Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian


besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri). Bronkopneumonia
disebut juga pneumonia lobularis, yaitu radang paru-paru yang mengenai satu
atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrate yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda asing (1).

Bronkopneumoni selalu didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas


yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus, Haemophylus influenza atau
karena aspirasi makanan dan minuman. Factor resiko seseorang untuk
mendapatkan bronkopneumonia adalah anak usia 2 tahun atau lebih muda,
orang-orang dengan system imun yang rendah, anak yang batuk atau nyeri
menelan (1).

Penyebab utama virus adalah Respiratory Syntycial Virus (RSV) yang


mencakup 15-40% kasus. Insiden global pneumonia anak balita adalah 33,8
juta kasus baru diseluruh dunia dengan 3,4 juta kasus pneumonia berat yang
perlu dirawat inap (2).

Insiden penyakit ini pada anak di negara berkembang hampir 30% pada
anak dibawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi (3).

Patomekanisme

Sebagian besar mekanisme bronkopneumonia timbul melalui mekanisme


aspirasi kuman atau penyebab langsung kuman dari saluran respirasi atas.
Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari bakteremia atau viremia
atau infeksi intra abdomen. Mekanisme pertahanan tubuh pada paru-paru
meliputi filtrasi partikel dihidung, pencegahan aspirasi melalui reflex
epiglotis, pengeluaran benda asing melalui refleks batuk, pembersihan kearah

1
cranial melalui mukosiliar, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar, dan
sistem pertahanan tubuh yang lebih spesifik lainnya. Pada saat antigen
menginfeksi dan sampai ke alveolar, akan terjadi proses peradangan yang
meliputi 4 stadium (1,2)
1. Stadium kongesti atau hiperremis (4-12 jam pertama)
Respon inflamasi awal pada daerah yang baru terinfeksi, sehingga
terjadi peningkatann aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempat
infeksi. Hal ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cidera jaringan. Terjadi
perpindahan eksudat plasma kedalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakkan dan edema antar kapiler dan alveolus (2,3).
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dann
fibrin yang dihasilkan oleh host sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar, pada saat ini udara di alveoli tidak ada
atau sangat minim sehingga akan muncul penampakan sesak, stadium
ini berlangsung hanya 48 jam (2,3).
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Terjadi sewaktu sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi diseluruh daerah
yang cidera dan terjadi fagositois sisa sisa sel. Saat ini eritrosit di
alveoli mulai direabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin
dan leukosit, warna merah menjadi kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti (2,3).
4. Stadium resolusi (7-11 hari)
Terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa
fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke struktur semula (2,3).

2
Pada pneumonia lobaris memiliki gejala penyakit datang mendadak, tetapi
kadang-kadang didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas. Suhu naik
cepat sampai 39-40oc dan suhu ini biasanya menunjukkan tipe febris kontinu.
Napas menjadi sesak, disertai napas cuping hidung dan sianosis sekitar hidung
dan mulut dan nyeri pada dada. Anak lebih suka tiduran pada sebelah dada yang
terkena. Batuk mula-mula kering, kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan
fisik, gejala khas tampak 1-2 hari. Pada permulaan suara pernapasan melemah
sedangkan pada perkusi tidak jelas ada kelainan. Setelah terjadi kongesti, ronkhi
basah nyaring akan terdengar yang segera menghilang setelah terjadi konsolidasi.
Kemudian pada perkusi jelas terdengar redupa dengan suara pernapasan sub-
bronkhial sampai bronchial. Pada stadium resolusi ronkhi terdengar lebih jelas (4).

Gambaran klinis timbul biasanya didahului infeksi saluran napas atas.


Gejala antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, sianosis sekitar
mulut, menggigil, kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Pada bayi kecil sering
menunjukkan gejala tidak spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang
atau kembung (4,5).

Pemeriksaan pemeriksaan darah rutin jika penyebabnya virus, jumlah


leukosit dapat normal atau menurun, sedangkan pada mikoplasma umumnya
leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Jika penyebab adalah bakteri
umumnya didapatkan leukositosis hingga >15.000/mm3 dan sering didominasi
oleh netrofil (4,5,6).

Pada pemeriksaan radiologi foto torak (AP/lateral) infiltrasi tersebar dan


paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia
ditemukan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak infiltrate yang
dapat meluas hingga daerah perifer paru (5,6).

3
Tatalaksana umum

1. Pasien dengan saturasi oksigen ≤ 92% , berikan terapi oksigen dengan


kanul nasal, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi O2 > 92%

2. Pada pneumonia berat atau asupan oral kurang, diberikan cairan intravena
dan lakukan balance cairan ketat
3. Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk
4. Nebulizer dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance

5. Pasien yang mendapat terapi O2 harus diobservasi setidaknya 4 jam sekali,


termasuk saturasi O2 (6).

Amoksilin merupakan pilihan antibiotik pertama untuk oral pada anak < 5
tahun, dan juga jika Streptokokus pneumoni sangat mungkin sebagai penyebab.
Antibiotik intravena diberi jika tidak dapat diberi obat per oral (karena muntah)
atau pneumonia berat. Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan
kloramfenikol. Pada neonatus – 2 bulan diberikan ampisilin dan gentamisin. Lebih

4
dari 2 bulan lini pertama adalah ampisilin, jika dalam 3 hari tidak ada perbaikan
ditambahkan kloramfenikol. Lini kedua ceftriaxone (2,5).

5
LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 3 bulan, berat badan 4,5 kg, tinggi badan 52
cm, kebangsaan Indonesia, suku Kaili, tinggal di jl.Maleo, masuk rumah sakit
tanggal 21 Mei 2014.

ANAMNESIS (menurut Ibu pasien)

Keluhan utama adalah sesak

pasien bayi laki-laki 3 bulan, masuk dengan keluhan batuk yang dialami
sejak 7 hari terakhir, batuk ini barub pertama kali dialami, batuk juga
mengeluarkan dahak berwarna putih, pasien juga ada demam sejak 2 hari yang
lalu, pasien juga mengalami sesak sejak 2 hari yang lalu, Buang air besar baik,
buang air kecil baik, nafsu makan menurun.

Riwayat penyakit dahulu

Tidak Ada

Riwayat penyakit dalam keluarga

Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarga lainnya.

Riwayat Ante Natal Care

Riwayat ante natal care ibu rajin control

Riwayat lahir Saat persalinan bayi lahir normal, cukup bulan dan
langsung menangis.

BB saat lahir 2800

PB saat lahir tidak ingat

Riwayat imunisasi

Lengkap yaitu : BCG usia 2 bulan, Polio usia 0, 2 bulan, DPT pada usia 2
bulan, Hepatitis B pada usia 0, 1 bulan.

6
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis

Status gizi : BB 4,5 kg, PB 52 cm

Tanda vital : nadi : 110x/menit, suhu : 36.08o C, pernapasan :


64x/menit.

Kulit : turgor kulit baik.

Kepala : bentuk bulat, rambut hitam, sukar dicabut.

Mata : tidak ada anemis dan mata cekung

Telinga : tidak ada sekret

Hidung : tidak ada sekret

Mulut : bibir tidak ditemukan sianosis, tidak ada lidah kotor

Leher : simetris, tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran


kelenjar getah bening dan tiroid.

Paru-paru : bentuk simetris, perkusi sonor, Ronki ditemukan di kedua


lapangan paru, dan tidak ditemukan wheezing.

Jantung : iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba. Bunyi jantung
1 dan Bunyi jantung 2 murni regular, tidak dijumpai adanya
bising dan gallop.

Abdomen : tampak datar, peristaltik ada kesan normal, perkusi


tympani, nyeri tekan epigastrium tidak ada, turgor normal,
hati dan lien tidak teraba pembesaran.

Anggota gerak : atas dan bawah akral hangat, dalam batas normal.

Diagnose kerja : Bronkopneumonia

7
Terapi :

· O2 1-2 lpm
· Dex 5 % 20 tpm
· Dexametasone 2,5 mg iv/8 jam
· GG 1/6
· Salbutamol 0.5
· Gentamicin 25 mg/12jam/iv
· IVFD Dex 5%  16 tetes/menit
· Inj. Ceftriaxon 200 mg/ 12 tetes/menit intravena 
skin test

FOLLOW UP

1. Perawatan hari ke 2

Keluhan : demam ada, batuk ada, sesak ada dan tetapi sudah berkurang, rhonki
ada , wheezing tidak ada, retraksi dinding dada ada, muntah tidak ada, BAB dan
BAK biasa, suhu 36,7, nadi 100.

Terapi :

· O2 0,5-2 lpm
· IVFD Dex 5 % 20 tpm
· Dexametasone 2,5 mg iv/8 jam
· GG 1/6
· Salbutamol 0.5 mg
· Gentamicin 25 mg/12jam/iv
· Inj. Ceftriaxon 200 mg/ 12 tetes/menit intravena  skin test

8
2. Perawatan hari ke 3
Demam tidak ada, batuk berlendir ada, sesak masih ada, rhonki ada , wheezing
tidak ada, retraksi dinding dada ada, muntah tidak ada, BAB dan BAK biasa
suhu 36,4 nadi 100
Terapi :
· O2 0,5-2 lpm
· Dexametasone 2,5 mg iv/8 jam
· GG 1/6
· Salbutamol 0.5 mg
· Gentamicin 25 mg/12jam/iv
· IVFD Dex 5%  16 tetes/menit
· Inj. Ceftriaxon 200 mg/ 12 tetes/menit intravena

3. Pasien masih dirawat

9
PEMBAHASAN

Insiden penyakit bronkopneumonia pada anak di Negara berkembang hampir


30% pada anak dibawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi (1).

Respiratory Sintycial Virus adalah pathogen yang menjadi penyebab tunggal


maupun bersamaan dengan infeksi lain (2).

Pada kasus ini seorang anak laki-laki berusia 3 bulan masuk dengan keluhan
sesak sejak 2 hari yang lalu, sesak dirasakana terus menerus, sesak muncul
perlahan-lahan dan memburuk sejak 2 hari sebelum masuk RS, sesak makin lama
makin meningkat. Ada demam yang kontinu sejak 7 hari sebelum masuk rumah
sakit, ada batuk sebelum anak sesak, lama-kelamaan batuk menjadi berlendir .
berdasarkan gejala klinik semua yang dialami anak sesuai dengan gejala yang ada
pada penyakit bronkopneumonia berdasarkan teori, yaitu didahului oleh infeksi
napas bagian atas, demam yang kontinu, sesak, dan batuk yang mula-mula kering
dan lama kelamaan menjadi produktif. Dan dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan adanya ronkhi basah di kedua lapangan paru, hal ini sesuai
berdasarkan patofisiologi terjadinya bronkopneumonia dimana fagositosis kuman
oleh makrofag alveolar, dan sistem pertahanan tubuh yang lebih spesifik lainnya.
Pada saat antigen menginfeksi dan sampai ke alveolar, akan terjadi proses
peradangan yang meliputi 4 stadium, dari 4 stadium tersebut akan menyebabkan
akumulasi infiltrat di alveolus yang akhirnya terdengar sebagai ronkhi (2,3,4).

Pada pemeriksaan, dari hasil yang diperoleh berdasarkan kasus,yang juga


ditunjang berdasarkan anamnesis adanya ditemukan demam, batuk, dan sesak
nafas. dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan pula ronki basah diseluruh lapangan
paru (2,4).

Sebenarnya untuk lebih menunjang diagnosa, dapat dilakukan pemeriksaan


foto rontgen, pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan foto rontgen dan hasil
pembacaan yang didapatkan dari dokter ahli radiologi adalah bronchopneumonia
e.c proses spesifik. (5).

10
Pada anak saat dirawat dibatasi pemberian minum karena ditakutkan akan
terjadi aspirasi kesaluran pernapasan yang nantinya akan membuat naka semakin
sesak. Menurut teori pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian
makanan per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan melalui NGT (naso
gastric tube) atau intravena, dan perlu dilakukan pemantauan cairan ketat agar
anak tidak overhidrasi, karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekrei
hormone antidiuretik (3,4).

Pada pengobatan berdasarkan kasus diatas diberi O2 untuk


mempertahankan kebutuhan O2 ditubuh, diberi ceftriaxone untuk infeksi-infeksi
yang disebabkan oleh pathogen, karena spektrum anti bakterinya luas, mencakup
bakteri gram (+) maupun garm (-), dimana masa kerjanya panjang dan bertahan
sampai 24 jam dan dexametasone yang mempunyai efek anti inflamasi. Pemberian
ambroxol sebagai mukolitik dan ekspektoran, maknisme kerja yaitu memecah
asam mucopolysakarida sehingga mengencerkan dan menipiskan lapisan mucus
sehingga lebih mudah dikeluarkan melalui batuk. Paracetamol diberikan untuk
menurunkan demam. Dextrose 5% karena sesuai penjelasan sebelumnya yang
mengatakan bahwa pneumonia menyebabkan terjadinya peninkatan hormone
antidiuretik, sehingga jika diberi RL maka akan terjadi retensi Na+ dan anak
bisa oedema.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak jilid 3. Jakarta : FKUI, 2008.


2. Martel J. bronchopneumonia [series online]2014[cited 12 July 2012].
Available from: URL:
http://www.healthline.com/health/bronchopneumonia?toptoctest=expand
3. Rahajoa, N, Supriyanto B, Setyanto D. Buku ajar respirologi anak 1st ed.
IDAI 2008.
4. Yustateri. Bronkopneumonia [series online] 2013. Available from: URL:
http://www.academya.com
5. Nugroho. Bronkopenumonia [series online] 2013. Available from:
http://www.webmed.com
6. Anonym. Bronchopneumonia in early childhood-its treatment [series
online]2014. Available from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1657369/?page=3

12

Anda mungkin juga menyukai