Anda di halaman 1dari 3

1.

Pengertian stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima tahun) akibat
dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi
sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting
baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely
stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya
dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study)2006.
Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita
dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD
(severelystunted).

2. Angka kejadian stunting


Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2 persen,
meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8). Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi
daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan
Thailand (16%). Di seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima
terbesar.

Data mencatat bahwa Kota Jayapura memiliki prevalensi balita gizi kurang 19,3%, balita
pendek 32,3%, dan balita kurus 14,2%.

3. Gejala atau ciri – ciri stunting


Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara penilaian
antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri
digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.16 Beberapa indeks
antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan
standar deviasi unit z (Z- score).
4. Dampak stunting bagi anak
Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki
tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan
di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas
stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan
memperlebar ketimpangan.

5. Hubungan stunting dengan tingkat ekonomi


Anak kerdil yang terjadi di Indonesia sebenarnya tidak hanya dialami oleh rumah
tangga/keluarga yang miskin dan kurang mampu, karena stunting juga dialami oleh rumah
tangga/keluarga yang tidak miskin/yang berada di atas 40 % tingkat kesejahteraan sosial dan
ekonomi.

6. Penyebab stunting
a. Praktek pengasuhan yang kurang baik,
b. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan
pembelajaran dini yang berkualitasMasih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke
makanan bergizi.
c. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

7. Pengobatan atau penanganan stunting

Bagi mereka yang sudah terlanjur mengalami stunting, harus dilakukan perbaikan
secepatnya untuk mengejar pertumbuhan maksimal atau biasa disebut catch up growth. Adapun,
tata lakasana untuk anak stunting harus dilakukan sebelum usia 2 tahun. “Kalau dilakukan
setelah itu bisa saja, misalkan pada masa remaja atau masa lonjakan pertumbuhan [growth
spurts], tetapi tentu hasilnya tidak akan lebih baik jika dilakukan sebelum menginjak [usia] 2
tahun.

8. Pencegahan stunting
1. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan
dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup
jumlah dan kualitasnya.
2. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis
untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
3. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan.

9. MPASI (Makanan pendamping ASI


10. 1000 Hari pertama kehidupan

Anda mungkin juga menyukai