Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hepatitis merupakan penyakit peradangan pada hati (liver) penyebabnya dapat
bermacam-macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan. Virus yang
menyebabkan penyakit ini terdapat dalam cairan tubuh yang sewaktu-waktu dapt
ditularkan kepada orang lain. Sebagian orang yang terinfeksi virus ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Namun demikian, virus ini akan tetap berada dalam tubuh seumur
hidup.
Hepatitis berasal dari dua kata yaitu hepa (hepar/hati) dan itis (radang). Hepatitis
merupakan radang yang terjadi pada organ hati. Karena hampir seluruh tubuh penderita
berwarna kekuning-kuningan maka dalam masyarakat dikenal dengan istilah penyakit
kuning (jaundice). Namun, sebenarnya istilah sakit kuning dapat menimbulkan
kerancuan karena tidak semua sakit kuning disebabkan radang hati.
Dapat juga terjadi karena gangguan ada saluran empedu sehingga cairan mepedu
tidak dapat masuk ke dalam usus melainkan ke darah. Gejala kuning juga dapat terjadi
karena pemecahan sel darah merah yang terlalu berlebihan sehingga zat bilirubin
menyebar dalam darah. Gangguan pada organ tertentu, seperti tumor pada pankreas dan
kantung empedu atau ketidak sesuaian transfusi darah jug dapat menimbulkan warna
kuning.
Hepatitis virus akut merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam
tubuh walaupun efek yang menyolok terjadi pada hepar. Telah ditemukan 5 kategori
virus yang menjadi agen penyebab yaitu Virus Hepatitis A (HAV), VirusHepatitis B
(HBV), Virus Hepatitis C (HVC), Virus Hepatitis D (HDV), Virus Hepatitis E (HEV).
Walaupun kelima agen ini dapat dibedakan melalui petanda antigeniknya, tetapi
kesemuanya memberikan gambaran klinis yang mirip, yang dapat bervariasi darI
keadaan sub klinis tanpa gejala hingga keadaan infeksi akut yang total.
Bentuk hepatitis yang dikenal adalah HAV ( Hepatitis A ) dan HBV (Hepatitis
B). kedua istilah ini lebih disukai dari pada istilah lama yaitu hepatitis infeksiosa dan
hepatitis serum, sebab kedua penyakit ini dapat ditularkan secara parenteral dan non
parenteral.Hepatitis virus yang tidak dapat digolongkansebagai Hepatitita A atau B
melalui pemeriksaan serologi disebut sebagaiHepatitis non-A dan non-B (NANBH) dan
saat ini disebut Hepatitis C.

1
Selanjutnya ditemukan bahwa jenis hepatitis ini ada 2 macam, yang pertama
dapat ditularkan secara parenteral (Parenterally Transmitted) atau disebut PT-NANBH
dan yang kedua dapat ditularkan secara enteral (Enterically Transmitted) disebut ET-
NANBH. Tata nama terbaru menyebutkan PT-NANBH sebagai Hepatitis C dan ET-
NANBH sebagai Hepatitis E.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Jelaskan riwayat penularan hepatitis !
2. Jelaskan penyebaran penyakit hepatitis !
3. Jelaskan kondisi KLB penyakit hepatitis !
4. Jelaskan pengendalian dan pencegahan penyakit hepatitis !
5. Jelaskan penanganan dan pengobatan penyakit hepatitis !

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu agar kita dapat mengetahui
segala hal tentang penyakit hepatitis itu dan agar kita dapat terhindar dari penyakit itu.
Karena penyakit hepatitis ini sangat berbahaya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. RIWAYAT PENULARAN HEPATITIS


Penyakit Hepatitis merupakan penyakit cikal bakal dari kanker hati. Hepatitis
dapat merusak fungsi organ hati dan kerja hati sebagai penetral racun dan sistem
pencernaan makanan dalam tubuh yang mengurai sari-sari makanan untuk kemudian
disebarkan ke seluruh organ tubuh yang sangat penting bagi manusia. Hepatitis
merupakan penyakit peradangan hati karena berbagai sebab. Penyebab tersebut adalah
beberapa jenis virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan dan kerusakan pada
sel-sel dan fungsi organ hati. Hepatitis memiliki hubungan yang sangat erat dengan
penyakit gangguan fungsi hati. Hepatitis banyak digunakan sebagai penyakit yang masuk
ke semua jenis penyakit peradangan pada hati (liver). Banyak hal yang menyebabkan
hepatitis itu dapat terjadi yang tidak hanya dikarenakan adanya infeksi virus dari suatu
sumber tertentu. Penyebab hepatitis juga dapat berasal dari jenis obat-obatan tertentu,
jenis makanan tertentu atau bahkan pada hubungan seksual yang salah satu dari pasangan
memiliki penyakit hepatitis.
Penyakit hepatitis dapat menyerang siapa saja tak pandang usia. Hepatitis juga
dapat terjadi pada bayi, anak-anak, orang dewasa dan orang tua. Hepatitis yang juga
banyak melanda pada bayi dari usia 0-12 bulan, pada anak-anak diperkirakan terjadi dari
mulai usia 2- 15 tahun, orang dewasa 15-20 tahun dan orang tua diatas usia 40 tahun
keatas.
Namun hepatitis yang banyak terjadi dan dialami oleh penduduk Indonesia adalah
hepatitis B.

Gambar : virus dari jenis hepatitis yang kemudian akan merusak fungsi organ hati

3
Berikut ini adalah cara penularan virus dari hepatitis B yang banyak terjadi dan
dialami khususnya jika terjadi pada anak.
1. Penularan hepatitis B pada bayi dan anak-anak
 Jika seorang ibu yang memiliki riwayat penyakit hepatitis ketika dalam
mengandung sangat memungkinkan janin atau bayi yang dikandung juga
terjangkit jenis hepatitis yang sama, bahkan resiko lebih besar terjadi pada bayi
dibanding ibunya.
 Juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan salah satu anggota keluarga
yang menderita hepatitis B.
2. Pengaruh Infeksi Virus Hepatitis B
 Virus hepatitis B (VHB) dapat menyebabkan peradangan yang bersifat akut atau
kronis merupakan salah satu penyebab awal kanker hati.
 Jika infeksi yang terjadi pada bayi sebelum bayi berusia kurangd ari 1 tahun
memiliki resiko lebih tinggi sekitar 90 % mengidap hepatitis akut atau kronis,
namun sebaliknya jika infeksi hepatitis B terjadi pada bayi setelah berusia 2-5
tahun maka resiko dari penyakit hepatitis B akan berkurang sekitar 50 % bahkan
apabila infeksi terjadi diatas usia 5 tahun resiko penyakit hepatitis ini hanya 5-10
%.
 Diperkirakan sekitar 25 % dari anak yang teridentifikasi penyakit hepatitis kronis
dapat berlanjut mejadi dan berkembang menjadi sirosis ( kerusakan pada organ
hati dan pengerutan hati ) dan atau kanker hati dan pada orang dewasa hanya 15
% yang berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.

B. SEBARAN PENYAKIT HEPATITIS


1. Orang (People)
Kelompok yang berisiko terkena hepatitis A adalah orang yang mengkonsumsi
makanan atau minuman yang tidak terjamin kebersihannya berisiko untuk tertular
hepatitis A. Terjadinya infeksi tambahan hepatitis A pada pengidap kronik hepatitis
B atau hepatitis C sering mengakibatkan bertambah parahnya penyakit hati tersebut,
sehingga menyebabkan gagal hati.
Penyakit hepatitis dapat menyerang siapa saja tak pandang usia. Hepatitis juga
dapat terjadi pada bayi, anak-anak, orang dewasa dan orang tua. Hepatitis yang juga
banyak melanda pada bayi dari usia 0-12 bulan, pada anak-anak diperkirakan terjadi

4
dari mulai usia 2- 15 tahun, orang dewasa 15-20 tahun dan orang tua diatas usia 40
tahun keatas.
Kelompok-kelompok dalam masyarakat kita yang mempunyai risiko tertular
lebih besar untuk hepatitis, dengan kata lain yang lebih rentan dibandingkan denga
kelompok masyarakat yang lainnya, adalah :
a. Orang-orang yang berhubungan erat dan berada disekitar penderita akut ataupun
pengidap kronis Hepatitis-B.
b. Bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu pengidap penyakit ini, maka 90% dari bayi-
bayi tersebut akan terinfeksi dan menjadi pengidap penyakit ini pula.Bayi-bayi
seperti ini kemungkinan akan menderita penyakit kanker hati, jauh lebih besar
(200 kali lebih besar), bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang bukan pengidap
penyakit tersebut, pada usia lanjut dari kehidupannya.
c. Petugas kesehatan, teknisi laboratorium klinik dan petugas lainnya, yang sering
berhubungan dengan darah atau cairan tubuh yang lainnya.
d. Pasien-pasien yang harus mengikuti hemodialise (cuci darah), yang menerima
transfusi darah ataupun cairan yang lainnya, misalnya pada penderita
haemophilia, anemia, kehilangan cairan darah dan lain sebagainya.
e. Mereka yang mendapat pengobatan dengan tusuk jarum/akupunktur ataupun
orang-orang yang mencoba menghiasi dirinya dengan pemasangan tato disekujur
tubuhnya.
f. Orang-orang dengan kehidupan seks bebas, para homoseksual dan para pelacur.
g. Penyalahgunaan obat-obatan ataupun bahan-bahan narkotika yang lainnya
dengan memakai cara suntikan.
h. Pemain-pemain olahraga yang sering kontak badan satu dengan lainnya, yang
juga selalu mempunyai risiko tergores atau terluka karena benturan ataupun
kecelakaan yang lainnya.
i. Para wisatawan yang berkunjung kedaerah endemis penyakit Hepatitis-B, dengan
tingkat penularan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah asalnya.

2. Tempat (Place)
Variabel tempat merupakan salah satu variabel penting dalam epidemiologi
deskriptif karena pengetahuan tentang tempat atau lokasi KLB atau lokasi penyakit-
penyakit endemis sangat dibutuhkan ketika melakukan penelitian dan mengetahui

5
sebaran berbagai penyakit di suatu wilayah sehingga dari keterangan yang diperoleh
akan diketahui:
 Jumlah dan jenis masalah kesehatan yang ditemukan di suatu daerah.
 Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan di suatu daerah.
 Keterangan tentang faktor penyebab timbulnya masalah kesehatan di suatu
daerah.
Untuk penyebaran dan penularan virus HIV sudah sangat meresahkan
masyarakat dan badan kesehatan dunia (WHO). Namun ternyata WHO merilis virus
hepadnaviridae (Hepatitis B Virus / HBV) lebih cepat melakukan penularan bahkan
hingga 100 kali lipat lebih cepat dari penularan virus HIV.
Tanpa pernah disadari, di dunia lebih kurang 2 miliar orang atau sepertiga
penduduk dunia pernah terinfeksi virus hepatitis B. Dari angka 2 miliar itu, kurang
lebih 350 juta yang terinfeksi menjadi penyakit menahun (kronik) dan sekitar 500
ribu – 2 juta orang meninggal setiap tahunnya karena infeksi hepatitis B kronik
menjadi penyakit hati serius. Data ini menjadikan hepatitis B berada pada peringkat
kesepuluh penyebab kematian utama di dunia.
Pada acara Konferensi Media Hari Hepatitis Sedunia (27/7/2010), Dr. Unggul
Budihusodo, Sp.PD, KGEH, yang juga merupakan Ketua Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia (PPHI) dan Prof. Ali Sulaiman, PhD, Sp.PD, KGEH, FACG,
menyampaikan bahwa di Indonesia dibandingkan dari penderita HIV AIDS,
penderita hepatitis B dan C jauh lebih besar. Banyak orang yang tidak menyadari
tubuhnya telah terinfeksi virus Hepadnaviridae karena penderita hepatitis B Kronik
dapat terlihat sehat. Bahkan sekitar 70% dari yang terinfeksi HBV tidak
menunjukkan gejala apapun. Hal ini tentu saja sangat berbahaya karena jika tidak
mendapat pengobatan maka akan mengalami pengerasan hati / sirosis.
Infeksi yang paling banyak terjadi adalah pada empat tipe hepatitis yaitu A, B,
C dan E. Semua virus itu dapat menyebabkan penyakit akut dengan gejala-gejala
yang berlangsung hingga beberapa minggu termasuk kulit dan mata berwarna kuning,
urin berwarna gelap, kelelahan, mual, muntah dan sakit di perut. Sementara untuk
hepatitis B dan C, tidak ada gejala spesifik yang muncul sehingga kebanyakan orang
yang terinfeksi virus-virus ini tidak menyadari kondisi mereka hingga menderita
sirosis (pengerasan) hati bertahun-tahun kemudian.

6
WHO memperkirakan sekitar 65 persen penderita hepatitis B dan 75 persen
penderita hepatitis C tidak tahu mereka terinfeksi. Untuk hepatitis B, vaksin yang
efektif telah digunakan sejak 1982. Hepatitis A dan hepatitis E juga merupakan
masalah kesehatan yang serius dimana diperkirakan 12 juta kasus hepatitis E
diperkirakan terjadi tiap tahunnya di Asia Tenggara, atau lebih dari setengah kasus di
dunia.
Tingkat infeksi ini, terutama jika mereka merupakan suatu wabah akan
menjadi suatu hal yang membutuhkan perhatian, karena hepatitis A dan E biasanya
muncul di lingkungan yang sanitasinya buruk karena virus ini ditularkan lewat
makanan dan air.
Di banyak negara di Asia Tenggara, pembangunan yang pesat telah
menyebabkan terjadinya urbanisasi yang bermuara kepada kota dengan populasi
padat, cocok bagi penyebaran virus hepatitis A dan E.

3. Waktu (Time)
Variabel waktu merupakan faktor kedua yang harus diperhatikan ketika
melakukan analisis morbiditas dalam studi epideiologi karena pencatatan dan laporan
insidensi dan prevalensi penyakit selalu didasarkan waktu, apakah mingguan,
bulanan atau tahunan. Laporan morbiditas ini menjadi sangat penting artinya dalam
epidemiologi karena didasarkan pada kejadian yang nyata dan bukan berdasarkan
perkiraan atau estimasi. Selain itu dengan pencatatan dan laporan morbiditas dapat
diketahui adanya perubahan-perubahan insidensi dan prevalensi penyakit hingga
hasilnya dapat digunakan untuk menyusun perencanaan dan penanggulangan masalah
kesehatan.
Mempelajari morbiditas berdasarkan waktu juga penting untuk mengetahui
hubungan antara waktu dan insiden penyakit atau fenomena lain, misalnya
penyebaran penyakit saluran pernapasan yang terjadi pada waktu malam hari karena
terjadinya perubahan kelembaban udara atau kecelakaan lalu lintas yang sebagian
besar terjadi pada waktu malam hari.
Menurut WHO, dalam A Strategy for Global Action, tahun 2012, virus
hepatitis B telah menginfeksi 2 milyar orang didunia, lebih dari 350 juta orang
diantaranya merupakan pengidap virus hepatitis B kronis, 150 juta penderita hepatitis
C kronis, 350 ribu diantaranya meninggal karena hepatitis C setiap tahunnya, antara

7
850.000-1,05 juta penduduk didunia meninggal dunia setiap tahun yang disebabkan
oleh infeksi hepatitis B dan C

C. KONDISI KLB PENYAKIT HEPATITIS


Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, kejadian luar biasa ini
bermula dari adanya laporan UPT Puskesmas Dayeuhluhur II pada hari Senin tanggal 11
Pebruari 2013 dan UPT Puskesmas Wanareja I pada hari Selasa tanggal 12 Pebruari
2013 yang melaporkan bahwa di wilayah kerjanya ada peningkatan kasus hepatitis A.
Dilaporkan bahwa ada pasien yang berobat di Puskesmas dengan gejala lesu, lelah,
nafsu makan menurun, mual dan muntah diikuti dengan tanda kuning pada mata dan
kencing berwarna seperti teh.
Atas laporan tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap pada tanggal 13
Pebruari 2013 menurunkan Tim Gerak Cepat (TGC) Penanggulangan Krisis Kesehatan
akibat Wabah/KLB dan Bencana melaksanakan penyelidikan epidemiologi, yang
sebelumnya sudah dilakukan upaya penanggulangan awal oleh tim dari puskesmas.
Selain itu, juga untuk memastikan adanya peningkatan kasus Hepatitis A di Kecamatan
Wanareja dan Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap.
Tim TGC juga mengidentifikasi dan memastikan adanya Kejadian Luar Biasa
(KLB) Hepatitis A di wilayah tersebut, serta mengidentifikasi sumber penularan dan
faktor risiko.
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemeriksaan Penyakit
(B2TKLP2) Yogyakarta juga telah melakukan pengambilan dan pemeriksaan sampel
untuk penegakkan diagnose dan upaya pemutusan rantai penularan.
Kecamatan Wanareja dan Kecamatan Dayeuhluhur merupakan kecamatan yang
berada di wilayah Kabupaten Cilacap bagian barat. Kedua kecamatan ini sebagian besar
penduduknya lebih menggunakan budaya Sunda dan dalam berkomunikasi menggunakan
bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Masyarakat lebih banyak berinteraksi dengan
masyarakat di Kota Banjar karena kegiatan perekonomian lebih memungkinkan untuk
dilaksanakan di Kota Banjar.
Kasus Hepatitis A di Puskesmas Wanareja I, Kabupaten Cilacap, diketahui dari
pasien yang yang berobat ke Puskesmas Wanareja I pada tanggal 1-2 Februari 2013
dengan gejala klinis demam, mual, malas makan, lemas, selaput mata kuning (ikterik),
dan air kencing seperti air teh. Dan berdasarkan penelusuran, diketahui bahwa yang
bersangkutan sering pergi ke Kabupaten Banjar untuk berwisata dan kepergian ke Kota

8
Banjar. Informasi dari Dinas Kesehatan Kota Banjar, telah terjadi KLB Hepatitis A di
wilayah Kota Banjar pada awal Januari 2013. Sedangkan untuk Puskesmas Dayeuhluhur
diketahui pada tanggal 2 Februari 2013, dengan diagnosa dan pperilaku sama dengan
pasien Puskesmas Wanareja I.
Atas terjadinya KLB tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Cilacap bersama-sama melakukan upaya agar KLB tidak meluas
dan jumlah penderita dapat dihentikan. Memberikan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat agar masyarakat mengerti penyakit hepatitis A, masyarakat waspada
terhadap hepatitis A, masyarakat mau mencegah penularan hepatitis A melalui PHBS.
Kepada masyarakat diberikan pula penyuluhan tentang etiologi Hepatitis A, pencegahan
hepatitis A, kewaspadaan dini hepatitis A, pola hidup bersih dan sehat dan cuci tangan
pakai sabun.

D. PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN HEPATITIS


1. Pengendalian
Indonesia melihat bahwa Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat
dunia terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Bersama Brazi,
Indonesia menjadi pemrakarsa keluarnya Resolusi tentang Hepatitis Virus pada
Sidang Majelis Kesehatan Dunia (WHA) ke-63 tahun 2010. Usul ini diterima
sehingga terbitlah Resolusi 63.18 yang menyatakan bahwa Hepatitis virus menjadi
salah satu agenda prioritas WHO.
Dengan disepakatinya resolusi tersebut, diharapkan seluruh negara di dunia
dan masyarakat dunia akan memberikan perhatian serius pada Pengendalian
Hepatitis melalui gerakan pemerintah bersama masyarakat. Lebih lanjut, Indonesia
menempatkan diri sebagai teladan dalam pengendalian Hepatitis, khususnya
Hepatitis B di kawasan Asia Tenggara, sebagai wilayah yang endemis Hepatitis B.
Peranan Indonesia yang lain adalah sebagai salah satu negara penanda tangan
Melbourne Statement on Prevention of Perinatal Transmission of Hepatitis B, 7
Desember 2010 yang merupakan tindak lanjut dari Resolusi 63.18.
Demikian sambutan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2PL) Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS,
DTM&H, DTCE, saat membuka Seminar Pengendalian Hepatitis Secara
Komprehensif di Indonesia, di Jakarta (8/4). Seminar diikuti 200 orang dari lintas
Kementerian, perwakilan RS, para professional, dan LSM. Acara ini juga dihadiri

9
Presiden World Hepatitis Alliance dr. Charles Gore yang membawakan materi Viral
Hepatitis: Public Awarness and Education in Indonesia.
Dengan kehadiran Dr.Charles Gore, kita semua dapat mengambil pelajaran
dari beliau dan menunjukkan pada dunia Internasionasl bahwa Indonesia telah
memberikan komitmen terhadap pengendalian penyakit ini, jelas Prof. Tjandra.
Untuk menindak lanjuti resolusi WHA 63.28 tentang Hepatitis Virus, Dirjen
P2PL mengatakan, perlu mengkaji berbagai aspek lain dari Pengendalian Hepatitis,
seperti (1) imunisasi pada remaja dan dewasa, (2) deteksi dini, (3) akses diagnostik
dan pengobatan yang terjangkau, (4) keterpaduan antara progam Hepatitis, HIV-
AIDS dan KIA serta (5) aspek pembiayaan kesehatan yang saat ini sudah dilakukan
oleh Jamkesmas maupun Askes kedepannya diharapkan dapat menjadi bagian dari
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Prof. Tjandra menjelaskan, hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007
menunjukkan prevalensi Hepatitis B sebesar 9,4%. Ini berarti 1 dari 10 penduduk
Indonesia pernah terinfeksi Hepatitis B. Bila dikonversikan dengan jumlah
penduduk Indonesia maka jumlah penderita Hepatitis B di negeri ini mencapai 23
juta orang.
Hepatitis B adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, tambah Dirjen
P2PL. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan pemberian imunisasi.
Pengendalian Hepatitis B dimulai dari penanganan pada Ibu hamil yang mengidap
Hepatitis serta pemberian imunisasi pada bayi yang dilahirkan akan memutus mata
rantai pertama penularan penyakit Hepatitis. Pemberian imunisasi pada bayi ini
merupakan langkah kunci dalam menciptakan generasi baru yang bebas Hepatitis B.
Sejak dua dasawarsa yang lalu, Indonesia mulai melaksanakan Imunisasi
Hepatitis B. Kegiatan ini diawali dengan pilot project imunisasi pada bayi yang
dilakukan selama 10 tahun dari tahun 1987-1997, kegiatan ini dimulai di Pulau
Lombok yang kemudian dikembangkan di provinsi-provinsi lain. Pada bulan April
1997 imunisasi Hepatitis B masuk dalam program imunisasi nasional. Adapun
strategi penggunaan Uniject untuk imunisasi pada bayi baru lahir dilaksanakan sejak
tahun 2003. Strategi imunisasi pada bayi baru lahir ini kemudian diadopsi oleh
WHO dan dilaksanakan oleh negara-negara lain. Saat ini tercatat 177 negara telah
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Selain Hepatitis B, Hepatitis A dan C juga perlu mendapat perhatian. Hepatitis
A sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Sementara Hepatitis C sampai

10
saat ini belum tersedia vaksinnya, sehingga upaya pencegahan melalui promosi
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), menghindari perilaku berisiko serta
penapisan darah donor menjadi hal yang utama.
Menurut Dirjen P2PL, keberhasilan pengendalian Hepatitis sangat ditentukan
oleh dukungan semua pihak. Prof Tjandra Yoga berharap kepada Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan untuk mekembangkan pendidikan kesehatan bagi
pelajar dan mahasiswa mengenai cara pencegahan dan penularan Hepatitis.
Perusahaan farmasi di bawah Kementerian Negara BUMN diharapkan dapat
menyediakan obat Hepatitis dengan harga terjangkau. Sementara itu peran lembaga
donor dunia diperlukan dalam pendampingan dana pemerintah.

2. Pencegahan
Hepatitis memiliki banyak tipe, untuk mencegah penyakit hepatitis agar tidak
menjangkit dan berkembang semakin parah perlu dilakukan upaya pencegahan yang
lebih signifikan. Setiap tipe hepatitis memiliki pencegahan tersendiri dengan cara
yang berbeda dari setiap tipe hepatitis.
Berikut ini akan diberikan beberapa ulasan upaya pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menangani masalah penyakit hepatitis dengan beragam tipe,
diantaranya :
a. Upaya pencegahan untuk Hepatitis A (HAV)
Penyakit hepatitis dapat menghinggap siapa saja tidak memandang segi usia
atau faktor ekonomi. Hepatitis dapat menyerang mulai dari balita, anak-anak
hingga orang dewasa. Untuk hepatitis A bila menyerang anak-anak mulai dari 1-
18 tahun dapat dilakukan vaksinasi dengan pemberian dosis vaksin 2 atau 3 tetes
dosis vaksin sesuai dengan standar pengobatan. Sedangkan untuk orang dewasa
dengan pemberian vaksinasi yang lebih besar dengan jangka waktu pemberian
vaksin 6-12 bulan setelah dosis pertama vaksin.
Dengan pemberian vaksinasi ini merupakan upaya pencegahan yang efektif
dapat bertahan 15-20 tahun atau lebih. Pemberian vaksin bertujuan mencegah
sebelum terjadinya infeksi dari virus hepatitis A dan memberikan perlindungan
terhadap virus sedini mungkin 2-4 minggu setelah vaksinasi.
Pemberian vaksinasi untuk hepatitis A, diberikan kepada :
 Mereka yang menggunakan obat-obat terlarang (psikotropika/narkoba) dengan
menggunakan jarum suntik.
11
 Mereka yang bekerja sebagai pramusaji, terutama mereka yang memiliki
makanan yang kurang mendapatkan perhatian akan keamanan dan kebersihan
dari makanan itu sendiri.
 Orang yang tinggal dalam satu pondok atau asrama yang setiap harinya
berkontak langsung. Mungkin diantara penghuni pondok asrama memiliki
riwayat penyakit hepatitis A.
 Balita dan anak-anak yang mungkin tinggal dalam lingkungan yang memiliki
tingkat resiko yang lebih tinggi akan hepatitis.
 Seseorang yang suka melakukan oral seks/anal.
 Seseorang yang teridentifikasi penyakit hati kronis.
Menjaga kebersihan terhadap diri pribadi dan lingkungan sekitar tempat
tinggal merupakan upaya awal yang sangat penting sebagai proses pencegahan
lebih dini sebelum terjangkit atau mengalami resiko yang lebih tinggi terhadap
serangan penyakit hepatitis. Selalu menjaga kebersihan dengan mengawali
langkah yang mudah salah satunya dengan cara membiasakan diri untuk mencuci
tangan sebelum dan sesudah menyentuh sesuatu.
Namun bagi mereka yang suka berpergian ke luar negeri yang mungkin di
negara tersebut memiliki sanitasi yang kurang baik sebagai pencegahan tak ada
salahnya untuk melakukan vaksinasi minimal 2 bulan sebelum melakukan
perjalanan ke luar negeri. Akan tetapi bagi mereka yang sudah teridentifikasi
terkena virus hepatitis A (HAV), globulin imun (IG) harus diberikan sesegera
mungkin dengan pemberian vaksin minimal 2 minggu setelah teridentifikasi virus
hepatitis A.

Gambar : Contoh alur pemberian vaksinasi dan dosis vaksin pada bayi mulai dari usia
0-6 bulan

12
b. Upaya pencegahan untuk Hepatitis B (HBV)
Pemberian vaksinasi ini juga dinilai sangat optimal dan efektif bagi mereka
yang teridentifikasi hepatitis B dan dapat membantu memberikan perlindungan
kurang lebih selama 15 tahun. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
menuturkan bahwa semua bayi yang baru lahir dan mereka yang sudah berusia
sampai dengan 18 tahun dan dewasa diwajibkan untuk diberikan vaksin sebagai
upaya perlindungan dan pencegahan terhadap resiko infeksi divaksinasi. Dengan
pemberian 3 suntikan pada jangka waktu 6-12 bulan wajib memberikan
perlindungan penuh.
Semua anak, para remaja dan orang dewasa pun serta mereka yang aktif
secara seksual perlu diberikan vaksinasi. Terutama bagi mereka yang bekerja
langsung menangani darah atau produk darah seperti pendonor atau pekerja
laboratoruim setiap harinya harus diberikan vaksin. Mereka yang menggunakan
obat terlarang dengan menggunakan jarum suntik juga sangat dilarang untuk
saling bergantian atau menggunakan jarum suntik yang sama, sedotan kokain atau
jenis lainnya.
c. Upaya pencegahan Hepatitis C (HCV)
Tidak ada vaksin untuk mencegah virus dari hepatitis C ini . Pemberian
vaksin pada hepatitis A dan B tidak memberikan sistem imunitas atau kekebalan
terhadap virus hepatitis C. Hanya saja upaya preventif untuk mencegah dan
mengobati virus hepatitis C ini yang mungkin dapat dilakukan adalah sama
halnya dengan pemberian vaksin yang sama seperti hepatitis B.

E. PENANGANAN DAN PENGOBATAN HEPATITIS


1. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis A
Penderita yang menunjukkan gejala hepatitis A seperti minggu pertama
munculnya yang disebut penyakit kuning, letih dan sebagainya diatas, diharapkan
untuk tidak banyak beraktivitas serta segera mengunjungi fasilitas pelayan kesehatan
terdekat untuk mendapatkan pengobatan dari gejala yang timbul seperti paracetamol
sebagai penurun demam dan pusing, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh
dan nafsu makan serta obat-obatan yang mengurangi rasa mual dan muntah.
2. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis B
Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang ditegakkan
maka akandilakukan periksaan darah. Setelah diagnosa ditegakkan sebagai Hepatitis

13
B, maka ada cara pengobatan untuk hepatitis B, yaitu pengobatan telan (oral) dan
secara injeksi.
a. Pengobatan oral yang terkenal adalah pemberian obat Lamivudine dari kelompok
nukleosida analog, yang dikenal dengan nama 3TC. Obat ini digunakan bagi
dewasa maupun anak-anak, Pemakaian obat ini cenderung meningkatkan enzyme
hati (ALT) untuk itu penderita akan mendapat monitor bersinambungan dari
dokter.
b. Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera). Pemberian secara oral akan lebih
efektif, tetapi pemberian dengan dosis yang tinggi akan berpengaruh buruk
terhadap fungsi ginjal.
c. Pemberian obat Baraclude (Entecavir). Obat ini diberikan pada penderita Hepatitis
B kronik, efek samping dari pemakaian obat ini adalah sakit kepala, pusing, letih,
mual dan terjadi peningkatan enzyme hati. Tingkat keoptimalan dan kestabilan
pemberian obat ini belum dikatakan stabil.
d. Pengobatan dengan injeksi/suntikan adalah pemberian suntikan Microsphere yang
mengandung partikel radioaktif pemancar sinar ß yang akan menghancurkan sel
kanker hati tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya. Injeksi Alfa Interferon
(dengan nama cabang INTRON A, INFERGEN, ROFERON) diberikan secara
subcutan dengan skala pemberian 3 kali dalam seminggu selama 12-16 minggu
atau lebih. Efek samping pemberian obat ini adalah depresi, terutama pada
penderita yang memilki riwayat depresi sebelumnya. Efek lainnya adalah terasa
sakit pada otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan demam yang hal ini dapat
dihilangkan dengan pemberian paracetamol.
3. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis C
Saat ini pengobatan Hepatitis C dilakukan dengan pemberian obat seperti
Interferon alfa, Pegylated interferon alfa dan Ribavirin. Adapun tujuan pengobatan
dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh anda sedini mungkin untuk
mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati.
Pengobatan pada penderita Hepatitis C memerlukan waktu yang cukup lama bahkan
pada penderita tertentu hal ini tidak dapat menolong, untuk itu perlu penanganan
pada stadium awalnya.

14
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hepatitis merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena. penyakit ini
menyerang hati. hepatitis diklasifikasikan menjadi hepatitis a, b, c, d, e. gejala-gejala dari
hepatitis antara lain hilang selera makan, loyo, demam, muntah-muntah, kesakitan pada
perut, keletihan, penyakit kuning, air kencing kotor, najis berwarna pucat.
Tanpa pernah disadari, di dunia lebih kurang 2 miliar orang atau sepertiga
penduduk dunia pernah terinfeksi virus hepatitis B. Dari angka 2 miliar itu, kurang lebih
350 juta yang terinfeksi menjadi penyakit menahun (kronik) dan sekitar 500 ribu – 2 juta
orang meninggal setiap tahunnya karena infeksi hepatitis B kronik menjadi penyakit hati
serius. Data ini menjadikan hepatitis B berada pada peringkat kesepuluh penyebab
kematian utama di dunia.
Untuk menindak lanjuti resolusi WHA 63.28 tentang Hepatitis Virus, Dirjen
P2PL mengatakan, perlu mengkaji berbagai aspek lain dari Pengendalian Hepatitis,
seperti (1) imunisasi pada remaja dan dewasa, (2) deteksi dini, (3) akses diagnostik dan
pengobatan yang terjangkau, (4) keterpaduan antara progam Hepatitis, HIV-AIDS dan
KIA serta (5) aspek pembiayaan kesehatan yang saat ini sudah dilakukan oleh
Jamkesmas maupun Askes kedepannya diharapkan dapat menjadi bagian dari Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

B. SARAN
Sebaiknya setiap orang dapat berhati-hati dan selalu menjaga
kebersihanlingkungan agar terhindar dari virus-virus yang dapat mengakibatkan
hepatitis.tentunya sebagai petugas kesehatan yang amat rentan tertular dari penderita
haruslebih sigap dan memperhatikan kesterilan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, azrul.1999. Pengantar Epidemologi. Jakarta: Binarupa Aksara

Budiarto, eko dkk. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kasjomo, Subaris Heru dkk. 2008. Intisari Epidemiologi. Jakarta: Mitra Cendikia Press

Timmreck, Thomas C. dkk. 2005. Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

http://ackogtg.wordpress.com/2008/07/29/hepatitisa/

http://veniwulandari.blogspot.com/2009/03/hepatitis.html

http://penyakithepatitis.org/pencegahan-hepatitis-a-hepatitis-b-hepatitis-c/

http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2271

16

Anda mungkin juga menyukai