a. Definisi
Hipertensi didiagnosis secara empiris ketika tekanan darah sistolik dan diastolik yang diukur
secara tepat mencapai 140/90 mmHg atau lebih. Pengukuran tekanan darah yang tepat
berdasarkan rekomendasi terbaru yaitu, antara lain:1
b. Etiologi
Faktor resiko:
♥ Primigravida, primipaternitas
♥ Hiperplasentosis, misal: molahidatidosa, kehamilan multipel, DM, hidrops
fetalis, bayi besar.
♥ Umur yang ekstrim.
♥ Riwayat keluarga pernah preeklampsia atau eklampsia.
♥ Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
♥ Obesitas
♥ Sosio-ekonomi yang rendah
Hipertensi dalam kehamilan tidak berdiri sebagai satu penyakit, melainkan terbentuk
sebagai kumpulan dari beberapa faktor yang melibatkan faktor maternal, plasenta, dan janin.
Berikut beberapa etiologi dari hipertensi dalam kehamilan.2,4
Invasi trofoblas yang abnormal
Pada proses implantasi normal, arteria spiralis mengalami proses remodeling akibat
terinvasi oleh trofoblas. Invasi trofoblas ini menyebabkan jaringan matriks menjadi gembur
dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis akan menurunkan tekanan darah, menurunkan resistensi
1
vaskular, dan meningkatkan aliran darah uteroplasenta. Dengan begitu, aliran darah ke janin
menjadi adekuat dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga pertumbuhan janin terjamin
dengan baik.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan
keras, tidak memungkinkan mengalami distensi serta vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, mengalami kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga
aliran darah uteroplasenta menurun, menyebabkan terjadinya hipoksia dan iskemia plasenta.
Hal ini memicu pengeluaran debris plasenta yang merupakan pencetus terjadinya respon
inflamasi sistemik.
2
Aktivasi sel endotel
Akibat iskemia pada plasenta karena kegagalan invasi trofoblas, maka plasenta akan
menghasilkan oksidan. Oksidan adalah penerima elektron atau atom/molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu contohnya adalah radikal hidroksil
yang bersifat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal
hidroksil akan merusak membran sel, mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak yang merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel. Kerusakan sel endotel
akan mengakibatkan disfungsi sel endotel sehingga terjadi: (1) gangguan metabolisme
prostaglandin yaitu menurunnya produksi prostasiklin, suatu vasodilator kuat; (2) agregasi
sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan sehingga memproduksi
tromboksan, suatu vasokonstriktor kuat yang memicu terjadinya kenaikan tekanan darah;
(3) perubahan pada sel endotel kapiler glomerulus; (4) peningkatan permeabilitas kapiler;
(5) peningkatan produksi bahan vaspresor yaitu endotelin yang merupakan vasokonstriktor;
dan (6) peningkatan faktor koagulasi.
Faktor genetik
Hipertensi dalam kehamilan merupakan suatu penyakit multifaktorial dan bersifat
poligenik. Suatu studi menyatakan bahwa risiko penurunan preeklampsia dari ibu yang
mengalami preeklampsia kepada anak perempuannya yaitu sebesar 20-40%, dan 22-47%
antara saudara kembar. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial, jika dibandingkan dengan genotipe janin.
Faktor nutrisi
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak
hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia karena mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit,
dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Defisiensi kalsium pada diet perempuan
hamil juga akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
3
berat (yaitu sebelum usia gestasi 27 minggu). Wanita-wanita ini juga berisiko tinggi
mengalami penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Apakah preeklampsia
meningkatkan risiko kardiovaskular atau 2 kondisi memiliki penyebab umum yang
sama masih belum jelas.
c. Klasifikasi
Hipertensi adalah masalah medis yang paling umum ditemui selama kehamilan, yang
menyulitkan hingga 10% kehamilan. [1] Gangguan hipertensi selama kehamilan
dikelompokkan menjadi 4 kategori, seperti yang direkomendasikan oleh National
High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy:
Hipertensi kronis
4
Preeklamsia-eklampsia
Preeklamsia ditumpangkan pada hipertensi kronis
Hipertensi gestasional (hipertensi sementara kehamilan atau hipertensi kronis yang
diidentifikasi pada paruh akhir kehamilan). [2] Terminologi ini lebih disukai daripada
istilah "pregnancy-induced hypertension" (PIH) yang lebih tua namun banyak
digunakan karena lebih tepat.
a) Hipertensi Kronik
Hipertensi kronis adalah gangguan utama pada 90-95% kasus dan mungkin penting
(90%) atau sekunder akibat kelainan mendasar yang dapat diidentifikasi, seperti
penyakit parenkim ginjal (misalnya, ginjal polikistik, penyakit glomerulus atau
interstisial), penyakit vaskular ginjal (misalnya, stenosis arteri renalis, displasia
fibromuskular), kelainan endokrin (misalnya kelebihan adrenokortikosteroid atau
mineralokortikoid, pheochromocytoma, hipertiroidisme atau hipotiroidisme,
kelebihan hormon pertumbuhan, hiperparatiroidisme), koarktasio aorta, atau
penggunaan kontrasepsi oral. Sekitar 20-25% wanita dengan hipertensi kronis
mengalami preeklampsia selama kehamilan. [8]
Hipertensi kronis terjadi pada 22% wanita usia subur, dengan prevalensi bervariasi
menurut usia, ras, dan indeks massa tubuh (IMT). Data berbasis populasi
menunjukkan bahwa sekitar 1% kehamilan diperumit oleh hipertensi kronis, 5-6%
oleh hipertensi gestasional (tanpa proteinuria), dan 3-6% oleh preeklampsia.
b) Preeklampsia
Meskipun mekanisme patofisiologis yang tepat tidak dipahami secara jelas,
preeklamsia terutama merupakan gangguan disfungsi plasenta yang menyebabkan
sindrom disfungsi endotel dengan vasospasme terkait. Dalam kebanyakan kasus,
evaluasi patologi menunjukkan bukti kekurangan insufisiensi plasenta dengan
kelainan terkait seperti trombosis plasenta difus, vaskularisasi vaskulopati plasenta
inflamasi, dan / atau invasi trofoblastik abnormal pada endometrium. Temuan ini
mendukung perkembangan plasenta yang tidak normal atau kerusakan plasenta dari
mikrothrombosis yang menyebar sebagai pusat perkembangan gangguan ini. Ada juga
bukti untuk menunjukkan respons kekebalan ibu yang berubah terhadap jaringan janin
/ plasenta dapat berkontribusi pada perkembangan preeklampsia.
Disfungsi endotel luas dapat bermanifestasi sebagai sindroma maternal, sindrom janin,
atau keduanya. Wanita hamil dapat menyebabkan disfungsi beberapa sistem organ,
termasuk sistem saraf pusat, hati, paru, ginjal, dan hematologi. Kerusakan endothelial
menyebabkan kebocoran kapiler patologis yang dapat terjadi pada ibu sebagai
kenaikan berat badan yang cepat, edema nondependen (wajah atau tangan), edema
paru, hemokonsentrasi, atau kombinasinya. Plasenta yang sakit juga dapat
mempengaruhi janin melalui penurunan aliran darah uteroplasenta. Penurunan perfusi
ini dapat bermanifestasi secara klinis sebagai pengujian denyut jantung janin yang
tidak meyakinkan, skor rendah pada profil biofisik, oligohidramnion, atau sebagai
pembatasan pertumbuhan janin.
Hipertensi yang terjadi pada preeklamsia terutama disebabkan oleh vasospasme,
dengan penyempitan arteri dan volume intravaskular yang relatif berkurang
dibandingkan dengan kehamilan normal. Vaskulatur wanita hamil normal biasanya
5
menunjukkan penurunan responsivitas terhadap peptida vasoaktif seperti angiotensin-
II dan epinefrin.
Sebaliknya, wanita yang mengembangkan preeklampsia biasanya menunjukkan
hiperresponsif terhadap hormon ini, perubahan yang mungkin terlihat bahkan sebelum
hipertensi dan manifestasi preeklamsia lainnya menjadi nyata. Selain itu, tekanan
darah pada preeklampsia labil, dan ritme tekanan darah sirkadian normal bisa menjadi
tumpul atau terbalik. Satu studi menemukan peningkatan kekakuan arterial pada
wanita dengan preeklampsia, dan juga pada orang dengan hipertensi gestasional,
dibandingkan dengan kontrol normotensi; Pengobatan dengan alpha methyldopa
secara signifikan meningkatkan kekakuan vaskular pada preeklamsia namun tidak
menormalkannya.
c) Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional mengacu pada hipertensi dengan onset pada bagian akhir
kehamilan (> gestasi 20 minggu) tanpa ciri preeklamsia lainnya, dan diikuti oleh
normalisasi tekanan darah pascapersalinan. Dari wanita yang awalnya hadir dengan
hipertensi gestasional yang jelas, sekitar sepertiganya mengembangkan sindrom
preeklamsia. Dengan demikian, pasien ini harus diobservasi dengan seksama untuk
kemajuan ini. Patofisiologi hipertensi gestasional tidak diketahui, namun bila tidak
ada ciri preeklampsia, hasil ibu dan janin biasanya normal. Hipertensi gestasional
mungkin, bagaimanapun, menjadi pertanda hipertensi kronis di kemudian hari.
Gangguan hipertensi pada kehamilan merupakan salah satu penyebab utama kematian
ibu melahirkan, bersamaan dengan tromboemboli, perdarahan dan luka nonobstetric.
Antara tahun 2011 dan 2013, hipertensi akibat kehamilan menyebabkan 7,4%
kematian ibu di Amerika Serikat. [14] Selanjutnya, hipertensi sebelum kehamilan atau
pada awal kehamilan dikaitkan dengan dua kali peningkatan risiko diabetes melitus
gestasional [15] Hipertensi transien pada kehamilan (misalnya, perkembangan
hipertensi terisolasi pada wanita pada akhir kehamilan tanpa manifestasi preeklamsia
lainnya) terkait erat dengan perkembangan hipertensi kronis belakangan.
Meskipun tekanan darah diastolik ibu (DBP) lebih besar dari 110 mmHg dikaitkan
dengan peningkatan risiko abrupsio plasenta dan pembatasan pertumbuhan janin,
kelainan preeklamsia yang dilapiskan menyebabkan sebagian besar morbiditas karena
hipertensi kronis selama kehamilan
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi preeklamsia ringan:
♥ Tekanan darah ≥ 140 mmHg/ 90 mmHg
♥ Proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam atau ≥ 1 + dipstik
♥ Edema
Diagnosis preeklamsia berat ditegakkan bila menemukan satu atau lebih gejala
sebagai berikut:
♥ Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit
dan sudah menjalani tirah baring.
♥ Proteinuria > 5 g/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
♥ Oliguria, produksi urin < 500 cc/ 24 jam
♥ Kenaikan kadar kreatinin plasma
♥ Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan
pandangan kabur.
♥ Nyeri epigastrium, atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson).
♥ Edema paru-paru dan sianosis.
♥ Hemolisis mikroangiopatik
♥ Trombositopenia berat: trombosit < 100.000 sel/mm³ atau penurunan trombosit
dengan cepat.
♥ Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin aspartate
aminotransferase
♥ Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
♥ Sindrom HELLP
Diagnosis eklamsia:
♥ Didahului oleh gejala preeklamsia.
♥ Disertai kejang menyeluruh dan koma. Kejang tersebut dapat terjadi pada saat
sebelum, selama dan setelah persalinan.
♥ Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan subarakhnoid,
dan meningitis)
7
Diagnosis hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia:
♥ Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu)
♥ Tes celup urin menunjukkan proteinuria > + 1 atau trombosit < 100.000 sel/uL pada
usia kehamilan > 20 minggu
Diagnosis banding:
Antiphospholipid Antibody Syndrome Hematologic Disease and Pregnancy
and Pregnancy Hemolytic-Uremic Syndrome
Antithrombin Deficiency Hydatidiform Mole
Aortic Coarctation Hyperaldosteronism, Primary
Autoimmune Thyroid Disease and Hyperparathyroidism
Pregnancy Hypertension
Cardiomyopathy, Peripartum Hypertension, Malignant
Common Pregnancy Complaints and Hyperthyroidism
Questions Hypothyroidism
Cushing Syndrome Nephrotic Syndrome
Diabetes Mellitus and Pregnancy Normal Labor and Delivery
Disseminated Intravascular Coagulation Preeclampsia
Eclampsia Protein C Deficiency
Encephalopathy, Hypertensive Protein S Deficiency
Evaluation of Fetal Death Pulmonary Disease and Pregnancy
Evaluation of Gestation Systemic Lupus Erythematosus
Fetal Growth Restriction Systemic Lupus Erythematosus and
Gastrointestinal Disease and Pregnancy Pregnancy
Glomerulonephritis, Acute Teratology and Drug Use During
Glomerulonephritis, Chronic Pregnancy
Graves Disease Thrombotic Thrombocytopenic Purpura
Hashimoto Thyroiditis
f. Tatalaksana
Pencegahan dan tatalaksana terhadap kejang
♥ Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi (cairan
intravena).
♥ MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai tatalaksana
kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang).
8
♥ Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal
(loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
♥ Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU (bila
tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.
9
Diazokside 30-60 mg i.v./ 5 menit; atau i.v.
infus 10 mg/ menit/ ditirasi.
10
2. Perawatan konservatif (ekspektatif): bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan
secara aktif.
g. Komplikasi
Yang termasuk komplikasi antara lain atonia uteri, sindrom HELLP (Hemolysis,
Elevated Liver Enzimens, Low Platelet Count), ablasi retina, DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga
syok dan kematian. Sedangkan pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya
insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas.
11
3. Kelainan jaringan ikat: SLE
4. Penyakit ginjal primer
12
Aspek Klinik
Hipertensi Gestasional
Preeklampsia
Kriteria diagnosis preeklampsia ringan dan berat adalah seperti yang tercantum pada
tabel berikut ini.2
13
Kejang Tidak ada Ada
Serum kreatinin Normal Meningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
Serum transaminase Minimal Signifikan
Restriksi pertumbuhan janin Tidak ada Jelas
Edema paru Tidak ada Ada
14
Gangguan invasi trofoblas pada arteri spiralis menyebabkan penurunan
perfusi plasenta dan peningkatan resistensi arteri uterina. Adanya
peningkatan velosimetri arteri uterina yang ditentukan dengan pemeriksaan
Doppler pada trimester pertama atau kedua merupakan suatu tanda prediktif
untuk preeklampsia. Peningkatan resistensi aliran arteri uterina akan
menghasilkan suatu pola gelombang yang abnormal, yaitu dalam bentuk
peningkatan resistensi, atau indeks pulsasi, atau diastolic notch persisten baik
unilateral maupun bilateral. Doppler arteri uterina lebih baik dalam
memprediksi preeklampsia dini. Beberapa penelitian telah melakukan
pengkajian terhadap nilai prediktif terhadap preeklampsia dini dan
menemukan bahwa likelihood ratio (LR) positif yaitu antara 5.0-20, dan LR
negatif berkisar 0.1-0.8. Pemeriksaan Doppler arteri uterina sendiri saat ini
dikatakan mempunyai nilai prediktif yang rendah terhadap preeklampsia
dini. Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah tidak selalu akurat dan begitu
luasnya variabilitas salah satunya yaitu sangat bergantung dengan ekspertise
operator.
15
Trombositopenia dan disfungsi platelet merupakan suatu tanda dari
preeklampsia. Aktivasi platelet akan menyebabkan peningkatan destruksi
dan penurunan konsentrasi. Namun sering terjadi overlap dalam pemeriksaan
kadar trombosit pada wanita hamil yang normotensif, sehingga jarang
digunakan lagi untuk memprediksi adanya preeklampsia.
C. Stress Oksidatif
Penanda dari stress oksidatif yaitu adanya peningkatan peroksida lemak
bersamaan dengan penurunan aktivitas antioksidan dapat menjadi suatu
prediksi adanya preeklampsia. Contoh marker dari peroksidasi lemak adalah
malondialdehida. Selain itu, pada preeklampsia terjadi hiperhomosisteinemia
yang dapat menyebabkan stress oksidatif dan disfungsi sel endotel. Wanita
hamil dengan homosistein yang meningkat mempunyai 3-4 kali lipat risiko
terjadi preeklampsia.
D. Faktor Angiogenik
Sebelum terjadi onset preeklampsia, konsentrasi faktor proangiogenik dalam
darah seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan placental
growth factor (PIGF) akan menurun. Namun pada saat yang sama,
konsentrasi faktor antiangiogenik dalam darah seperti soluble endoglin
(sEng) dan soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) akan meningkat.
Pengukuran faktor-faktor ini dapat memprediksikan terjadinya preeklampsia.
Penatalaksanaan preeklampsia dibagi berdasarkan derajat ringan atau beratnya. Tujuan utama
dari tatalaksana preeklampsia adalah untuk mencegah kejang, perdarahan intrakranial,
mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.1,4,5
16
- Sikap terhadap kehamilannya: terdapat 2 pilihan perawatan yaitu apakah
kehamilan akan diteruskan sampai aterm (perawatan konservatif atau
ekspektatif), atau akan diterminasi (perawatan aktif atau agresif).
B. Rawat Jalan (ambulatoar)
Preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Anjuran yang harus
diberikan antara lain, banyak istirahat (berbaring/tidur miring). Posisi tidur
miring dianjurkan karena dapat mengurangi vasospasme dan memperbaiki
kondisi janin dalam rahim. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat,
lemak, garam secukupnya yang tidak perlu direstriksi, dan roboransia
prenatal. Tidak perlu diberikan obat-obatan diuretik, antihipertensi, dan
sedatif. Dilakukan pemeriksaan laboratorium Hb, Ht, fungsi hati, urin
lengkap, dan fungsi ginjal.
C. Rawat Inap
Kriteria preeklampsia ringan harus dirawat di rumah sakit adalah: (1) tidak
ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu; (2) adanya
1 atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. Selama perawatan
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang laboratorium,
pemeriksaan USG dan Doppler untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah
cairan amnion, serta dilakukan pemeriksaan non stress test (NST) setiap 2
kali seminggu, dan konsultasi dengan bagian mata, jantung, dll.
17
dilakukan observasi harian tentang tanda-tanda klinik berupa nyeri kepala, gangguan
visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu dilakukan
penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah,
pemeriksaan laboratorium, USG, dan NST.
A. Manajemen Umum
Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi 2 unsur:
18
Apabila terjadi kejang berulang setelah 15 menit pemberian dosis
awal, berikan 2 g larutan MgSO4 (5 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutkan dengan 10 ml akuades secara IV selama 15-20 menit.
Hentikan pemberian MgSO4 jika refleks patella negatif, bradipnea
(<16 x/menit). Apabila terjadi henti napas, bantu pernapasan dengan
ventilator dan berikan Ca Glukonas 1 gr (20 ml dalam larutan 10%)
IV perlahan sampai pernapasan dimulai lagi.
- Diuretikum Furosemida diberikan bila ada edema paru, payah jantung
kongestif, atau edema anasarka. Namun efek samping dari
pemberian diuretikum dapat memperberat hipovolemia,
memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan
menurunkan berat janin.
- Pemberian antihipertensi
Penentuan batas tekanan darah untuk pemberian antihipertensi
adalah ≥160/110 mmHg dan MAP ≥126 mmHg. Pilihan obat yang
dapat digunakan yaitu:
(1) Nifedipin: 4 x 10-30 mg PO (short acting), 1x 20-
30 mg PO (long acting)
19
(2) Nikardipin: 5 mg/jam, dapat dititrasi 2,5 mg/jam
tiap 5 menit hingga maks. 10 mg/jam
(3) Metildopa: 2 x 250-500 mg PO (dosis maks 2000
mg/hari)
- Glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34
minggu, 2 x 24 jam obat ini juga diberikan pada
sindroma HELLP.
Indikasi Janin:
Indikasi Laboratorik:
20
Indikasi: bila kehamilan preterm ≤37 minggu tanpa disertai tanda-
tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Eklampsia
21
Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut dengan impending
eclampsia atau imminent eclampsia.2
Perawatan dasar eklampsia yang utama adalah terapi suportif, berfokus pada
stabilisasi fungsi vital yang meliputi Airway, Breathing, Circulation (ABC), mencegah
kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma pada pasien pada waktu
kejang, mengendalikan tekanan darah, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan
dengan cara yang tepat. Tatalaksana khusus meliputi manajemen kejang yaitu dengan
pemberian MgSO4 sebagai pilihan utama obat antikejang, dan perawatan edema paru
dengan diuretikum.4
Hipertensi Kronik
22
dan pertumbuhan janin terhambat (IUGR) akibat menurunnya perfusi uteroplasenta
sehingga menimbulkan insufisiensi plasenta.4
Semua pasien hipertensi kronik yang didasari oleh penyebab apapun dapat
menjadi predisposisi untuk terjadinya superimposed preeklampsia. Pada umumnya,
tekanan darah akan secara fisiologis menurun pada trimester kedua dan awal trimester
ketiga baik pada normotensif maupun pada wanita hipertensi kronik. Pada trimester
ketiga, ketika tekanan darah kembali menjadi hipertensif, akan sulit menentukan
apakah hipertensi dipicu oleh kehamilan atau memang pasien sudah mempunyai
hipertensi kronik. Diagnosis akan sulit ditegakkan karena sebagian besar wanita dengan
hipertensi kronik tidak menunjukkan tanda-tanda yang khas, dan tidak ada tanda-tanda
kerusakan end organ yang terlihat seperti hipertrofi ventrikel, perubahan vaskular
retinal kronik, atau disfungsi ginjal.2,4
Pada sebagian wanita dengan hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia
kehamilan 20 minggu), tekanan darah terus meningkat dengan tes celup urin
menunjukkan proteinuria >1+ atau dapat disertai dengan trombosit <100.000 sel/uL,
peningkatan enzim liver yang abnormal, nyeri perut kanan atas, nyeri kepala, pada usia
kehamilan >20 minggu.1,10
Sindroma HELLP
23
multipel. Kematian perinatal pada sindroma HELLP juga cukup tinggi
karena persalinan preterm.4,8
- Diawali dengan tanda dan gejala yang tidak khas, seperti malaise,
lemah, nyeri kepala, mual, muntah
- Adanya tanda dan gejala preeklampsia
- Hemolisis intravaskular yang ditandai dengan kenaikan LDH, AST,
dan bilirubin indirek
- Kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar yang ditandai dengan
kenaikan AST, ALT, LDH
- Trombositopenia (≤150.000/ml
- Keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen harus dipertimbangkan
sebagai salah satu tanda sindroma HELLP.
Sindroma HELLP terbagi menjadi 3 kategori. Klasifikasi Mississippi
membagi sindroma HELLP berdasarkan kadar trombosit darah. Berikut
adalah klasifikasinya.4,9
- Klas 1
Kadar trombosit: ≤50.000/ml
LDH ≥600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥40 IU/l
- Klas 2
Kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ml
- Klas 3
Kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ml
24
Tatalaksana yang diberikan pada sindroma HELLP juga dibagi menjadi
sikap terhadap penyakitnya dan sikap terhadap kehamilannya. Terapi
medikamentosa yang diberikan mengikuti terapi preeklampsia-eklampsia,
yaitu:4,8,9
- Terapi cairan dengan Ringer-dekstrose 5%, bergantian dengan RL
5% dengan kecepatan 100 ml/jam.
- Dapat pula diberikan plasma exchange dengan fresh frozen plasma
dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.
- Doublestrength dexamethasone diberikan 10 mg IV setiap 12 jam
segera setelah diagnosis ditegakkan.
- Melakukan pemantauan terhadap kadar trombosit setiap 12 jam.
o Bila trombosit <50.000/ml atau adanya tanda koagulopati
konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan fibrinogen.
o Bila trombosit <100.000/ml atau 100.000-150.000/ml
dengan disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat,
nyeri epigastrium, maka diberikan deksametason 10 mg IV
setiap 12 jam.
- Pada postpartum deksametason diberikan 10 mg IV setiap 12 jam 2
kali, kemudian diikuti 5 mg IV setiap 12 jam 2 kali (tapering off).
- Terapi deksametason dihentikan ketika terjadi perbaikan
laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH
serta perbaikan klinis preeklampsia-eklampsia.
- Bila trombosit <50.000/ml maka dapat dipertimbangkan pemberian
transfusi trombosit dan antioksidan.
- Bila terjadi ruptur hepar sebaiknya segera dilakukan pembedahan
lobektomi.
Sikap terhadap kehamilannya yaitu perawatan aktif, kehamilan akan diterminasi tanpa
memandang usia kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdominam.
25