2017/2018
Disusun Oleh :
Erry Sumarjono,S.T.
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh :
KIKI IRAWAN
710015094
Menyetujui, Mengetahui,
Asisten Dosen Mata Kuliah
Praktikum Teknik Peledakan Praktkum Teknik Peledakan
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur senantiasa terhaturkan kepada Allah SWT yang sudah
mengaruniakan kepada kita rahmat, hidayah dan inayahnya, karena dengannya,
laporan Pratikum Teknik Peledakan unyuk memenuhi syarat mata kuliah pratikum
Teknik Peledakan.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
iv
2.3.2 Latar Belakang Teori............................................................................ 22
KESIMPULAN ..................................................................................................... 85
v
BAB IV ................................................................................................................. 86
PENUTUP ............................................................................................................. 86
LAMPIRAN .......................................................................................................... 88
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1 hubungan antara RMR dan laju penggalian roadheader kelas > 50 Mpa
(Fowell dan Jhonson, 1982 dan 1991)………………………………………..….11
2.2 Hubungan laju penggalian roadheader vs RMR (sandbak 1985)………..…..12
2.3 Klasifikasi metoda penggalian menurut RMR dan Q-sistem……………..…12
2.4 Metoda kecepatan seismik untuk penentuan macam penggalian (Atkinson,
1971)……………………………………………………………………….….....13
2.5 Kriteria penggaruan dengan D9R…………………………………….….......13
2.6 Kriteria indeks kekuatan batu (Franklin,dkk.,1971)………………….….…..13
2.7 Grafik kriteria kemampugaruan……………………….…………….……....14
2.8 Kriteria penggalian menurut Kolleth (1990)……………….………….….....14
2.9 Segitiga detonasi bahan peledak……………………….…………………....22
2.10 Klasifikasi bahan peledak menurut JJ Manon, 1976……………………….23
2.11 Kalasifikasi bahan peledak menurut Mike Smith…….…………………....23
2.12 Geometri peledakan menurut konya (1990)…………………….….……….42
2.13 Geometri peledakan menurut terori R.L Ash (1967)……………………....47
2.14 Pengaruh spacing pada penyebaran energi ledakan………………….……..50
2.15 Macam-macam cut pada peledakan tambang bawah tanah………………...67
2.16 Letak “cut” pada muka terowongan………………………………………,..68
2.17 Pengelompokan lubang ledak pada terowongan……………………………69
2.18 Peta Peledakan Bench Blasting…………………………………………….59
2.19 Peta Peledakan UnderGround Blasting…………………………………….83
Pratikum Simulasi Underground Blasting……..……………………………….97
Pratikum Simulasi Bench Blasting………………..……………………………97
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengertahui tujuan dari peledakan
2. Dapat mengetahui kriteria penggalian dan alat bor
3. Dapat mengetahui bahan peledak dan kesetimbangan oksigen
4. Dapat mengetahui peralatan dan perlengkapan peledakan
5. Dapat mengetahui rancangan dan efek peledakan
6. Dapat mengetahui fragmentasi hasil peledakan
7. Dapat mengetahui pengelompokan lubang ledak pada tambang bawah
tanah
1
BAB II
LAPORAN PRAKTIKUM
2.1.1 Pendahuluan
Teknik peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pembora, dimana
tujuannya adalah untuk melepaskan batuan dari batuan induknya agar menjadi
fragmen-fragmen yang berukuran lebih kecil sehngga memudahkan dalam
pendorongan, pemuatan, pengangkutan dan konsumsi matrial pada crusher yang
terpasang.
2
Suatu proses peledakan biasanya dilakukan dengan cara membuat lubang
tembak yang diisi dengan sejumlah bahan peledak dengan penerapan metode
peledakan, geometri peledakan dan jumlah bahan peledak yang sesuai untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan.
3
2.1.3 PEMBAHASAN
4
2.1.4 Kesimpulan
Sebelum melakukan peledakan kita harus mengetahui tahapan- tahapan
peledakan dimulai dengan: pembersihan lahan, penentuan titik bor, proses
drilling, pengisian bahan peledak, persiapan peledakan, pengamanana area,
peledakan.
2.2.1 Pendahuluan
Dalam dunia pertambangan ada banyak cara dan teknik yang dipakai untuk
mendapatkan solusi terhadap suatu permasalahan. Salah satunya adalah mengenai
pembongkaran batuan (bahan galian) yang sangat keras, dimana batuan tersebut
tidak dapat dibongkar secara manual maupun mekanis. Maka dipilih teknik
pemboran dan peledakan. Untuk itu diperlukan suatu pengenalan dengan
mengikuti praktikum pemboran dan peledakan ini.
Gambar 2.1 hubungan antara RMR dan laju penggalian roadheader kelas > 50
Mpa (Fowell dan Jhonson, 1982 dan 1991)
11
RMR juga pernah dipakai untuk mengevaluasi kinerja Roadheader Dosco
SL-120 (Sandbak 1985, lihar Gambar 2.1). penelitian ini dilaksanakan
pada bijih tembaga Kalamazoo dan San Manuel, Arizona.
12
c. Kriteria penggalian menurut kecepatan seismik
13
Gambar 2.7 Grafik kriteria kemampugaruan
Rumus :
14
Cara kerja pemboran mata bor ada tiga jenis, tumbuk, putar, putar tumbuk.
1. Metode pemboran perkusif (percussive drill)
Pada pemboran ini energi dari mesin bor (rock drill) diteruskan oleh
batang bor dan mata bor untuk menemukan batuan. Komponen utama
dari mesin bor ini ialah piston yang mendorong dan menarik tangkai
(shank) batang bor. Energi kinetik piston diteruskan ke batang bor dalam
bentuk gelombang kejut (shock wave) yang bergerak sepanjang batang
bor dengan kecepatan ± 5000m/detik (setara kecepatan suara pada baja).
2. Metode Rotari (Rotary drill)
Berdasarkan sistem penetrasinya, metode rotary terbagi menjadi 2 sistem
yaitu tricone dan drag bit. Disebut tricone jika penetrasinya berupa
gerusan (crushing) dan drag bit jika hasil penetrasinya berupa potongan.
Sistem tricone digunakan untuk batuan sedang hingga lunak, system drag
bit digunakan untuk batuan lunak. Contoh alat bor dengan sistem ini
adalah hydrolic rotary drill
3. Metode Rotary Perkusif (Rotary-percussive drill)
Pada pemboran Rotary-perkusif, aksi penumbukan oleh mata bor
dikombinasikan dengan aksi putaran, sehngga terjadi proses peremukan
dan pengerusan permukaan batuan. Metode ini dapat digunakan pada
bermacam-macam jenis batuan.
15
b. Down the Hole Hammer ( DTH Hammer)
Metode pemboran ini adalah metode pemboran tumbuk-putar yang
sumber dasarnya menggunakan udara bertekanan. DTH Hammer
dipasang dibelakang mata bor, didalam lubang sehingga hanya sedikit
energi tumbukan yang hilang akibat melewati batang bor dan
sambungan-sambungannya. Contoh dari alat bor dengan menggunakan
sistem tumbuk putar adalah jack hammer.
16
2.2.3 PEMBAHASAN
17
2.2.4 Kesimpulan
Mahasiswa dapat mengetahui cara pembongkaran batuan yang sangat keras
dengan menggunakan metode peledakan dan pembongkaran.
2.3.1 Pendahuluan
Secara umum BP dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari unsur padat,
cair atau gas yang berkondisi metastabil dan dapat melakukan reaksi kimia
dengan cepat tanpa ada unsur lainnya, seperti oksigen atmosfir. Reaksnya dapat
dipicu secara mekanis kejut atau panas. Ketahanan untuk melakukan reaksi
mencerminkan sensitivitas bahan peledak.
22
Menurut Mike Smith (mining magazine, feb. 1988) bahan peledak dibagi
menjadi :
a. Bahan peledak kuat ( high explosives)
b. Blasting agents
c. Speciallity exsplosives
d. Explosive substitutes
23
Dalam prkatikum teknik peledakan yang membahas hal mengenai
keseimbangan oksigen ini, praktikan diajak untuk membahas masalah
keseimbangan oksigen dalam suatu rangkaian peledakan.
Karakteristik gas hasil peledakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. ZOB ( zero oxygen balance ); terjadi kesetimbangan rekasi kimiawi
sehingga semua gas bereaksi dan terbentuk smoke.
Contoh :
24
2.3.3 PEMBAHASAN
25
2.3.4 Kesimpulan
Dari prinsip kesetimbangan oksigen tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
segitiga detonasi bahan peledak dapat dikatakan terbakar jika kecepatan <1600
m/s, dan dikatakan meledak jika kecepatan >1600 m/s.
2.4.1 Pendahuluan
1. Peralatan Peledakan
Alat – alat yang diperlukan untuk menguji dan menyalakan rangkaian
peledakan.
2. Perlengkapan Peledakan
Material yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan sehingga
isian handak dapat dinyalakan.
30
Tabel 2.1
Peralatan dan pelengkapan dalam setiap metode peledakan
METODE PERLENGKAPAN PERALATAN
PELEDAKAN
SUMBU API (CAP 1. Plain detonator 1. Cap crimper
& FUSE) 2. Sumbu api 2. Penyulut (lighter) :
3. Igneter cord korek api.
4. Igneter cord conector 3. Tamper
SUMBU LEDAK 1. Sumbu ledak Tergantung detonator
2. Detonatring yang dipakai
Relay /Dellay
connector
3. Initator (detonator
listrik/biasa)
LISTRIK 1. Detonator listrik 1. Blasting machine/
2. Connecting wire exploder
2. Blasting machine tester
: - Rheostat
-Blasting VOM meter
3. Circuit tester :
- Galvanometer
- Voltmeter
4. Tamper
5. Leading wire
NON LISTRIK 1.Detonator non listrik 1. Exploder
(Nonel, Hercudet) 2. Gas supply unit (untuk
2. Connector hercudet)
3. Sumbu ledak (untuk 3. Circuit tester
nonel)
31
2. Blasting Machine Tester
Adalah sangat penting bahwa exploder hendaknya selalu dipelihara dan
ditest secara teratur terhadap kapasitas penyalaan. Efektifitas exploder
type generatorn biasanya ditest dengan menggunakan Rheostat yang
dihubungkan dengan detonator.
3. Circuit tester
Sebelum peledakan dilakukan, setelah semua sirkuit dipasang, maka
harus ditest terlebih dahulu. Beberapa alat yang digunakan untuk circuit
tester adalah :
a. Du Pont Rheostat
b. Du Pont Blasting Glavanometer
c. Du Pont Blasting Voltohmeter
32
Tipe : didasarkan atas pemicunya, digerakan secara mekanis atau oleh
baterai untuk membentuk gelombang kejut terhadap HMX yang terdapat
didalam sumbu nonel.
Ciri-ciri khusus : untuk tipe yang digerakan secara mekanis dilengkapi
shot shell primer, sedangkan yang menggunakan baterai dapat
menimbulkan percikan api bertekanan tinggi.
Cramper :
Alat khusus yang digunakan untuk menjepit atau mengikat kuat detonator
biasa dengan sumbu api
Sumbu api dikategorikan juga sebagai sumbu non-electric
Cara penggunaan :
Masukan sumbu api ke dalam detonator biasa. Persyaratan
pemotongan sumbu api harus dippenuhi sebelum dimasukan
kedalam detonator biasa.
Yakinkan bahwa sumbu api benar-benar telah menyentuh ramuan
pembakaran dalam detonator biasa.
Posisikan cramper pada ujung detonator biasa, kemudian jepit
detonatornya. Saudara bisa melakukan penjepitan lebih dari satu
kali untuk meyakinkan sambungan cukup kuat.
33
1. Bahan peledak komersial adalah dari kelas bahan peledak kimia. Dalam
hal ini detonator, sumbu ledak, dan sumbu api harus diperlakukan
sebagai bahan peledak
2. Pabrik bahan peledak selalu memberikan keterangan mengenai
spesifikasi bahan peledak yang dihasilkan.
3. Untuk pedoman pelaksanannya beberapa sifat bahan peledak yang harus
diperhatikan adalah :
a. Kekuatan (strenght)
b. Kerapatan/berat jenis (density/specific gravity)
c. Kecepatan detonasi (detonation velocity)
d. Kepekaan (sensitivity)
e. Ketahanan terhadap air (water resistensy)
f. Gas beracun (fumes)
g. Kemasan (package)
4. Perlengkapan bahan peledak terdiri dari detontor, sumbu api, sumbu
ledak, dll.
34
2.4.3 PEMBAHASAN
35
2.4.4 Kesimpulan
Dalam melakukan kegiatan peledakan yang perlu diperhatikan adalah
perlengkapan dan peralatan peledakan agar mendapatkan hasil yang diinginkan
dan peledakan tidak mengalami misfire.
2.5.1 Pendahuluan
Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan, maka perlu suatu perencanan ledakan dengan memperhatikan besaran-
besaran geometri peledakan.
42
Secara sistematis besarnya burden dan hubungan dengan faktor-faktor
tersebut dinyatakan sebagai berikut :
𝑆𝐺𝑒
B = 3,15 De (𝑆𝐺𝑟 ) o,33
𝑆𝐺𝑒
B = [(2 𝑆𝐺𝑟 + 1,5 )] De
𝑆𝐺𝑒
B = 0,67 De (𝑆𝐺𝑟 ) 0,33
Dimana :
B = burden (ft)
De = Diameter bahan peledak (inchi)
SGe = SG bahan peledak
Stv = Relative bulk strength (ANFO = 100)
Setelah diketahui nilai burden dasarnya, maka menurut konya (1990) harus
dikoreksi terhadap beberapa faktor penentu, yaitu faktor jumlah garis lubang
ledak (Kr), faktor bentuk lapisan batuan (Kd), dan faktor kondisi dari struktur
geologinya (Ks). Dengan adanya faktor koreksi tersebut maka hasil nilai burden
dapat dikoreksi dengan banyaknya baris yang akan diledakan serta kondisi
geologi setempat dalam pelaksanan peledekan. Adapun besarnya faktor-faktor
tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1, 5.2, 5.3.
Tabel 2.2
Faktor koreksi terhadap jumlah baris dalam satu lubang ledak
CORRECTION FOR NUMBER OF ROW Kr
One or two rows of holes 1,00
Trird and subsequent rows or buffer blast 0,9
Tabel 2.3
Posisi lapisan batuan
CORRECTION FOR ROCK DEPOSITION Kd
43
Bedding steeply dipping into cut 1,18
Bedding steeply dipping into face 0,95
Other cases of deposition 1,00
Tabel 2.4
Faktor koreksi terhadap struktur geologi
CORRECTION FOR GEOLOGY STRUCTURE Ks
Heavy cracked, frequent with joint, weakly cemented 1,30
Layers 1,10
Thin well cemented layers with tight joint 0,95
Massive intact rock
(𝐿 + 7𝐵)
𝑠=
8
Keterangan :
S = spacing (m)
L = tinggi jenjang (m)
B = burden (m)
44
Tabel 2.5
Persamaan untuk menentukan jarak spacing
Tipe Detonator L/B < 4 L/B > 4
(𝐿+2𝐵)
Instantaneous S= S = 2.B
3
(𝐿+2𝐵)
Delay S= S = 1,4.B
8
3. Stemming
Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak diatas kolom
isian bahan peledak. Persamaan yang digunakan untuk menghitung jarak
stemming adalah :
𝑆𝑡𝑣
T = 0,45 x De x [ 𝑆𝐺𝑟 ]0,33
Keterangan :
De = Diameter lubang ledak, (inchi)
Stv = Relative Bulk Strength (ANFO =100)
4. Subdrilling
Subdrilling merupakan panjang lubang ledak yang berada dibawah
garis lantai jenjang, yang berfungsi untuk membuat lantai jenjang relative
rata setelah peledakan. Adapun persamaan untuk mencari jarak subdrilling
menurut Konya adalah sebagai berikut :
J = 0,3 . B
Keterangan :
J = subdrilling (m)
B = burden (m)
5. Waktu Tunda
Pemakaian detonator tunda dimaksudkan untuk mendapatkan
perbedaan waktu peledakan antara dua lubang ledak sehingga diperoleh
peledakan secara beruntun. Pengaturan waktu ini dapat diterapkan pada
peledakan beruntun dalam tiap-tiap baris. Detonator tunda digunakan
45
untuk peledakan beruntun antar baris lubang ledak, maka persamaan yang
digunakan untuk menentukan waktu tundanya adalah sebagai berikut :
Tr = Tr x B
Keterangan :
tr = waktu tunda antara baris lubang ledak (ms)
Tr = konstanta waktu tunda
B = burden (ft)
Tabel 2.6
Konstanta waktu tunda antar baris
Akibat yang dihasilkan Konstanta Tr
Keras, Airblast berlebihan, back break, dll 2
Runtuhan tinggi dekat jenjang, airblast moderat 2-3
Tinggi runtuhan cukup, airblast dan back break cukup 3-4
Runtuhan berpencar dengan back break minimum 4-6
Casting peledakan 7-14
Keterangan :
de = loading density, lb handak/ft kolom isisan
SGe = berat jenis bahan peledak
De = diameter bahan peledak (inchi)
Untuk menentukan banyaknya bahan peledak pada setiap lubang digunakan
E = Pc x de x N
46
Keterangan :
E = jumlah bahan peledak
Pc = tinggi kolom isisan
de = loading density (kg/m)
N = jumlah lubang ledak
47
Notasi :
B = burden S = spacing H = kedalaman lubang ledak
L = tinggi jenjang T = stemming PC = panjang isian handak
J = subdrilling
𝐾𝑏 𝑥 𝐷𝑒 𝐾𝑏 𝑥 𝐷𝑒
B= ft atau B = 𝑚
12 39,3
48
Bahan peledaak yang dipakai ( Af2)
Maka :
Kb koreksi = 30 x Af1 x Af2
Af1 = adjustment factor untuk batuan yang diledakan
Af2 = adjustment faktor untuk handak yang dipakai
Dengan :
𝐷𝑠𝑡𝑑 1/3
Af1 = ( )
𝐷
𝑆𝐺𝑉𝑒 2
Af2 = ( 𝑆𝐺𝑠𝑡𝑑 𝑥 𝑉𝑒𝑠𝑡𝑑2 )
1/3
Keterangan :
SG = BJ handak yang dipakai
Ve = VOD handak yang dipakai
Jadi :
𝐾𝑏𝑇𝑒𝑟𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑥 𝐷𝑒
B= 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
39,3
2. Spacing (S)
Ks = S/B
Ks = Spacing ratio (1,00-2,00)
S = Ks. B ( meter)
Ukuran spacing dipengaruhi oleh :|
Cara peledakan yang digunakan : serentak atau beruntun
Fragmentasi yang diinginkan
Delay interval
Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan
hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari hasil
49
ketentuan, akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (bolder) dan
tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak setelah peledakan.
Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spacing
adalah sebagai berikut :
Peledakan serentak = 2B
Peledakan dengan delay interval lama (second delay) S = B
Peledakan dengan milisecond delay S antara 1 B hingga 2 B
Jika terdapat kekear yang tidak saling tegak lurus. Santara 1,2 B
hingga 1,8 B
Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak
dalam baris yang sama S =1,15 B
3. Stemming (T)
Kt = T/B
Kt = Stemming Ratio (0,75 - 1,00)
T = Kt. B
Fungsi stemming :
Meningkatkan Confining pressure dari akumulasi gas hasil ledakan
Menyeimbangkan tekanan didaerah stemming
4. Kedalaman lubang ledak (H)
Kh = H/B
Kh = Hole dept ratio ( 1,5 - 4,0)
H = Kh.B (meter)
50
Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi
(kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik.
5. Subdrilling (J)
Kj = J/B
Kj = subdrilling ratio ( 2,0 - 0,3)
J = Kj.B (meter)
Panjang subdrilling dipengaruhi oleh struktur geologi, tinggi jenjang dan
kemiringan lubang ledak.
6. Charge Lenght ( PC)
PC =H–T
PC = panjang kolom isian (meter)
H = kedalaman lubang tembak (meter)
T = stemming (meter)
7. Loading Density (de)
Loading density ialah jumlah isian handak per meter panjang kolom isian
de = 71,63 De2/SC
de = 0,508 De2(SG)
de = loading density (kg/m)
De = Diameter lubang ledak (inchi)
SG = BJ bahan peledak
Jadi jumlah handak dalam stu lubang ledak (E) = PC.de.Kilogram
8. Powder factor (P)
Pf = W/E
Pf = powder factor (ton/kg)
W =berat batuan yang diledakan (ton)
E = berat bahan yang digunakan (kg)
51
- Air blast (suara ledakan)
- Fly rock (batu terbang)
Ground Vibration
Getaran tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elastis. Pada daerah ini
tegangan yang diterima mineral lebih kecil dan kuat tarik mineral sehingga hanya
menyebabkan bentuk dan volume.
Air Blast (Suara Ledakan)
Suara ledakan (air blast) adalah suara yang ditimbulkan oleh atau pada saat
terjadi ledakan air blast tidak seperti yang didengarkan seperti biasa, tetapi
merupakan gelombang tekanan yang terjadi pada atmosfer yang terindikasikan
oleh frekuensi tinggi, frekuensi rendah bahkan yang tidak terdengar sekalipun.
Fly Rock
Batu terbang yaitu batu yang terlempar secara liar pada saat terjadi
peledakan. Batu terbang dapat terjadi oleh beberapa sebab, antara lain karena :
- Penempatan lubang bor tidak tempat
- Kesalahan pola penyalaan
- Lantai jenjang kotor
- Evaluasi pemboran tidak tepat
- Kesalahan penyambungan
- Jumlah isian terlalu banyak
- Karena ada struktur retakan, kekar, dan sebangainya.
52
2.5.3 PEMBAHASAN
53
2.5.4 Kesimpulan
Sebelum melakukan peledakan kita harus merancang geometri peledakan
sesuai dengan yang dibutuhkan prusahaan dan meminimalisir efek dari peledakan
tersebut.
2.6.1 pendahuluan
Jumlah boulder merupakan salah satu kriteria keberhasilan suatu peledakan.
Perkiraan jumlah boulder diperoleh dari persamaan fragmentasi model Kuz-ram.
Faktor-faktor yang terkait dalam memperkirakan jumlah boulde dengan
menggunakan persamaan model Kuz-Ram diantaranya adalah faktor batuan.
Untuk mendapatkan nilai faktor batuan digunakan pembobotan massa batuan,
yaitu blastability index.
60
2. Joint plane spacing (JPS)
2.1 Close (Spasi < 0,1 m) 10
2.1 intermediate (spasi 0,1 -1 m) 20
2.3 Wide (Spasi > 1m) 50
3. Joint plane orientatione (JPO)
3.1 Horizontal 10
3.2 Dip out of face 20
3.3 Strikr normal to face 30
3.4 Dip into face 40
4. Specific grafity infuence
SGI = 25 x SG – 50
5. Hardness (H) 1-10
61
𝐵 1+𝐴′ 0,5 𝑊 𝑃𝐶
n = ( 2,2 - 14 𝐷𝑒 ) x [ ] x (1− )x( )
2 𝐵 𝐿
Dimana :
B = Burden
De = Diameter
A’ = Nisbah spasi dan burden
Perhitungan nilai karakteristik ukuran (Xc) menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑋
Xc =
(0,693)1/𝑛
Perhitungan prosentase bongkah adalah sebagai berikut :
𝑋
−( )
Rx = 𝑒 𝑋𝑐
Dimana :
Rx = Prosentase material yang tertahan pada ayakan (%)
X = Ukuran ayakan (cm)
n = indek keseragaman
62
2.6.3 PEMBAHASAN
63
2.6.4 Kesimpulan
Jumlah boulder merupakan salah satu kriteria keberhasilan suatu peledakan.
Faktor-faktor yang terkait dalam memperkirakan jumlah boulder dengan
menggunakan persamaan model Kuz-Ram diantaranya adalah faktor batuan.
Untuk mendapatkan nilai faktor batuan digunakan pembobotan massa batuan,
yaitu blastability index.
2.7.1 Pendahuluan
Peledakan bawah tanah mempunyai beberapa tunuan, yaitu :
1. Meledakkan batuan dengan tujuan menghasilkan ruangan untuk gudang,
jalan, saluran, terowongan pipa, dan lain sebagainya.
2. Meledakan batuan dengan tujuan mengambil material/operasi
penambangan.
Dari kedua jenis kegiatan diatas terowongan merupakan bagian yang
terpenting dari keseluruhan kegiatan. Terowongan umumnya dibuat dengan arah
mendatar, miring, atau vertikal kebawah maupun ke atas.
66
Untuk pemboran lubang ledak bawah tanah dapat dilakukan dengan 2 metode,
yaitu :
1. Handheld Drilling, dengan menggunakan alat bor Jackleg.
2. Mechanized Drilling, dengan menggunakan alat bor Jumbo Drill
Perbedaan utama antara peledakan bawah tanah dengan peledakan
dipermukaan tanah adalah :
1. Peledakan bawah tanah dilakukan kearah satu bidang bebas (free face),
sedangkan peledakan dipermukaan tanah dilakukan kearah dua atau lebih
bidang bebas.
2. Tempat peledakan atay ruangan bawah tanah lebih terbatas.
Oleh karena itu batuan akan lebih sukar untuk diledakan dan perlu dibuat
bidaang bebas kedua yang akan merupakan arah peledakan selanjutnya. Dalam
pembuatan terowongan bidaang bebas kedua diperoleh dengn membuat “cut”
pada permukaan terowongan. Macam-macam “cut” yang dipergunakan untuk
membuat terowongan adalah “paralel hole cut”, “V-cut”, “fun-cut” dan lain-lain.
67
“cut” dapat diletakan sembarangan tempat pada muka terowongan, tetapi harus
diperhatikan bahwa letak “cut” mempengaruhi : lemparan, konsumsi bahan
peledak, dan jumlah lubang ledak dalam “round”.
Untuk mendapatkan arah peledakan kedepan dan tumbukan ditengah, “cut”
diletakkan ditengah-tengah penampang dan agak kebawah. Posisi ini akan
menghasilkan lemparan yang dekat dan konsumsi bahan peledak lebih sedikit
karena semua “stoping” kearah bawah.
Posisi “cut” yang tinggi akan memberikan kemudahan pemuatan hasil peledakan,
tetapi konsumsi bahan peledak lebih tinggi karena banyak “stoping” kearah atas.
68
Gambar 2.17 Pengelompokan lubang ledak pada terowongan
69
2.7.3 PEMBAHASAN
70
2.7.4 Kesimpulan
Untuk membuat terowongan pada tambang bawah tanah kita harus membuat
cut holes (berfungsi sebagai bidang bebas), cut spreader holes (untuk
memperlebar bidang bebas), floor holes (meledakan bidang lantai), stoping holes
(untuk meledakan bagaian tengah dan penampang lubang bukaan), wall holes
(bagian dinding kiri dan kanan), dan roof holes (meledakan bagian atap ). Dan
harus memperhatikan ventilasi udara tambgang bawah tanah karena ruang gerak
terbatas.
84
BAB III
KESIMPULAN
85
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kritik
Peralatan untuk praktikum peledakan untuk saaat ini belum memadai dan
pada saat praktek peledakan belum sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.
4.2 Saran
Diharapakan untuk praktikum peledakan selanjutnya bisa diupauyakan
lagi untuk peningkatan peralatan praktikum, agar bisa menunjang saat berjalannya
praktikum dan mendapatkan hasil output yang maksimal.
86
DAFTAR PUSTAKA
87
LAMPIRAN
88