gagal ginjal kronis. Inisasi perubahan gaya hidup sehat pada
semua pasien (pengaturan berat badan dengan aktivitas fisik, hindari konsumsi rokok,
reduksi garam pada diet dan meningkatkan konsumsi buah-buahan). Mulai pemberian
beta blocker dana tau ACE inhibitor bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau 130/80
pada pasien dengan diabetes atau gagal ginjal kronik, lalu tambahkan thiazide atau yang
lain sesuai kebutuhan.
3. Managemen Lipid
Mengkontrol kadar lipid LDL-C <100 mg/dl dan non HDL-C (kolesterol total – HDL-C)
<130 mg/dl pada pasien dengan trigliserid ≥ 200 mg/dl
Mulai diet dengan mengurangi makanan berlemak. Kolesterol ≤ 200 mg/dl per
hari pada semua pasien
Mulai aktivitas fisik dan pengurangan berat badan
Periksa profil lipid pada pasien saat puasa dalam 24 jam setelah masuk rumah
sakit. Untuk pasien rawat, terapi sebelum pasien pulang harus megikuti :
o Kadar LDL-C harus < 100 mgdl
o Bila kadar LDL-C basal ≥ 100 mg/dl, inisiasi pemberian obat
(atorvastation 10-80 mg/hari)
o Jika kadar trigliserida ≥ 150 mg//dl atau kadar HDL ≤ 40 mg.dl inisiasi
pengaturan berat badan, aktivitas fisik dan berhenti merokok.
41
4. Aktivitas fisik ( 30 menit minimal 5 hari dalam seminggu)
Menyarankan 30-60 menit aktivitas fisik aerobik dengan intensitas sedang setiap hari dan
diselingi dengan peningkatan aktivitas pada kegiatan sehari-hari
Penyesuaian berat badan dengan BMI normal antara, 18,5 – 24,9 kg per m2 dengan
lingkar pinggang untuk wanita < 80 cm dan pria < 90 cm
Mulai aspirin dengan dosis 75-162 mg/ hari pada semua pasien kecuali terdapat
kontraindikasi
Pemberian clopidogrel jangka panjang dengan dosis 75 mg/hari disarankan pada
pasien STEMI, tanpa mempertimbangkan apakah pasien mendapat terapi
fibrinolitik atau tidak
Terapi warfarin diberikan dengan indikasi (fibrilasi atriu, thrombus pada ventrikel
kiri).
7. ACE inhibitor
Pemberian ACE inhibitor di mulai pada pasien dengan LVEF < 40% dan pada pasien
dengan hipertensi, diabetes, atau gagal ginjal kecuali terdapat kontraindikasi
Mulai pemberian ARB pada pasien yang intoleran terhadap ACEI dan pasien dengan
LVEF < 40%.
9. Aldosterone blockers
Mulai pemberian aldosterone blocker pada pasien tanpa disfungsi ginjal atau
hyperkalemia yang sudah mendapat dosis terapeutik dari ACEI dan beta blocker.
42
3.12 Komplikasi
1. Gagal Jantung
Dalam fase akut atau subakut setelah STEMI dapat terjadi disfungsi miokard, apabila terjadi
jejas ataupun obstruksi mikrovaskular terutama di dinding anterior. Hal ini dapat menyebabkan
kegagalan pompa dan berujung pada remodeling, yang dapat menjadi gagal jantung ditandai
dengan tanda-tanda seperti dyspnea, terdapat suara jantung ketiga, ronkhi pulmonal, dilatasi
ventrikel kiri dan berkurangnya fraksi ejeksi. Marker jantung berupa BNP (Brain Natriuretic
Peptide) mengindikasikan stress miokardium. Derajat gagal jantung setelah infark dapat dilihat
berdasarkan klasifikasi Killip (1 ; asimptomatik, 2; terdapat ronki basah kasar, distensi vena
jugularis, 3; edema paru, 4; syok kardiogenik)
2. Hipotensi
Jika tekanan darah sistolik menetap <90 mmHg, dapat terjadi karena hipovolemia atau
manifestasi dari iskemia miokard yang menyebabkan gangguan irama. Hipotensi berkelanjutan
dapat menyebabkan urin output berkurang, gangguan akut ginjal.
3. Kongesti Paru
Ditandai dengan adanya dyspnea dengan ronkhi basah paru dibasal. Didapati perbaikan dengan
pemberian diuretic atau vasodilator
4. Syok Kardiogenik
50% syok kardiogenik terjadi dalam 6 jam dan 75% dalam 24 jam. Tanda-tanda syok
kardiogenik seperti, hipotensi, bukti cardiac output rendah (takikardia saat istirahat), perubahan
status metal, olguria, ekstremitas dingin dan kongesti paru.
5. Aritmia
Aritmia dan gangguan konduksi jantung serig ditemukan dalam beberrapa jam pertama setelah
infark miokard. Awitan fibrilasi atrium sebesar 28%, ventrikel takikardia yang tidak belanjut,,
blok AV derajat tinggi 10% (≤30 detak permenit selama ≥5 detik), sinus bradikardi 7% dan henti
sinus sebesar 5% (≥5 detik). Aritmia yang terjadi setelah reperfusi awal dapat merupakan
43
manifestasi klinis akibat iskemia miokard, kegagalan pompa jantung, hipoksia, gangguan
elektrolit (hypokalemia) dan gangguan asam basa.
6.Perikarditis
Gejala pericarditis adalah rasa tajam terkait dengan postur dan pernapasan. Hilang dengan
pemberian aspirin dosis tinggi,parasetamol ataupun kolkhisin. Dapat muncul sebagai re-elevasi
segmen ST biasanya ringan dan progresif
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard dengan ST Elevasi. Dalam: Sudoyono, W.A.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1741-
1742.
2. O’Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the
Management of ST-Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary. American
Heart Asscociation [Internet]. 2012 Dec [cited 2015 Aug 19]; 127: 529-555. Availiable
from: http://circ.ahajournals.org/content/127/4/529.full
3. Cambridge Comunication Limited. Anatomi dan Fisiologi : Sistem Pernapasan dan
Kardiovaskular. Jakarta : EGC; 2002. p 29-35.
4. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI [Internet]. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI ; 2015 [cited 2015 August 20]. Available from :
http://www.depkes.go.id/article/print/15021800003/situasi-kesehatan-jantung.html
45
14. Pacheco HG, Mendoza AA, Sangabriel AA, et al. The TIMI risk score for STEMI
predicts in-hospital mortality and adverse events in patients without cardiogenic shock
under-going primary angioplasty. Arch Cardiol Mex [Internet]. 2012;82(1):7-13.
Available from: http://www.revespcardiol.org/contenidos/static/premio_cardio/archivos-
cardiologia-mexico.pdf
15. Campbell-Scherer DL, Green LA. ACC/HA Guideline Update for the Management of
ST-Elevation yocardial Infarction. Am Fam Physician [Internet]. 2009 [updated 2009 Jun
15; cited 2015 Aug 20]; 79(12): 1080-1086.
46