Anda di halaman 1dari 17

JARAS SOMATOSENSORIK

LAMINA ET FORAMINA CRIBOSA

201510330311108

OSTEO CRANIUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga,
maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Jaras Somato Sensorik” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada teman-teman, dan kemudahan yang telah diberikan kepada
penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Malang, 6 September 2015

Penulis
DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar
2. Bab I
a) Pendahuluan
b) Rumusan Masalah
c) Tujuan
3. Bab II Isi dan Pembahasan
a) Jaras Somatosensorik
4. Bab III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Susunan saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi. Susunan
saraf pusat terletak pada cavum cranii dan canalis vertebralis. Dimana susunan
saraf pusat terdiri atas enchepalon dan medulla spinalis yang meliputi system
ventriculi dan canalis centralis.Komponen utama susunan saraf pusat tersusun
atas substanstia grisea dan substantia alba.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Saraf Somatosensorik?
2. Apa saja macam – macam jaras somatosensorik?

1.3 Manfaat
Manfaat dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui saraf somatosensorik
2. Untuk mengetahui macam – macam jaras somatosensorik

BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
Jaras Sensoris (ascenden)
Jarang sensoris merupakan jaras ascending yang menghantarkan impuls dari
reseptor menuju korteks serebri. Pada jalur ascenden terdapat 3 macam neuron.
Neuron pertama yang badan selnya terdapat pada sistem saraf perifer. Akson dari
neuron tersebut nantinya akan masuk ke dalam sistem saraf pusat. Selanjutnya,
neuron kedua yang badan selnya terletak di sistem saraf pusat seperti pada medula
spinalis atau batang otak. Aksonnya akan menuju ke thalamus. Kemudian, neuron
yang akan terprojeksi ke korteks serebri dengan badan sel di thalamus disebut
neuron ketiga.

a. Nyeri dan Suhu


Impul sensorik yang diterima dari reseptor nantinya akan dibawa oleh neuron
pertama yang badan selnya terdapat pada ganglion spinal radiks dorsalis.
Aksonnya akan masuk ke dalam medula spinalis untuk kemudian naik sekitar 1-3
tingkat pada segmen medula spinalis. Akson-akson ini disebut sebagai jaras
dorsolateral Lissauer. Kemudian, akson tersebut akan bersinaps dengan neuron
kedua pada kornu posterior substansia abu-abu (masih di medula spinalis).

Setelah bersinaps, impuls yang melalui akson neuron kedua akan menyilang garis
tengah, untuk kemudian naik ke atas. Akson dari neuron kedua akan
menghantarkan impuls melalui jaras spinotalamikus lateral pada lateral colum
substansi putih. Ujung dari akson kedua berada di nukleus ventral posterolateral
thalamus. Di sana, terjadi sinaps dengan neuron ketiga yang akan membawa
impuls ke girus postsetralis korteks serebri (area sensorik primer) untuk dikenali.

b. Sentuh, Tekanan, Gatal, Geli


Sebagaimana rangsang nyeri dan suhu, setelah diterima reseptor, keempat
rangsang ini akan dibawa oleh akson neuron pertama melalui jaras Lissauer.
Bedanya, akson neuron kedua membawa impuls-impuls ini melewati jaras
spinothalamikus anterior (pada nyeri: jaras spinotalamikus lateral).

c. Proprioseptif, Sentuhan Diskriminatif, dan Getaran


Impuls-impuls sensoris jenis ini akan diterima oleh reseptor dan dibawa oleh
neuron pertama menuju medula spinalis. Sinaps dengan neuron kedua dan
persilangan jaras tidak terjadi di medula spinalis melainkan pada tingkat medula
oblongata (pada rangsang nyeri, suhu, tekanan, gatal, geli: sinaps dan persilangan
terjadi di medula spinalis).

Impuls yang berasal dari atas tingkat T6 medula spinalis, jarasnya akan dibawa
melalui fasikulus kuneatus sementara yang di bawahnya akan dibawa oleh
fasikulus grasilis. Kedua fasikulus tersebut terletak pada colum dorsalis substansi
putih medula spinalis.

Setelah naik sampai tingkat medula oblongata, terjadi sinaps dengan neuron kedua
yang disebut nukleus kuneatus dan nukleus grasilis. Akson neuron kedua inilah
yang akan menyilang garis tengah untuk kemudian naik sebagai lemniskus
medialis. Jaras ini akan berakhir pada nukleus ventral posterolateral thalamus dan
bersinaps dengan neuron ketiga. Selanjutnya, impuls dibawa ke gyrus
postsentralis korteks serebri untuk dikenali.

Pada dasarnya terdapat lima macam reseptor sensoris, antara lain:


a. Mekanoreseptor, yang mendeteksi perubahan bentuk reseptor atau sel-sel di
dekat reseptor tersebut
b. Termoreseptor, yang mendeteksi perubahan suhu, beberapa reseptor mendeteksi
dingin dan lainnya mendeteksi hangat
c. Nosiseptor, yang mendeteksi nyeri, biasanya yang disebabkan oleh kerusakan
fisik maupun kerusakan kimia
d. Reseptor elektromagnetik, yang mendeteksi cahaya pada retina mata
e. Kemoreseptor, yang mendeteksi pengecapan di dalam mulut, bau di dalam
hidung, kadar oksigen di dalam darah arteria, osmolalitas cairan tubuh,
konsentrasi karbondioksida.1, 2
Pada dasarnya terdapat lima macam reseptor sensoris, antara lain:
a. Mekanoreseptor, yang mendeteksi perubahan bentuk reseptor atau sel-sel di
dekat reseptor tersebut
b. Termoreseptor, yang mendeteksi perubahan suhu, beberapa reseptor mendeteksi
dingin dan lainnya mendeteksi hangat
c. Nosiseptor, yang mendeteksi nyeri, biasanya yang disebabkan oleh kerusakan
fisik maupun kerusakan kimia
d. Reseptor elektromagnetik, yang mendeteksi cahaya pada retina mata
e. Kemoreseptor, yang mendeteksi pengecapan di dalam mulut, bau di dalam
hidung, kadar oksigen di dalam darah arteria, osmolalitas cairan tubuh,
konsentrasi karbondioksida.1, 2

I. PEMERIKSAAN SENSIBILITAS EKSTEROSEPTIF


A. Pemeriksaan Rasa Raba
Stimulus : gumpalan kapas, kertas atau kain yang ujungnya diusahakan sekecil
mungkin
Teknik : Menyentuh pasien dengan alat stimulus pada tubuh pasien dan
bandingkan bagian-bagian yang simetris
Instruksi kepada pasien : “ beritahukan kepada saya setiap saat anda
merasakannya dan dimana anda merasakannya. Kami akan mengujinya dengan
mata anda dalam keadaan tertutup”
Hasil : Jika sensasi abnormal, lakukan pemeriksan di bagian proksimal sampai
batas ketinggian gangguan sensorik ditentukan.. Kelainan korteks sensori akan
mengganggu kemampuan untuk melokalisasikan daerah yang disentuh.

B. Pemeriksaan Rasa Nyeri


Stimulus : ujung yang tajam dari ujung swab stick yang patah , jarum atau peniti,
ujung tumpul menggunakan ujung swab stick yang tidak patah
Teknik : rasa nyeri dibangkitkan dengan menusuk dengan jarum atau dengan
menggunakan benda tumpul pada tubuh pasien dan bandingkan bagian-bagian
yang simetris, jika bagian simetris dibandingkan, tusukan harus sama kuat.
Instruksi kepada pasien “pejamkan mata anda, beritahukan saya setiap kali saya
menyentuh anda, apakah anda merasakan tajam atau tumpul dan dimana anda
merasakannya “

C. Pemeriksaan Rasa Suhu


Stimulus : tabung reaksi yang diisi dengan air es (10-200 celcius) untuk rasa
dingin dan untuk rasa panas dengan air panas (40-500 celcius). Suhu yang kurang
dari 50C dan lebih dari 500C akan menimbulkan rasa nyeri.
Teknik : Diperiksa di seluruh tubuh dan dibandingkan bagian-bagian yang
simetris. Bagian proksimal ekstremitas biasanya kurang peka terhadap rasa dingin,
bila dibandingkan dengan bagian distal ekstremitas. Bagian yang simetris harus
diusahakan agar berada dalam kondisi yang sama, dibuka pakaiannya secara
bersamaan,
Instruksi kepada pasien : “pejamkan mata anda, beritahukan saya setiap kali saya
menyentuh bagian tubuh anda, apakah anda merasakan rasa dingin atau panas dan
dimana anda merasakannya”
Hasil : perubahan rasa suhu dinyatakan dengan kata anesthesia suhu.
Therm – anesthesia dingin / panas : tidak merasa panas / dingin
Therm-hypesthesia dingin / panas : kurang merasa panas / dingin
Therm-hyperesthesia dingin / panas : lebih merasa panas / dingin.
Hypesthesia suhu terhadap rasa dingin sering dijumpai pada lesi talamik.

II. PEMERIKSAAN SENSIBILITAS DALAM / PROPIOSEPTIF


A. Pemeriksaan Rasa Gerak dan Rasa Sikap
Teknik : rasa gerak dan rasa posisi diperiksa bersamaan. Dilakukan dengan
menggerakkan jari-jari secara pasif dan menyelidiki apakah pasien dapat
merasakan gerakan tersebut serta mengetahui arahnya. Juga dinilai derajat
gerakan terkecil yang masih dapat dirasakannya. Pada orang normal pasien sudah
dapat merasakan arah gerakan bila sendi-interfalang digerakkan sekitar dua
derajat atau 1 mm. Selain itu juga diselidiki apakah ia tahu posisi dari jari-jarinya.
Selama pemeriksaan pasien memejamkan mata, badan dan ekstremitas
diistirahatkan dan dilemaskan, semua gerakan volunteer dihindari. Kemudian
pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas pasien, misal jari kaki, pegang jari
kaki pada bagian lateral dan hindari bersentuhan dengan jari-jari lainnya.
Cara kedua adalah dengan jalan menempatkan jari penderita pada suatu posisi,
kemudian ia disuruh mengatakan posisi dari jari tersebut atau disuruh
menempatkan jari sisi lainnya seperti posisi jari yang kita periksa.
Instruksi kepada pasien : : “Pejamkan mata anda, dan rilekskan tubuh anda, ,
beritahukan saya setiap kali saya menggerakkan jari kaki anda, apakah anda
merasakan gerakannya, katakan apakah bergerak ke atas atau ke bawah”
“Pejamkan mata anda, dan rilekskan tubuh anda, saya akan memposisikan jari
tangan kanan anda pada posisi tertentu,kemudian tolong gerakkan jari tangan anda
pada tangan kiri dengan posisi yang sama seperti yang saya lakukan pada jari
tangan kanan anda”
Hasil : hilangnya rasa gerak dan sikap mengindikasikan gejala tabes dorsalis,
multiple sclerosis, atau defisiensi vitamin B12 atau peripheral neuropathy yang
berhubungan dengan diabetes.

Tes lain untuk tes rasa gerak dan sikap adalah tes tunjuk hidung dan tes tumit-
lutut serta tes Romberg

Tes Tunjuk Jari ke Hidung


Tes tunjuk jari ke hidung dilakukan dengan meminta pasien untuk menyentuh
hidungnya dan jari pemeriksa secara berganti-ganti secara cepat, setepat dan
selancar mungkin. Pemeriksa mempertahankan jarinya dengan jarak satu lengan
dari pasien. Pasien diminta menyentuh jari pemeriksa dan kemudian menyentuh
hidungnya. Prosedur ini diulang beberapa kali, setelah itu pasien diminta
melakukan pemeriksaan ini dengan mata tertutup.
Hasil : Pasien dengan gangguan serebelum secara terus menerus melewati
sasarannya, suatu keadaan yang disebut dengan past pointing. Disamping itu
mereka juga mungkin mengalami tremor ketika jari mendekati sasarannya

Tes Tumit ke Lutut


Tes tumit ke lutut dilakukan pada pasien dalam posisi berbaring terlentang. Pasien
disuruh menggeserkan tumit kaki kanan menuruni tulang kering kaki kiri, dengan
dimulai dari lutut. Lakukan pada kaki sebaliknya.
Hasil : dalam keadaan normal akan terlihat suatu gerakan yang halus dan lancar,
dengan tumit tetap berada di tulang kering. Pada pasien dengan penyakit
serebelum, tumitnya bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.

Tes Romberg
Tes Romberg dilakukan dengan menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa,
dengan kaki dirapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan.
Pemeriksa menyuruh pasien merentangkan lengannya dengan telapak tangan
menghadap ke atas dan menutup matanya. Jika pasien dapat mempertahankan
sikap ini tanpa bergerak, tes ini disebut negative. Tes Romberg positif jika pasien
mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya untuk menjaga
keseimbangan.
Hasil : penemuan lazim adalah salah satu lengan melayang ke bawah dengan
fleksi jari-jari tangan. Gerakan ini disebut melayang pronator, dijumpai pada
pasien dengan hemiparese ringan. Jika tes Romberg positif menandakan gangguan
kolumna posterior.

B. Pemeriksaan Rasa Getar


Stimulus : garputala 128 Hz
Teknik : Menempatkan garputala yang sedang bergetar pada ibu jari kaki,
maleolus lateral dan medial kaki, tibia, spina iliaka anterior superior, sacrum,
prosesus spinosus vertebra, sternum , klavikula, prosesus stiloideus radius dan
ulna dan jari-jari.
Garputala kita ketok dan ditempatkan pada ibu jari kaki atau tulang maleous,
pasien ditanya apakah ia merasakan getarannya, dan ia disuruh memberitahukan
bila ia mulai tidak merasakan getarnnya. Bila getaran mulai tidak dirasakan garpu
tala kita pindahkan ke pergelangan atau sternum atau klavikula atau kita
bandingkan dengan jari kaki kita sendiri. Dengan demikian kita dapat memeriksa
adanya rasagetar dan sampai berapa lemah masih dapat dirasakan, dengan jalan
membandingkan dengan bagian lain dari tubuh atau dengan rasa getar pemeriksa.
Instruksi kepada pasien : “pejamkan mata anda,anda akan merasakan sebuah
getaran, beritahukan pada saya apabila anda sudah tidak merasakan getarannya
lagi”
Hasil : kehilangan rasa sensasi getar merupakan tanda awal gangguan peripheral
neuropathy akibat factor diabetes dan alkoholik.

C. Pemeriksaan Rasa Raba Kasar ( Rasa Tekan)


Stimulus : Tekanan menggunakan jari tangan pemeriksa atau benda tumpul pada
kulit pasien, atau memencet otot tendon dan serabut syaraf
Teknik : tekan kulit pasien atau dengan jalan memencet otot tendon, namun
jangan terlalu kuat karena kan terasa rasa nyeri.
Instruksi pada pasien: “pejamkan mata anda, beritahu pada saya jika anda
merasakan tekanan pada tubuh anda, dan katakana dimana lokasinya”

D. Pemeriksaan Rasa Nyeri Dalam


Stimulus : dengan jalan memencet otot atau tendon, menekan serabut syaraf yang
terletak dekat permukaan, memencet testes atau biji mata.
Teknik : kita pencet otot lengan atas, lengan bawah, paha , betis dan tendon
Achilles, juga dapat dengan jalan menekan biji mata, laring, epigastrium dan
testes. Perhatikan apakah pasien peka terhadap rasa nyeri dalam.
Instruksi pada pasien ; “Pejamkan mata anda, beritahukan pada saya apabila anda
merasakan nyeri pada tubuh anda “

III. PEMERIKSAAN SENSIBILITAS INTEROSEPTIF


Rasa interoseptif ialah perasaan dari visera (organ dalam tubuh), yaitu rasa yang
hilang timbul dari organ-organ internal. Pasien mungkin mengemukakan
gangguan perasaan berupa rasa nyeri, mules, atau kembung. Nyeri visceral ini
biasanya difus, tidak tegas lokalisasinya. Pada pemeriksaan neurologi rasa
interoseptif ini sukar dievaluasi dan sukar diperiksa. Selain lokalisasinya yang
difus, kita tidak dapat melakukan tes pada organ yang letaknya di dalam tubuh.
Bersamaan dengan nyeri interoseptif yang diderita pasien, mungkin pula ia
mengalami nyeri somatic, yang mempunyai asal reflektoris yang disebut nyeri
rujukan (referred pain). Nyeri rujukan ini biasanya didapatkan pada dermatom
yang sama atau yang berdekatan dengan organ internal, sebagai akibat persyarafan
segemental yang sama, namun mungkin pula pada tempat yang lebih jauh.
Misalnya nyeri angina pectoris dapat dirujuk ke lengan kiri, nyeri ginjal dapat
dirujuk ke daerah inguinal.

IV. PEMERIKSAAN RASA SOMESTESIA LUHUR


Perasaan somestesia luhur ialah perasaan yang mempunyai sifat deskriminatif dan
sifat tiga dimensi / fungsi persepsi. Kadang juga digunakan istilah rasa gabungan
(combined sensation). Rasa somestesia luhur meliputi :
a. Rasa diskriminasi
Dua titik atau spasial ini merupakan kemampuan untuk mengetahui bahwa kita
ditusuk dengan dua jarum atau dengan satu jarum pada saat yang bersamaan.
Stimulus : jarum / peniti
Teknik : Dengan hati-hati peganglah dua peniti dengan jarak 2-3 mm dan
sentuhlah ujung jari tangan pasien. Mintalah kepada pasien untuk menyebutkan
jumlah peniti yang dirasakannya. Bandingkanlah penemuan ini dengan daerah
yang sama pada ujung jari tangan lainnya. Karena daerah tubuh yang berlainan
mempunyai sensitivitas yang berbeda-beda, pemeriksa harus mengetahui
perbedaan ini. Di ujung jari tangan dapat membedakan 1 mm, jari kaki 3-8 mm,
telapak tangan 8-12 mm, punggung 40-60 mm.
Hasil : gangguan diskriminasi menandakan adanya lesi pada lobus parietalis.

b. Barognesia
Adalah kemampuan untuk mengenal berat benda yang dipegang atau kemampuan
membeda-bedakan berat benda

c. Stereognosia
Adalah kemampuan untuk mengenal bentuk benda dengan jalan meraba, tanpa
melihat.
Tenik : suruhlah pasien menutup matanya. Letakkan kunci, pensil, klip kertas atau
mata uang di telapak tangan pasien dan mintalah kepadanya untuk mengenali
benda-benda itu. Periksalah tangan lainnya dan bandingkan hasilnya.
Hasil : ketidakmampuan mengenali benda mengindikasikan adanya gangguan
fungsi lobus parietalis dan oksipitalis.

d. Topostesia (topognosia)
Adalah kemampuan untuk melokalisasi tempat dari rasa raba.
Teknik : Suruhlah pasien untuk menutup matanya. Sentuh pasien dan mintalah
pasien untuk membuka matanya dan menunjukkan daerah dimana ia disentuh.
Hasil : ketidakmampuan melokalisasi titik menandakan adanya kelainan pada
korteks sensorik.
e. Grafestesia
Adalah kemampuan untuk mengenal angka.
Teknik : mintalah pasien untuk menutup mata dan menjulurkan tangannya.
Pakailah ujung tumpul sebatang pensil untuk menulis angka dari 0 sampai 9 di
telapak tangan itu. Angkanya harus dibuat menghadap ke arah pasien. Bandingkan
tangan yang satu dengan tangan yang lainnya.
Hasil : ketidakmampuan mengenali angka merupakan tanda yang sensitive untuk
penyakit lobus parietalis.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Fisiologi Olahraga merinci dan menerangkan perubahan fungsi
yang disebabkan oleh latihan tunggal atau latihan yang dilakukan secara berulang-
ulang dengan tujuan untuk respon fisiologi tehadap intensitas , durasi, frekuensi
latihan,keadaan lingkungan status fisiologis tetentu
Fisiologi Olahraga adalah bagian atau cabang dari fisiologi yang
khusus mempelajari peubahanfungsi yang disebabkan oleh latihan fisik.

2. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_saraf_perifer
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_saraf
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_saraf_pusat
4. www.sridianti.com
5. pustaka.uns.ac.id
6. web.unair.ac.id

Anda mungkin juga menyukai