Anda di halaman 1dari 15

BAB 4

PEMBAHASAN

Bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan keluarga dengan masalah

keperawatan pada salah satu anggota keluarga yang mengalami gizi buruk di

Puskesmas Wungu Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun dan untuk

membandingkan antara kenyataan dengan konsep teori berdasarkan referensi

maupun yang diterima melalui perkuliahan, penulis mengangkat 2 diagnosa

yaitu : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan kekurangan

nutrisi dan resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam melakukan stimulasi pada balita.

Sesuai dengan maksud dalam pembahasan karya tulis ini bahwa dalam BAB 4

(pembahasan) akan dikemukakan kesenjangan-kesenjangan antara asuhan

keperawatan keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami gizi buruk di

Puskesmas Wungu Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Berikut merupakan uraian tentang kesenjangan yang ditemukan penulis.

4.1 Pengkajian
Penulis dalam pengkajian memperoleh data subjektif dari keluarga dengan

anggota keluarga yang mengalami gizi buruk. Disamping itu penulis juga

memperoleh data objektif melalui pemeriksaan fisik dan yang lainnya.

Anggota keluarga yang kooperatif sangat membantu penulis dalam

pengumpulan data. Tahap pengkajian terdapat beberapa perbedaan dan


persamaan antara teori konsep keperawatan dengan pengkajian pada kasus

nyata yang didapat dari anggota keluarga yang mengalami gizi buruk.
Dari data pengkajian keluarga didapatkan data Ny. S dan Tn. W

berpendidikan terakhir SMP dan Tn. W bekerja sebagai petani sedangkan Ny.

S sebagai ibu rumah tangga. Menurut Friedman (2010) diketahui bahwa

pendidikan berpengaruh pada kemampuan dalam mengatur pola makan dan

pentingnya asupan gizi bagi balita. Sedangkan pekerjaan yang terlalu sibuk

bagi orang tua mengakibatkan perhatian orang tua terhadap tumbuh kembang

anak tidak ada. Didapatkan kesenjangan yang berbeda antara teori dengan

kasus nyata karena pekerjaan orang tua An. A tidak terlalu sibuk, mungkin gizi

buruk An. A disebabkan karena faktor lainnya.


Saat dilakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik Ibu S mengatakan An. A

susah kalau disuruh makan, An. A tidak suka makan sayur, kebiasaan makan

An. A dalam sehari tidak menentu, makan hanya habis 3-4 sendok. Hasil

pemeriksaan fisik yang didapatkan pada An. A yaitu badan kurus, rambut

lurus, rambut berwarna pirang, dan tipis, BB 10 kg dengan tinggi 100 cm,

lingkar lengan atas (LILA) 13 cm dan lingkar kepala (LK) 49 cm, konjungtiva

anemis, warna rambut kecoklatan, kulit tampak pucat, menu makan anak tidak

seimbang. Menurut Pudiastuti (2011), penyebab terjadinya gizi kurang yaitu

pola makan yang salah, anak sering sakit dan perhatian yang kurang, infeksi

penyakit, kurangnya asupan gizi dan berbagai hal buruk yang terkait dengan

kemiskinan. Menerut Nuzula (2016), gizi kurang dipengaruhi oleh dua faktor,

yaitu faktor penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung gizi

kurang adalah kurang adekuatnya intake makanan yang mengandung protein

dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh, perbedaan sosial dan budaya tentang
kebiasaan makan yang mempengaruhi nutrisi, kurang pengetahuan tentang

nutrisi, kelebihan makanan baik dalam jumlah maupun kualitas yang tidak

dibutuhkan oleh tubuh, adanya penyakit yang menyertai seperti pencernaan,

absorbsi makanan, gagal menyusun menu berdasarkan tingkat istirahat dan

aktifitas menurut Purwaningrum dan Wardani (2011 dalam Nuzula, 2016).

Sedangkan faktor penyebab tidak langsung antara lain pengetahuan ibu,

pendidikan ibu, penghasilan keluarga, pola pengasuhan anak dan riwayat

pemberian ASI ekslusif. Menurut asumsi peneliti pola makan dan asupan

nutrisi sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada anak.


Tipe keluarga Ny. S adalah keluarga inti karena Ny. S tinggal dengan

suami dan anaknya. Menurut Padila, 2012 biasanya keluarga yang mempunyai

balita dengan gizi buruk mempunyai jumlah anggota keluarga yang banyak

sehingga kebutuhan nutrisi anak tidak terpenuhi. Hal ini ditemukan kesamaan

antara teori dan kasus nyata, karena pada kasus nyata dalam keluarga terdapat

3 anak dengan status ekonomi keluarga tergolong menengah ke bawah hal ini

dijelaskan oleh Sussman (1974) dan Macklin (1998). Fungsi ekonomi

melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup finansial,

ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan

keputusan. Pendapatan keluarga yang terlalu rendah menyebabkan keluarga

tidak mampu membeli kebutuhan gizi anak, sehingga anak mengalami gizi

kurang. Asumsi penulis yaitu anak kurang gizi karena status ekonomi

keluarga.
Tahap perkembangan keluarga saat ini memasuki tahap ke IV, yaitu tahap

keluarga dengan anak pertama usia 12 tahun. Menurut Padila (2012), tahap

keluarga ini mempunyai tugas keluarga dapat mensosialisasikan anak-anak,


dapat meningkatkan prestasi sekolah dan mempertahankan hubungan

pernikahan yang memuaskan. Menurut Gusti, 2013 biasanya keluarga dengan

gizi buruk berada pada tahap perkembangan keluarga dengan anak pra

sekolah. Sedangkan pada keluarga ini pada tahap anak sekolah jadi ditemukan

perbedaan yang signifikan. Keluarga ini sudah mampu memenuhi tugas

perkembangan sesuai dengan teori. Hal ini dibuktikan hasil pengkajian bahwa

anak dari Ny. S selalu belajar untuk mencapai prestasi yang membanggakan.
Pada pengkajian lingkungan, keluarga mempunyai kondisi rumah yang

bersih dan beralaskan plester. Dalam pengkajian ini juga didapatkan kondisi

komunitas keluarga yang rata-rata menengah kebawah dan tingkat kepadatan

penduduk sedang. Keluarga mempunyai hubungan baik dengan warga sekitar

tempat tinggal. Menurut Friedman, 2010 biasanya keluarga dengan gizi buruk

mempunyai keuangan yang tidak mencukupi kebutuhan anak sehingga luas

rumah tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarga. Tidak ditemukan

perbedaan yang signifikan antara teori dan kasus nyata.


Pada pengkajian struktur keluarga, keluarga mempunyai pola komunikasi

yang fungsional. Dan pengambil keputusan dari keluarga adalah Ny. S sebagai

istri dan ibu rumah tangga meskipun proses pemutusan dilakukan secara

musyawarah. Hal ini sesuai yang disebutkan Robert Mac Iver dan Charles

Horton dan ditinjau dari hasil pengkajian yang menyebutkan jika anggota

keluarga mengalami sakit, keluarga akan mendiskusikan tindakan yang akan

dilakukan seperti berobat ke puskesmas.


Dalam pengkajian fungsi keluarga, keluarga mampu memenuhi komponen

dalam menjalankan fungsi afektif seperti yang disebutkan dalam Friedman

(1998), yakni: saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima dan

mendukung, saling menghargai dan ikatan dan identifikasi. Pada fungsi


sosialisasi, kedua keluarga juga mampu berinteraksi sosial dan belajar

berperan dalam lingkungan sosial sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Gegas (1979) dan Friedman (1998). Secara teori, terdapat lima tugas

kesehatan keluarga dalam menjalankan fungsi perawatan kesehatan. Pada

keluarga Ny. S belum efektif dalam memberi perawatan pada anggota

keluarga yang sakit. Hal ini belum sesuai dengan tugas kesehatan keluarga

yang disebutkan oleh Padila (2012).

Pada keluarga terdapat masalah yang menjadi stressor bagi keluarga Ny.

S, yaitu: masalah kesehatan yang dialami An. A. Sesuai dengan yang

dikemukakan oleh White (1974, dalam Friedman, 1989) keluarga mampu

menghadapi stressor secara fungsional dengan tiga strategi untuk adaptasi

individu, yaitu mekanisme pertahanan, strategi koping dan penguasaan. Jadi

pada keluarga Ny. S belum bisa memecahkan koping yang ada pada

keluarga.

Dalam pengkajian pola kebiasaan sehari-hari didapatkan kebiasaan An.

A malas makan, makan hanya 3-4 sendok, lingkungan yang kurang bersih,

kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu dan ditemukan data dari

pemeriksaan fisik yaitu badan kurus, konjungtiva anemis, rambut pirang.

Menurut penulis hal tersebut yang dapat menyebabkan gizi buruk pada An.

A menurut Maryunani Anik (2010, h. 344) penyebab secara umum adalah

kekurangan kalori dan protein. Terdapat beberapa faktor yang menjadi

penyebab gizi buruk pada anak, antara lain : jarak antara usia kakak dan

adik yang terlalu dekat ikut mempengaruhi, anak yang mulai bisa berjalan

mudah terkena infeksi atau juga tertular oleh penyakit-penyakit lain,


lingkungan yang kurang bersih, sehingga anak udah sakit-sakitan,

kurangnya pengalaman orang tua terutama ibu mengenai gizi, kondisi sosial

ekonomi keluarga yang sulit, selain karena makanan, anak kurang gizi bisa

juga adanya penyakit bawaan yang memaksa anak harus dirawat.

4.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan keluarga mengacu pada P-E-S dimana untuk

problem (P) dapat digunakan tipologi dari (NANDA, 2015-2017) dan etiologi

(E) berkenaan dengan 5 tugas keluarga dalam hal kesehatan/keperawatan

menurut (Friedman, 2010). Pada perumusan diagnosa yang didapatkan dari

analisa data berdasarkan data subjektif dan objektif. Diagnosa yang muncul

dan ditemukan pada tinjauan teori dengan kasus mengenai masalah gizi

kurang terdapat sedikit perbedaan. Dalam teori terdapat 3 diagnosa

keperawatan, tetapi di kasus terdapat 2 diagnosa keperawatan, diantaranya :

a. Ketidakseimbangan nurtrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan

kekurangan nutrisi.
b. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam melakukan stimulasi pada anak.

Dari beberapa masalah yang didapatkan dalam kasus ditentukan 2

diagnosa yang dipilih berdasarkan prioritas masalah. Masalah yang didapatkan

adalah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang

sakit, keluarga tn. W data ini didukung oleh data subjektif : Ny. S mengatakan

kurang mengetahui tentang nutrisi dan cara perawatan gizi buruk, nafsu makan
kurang, menu makan nasi, tempe dan sayur, makan hanya habis 3-4 sendok.

Menu tidak bervariasi, berat badan klien sulit mengalami kenaikan. Data

obyektif berat badan 10 kg dan klien terlihat kurus, kurang aktif dan lesu,

tampak kurus, konjungtiva anemis, warna rambut kecoklatan, kulit tampak

pucat. Menurut analisa penulis kurangnya asupan nutrisi pada anak dapat

menyebabkan gizi kurang ditandai juga dengan BB yang tidak sesuai dengan

usia anak. Lain halnya dengan penelitian Nuzula (2016), menjelaskan bahwa

status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan

(TB) yang disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat

badan per umur (BB/U) atau underweight, tinggi badan per umur (TB/U) atau

stunting, dan berat badan per tinggi badan (BB/TB) atau wasting. Diagnosa

pertama ini sesuai dengan teori Friedman (2010) menjelaskan bahwa salah

satu fungsi keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan. Fungsi fisik keluarga

dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal,

perawatan kesehatan, dan perlindungan terhadap bahaya. Pelayanan dan

praktik kesehatan (yang mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga

secara individual) adalah fungsi keluarga yang paling relevan bagi perawat

keluarga. Kurangnya kemampuan keluarga untuk memfasilitasi kebutuhan

balita terutama pada asupan makanan dapat menyebabkan balita mengalami

gizi kurang.

Diagnosa kedua yaitu resiko keterlambatan pertumbuhan dan

perkembangan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam

memberikan stimulasi pada anak data subyektif Ny. S mengatakan nafsu

makan kurang, menu makan nasi, tempe dan sayur. Menu tidak bervariasi,
berat badan klien sulit mengalami kenaikan. Data obyektif berat badan 10 kg

dan klien terlihat kurus, kurang aktif dan lesu dengan tinggi 100 cm, lingkar

lengan atas (LILA) 13 cm dan lingkar kepala (LK) 49 cm. Gizi kurang dapat

membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan fisik maupun mental. Hasil

pengkajian ini sesuai dengan teori DEPKES (2012) yang menjelaskan bahwa

indikator dalam menentukan anak mengalami keterlambatan pertumbuhan

perkembangan sesuai usia dapat diketahui menggunakan instrumen SDIDTK.

4.3 Intervensi/Rencana Keperawatan

Pada umumnya perencanaan tindakan keperawatan dari masalah yang

ditemukan pada kasus nyata tidak jauh beda dengan perencanaan yang

terdapat pada tinjauan pustaka. Penulis membuat perencanaan pada masalah

yang terdapat pada kasus nyata sesuai dengan teori yang ditulis oleh Imam

Subekti, Dkk (2005) hanya terdapat modifikasi perencanaan yang disesuaikan

dengan keadaan klien dan perawatan yang ada sehingga rencana tindakan

dapat dilaksanakan lebih terarah. Dan berdasarkan masalah yang terjadi pada

pasien dengan memperhatikan kondisi fisik, sosial ekonomi keluarga, sarana

prasarana yang ada pada rumah sakit. Rencana tindakan harus disesuaikan

dengan masalah yang ditemukan pada klien.

a. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan

kekurangan nutrisi.
Tujuan : setelah dilakukan kunjungan sebanyak lima kali selama 45- 60

menit, keluarga mampu mengenal, memutuskan, dan merawat anggota

keluarga dengan ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan


tubuh. Kriteria hasil : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama

45-60 menit, keluarga mampu : mengenal masalah (menjelaskan kembali

pengertian, penyebab, tanda dan gejala, dampak yang ditimbulkan dari

ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh. Intervensi : 1)

gali pengetahuan keluarga tentang gizi buruk, 2) diskusikan bersama

keluarga tentang pengertian gizi buruk, 3) jelaskan kepada keluarga

penyebab gizi buruk, 4) jelaskan tanda dan gejala gizi buruk pada balita,

5) jelaskan dampak yang ditimbulkan pada balita dengan gizi buruk, 6)

beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya, 7) bantu keluarga untuk

mengulangi apa yang telah dijelaskan, 8) beri pujian atas prilaku yang

benar
b. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam melakukan stimulasi pada balita.


Tujuan : Setelah dilakukan kunjungan sebanyak lima kali selama 45- 60

menit, keluarga mampu mengenal, memutuskan, dan merawat anggota

keluarga dengan resiko keterlambatan perkembangan pada balita.

Kriteria hasil : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 45 – 60

menit, keluarga mampu mengenal masalah (menjelaskan kembali

pengertian, penyebab, tanda dan gejala dari resiko keterlambatan

perkembangan pada balita). Intervensi : 1) Gali pengetahuan keluarga 2)

Diskusikan bersama keluarga tentang pengertian keluarga 3) Jelaskan

kepada keluarga penyebab gizi kurang 4) Jelaskan tanda dan gejala gizi

kurang pada balita 5) Beri kesempatan pada keuarga untuk bertanya 6)

Bantu keluarga untuk menanggulangi apa yang telah dijelaskan 7) Beri

pujian atas prilaku yang benar 8) Jelaskan pada keluarga cara


meningkatkan nafsu makan anak : menyajikan makanan dalam bentuk

yang menarik, memberikan makan sedikit tapi sering, pelihara

kebersihan gigi dan mulut, sajikan makanan yang hangat dan tingkatkan

aktivitas anak 9) Demontasikan bersama keluarga cara membuat

makanan yang menarik 10) Beri kesempatan pada keluarga untuk

mendemontrasikan kembali 11) Jelaskan pentingnya lingkungan dalam

deteksi dini tumbang balita 12) Mendiskusikan dengan keluarga cara

memodifikasi lingkungan yang menyenangkan bagi balita 13) Motivasi

keluarga untuk menata lingkungan

Menurut asumsi penulis, rencana keperawatan dibuat untuk pedoman

dalam melakukan implementasi kepada keluarga. Mengenalkan masalah

kepada keluarga, sehingga keluarga mampu mengambil keputusan serta

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada untuk mengatasi masalah yang

ada didalam keluarga. Friedman (2010), menyampaikan bahwa lima tugas

kesehatan keluarga meliputi: pertama, keluarga diharapkan mampu mengenal

berbagai masalah kesehatan yang dialami oleh seluruh anggota keluarga.

Kedua, keluarga mampu memutuskan tindakan keperawatan yang tepat dalam

mengatasi berbagai masalah kesehatan yang dialami oleh seluruh anggota

keluarga. Ketiga, keluarga mampu melakukan perawatan yang tepat sehari-

hari di rumah. Keempat, keluarga dapat menciptakan dan memodifikasi

lingkungan rumah yang dapat mendukung dan meningkatkan kesehatan

seluruh anggota keluarga. Kelima adalah keluarga diharapkan mampu

memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk mengontrol kesehatan dan


mengobati masalah kesehatan yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh

keluarga

4.4 Implementasi/ Tindakan Keperawatan


Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah aplikasi keperawatan yang

sudah terencana dalam asuhan keperawatan. Secara umum implementasi dapat

dilaksanakan dan dapat berjalan sesuai dengan intervensi yang telah

ditentukan. Faktor-faktor pendukung yaitu sikap keluarga yang kooperatif,

lingkungan yang nyaman dan aman, kerjasama antara perawat dan tim medis

yang baik, serta perawat yang kooperatif dan memberikan keleluasaan pada

penulis untuk melakukan asuhan keperawatan pada anggota keluarga yang

mengalami harga diri rendah.


Implementasi keperawatan keluarga adalah suatu proses aktualisasi

rencana intervensi yang memanfaatkan berbagai sumber di dalam keluarga

dan memandirikan keluarga dalam bidang kesehatan. Keluarga dididik untuk

dapat menilai potensi yang dimiliki mereka dan mengembangkannya melalui

implementasi yang bersifat memampukan keluarga untuk : mengenal masalah

kesehatannya, mengambil keputusan berkaitan dengan persoalan kesehatan

yang dihadapi, merawat dan membina anggota keluarga sesuai kondisi

kesehatannya, memodifikasi lingkungan yang sehat bagi setiap anggota

keluarga, serta memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan terdekat (Sudiharto,

2007).

Pelaksanaan tindakan pada An. A


a. Ketidakseimbangan nurtrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan

kekurangan nutrisi.
Implementasi pertama pada 23 Februari 2018 sesuai dengan intervensi

yang telah direncanakan yaitu menjelaskan kepada keluarga mengenai gizi

buruk, tanda dan gejala, penyebab gizi buruk, komplikasi, penatalaksanaan

dan pencegahan. Respon keluarga mampu menjelaskan kembali pola

nutrisi gizi buruk, keluarga bertanya saat penyuluhan, dan keluarga mampu

mendesmonstrasikan contoh menu sehari-hari untuk penderita gizi buruk.

Implementasi hari kedua hari tanggal 24 Februari 2018 adalah

menanyakan kembali materi yang kemarin telah disampaikan tentang gizi

buruk, memberikan motivasi kepada keluarga jika dalam anggota keluarga

ada yang mengalami tanda dan gejala gizi buruk untuk memeriksakan ke

puskesmas, memberikan contoh menu makanan dan ukurannya sesuai

takaran rumah tangga memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai

menu yang seimbang dan bervariasi untuk keluarga. Memberikan

reinforcement keluarga atas kemampuan keluarga menjelaskan kembali

materi penyuluhan. Respon mampu menjelaskan kembali mengenai

perawatan pada pasien gizi buruk, keluarga mendengarkan materi

penyuluhan yang diberikan. Implementasi ketiga hari minggu, tanggal 26

Februari 2018 adalah menanyakan kembali materi kemarin yang telah

disampaikan tentang cara perawatan pada penderita gizi buruk dan

memberikan penjelasan tentang cara memilih, mengolah dan menyajikan

bahan makanan yang tepat dan sehat.


b. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam melakukan stimulasi pada balita.


Implementasi pertama pada 23 Februari 2018 sesuai dengan intervensi

yang telah direncanakan yaitu: menggali pengetahuan keluarga,

mendiskusikan bersama keluarga tentang pengertian keluarga, menjelaskan

kepada keluarga penyebab gizi kurang, menjelaskan tanda dan gejala gizi

kurang pada balita. Respon mampu menjelaskan kembali mengenai

keluarga, penyebab gizi kurang, keluarga mendengarkan materi

penyuluhan yang diberikan. Implementasi kedua tanggal 24 Februari 2018

memberi kesempatan pada keluarga untuk bertanya, membantu keluarga

untuk menanggulangi apa yang telah dijelaskan, memberi pujian atas

prilaku yang benar, menjelaskan pada keluarga cara meningkatkan nafsu

makan anak : menyajikan makanan dalam bentuk yang menarik,

memberikan makan sedikit tapi sering, pelihara kebersihan gigi dan mulut,

sajikan makanan yang hangat dan tingkatkan aktivitas anak. Respon

mampu menjelaskan kembali cara memberi dan mengolah makanan

supaya nafsu makan anak bertambah, keluarga mendengarkan materi

penyuluhan yang diberikan. Implementasi hari ketiga tanggal 26 Februari

2018 mendemontasikan bersama keluarga cara membuat makanan yang

menarik, menjelaskan pentingnya lingkungan dalam deteksi dini tumbang

balita, mendiskusikan dengan keluarga cara memodifikasi lingkungan

yang menyenangkan bagi balita, memotivasi keluarga untuk menata

lingkungan.

4.5 Evaluasi
Evaluasi akhir dari asuhan keperawatan, secara umum masalah yang

timbul teratasi sesuai dengan tindakan keperawatan. Berikut adalah evaluasi

dari diagnosa diatas adalah :


Evaluasi pertama dengan catatan perkembangan data subyektif keluarga

menjelaskan kembali mengenai pola nutrisi dan keluarga akan merawat klien,

keluarga klien berharap berat badan An. A mengalami peningkatan, data

obyektif ditandai dengan keluarga klien dapat menyebutkan perawatan pada

gizi buruk, dan keluarga memberikan diit yang benar pada penderita gizi

buruk. Analisa masalah belum teratasi, dan planning adalah pertahankan

pengetahuan klien tentang pola nutrisi dan cara perawatan gizi buruk.
Evaluasi kedua setelah dilakukan penyuluhan, keluarga mampu

menjelaskan kembali pengertian, penyebab, tanda dan gejala gizi buruk. Data

obyektif ditandai keluarga dapat menyebutkan tentang pengertian, penyebab,

tanda dan gejala gizi buruk. Analisa masalah teratasi dan planning adalah

pertahankan pengetahuan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala gizi

buruk.
Evaluasi ketiga setelah dilakukan penyuluhan keluarga mampu

mendesmonstrasikan contoh menu yang seimbang dan variatif untuk An. A

analisa masalah belum teratasi dan planning adalah pertahankan pengetahuan

klien tentang pola nutrisi dan cara perawatan gizi buruk.


Menurut asumsi penulis, dengan memberikan informasi yang berulang-

ulang pada keluarga sehingga pengetahuan keluarga tentang penyakit anak

dapat meningkat. Sama halnya dengan penelitian Nikmawati, dkk. (2010

dalam Azzahra tahun 2015), menyebutkan bahwa rata-rata pengetahuan dan

sikap tentang gizi pada ibu mengalami peningkatan yang signifikan terjadi

pada kelompok ibu yang mendapatkan konseling lebih besar daripada ibu
pada kelompok kontrol. Intervensi berisi stimulus akan merubah prilaku

seseorang. Selanjutnya pengambilan keputusan sesuai dengan tugas keluarga

didapatkan hasil objektif keluarga mengambil keputusan konsultasi gizi untuk

mengatasi masalah gizi kurang pada An. A. Hasil analisa bahwa masalah

teratasi sebagian dan untuk menindaklanjuti hal tersebut telah diambil

keputusan untuk melanjutkan intervensi yaitu membawa An. A ke puskesmas

atau posyandu untuk konsultasi gizi untu melihat tumbuh kembang anak.

Menurut Unicef Indonesia (2012), menyebutkan bahwa penyedia layanan

kesehatan dan petugas masyarakat tidak memberikan konseling gizi yang

memadai. Tanpa konseling yang efektif, pemantauan pertumbuhan tidak akan

efektif, pemantauan pertumbuhan tidak akan efektif dalam menurunkan gizi

kurang.

Anda mungkin juga menyukai