Anda di halaman 1dari 18

TERATOGENESIS

Teratogenesis merupakan pembentukan cacat bawaan pada bayi baru lahir. Kelainan ini
sudah diketahui selama beberapa dasawarsa dan merupakan penyebab utama morbiditas
serta mortilitas pada bayi baru lahir. Pada awalnya terjadinya teratogenesis dihubungkan
dengan akibat kekurangan gizi pada wanita semasa hamil.
Namun penelitian pada era baru diketahui adanya pengaruh penggunaan zat kimia terhadap
terjadinya efek teratogenik. Bermula dari penggunaan talidomid, suatu obat hipnotik-
sedatif, dalam klinik. Obat ini diperkenalkan pertama kali pada akhir tahun 1950-an di
Jerman, dan terbukti relative tidak toksik / mematikan pada hewan coba dan manusia. Obat
ini digunakan, antara lain untuk meringankan mual-mual pada hamil muda.

Pada tahun 1960,dilaporkan beberapa kasus fokomelia. Pada tahun berikutnya, kasus ini
semakin banyak ditemukan. Fokomelia adalah suatu jenis cacat bawaan yang sangat langka
berupa pendeknya atau tiadanya anggota badan. Penelusuran penyebab fokomelia pada
kasus-kasus itu segera sampai pada penggunaan talidomid oleh wanita hamil, terutama
antara minggu ketiga dan minggu kedelapan kehamilan. Segera obat ini dilarang beredar.
Meskipun demikian, 1000 bayi cacat telah lahir di beberapa Negara. Karena kejadian
tersebut dilakukan tindakan untuk melakukan berbagai jenis uji pada sejumlah besar obat,
zat tambahan makanan, pestisida, bahan pencemar lingkungan dan zat kimi lain untuk
menentukan potensi teratogeniknya.
Gangguan zat teratogen pada tahapan pembentukan janin
1. Embriologi Setelah pembuahan, sel telur mengalami
proliferasi sel, diferensiasi sel, migrasi sel, dan
organogenesis. Embrio kemudian melewati
suatu metamorfosis dan periode
perkembangan janin sebelum dilahirkan.
2. Prediferensiasi Selama tahap ini, embrio tidak rentan terhadap
zat teratogen. Tahapan ini adalah tahapan
resisten. Sel yang mengalami kerusakan akan
digantikan oleh sel lain yang masih hidup
membentuk embrio normal
3. Embrio Dalam periode ini sel secara intensif menjalani
diferensiasi, mobilisasi, dan organisasi. Selama
periode inilah sebagian besar organogenesis
terjadi. Akibatnya, embrio sangat rentan
terhadap efek teratogen. Selain itu, tidak
semua organ rentan pada saat yang sama
dalam suatu kehamilan.
4. Janin Tahap ini ditandai dengan perkembangan dan
pematangan fungsi. Dengan demikian, selama
tahapan ini, teratogen tidak mungkin
menyebabkan cacat morfologik, tetapi dapat
mengakibatkan kelainan fungsi, seperti
gangguan system saraf pusat. Hal ini mungkin
tidak dapat didiagnosis segera setelah
kelahiran.
Penyebab teratogenik
1. Faktor genetik

1. Terjadinya mutasi
2. Aberasi
1. Faktor lingkungan

3. Agen infektif

i. Virus: rubella, varicella


ii. Kuman : Treponema pallidum
iii. Parasit : Toxoplasmosis

4. Agen fisik : radiasi


5. Agen kimia :

i. Logam berat (Hg, Pb, Arsenik dll)


ii. Polutan (pestisida, plastik, dll)
iii. Bahan obat

Beberapa jenis zat kimia telah terbukti bersifat teratogen pada hewan coba. Terdapat
beberapa jenis mekanisme yang terlibat dalam efek teratogennya.
1. Gangguan terhadap asam nukleat
Banyak zat kimia mempengaruhi replikasi dan transkripsi (suatu tahapan
pembentukan DNA) asam nukleat, atau translasi RNA, misalnya zat pengalkil, antimetabolit
dan intercelating agents. Beberapa zat kimia ini memang sudah aktif, sedangkan yang
lainnya, misalnya aflatoksin dan talidomid membutuhkan bioaktivasi.
2. Kekurangan pasokan energi dan osmolaritas
Teratogen tertentu dapat mempengaruhi pasokan energi yang dipakai untuk
metabolisme dengan cara langsung mengurangi persediaan substrat (misalnya defisiensi
makanan) atau bertindak sebagai analog atau antagonis vitamin, asam amino esensial, dan
lainnya. Selain itu hipoksia dan penyebab hipoksia (CO, CO2) dapat bersifat teratogen
dengan mengurangi oksigen dalam proses metabolisme yang membutuhkan oksigen dan
mungkin juga dengan menyebabkan ketidakseimbangan osmolaritas. Hal ini dapat
menyebabkan edema atau hematoma, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kelainan
bentuk dan iskemia jaringan.
3. Penghambatan enzim
Adanya penghambat enzim dapat menyebabkan cacat karena mengganggu
diferensiasi dan pertumbuhan sel melalui penghambatan kerja suatu enzim. Akibatnya suatu
organ mengalami ketidaksempurnaan dalam penyusunannya, sehingga akan terlahir dalam
keadaan cacat.
4. Lainnya
Hipervitaminosis A dapat menyebabkan kerusakan ultrastruktural pada membrane
sel embrio hewan pengerat, suatu mekanisme yang dapat menerangkan tertogenitas vitamin
A. Faktor fisika yang dapat menyebabkan cacat meliputi radiasi, hipotermia dan
hipertermia, serta trauma mekanik.
Untuk menghindari terjadinya teratogenesis pada wanita yang sedang hamil, maka
pada penggunaan obat perlu adanya pedoman khusus untuk ibu hamil dan menyusui.
Diantaranya sebagai berikut :
Pedoman penggunaan obat pada ibu hamil :
 Pertimbangkan perawatan tanpa obat
 Obat hanya diresepkan jika manfaat yang diperoleh ibu lebih besar daripada risiko
kepada janin
 Hindari penggunaan obat pada trimester pertama
 Apabila diperlukan, gunakan obat yang keamanannya terhadap ibu hamil telah diketahui
dengan pasti, pada dosis efektif terendah, penggunaan sesingkat mungkin
 Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dan jangka waktu sesingkat mungkin
 Hindari polifarmasi
 Pertimbangkan penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan pada beberapa obat,
seperti misalnya fenitoin, litium.

Pedoman penggunaan obat pada ibu menyusui:


 Penggunaan obat yang tidak diperlukan harus dihindari
 Jika harus menggunakan obat, pertimbangkan manfaat/risiko pada ibu dan bayi
 Pilih rute pemberian dan pembagian obat yang menghasilkan kadar obat terkecil dalam
ASI
 Jika diberikan obat pada ibu menyusui, maka bayi harus dipantau secara cermat.
 Hentikan sementara menyusui apabila:
Jika obat diketahui memiliki efek berbahaya bagi bayi yang disusui
Jika obat sangat poten, sehingga kadar yang sedikit dalam ASI dapat membahayakan
bayi
Jika ibu mengalami gangguan fungsi ginjal dan hati
 Hindari penggunaan obat baru
 Dalam kehidupan di alam, tidak ada satupun makhluk yang sempurna, sering terlihat
kekurangan atau cacat. Kekurangan tersebut secara umum dapat disebut sebagai
kelainan, yang bila sedemikian beratnya dapat mengubah pemunculannya. Perubahan
yang besar itu akan menghasilkan makhluk yang mungkin menakutkan yang orang
awam menyebutnya sebagai monster.

 Ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan “monster” tersebut
disebut dengan nama teratologi (bahasa Yunani), teratos berarti monster dan logos
berarti ilmu. Dan karena kelainan tersebut lebih banyak terjadi pada masa
perkembangan embrio, maka teratologi dianggap sebagai cabang atau bagian dari
embriologi.

Kelainan yang kita lihat tersebut, karena proses dan masa terjadinya pada masa
perkembangan, disebut pula kelainan perkembangan. Dan biasanya terlihat sejak
lahir, sehingga disebut pula sebagai kelainan bawaan atau anomali kongenital ataupun
malformasi kongenital.

Istilah kelainan perkembangan/bawaan tersebut merupakan pengertian umum untuk
semua bentuk kelainan. Pada awalnya dimaksudkan untuk kelainan bentuk anatomi,
tetapi kemudian kelainan fungsi juga dimasukkan.

Teratologi : Cabang embriologi yang mempelajari perkembangan yang abnormal
dan berakhir dengan kelainan (malformasi kongenital).Hiperdiploidi :

Trisomi yaitu jumlah kromosom lebih dari 46, dengan salah satu kromosom terdapat
3 buah (normal 2 buah, berpasangan). Penyebab yang biasa adalah pemisahan
kromosom tak sama (non-disjunction) pada pembentukan gamet, sehingga ada gamet
yang mempunyai kromosom 24. Bila gamet ini bertemu dengan gamet normal
lainnya, akan terbentuk zigot yang mengandung 47 kromosom.

Sekitar 15 % kematian neonatus disebabkan malformasi kongenital dan sekitar 6 %
pada anak sampai usia 1 tahun menderita kelainan kongenital

 Penyebab malformasi kongenital dapat dibedakan menjadi :
 1. Faktor genetik (kelainan kromosom /gen mutasi)
 2. Faktor non genetik, penyebabnya disebut teratogen.
 3. Faktor genetik sebagai penyebab malformasi

A. Kelainan kromosom dapat dibedakan menjadi:
  kelainan jumlah kromosom
  kelainan struktur kromosom
  kelainan mosaik

 B. Malformasi disebabkan mutasi gen

A.1. Kelainan Jumlah Kromosom

Dalam keadaan normal kromosom yang 46 buah dalam keadaan berpasangan yang
disebut homolog. Kromosom yang 23 pasang dapat digolongkan autosom (22 pasang)
dan kromosom seks (1 pasang). Pasangan kromosom seks pada wanita dan pria
berbeda tetapi pasangan autosom sama.

Seorang wanita terdapat 22 pasang kromosom autosom dan XX kromosom seks.
Seorang pria mempunyai 22 pasang kromosom autosom dan XY kromosom seks.
Pada kelainan jumlah kromosom terjadi perubahan dari jumlah normal yang 46.

Kelainan jumlah kromosom dibagi menjadi :
 1. Aneuploidi : yaitu berkurang atau bertambahnya jumlah kromosom dari 46, yaitu
:
hipodiploidi (biasanya 45)
 2. hiperdiploidi (biasanya 47-49)
 3. Poliploidi : yaitu perubahan jumlah kromosom yang merupakan kelipatan dari N.
 4. Hipodiploidi :
 Monosomi, yaitu jumlah kromosom berkurang satu. Pada embrio yang mengalami
kekurangan satu kromosom autosom biasanya akan mati, karenanya monosomi
autosom jarang sekali ditemukan pada orang hidup. Sekitar 97% embrio yang
kekurangan satu kromosom seks akan mati dan sisanya 3% dapat hidup dengan
Syndroma Turner atau disebut pula disgenesis ovarium.
 5. Hiperdiploidi :
  Trisomi yaitu jumlah kromosom lebih dari 46, dengan salah satu kromosom
terdapat 3 buah (normal 2 buah, berpasangan). Penyebab yang biasa adalah
pemisahan kromosom tak sama (non-disjunction) pada pembentukan gamet, sehingga
ada gamet yang mempunyai kromosom 24. Bila gamet ini bertemu dengan gamet
normal lainnya, akan terbentuk zigot yang mengandung 47kromosom.
  Trisomi Autosom : bila kromosom yang ada 3 adalah autosom. Syndroma Down
atau trisomi 21, dengan kromosom nomor 21 ditemukan 3 buah. Selanjutnya dikenal
juga trisomi 18 atau Syndroma Edward dan trisomi 13 atau Syndroma Patau.

Dikatakan bahwa kelebihan trisomi ada hubungannya dengan usia ibu yang
meningkat. Terutama pada trisomi 21, insidennya 1 dari 2000 kelahiran dari ibu
kurang dari 25 tahun, tetapi insidennya menjadi 1 dari 100 kelebihan pada ibu dengan
umur lebih dari 40 tahun.
Trisomi kromosom seks : bila terjadi tidak memperlihatkan kelainan fisik yang
karakteristik pada waktu bayi atau anak-anak, tetapi baru diketahui setelah dewasa.
Pada kelainan XXX (wanita) atau XXY (pria) dapat dibedakan berdasarkan
pemeriksaan kromatin seks lengkap, yaitu kromatin X dan kromatin Y.

Tetrasomi dan pentasomi dilaporkan hanya pada kromosom seks. Baik pada wanita
dengan XXXX dan XXXXX ataupun pria dengan XXXY, XXYY dan XXXXY
biasanya memperlihatkan kelainan mental (mental retardasi) maupun fisik. Semakin
banyak jumlah kromosom seksnya semakin parah gangguannya, tetapi kelebihan
kromoson seks tidak mengubah jenis kelamin penderita.

Poliploidi
Kelainan poliploidi, sel mengandung jumlah kromosom perlipatan dari haploid
(misalnya menjadi 69, 92 kromosom, dsb). Poliploidi menyebabkan abortus spontan.

A.2. Kelainan Struktur Kromosom

Kebanyakan kelainan struktur kromosom disebabkan faktor lingkungan seperti
radiasi, bahan kimia, virus.

a. Translokasi

Perpindahan sebagian dari kromosom kepada kromosom lain yang tidak homolog.
Akibat translokasi tidak selalu menyebabkan kelainan perkembangan embrio, sebagai
contoh translokasi kromosom 21 ke kromosom 15, maka fenotip dari penderita yang
mengalami translokasi ini adalah normal. Kasus demikian ini disebut “carrier”. Lebih
kurang 3%-4% pada penderita Sindroma Down ditemukan trisomi translokasi.

b. Dilesi

Apabila suatu kromosom patah, bagian yang patah ini bisa hilang, hal ini disebut
dilesi. Dilesi pada lengan pendek kromosom 5 (grup B) menimbulkan sindroma cri du
chat Kelainan yang diperlihatkan bila menangis suaranya lemah seperti suara kucing
menangis, mikrosefali, retardasi mental berat dan kelainan jantung kongenital.

c. Kromosom cincin

Adalah tipe lain dari dilesi, yaitu kedua ujung kromosom yang berlawanan patah dan
ujung-ujung yang tersisa bersatu dan membentuk cincin. Kelainan demikian pernah
ditemukan pada sindroma turner (kromosom X) dan pada trisomi 18.

d. Duplikasi

Akibat ada bagian kromosom yang patah dan bagian yang patah ini menempel pada
bagian lain dari kromosom, sehingga bagian kromosom yang ditempeli ini
mempunyai susunan kromosom sama yang ganda. Penderita tidak memperlihatkan
kelainan yang nyata karena tidak ada materi genetik yang hilang.

e. Isokromosom

Apabila pembelahan sentromer terjadi secara transversal (biasanya secara
longitudinal), menghasilkan kromosom yang disebut isokromosom, kelainan banyak
terjadi pada kromosom X.

 Diposkan oleh Rhezha Hussein, S.Pd. M.Si. di 15.32
Laporan Perkembangan Hewan Teratogen

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Uji keteratogenikan merupakan salah satu jenis uji ketoksikan yang khas, karena uji
keteratogenikan ini meupakan uji ketoksikan sesuatu obat yang diberikan atau digunakan
selama masa organogenesis dari sesuatu jenis hewan bunting. Pengujian ini dilakukan karena
bertujuan untuk menentukan apakah sesuatu obat dapat menyebabkan kelainan atau cacat
bawaan pada diri janinyang dikandung oleh hewan bunting.
Oleh karena itu, uji keteratogenikan sangat perlu untuk dilakukan, karena uji ini
sangat bermanfaat sekali sebagai landasan evaluasi terhadap batas aman dan resiko
penggunaan suatu obat oleh wanita yang hamil, terutama yang berkaitan dengan janin yang
sedang dikandungnya.

1.2 Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam melakukan uji keteratogenikan adalah bagaimana
menjelaskan manfaat uji keteratogenikan sesuatu obat dan bagaimana melakukan uji
keteratogenikan sesuatu obat.

1.3 Tujuan
Percobaan yang berjudul uji keteratogenikan bertujuan bagaimana menjelaskan
manfaat uji keteratogenikan sesuatu obat dan bagaimana melakukan uji keteratogenikan
sesuatu obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teratogenesis
2.1.1 Teratogen
Teratogen adalah suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal.
Kata teratogen berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘teratos’, yang berarti monster, dan ‘genesis’
yang berarti asal. Jadi teratogenesis didefinisikan sebagai asalterjadinya monster atau proses
gangguan proses pertumbuhan yangmenghasilkan monster.
Banyak kejadian yang dikehendaki untuk perkembangan dari organisme baru yang
memiliki kesempatan besar dalam tindakan tersebut untuk menjadi suatu kesalahan. Pada
kenyataannya, kira-kira satu dari tiga kali keguguran embrio pada manusia, sering tanpa
diketahui oleh si Ibu bahwa dia sedang hamil. Perkembangan abnormal yang lain tidak
mencelakakan embrio tetapi kelainan tersebut akan berakibat pada anak. Kelainanan
perkembangan ada dua macam, yaitu: kelainan genetik dan kelainan sejak lahir. Kelainan
genetik dikarenakan titik mutasi atau penyimpangan kromosom dan akibat dari tidak ada atau
tidak tepatnya produk genetik selama meiosis atau tahap perkembangan. Down syndrome
hanyalah salah satu dari banyak kelainan genetik. Kelainan sejak lahir tidak diwariskan
melainkan akibat dari faktor eksternal, disebut teratogen, yang mengganggu proses
perkembangan yang normal. Pada manusia, sebenarnya banyak zat yang dapat dipindahkan
dari sang ibu kepada keturunannya melalui plasenta, yaitu teratogen potensial. Daftar dari
teratogen yang diketahui dan dicurigai meliputi virus, termasuk tipe yang menyebabkan kasus
penyakit campak Jerman, alkohol, dan beberapa obat, termasuk aspirin (Harris, 1992).
Teratogenesis adalah pembentukan cacat bawaan. Kelainan ini sudah diketahui selama
beberapa dasawarsa dan merupakan penyebab utama morbiditas serta mortilitas pada bayi
yang baru lahir. Setelah pembuahan, sel telur mengalami proliferasi sel, diferensiasi sel, dan
organogenesis. Embrio kemudian melewati suatu metamorfosis dan periode perkembangan
janin sebelum dilahirkan (Lu, 1995).
Teratologi merupakan cabang embrio yang khusus mengenai pertumbuhan struktural
yang abnormal luar biasa. Oleh pertumbuhan yang abnormal luar biasa itu lahir bayi atau
janin yang cacat. Bayi yang cacat hebat disebut monster. Pada orang setiap 50 kelahiran
hidup rata-rata 1 yang cacat. Sedangkan dari yang digugurkan perbandingan itu jauh lebih
tinggi. Perbandingan bervariasi sesuai dengan jenis cacat. Contoh daftar berikut :
Jenis cacat Frekuensi
Lobang antara atrium 1:5
Cryptorchidisme 1 : 300
Sumbing 1: 1000
Albino 1 : 20.000
Hemophilia 1 : 50.000
Tak ada anggota 1 : 500.000
(Yatim, 1994).
Prosentase bagian tubuh yang sering terkena cacat adalah :
SSP (susunan saraf pusat) 60%
Saluran pencernaan 15%
Kardiovaskuler 10%
Otot dan kulit 10%
Alat lain 5%
Cacat yang sering juga ditemukan adalah sirenomelus (anggota seperti ikan duyung),
phocomelia, jari buntung, ada ekor, cretinisme, dan gigantisme (Yatim, 1994).

2.1.2 Faktor-Faktor Teratogen


Faktor yang menyebabkan cacat ada dua kelompok, yaitu faktor genetis dan lingkungan.
Faktor genetis terdiri dari :
1. Mutasi, yakni perubahan pada susunan nukleotida gen (ADN). Mutasi menimbulkan alel
cacat, yang mungkin dominan atau resesif.
2. Aberasi, yakni perubahan pada sususnan kromosom. Contoh cacat karena ini adalah
berbagai macam penyakit turunan sindroma.
Faktor lingkungan terdiri atas :
1. Infeksi, cacat dapat terjadi jika induk yang kena penyakit infeksi, terutama oleh virus.
2. Obat, berbagai macam obat yang diminum ibu waktu hamil dapat menimbulkan cacat pada
janinnya.
3. Radiasi, ibu hamil yang diradiasi sinar-X , ada yang melahirkan bayi cacat pada otak.
Mineral radioaktif tanah sekeliling berhubungan erat dengan lahir cacat bayi di daerah
bersangkutan.
4. Defisiensi, ibu yang defisiensi vitamin atau hormon dapat menimbulkan cacat pada janin
yang sedang dikandung.
Defisiensi Cacat
Vitamin A Mata
Vitamin B kompleks, C, D Tulang/rangka
Tiroxin Cretinisme
Somatrotopin Dwarfisme
5. Emosi, sumbing atau langit-langit celah, kalau terjadi pada minggu ke-7 sampai 10
kehamilan orang, dapat disebabkan emosi ibu.emosi itu mungkin lewat sistem hormon
(Yatim, 1994).

2.2 Alkohol dan Kafein


2.2.1 Alkohol
Berdasarkan kandungan alkoholnya, beberapa jenis minuman dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
- beer : 2-8 %
- Dry wine : 8-14 %
- Cocktail wine : 20-21 %
- Cordial : 25-40 %
- Spirits : 40-50 %
Seseorang yang mengkonsumsi minuman yang mengandung alcohol, zat tyersebut
diserap oleh lambung, masuk ke aliran darah dan tersebar ke seluruh jaringan tubuh, yang
mengakibatkan terganggunya semua system yang ada di dalam tubuh. Akibat dari
penggunaan alkohaol dalam jangka panjang adalah kegelisahan, gemetar/tremor, halusinasi,
kejang-kejang, dan bias merusak organ vital seperti otak dan hati. Bila ibu yang hamil
mengkonsumsi minuman beralkohol, akan mengakibatkan bayi yang memiliki resiko lebih
tinggi terhadap hambatan perkembangan mental dan ketidaknormalan lainnya, serta beresiko
lebih besar menjadi pecandu alkohol saat dewasanya (Anonim, 2009).

2.2.3 Kafein
Kafein, ialah senyawa berbentuk kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai peranbsanb
Psikoaktif. Kafein ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman, bernama Ferdinand Runge,
pada tahun 1819. Ia menciptakan istilah "kaffein" untuk merujuk pada senyawa kimia pada
Kopi Kafeina juga disebut Guaranina ketika ditemukan pada Guarana, Mateina ketika
ditemukan pada Mate, dan teina ketika ditemukan pada teh. Semua istilah tersebut sama-sama
merujuk pada senyawa kimia yang sama.
Kafein merupakan obat Perangsang Sistem Pusat Saraf pada manusia dan dapat mengusir
rasa Kantuk secara sementara. Minuman yang mengandung kafeina, seperti kopi,teh, dan
minuman ringan, sangat digemari. Kafein merupakan zat Psikoaktif yang paling banyak
dikonsumsi di dunia (Anonim,2011)
pengaruh kafein pada kehamilan, antara lain;
* Memengaruhi pernapasan dan detak jantung bayi dalam kandungan lewat plasenta.
* Meningkatkan detak jantung dan metabolisme ibu hamil.
* Ibu hamil jadi sulit beristirahat.
* Bisa memicu cemas atau stres akibat meningkatnya hormon epinephrine dan
norepinephrine.
* Banyak buang air kecil akibat sifat diuretik.
* Membuat cairan asam lambung meningkat dan bikin perih.
* Kehilangan kalsium tubuh.
* Mengandung fenol, membuat tubuh sulit menyerap zat besi yang sangat dibutuhkan tubuh
saat kehamilan.
* Saat hamil, tubuh butuh waktu lebih lama untuk mengeluarkan kafein. Efek kafein akan
lebih lama bagi ibu dan janin (Anonim, 2011)

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum uji keteratoganikan adalah spet/ jarum
kanul/gastric tube, silet dan seperangkat alat untuk pembedahan, botol kaca bermulut lebar,
pipet, kertas label, dan kaca pembesar.

3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum uji keteratoganikan adalah mencit (Mus
musculus), alkohol 70%, KOH, Alizarin red S, formalin 5%, garam fisiologis, gliserin,
aquadest, dan asam pikrat atau tinta cina.

3.2 Cara Kerja


Mencit (Mus musculus) disiapkan terlebih dahulu kemudian mencit (Mus musculus) betina
diamati siklus estrusnya apabila sudah berada dalam kondisi estrus, maka dicampur dengan
mencit (Mus musculus) jantan. kemudian setiap hari diamati ada tidaknya vagina plug pada
mencit betina. Apabial ada maka saat itu ditetapkan sebagai hari ke nol kehamilan. Mencit
(Mus musculus) betina yang hamil dicekok dengan alkohol TM 40% dengan dosis yang
berbeda-beda, dari 0,0 (kontrol); 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; dan 0,6 ml. Setelah hari kehamilan
yang ke 18, mencit (Mus musculus) dibunuh dan diambil embrionya untuk diamati.
Pengamatan embrio meliputi jumlah fetus seperindukan, mortalitas fetus, berat fetus, panjang
fetus, dan morfologi fetus.

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Data kelompok 1
No Perlakuan Pengamatan
1. Empat mencit (Mus musculus)
- Tanda di kepala : alfa
betina diberi tanda dengan
- Tanda di telinga : beta
menggunakan asam pikrit pada
- Tanda di badan : delta
mencit yang masih virgin - Tanda di ekor : cinta
2.
Dilakukan metode apus vagina
- alfa : siklus estrus
untuk mengetahui siklus
- beta : siklus estrus
3. estrusnya - delta : siklus estrus
- Cinta : siklus proestrus
Dikawinkan mencit betina
dengan mencit jantan dan
Berat badan awal
masing-masing dipisahkan
- Alfa : 15 gram
dalam kandang yang berbeda
- Beta : 15 gram
(satu kandang satu pasang) dan
4. - Delta : 15 gram
dirawat mencit tiap hari dan
- Cinta : 15 gram
diamati kenaikan berat badannya

- Beta dicekoki dengan alkohol 20%


Dicekoki mencit dengan kiranti
- Delta dicekoki dengan kafein
setelah diperkirakan hamil dan
- Cinta dicekoki dengan alkohol 40%
dihentikan pencekokan pada hari
5.
ke-18 kehamilan

Dibedah mencit saat hari ke-21,


sebelumnya, keempat mencit
ditimbang terlebih dahulu
Mencit beta (alkohol 20%)

Mencit 1 alfa (kontrol)


Tidak ada fetus yang ditemukan

Mencit 2 beta
Gambar delta ( dicekoki kafein)
Tidak ada fetus yang ditemukan
Mencit 3 delta

Mencit 4 Cinta Gambar Cinta (dicekoki alkohol 40%)


Tidak ada fetus yang ditemukan

4.2 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui efek teratogenik dari suatu zat (obat)
terhadap fetus mencit. Zat / obat yang digunakan dalam praktikum ini menggunakan 2
macam obat yaitu alkohol dengan konsentrasi 20% dan 40%, dan kafein. Percobaan ini
menggunakan mencit atau dalam bahasa latin disebut Mus musculus. Mencit ini memiliki
taksonomi, sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Species : Mus musculus (Linnaeus, 1978).
Mencit merupakan anggota Muridae. Ciri-ciri morfologi dari hewan ini diantaranya adalah
gigi serinya beradaptasi untuk mengerat (mengerat dan menggigit benda-benda yang keras).
Gigi seri ini terdapat pada rahang atas dan bawah, masing-masing sepasang. Gigi seri ini
secara tepat akan tumbuh memanjang sehingga merupakan alat potong yang sangat efektif.
Tidak mempunyai taring dan geraham (premolar). Berat mencit antara 10-21 gram. Hidung
runcing, badan kecil,6-10 cm. Ekor sama atau lebih panjang sedikit dari kepala dan badan,
tak berambut, 7-11 cm dan telinganya tegak (Depkes, 2009).

4.2.1 Mencit Kontrol

Add caption
Pada mencit kontrol (normal/tanpa di cekok) terdapat fetus sebanyak 9 ekor. Gambar
di samping merupakan salah satu fetus yang difoto melalui miroskop.

4.2.2 Mencit (alkohol 20%)


Gambar di samping merupakan fetus mencit yang di cekok dengan
alkohol 20%. Pada fetus di samping tampak terlihat kecacatan pada selaput di jari
kaki yang tidak senpurna membelah.

4.2.3 Mencit (alkohol 40%)

Pada mencit yang di cekok dengan alkohol 40% terdapat fetus sebanyak 8 ekor.
Gambar di samping merupakan fetus yang tampak dari mikroskop.

4.2.3 Mencit (kafein)


Pada mencit yang di cekok kefein terdapat kecacatan pada otot mata yang
tumbuhnya melintang, sehingga menghalangi pembentukan mata. Gambar di samping
merupakan fetus yang tampak dari mikroskop.
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum siklus estrus kali ini adalah bahwa
siklus estrus merupakaan siklus reproduksi pada hewan mamalia dewasa betina bukan
primate. Tahap-taha siklus estrus dimulai dari diestrus, proestrus, estrus, dan metestrus.
Mencit Luna (tanda memenjang di badan) mengalami fase estrus (tahap klimaks dari folikel
dan terjadi ovulasi) dan mencit dengan tanda di kepala dan di ekor mengalami fase proestrus
(tingkatan pembentukan folikel sampai pertumbuhan maksimum). Mencit yang mengalami
fase estrus dan proestrus siap untuk dikawinkan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim(1). 2009. http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Tikus.pdf diakses
tanggal 18 desember 2011 pukul 19.00 wib
Anonim(2). 2011. http://www.decoexp.blogspot.com diakses tanggal 18 desember 2011 pukul
19.00 wib
Anonim(3). 2011. http://female.kompas.com diakses tanggal 18 desember 2011
pukul 19.12 wib
Harris, C. L. 1992. Zoology. Harper Collins Publishers Inc: New York.
Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embryologi. Penerbit Tarsito: Bandung.

Diskusi
1. Mengapa dalam uji keteratogenikan, sediaan uji harus diberikan pada masa organogenesis
hewan bunting ?
2. Mengapa hewan yang dipilih sebagai subjek uji keteratogenikan sebaiknya memiliki daur
estrus yang teratur, anaknya banyak, masih virgin dan masa laktasinya pendek ?
3. Mengapa masa bunting hewan uji harus diakhiri beberapa waktu sebelum masa kelahiran
normal dengan cara bedah seisar ?
4. Jelaskan tujuan, sasaran dan manfaat uji keteratogenikan sesuatu obat ?

JAWABAN
1. Sediaan uji harus diberikan pada masa organogenesis hewan bunting karena pada saat
organogenesis, teratogen yang mengenai embrio pada stadium pra diferensiasi, maka
pengaruhnya senua atau sebagian besar sel – sel embrio akan rusak dan berakhir dengan
kematian embrio, tapi jika kerusakan hanya sedikit, embrio mempunyai kemampuan untuk
mengadakan kompensasi terhadap sel – sel yang rusak tadi dan embio tak mengalami
malformasi. Tetapi jika sudah terjadi fetus dan organ – organ telah terbentuk maka kepekaan
terhadap teratogen berkurang.
2. dengan daur estrus yang teratur dapat kita tentukan dengan tepat saat mencit tersebut siap
untuk kawin dengan melihat dari apusan vagina.
3. masa bunting hewan ujiharus diakhiri beberapa waktu sebelum masa kelahiran normal
dengan cara bedah seisar, agar kita tahu lebih jelas mengenai kecacatan pada embrio saat
proses organogenesis.
4. uji keteratogenikan suatu obat mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah sesuatu obat
dapat menyebabkan kelainan atau cacat bawaan pada diri janin yang dikandung hewan
untuing dan apakah cacat tersebut berkerabat dengan dosis obat yang diberikan. Kemudian
sasaran dilakukannya uji keteratogenikan ini diberikan atau digunakan selama masa
organogenesis suatu jenis hewan bunting, sedangkan manfaat dari uji ini adalah sebagai
landasan evaluasi batas aman dan resiko penggunaan sesuatu obat oeh wanita hamil,
utamanya berkaitan dengan cacat bawaan janin yang dikandungnya.

Anda mungkin juga menyukai