BAGIAN I
PENDAHULAUAN
A. Latar Belakang
Semenjak terjadinya revolusi industri di Inggris pada akhir abad ke -18 dan awal abad ke-
19, industri mulai berkembang ke seluruh Eropa Barat dan Amerika Utara kemudian keseluruh
dunia. Dampak dari revolusi industri adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja di kawasan
industri yang sebelumnya para pekerja lebih banyak bekerja di sektor nonindustri.
Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam sektor industri tentu saja membawa dampak
terhadap keadaan sosial masyarakat. Dampak yang ditimbulkan dari adanya perkembangan
industri berupa dampak positif dan dampak negatif. Salah satu contoh dampak negatif yang
ditimbulkan adalah penurunan kondisi kesehatan dan keselamatan para pekerja dikarenakan
keadaan pekerja dilapangan atau di dunia industri belum dilindungi sistem pencegahan dan
penanggulangan bahaya dunia industri terhadap keselamatan jiwa baik secara langsung maupun
dalam jangka waktu yang lama.
Untuk itu diperlukan suatu sistem penanggulangan bahaya yang disebut dengan kesehatan
dan keselamatan kerja, dan salah satu indikator penting pelaksanaannya adalah penerapan alat
pelindung kerja.
Alat pelindung kerja bertujuan untuk melindungi para pekerja dari kemungkinan resiko
bahaya yang dapat mengancam keselamatan jiwa. Tentu saja alat pelindung kerja harus
mempunyai standarisasi dan spesifikasi sesuai dengan fungsinya untuk menanggulangi jenis
bahaya tertentu. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas macam-macam alat pelindung diri,
perancangan, pembuatan, sertifikasi dan penerapannya dalam industri atau dunia kerja.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah-
masalah yakni sebagai berikut:
1. Apa dasar hukum dari adanya alat pelindung diri?
2. Apa definisi dari alat pelindung diri?
3. Meliputi apa saja alat pelindung diri itu?
4. Bagaimana sistem perencanaan, pembuatan, sertifikasi dan label alat pelindung diri itu?
5. Tempat kerja seperti apa yang wajib menggunakan alat pelindung diri?
6. Apa kewajiban dan hak pekerja serta pengusaha terhadap penerapan alat pelindung diri?
B. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui dasar hukum dari adanya alat pelindung diri.
2. Untuk mengetahui defenisi alat pelindung diri.
3. Untuk mengetahui macam-macam alat pelindung diri.
4. Untuk mengetahui sistem perencanaan pembuatan, sertifikasi dan label alat pelindung diri.
5. Untuk mengetahui tempat-tempat kerja yang wajib menggunakan alat pelindung diri.
6. Untuk mengetahui kewajiban dan hak pekerja serta pengusaha terhadap penerapan alat
pelindung diri.
BAGIAN II
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang
Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4).
2. Undang-undang No.3 Tahun 1969 tentang ratifikasi Konvensi ILO No.120 mengenai Higiene
Dalam Perniagaan dan Kantor-kantor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor
14).
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918).
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4279).
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu.
B. Pengertian Alat Pelindung Pendiri
Alat Pelindung Diri selanjutnya disebut APD adalah seperangkat alat yang digunakan oleh
tenaga kerja untuk melindungi seluruh dan atau sebagian tubuh dari adanya kemungkinan potensi
bahaya dan kecelakaan kerja. (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia NomorPer.08/MEN/VII/2010).
C. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri meliputi :
1. Alat pelindung kepala.
2. Alat pelindung mata dan muka.
3. Alat pelindung pernapasan.
4. Alat pelindung telinga.
5. Alat pelindung tangan.
6. Alat pelindung kaki.
7. Alat pelindung badan (pakaian pelindung)
8. Alat pelindung pekerjaan di ketinggian.
9. Alat pelindung pekerjaan di atas, di permukaan dan di dalam air.
Pengujian alat pelindung diri dapat dilakukan di laboratorium di dalam dan di luar negeri
yang telah mendapat akreditasi dari lembaga yang berwenang. Label berupa logo K3 dan nomor
pendaftaran wajib dilekatkan pada produk alat pelindung diri yang telah mendapat nomor
pendaftaran dan sertifikat kelayakan. Dalam hal ini tidak dapat dilekatkan pada alat pelindung
diri, label wajib dilekatkan pada kemasan, pembungkus atau buku manual alat pelindung diri.
Ada penetapan dan diwajibkan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan atau Ahli
Keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. Pemilihan alat pelindung diri wajib melibatkan
wakil pekerja/buruh. Pengurus wajib menyediakan alat pelindung diri dalam jumlah yang cukup
dan sesuai dengan jenis potensi bahaya dan jumlah pekerja/buruh.
Begitu juga pekerja wajib untuk memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
Wajib merawat dan menjaga alat-alat perlindungan diri yang diberikan , berhak meminta kepada
pengurus atau pengusaha alat perlindungan diri yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan.
berhak menyatakan keberatan kerja atau mogok kerja bila:
1. Tidak tersedia alat pelindung diri yang memadai.
2. Meragukan kehandalan alat pelindung diri yang disediakan oleh pengurus atau pengusaha.
3. Dilarang menperjualbelikan alat pelindung diri yang disediakan.
Dilarang mengganti alat pelindung diri yang disediakan pengurus atau pengusaha untuk
keperluan bekerja dengan jenis lain yang mutu dan kualitasnya tidak setara.
4.2 Pembinaan
Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang alat-
alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan melalui program pembinaan alat
pelindung diri.dilaksanakan dengan cara :
1. Pembinaan bagi tenaga kerja baru atau yang baru ditempatkan;
2. Pembinaan dan latihan berkala setiap tahun;
Pengurus atau pengusaha wajib memiliki dokumentasi program pembinaan alat
pelindung diri.
4.3 Perawatan
Alat pelindung diri yang telah dipakai seorang tenaga kerja tidak boleh dipakai tenaga
kerja lain kecuali bila alat pelindung diri sudah dibersihkan. Alat pelindung diri yang
terkontaminasi oleh debu atau serat dan bahan kimia berbahaya dilarang untuk dibawa
pulang.Pengurus harus menyediakan tempat penyimpanan khusus untuk alat pelindung
diri.Penggantian salah satu komponen atau seluruh komponen alat pelindung diri harus diketahui
oleh Petugas Penatalaksana Alat Pelindung Diri atau Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
perusahaan.Perusahaan harus memiliki dokumentasi perawatan alat pelindung diri.
BAGIAN III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sangat diperlukan di dalam dunia kerja untuk
melindungi para pekerja terhadap kemungkinan potensi resiko kecelakaan yang bisa terjadi.
Untuk itu pemerintah menetapakan peraturan-peraturan yang berkaitan tentang penggunaan dan
penerapan APD di dunia kerja.
Jenis-jenis APD bermacam-macam disesuaikan dengan fungsinya untuk melindungi
objek yang dirasa perlu untuk dilindungi.
Pembuatan APD harus sesuai dengan acuan Standard Nasional Indonesia (SNI) atau
standard internasional. Kelayakan penggunaan APD ditentukan oleh hasil pengujian kelayakan
oleh lembaga terakreditasi yang selanjutnya jika telah terpenuhi akan diberikan sertifikat
kelayakan dan nomor pendaftaran.
Tempat kerja yang wajib memakai APD dibagi menjadi tiga yakni tempat kerja yang
resiko bahayanya disebabkan faktor kimia dan fisika, tempat kerja pengolahan dan pertambangan
mineral serta logam, dan terakhir adalah tempat kerja yang berlokasi dekat air atau di air.
Kewjiban pengusaha sebagai pelaksana industri adalah mengadakan APD bagi
pekerjanya, memastikan penerapan di lapangan bisa dalam bentuk perawatan, pemberian APD
yang baru bagi pekerja, pemusnahan APD yang sudah tidak layak pakai,pembinaan terhadap
pekerja, dan penunjukan petugas penatalaksana alat pelindung diri.
B. SARAN
Penerapan Alat Pelindung Diri harus lebih dioptimalkan sebagai bagian dari sistem
kesehatan dan keselamatan kerja. Pemerintah perlu membuat undang-undang yang lebih tegas di
dalam mengatur sangsi-sangsi terhadap pelanggar undang-undang tentang kesehatan dan
keselamatan kerja. Selain itu kesadaran dari para pekerja tentang kesehatan dan keselamatan
kerja juga harus lebih ditingkatkan. Karena pada umumnya kecelakaan-kecelakaan kerja yang
terjadi di dunia industri adalah akibat faktor kelalaian pekerja itu sendiri.
DAFTAR RUJUKAN