Anda di halaman 1dari 50

TUGAS PBL SKENARIO 2

Disusun oleh : KELOMPOK 7 Semester Genap


1. Rudi Heryanto 2. Dewa ayu ratna 3. Luki tandio putra 4. Dita prima desta 5. Franky santoso 7. Angga prawira 8. Rara widya 9. Khuri in febryanti 10. Yanuarius alfianda 11. Riska mustikawati 08700157 08700159 08700161 08700163 08700165 08700169 08700171 08700173 08700175 08700177

6. Nirmala rahma dewi 08700167

PEMBIMBING TUTOR : dr. Toni FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA Tahun Akademik 2008/2009

KATA PENGANTAR
1

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul vulnus scissum. Tanpa bantuan-Nya mustahil kami dapat menyelesaikannya dengan lancar. Kami juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini dengan baik. Kepada dekan fakultas kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Kepada dosen pembimbing kami dr. Tony serta kepada teman-teman. Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat kepada siapa saja yang ingin menambah wawasan. Kami mohon maaf apabila dalam makalah PBL ini terdapat banyak kekurangan serta kata-kata yang tidak berkenan di hati para pembaca. Selain itu, kami juga memohon saran dan masukan dari pembaca agar kiranya makalah ini dapat menjadi lebih baik di kemudian hari.

Surabaya, Mei 2010

DAFTAR ISI
2

I. Skenario

II. Kata Kunci III. Minimal Problem IV. Pembahasan V. Hipotesa Awal VI. Analisis Dari Differential Diagnosis Gejala Klinis VII. Hipotesis Akhir (DIAGNOSIS) VIII. Mekanisme Diagnosis IX. Metode Terapi Tujuan Penatalaksanaan Prinsip Tindakan Medis X. Prognosis dan Komplikasi

BAB I
3

SKENARIO 2
DEMAM Seorang pasien,Anak,12 tahun,Diantar ke tempat praktik anda oleh ibunya dengan keluhan demam,Ibunya sangat cemas karena panasnya tidak turun-turun.

BAB II
4

KATA KUNCI
Pada skenario 2 ini, kami menemukan kata kunci yang akan kami bahas lebih lanjut, kata kunci tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Demam 2. Panasnya tidak turun-turun

BAB III
5

IDENTIFIKASI ISTILAH
1. Demam : kondisi dimana suhu tubuh lebih tinggi dari suhu tubuh normal (360 C - 370C). 2. Panasnya tidak turun-turun: panas yang di akibatkan karena tubuh terinfeksi suatu penyakit yang mengakibatkan tubuh menjadi panas yang berkelanjutan.

BAB IV MINIMAL PROBLEM


Pada skenario 2 ini, kami menemukan problem yang akan kami bahas lebih lanjut, problem tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Mengapa anak itu demam dan di sertai panas yang tidak turun-turun? 2. Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan demam? 3. Bagaimanakah patomekanisme terjadinya demam? 4. Apa sajakah penyakit yang menimbulkan demam dalam kasus ini? 5. Apa penegakan diagnosa yang dapat diambil dari kasus ini? 6. Bagimanakah petanalaksanaan yang dapat dilakukan dalam kasus ini?

BAB V PEMBAHASAN
A. Batasan Dalam laporan ini akan dibahas masalah seputar pegenakan diagnosa terhadap kasus yang dilami oleh pasien tersebut hingga penatalaksanaannya. B. Fisiologi / Patofisiologi/ Patomekanisme Definisi Demam Tubuh kita memiliki hipotalamus anterior di otak yang bertugas mengatur agar suhu tubuh stabil (termostat) yaitu berkisar 37 +/- 1 derajat Celsius. Fisiologi Demam (Bagaimana Demam Terjadi) Penyebab Umum

Infeksi virus dan bakteri; Flu dan masuk angin; Radang tenggorokan; Infeksi telinga Diare disebabkan bakterial atau diare disebabkan virus. Bronkitis akut, Infeksi saluran kencing Infeksi saluran pernafasan atas (seperti amandel, radang faring atau radang laring) Obat-obatan tertentu Kadang-kadang disebabkan oleh masalah-masalah yang lebih serius seperti pneumonia, radang usus buntu, TBC, dan radang selaput otak. Demam dapat terjadi pada bayi yang diberi baju berlebihan pada musim panas atau pada lingkungan yang panas. Penyebab-penyebab lain: penyakit rheumatoid, penyakit otoimun, Juvenile rheumatoid arthritis, Lupus erythematosus, Periarteritis nodosa, infeksi HIV dan AIDS, Inflammatory bowel disease, Regional enteritis, Ulcerative colitis, Kanker, Leukemia, Neuroblastoma, penyakit Hodgkin, Non-Hodgkin's lymphoma Demam merupakan suatu respon fisiologis alamiah yang dilakukan oleh tubuh

sebagai salah satu lini pertahanan tubuh. Jadi, demam bukanlah merupakan suatu diagnosis penyakit melainkan merupakan suatu gejala yang mengiringi suatu penyakit. Suhu tubuh seseorang diatur di hipotalamus. Hipotalamus ini berperan sebagai thermostat. Thermostat adalah alat untuk mengontrol suhu tubuh. Melalui Hipotalamus 8

tubuh akan mengontrol suhu tubuh yang seharusnya untuk menjaga suhu tersebut tetap stabil. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin kedalam tubuh penderita. Contoh zat toksin yang paling mudah adalah mikroorganisme penyebab sakit. Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan sistem pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk melakukan fagositositosis. Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan mesin tersebut merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang setting hipotalamus yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut dengan kejang demam).

Bagan mekanime terjadinya demam patologis

Sumber penyakit : MO (Virus, bakteri, fungi, parasit,dll) Zat toksin dari sumber penyakit Mekanisme peradangan (infalamasi) Pirogen eksogen

Sistem pertahanan tubuh

Pirogen endogen

Hipotalamus Fosfolipase 2 Cyclooxigenase (COX) Asam arachidonat Termostat hipotalamus Peningkatan Suhu tubuh Prostaglandin

Demam

10

Penyakit yang berhubungan A. Thypoid Fever Definisi Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. (Darmowandowo, 2006) Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain. (Ashkenazi et al, 2002) Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agfen farmakeutika an bahan tinja. (Ashkenazi et al, 2002) Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adlah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas. (Ashkenazi et al, 2002)

Patogenesis S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. (mansjoer, 2000) Setelah mencapai usus, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel

11

mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi II (Darmowandowo, 2006). Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll (Darmowandowo, 2006) Imunulogi. Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (Darmowandowo, 2006) Penyakit demam Tifoid ini bisa menyerang saat kuman tersebut masuk melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Dan melalui peredaran darah, kuman sampai di organ tubuh terutama hati dan limpa. Ia kemudian berkembang biak dalam hati dan limpa yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba. Pada kasus yang berat, jaringan yang terkena bisa mengalami perdarahan dan perforasi (perlubangan). Bakteri tifoid ditemukan dalam tinja dan air kemih penderia. Penyebaran bakteri bisa terjadi karena pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang air, melalui air dan makanan yang tercemar, atau lalat yang menyebarkan langsung dari tinja ke makanan. Di kota-kota besar, dimana sumber air untuk minum dan mencuci bahan makanan berasal dari air kali yang sekaligus berfungsi sebagai penampungan limbah atau kakus, bakteri tifoid yang lolos dari proses pemasakan dapat berada dalam minuman dan makanan. Gejala Klinis Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat. Biasanya gejala mulai timbul secara bertahap dalam wakatu 8-14 hari setelah terinfeksi. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma. 12

Jika pengobatan tidak dimulai, maka suhu tubuh secara perlahan akan meningkat dalam waktu 2-3 hari, yaitu mencapai 39 40 Celsius selama 10-14 hari. Panas mulai turun secara bertahap pada akhir minggu ketiga dan kembali normal pada minggu keempat. Demam seringkali disertai oleh denyut jantung yang lambat dan kelelahan yang luar biasa. Pada kasus yang berat bisa terjadi delirium, stupor atau koma. Pada sekitar 10% penderita timbul sekelompok bintik-bintik kecil berwarna merah muda di dada dan perut pada minggu kedua dan berlangsung selama 2-5 hari. Sedangkan gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang ditimbulkan antara lain ; Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar). Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran. Penderita demam tifoid mulai demam rendah pada malam hari, hilang esoknya, terulang lagi malamnya, menjadi makin hari makin tinggi. Mulainya malam saja, kemudian siang juga. Pola demam semakin hari semakin naik, seperti anak tangga. Demam Tifoid tidak pernah mulai dengan demam tinggi pada hari pertama sampai ketiga. 13

Pada penderita yang tidak menerima pengobatan, penderita akan memasuki tahap kedua dimana penderita akan menjadi semakin sakit, demam tinggi yang konstan, diare dan konstipasi. Pada minggu ketiga, penderita akan semakin lemah. Komplikasi yang membahayakan jiwa biasanya terjadi pada waktu ini. Perbaikan akan terjadi secara perlahan pada minggu ke empat. Demam menurun secara bertahap dan suhu penderita kembali normal pada minggu atau 10 hari berikutnya. Tetapi gejala dapat timbul kembali selama 2 minggu sesudah demam menghilang (10% kasus yang tidak diobati). Demam paratifoid, yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Paratyphi, menyebabkan gejala yang serupa, hanya lebih ringan dan penderita bisa sembuh lebih cepat. Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan sempurna, tetapi bisa terjadi komplikasi terutama bila tidak diobati atau pengobatan terlambat, berupa : Perdarahan usus (2% penderita) Perforasi usus (1 2% penderita) yang menyebabkan nyeri perut karena isi usus menginfeksi rongga perut (peritonitis) Pneumonia, biasanya jika terjadi infeksi pnemokokus meskipun bakteri tifoid juga bisa menyebabkan pneumonia) Infeksi kandung kemih dan hati Infeksi darah (bakteremia) yang kadang menyebabkan infeksi organ tubuh lainnya

Bahkan setelah pengobatan dengan antibiotika, sejumlah kecil orang yang sembuh dari demam tifoid terus membawa bakteri dalam saluran pencernaan mereka selama bertahuntahun. Orang seperti ini disebut typhoid carriers, menyebarkan bakteri melalui feses dan bisa menginfeksi orang lain, walaupun mereka tidak menampakkan gejala penyakit demam tifoid. Diagnosa Penyakit Demam Tifoid Untuk ke akuratan dalam penegakan diagnosa penyakit, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium diantaranya pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Widal dan biakan empedu. Pemeriksaan darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana yang mudah dilakukan di laboratorium sederhana untuk membuat diagnosa cepat. Akan ada gambaran jumlah darah putih yang berkurang (lekopenia), jumlah limfosis yang meningkat dan eosinofilia. 14

Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan darah untuk menemukan zat anti terhadap kuman tifus. Widal positif kalau titer O 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan progresif. Saat ini banyak ditemui kesalahkaprahan dalam penegakan diagnosis tifoid, antara lain. Terburu-buru memeriksakan darah ke laboratorium, padahal baru demam 2 3 hari. Hanya semata mengandalkan uji Widal untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Lebih mementingkan hasil uji laboratorium atau penunjang ketimbang gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Padahal dari definisinya saja, uji laboratorium atau penunjang seharusnya bersifat sebagai penguat atau penunjang penegakan diagnostik yang dilakukan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Mengapa Uji Widal Saja Tidak Cukup ? Berdasarkan literatur kedokteran, uji Widal bukanlah pemeriksaan penunjang yang paling tepat (gold standard) untuk menentukan apakah seseorang terkena demam tifoid atau tidak. Pemeriksaan penunjang yang paling tepat adalah pembiakan kuman / kultur dari darah (gal culture), yang sayangnya memakan biaya yang besar dan waktu yang lama, sedangkan keputusan untuk memberikan terapi harus diputuskan segera. Namun pengobatan bisa dimulai berdasarkan penegakan diagnosis dari gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Kelemahan uji Widal : Bisa memberikan hasil positif palsu pada anak yang sudah menerima vaksin tifoid. Indonesia merupakan daerah endemik tifoid (endemik = merata di seluruh kawasan tertentu). Kebanyakan kota besar di Indonesia seolah sudah seperti kakus terbuka raksasa, air yang tercemari oleh tinja penderita dengan mudah masuk ke dalam minuman atau makanan. Oleh karena itu, kemungkinan besar semua orang di kota besar Indonesia tidak ada yang tidak pernah menelan kuman tifoid. Dengan demikian, bila ditemukan seseorang di Indonesia yang mempuyai reaksi Widal positif, belum tentu menderita demam tifoid. Uji Widal memiliki tingkat sensitivitas dan spesifitas sedang (moderate). Pada kultur yang terbukti positif, uji Widal yang menunjukkan nilai negatif bisa mencapai 30 persen. Diagnosa demam Tifoid pasti positif bila dilakukan biakan empedu dengan ditemukannya kuman Salmonella typhosa dalam darah waktu minggu pertama dan kemudian sering ditemukan dalam urine dan faeces. Sampel darah yang positif dibuat untuk menegakkan diagnosa pasti. Sample urine dan faeces dua kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benarbenar sembuh dan bukan pembawa kuman (carrier). 15

Sedangkan untuk memastikan apakah penyakit yang diderita pasien adalah penyakit lain maka perlu ada diagnosa banding. Bila terdapat demam lebih dari lima hari, dokter akan memikirkan kemungkinan selain demam tifoid yaitu penyakit infeksi lain seperti Paratifoid A, B dan C, demam berdarah (Dengue fever), influenza, malaria, TBC (Tuberculosis), dan infeksi paru (Pneumonia). Diagnosa Amanesis Tanda klinik Laboratorik Leukopenia, anesonofilia Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah negatif); tinja minggu II, air kemih minggu III Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II, pada stadium rekonvalescen titer makin meninggi Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup akurat dengan Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M

16

Skema Patofisiologi Demam Typhoid Kuman Salmanella typhi , Salmanella Paratyphi masuk ke saluran cerna Sebagian di musnahkan asam lambung Peningkatan asam lambung Mual, muntah Intake kurang (madequat) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Perforasi PERITONITIS Nyeri tekan Gangguan rasa nyaman = nyeri Sebagian hidup dan menetap Perdarahan Masuk aliran limfe Menembus dan masuk aliran darah Masuk dan bersarang dihati dan limpa Hepata megali, Splenomegali Infeksi Salmonella typhi, Paratyphi dan Endotoksin Dilepasnya zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang DEMAM TIFOID Gangguan rasa nyaman : Panas peningkatan suhu badan 17 Sebagian menembus Lamina propia Sebagian masuk usus halus Di ileum terminalis membentuk limfoid plaque peyer

B. DHF DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ) Menurut beberapa ahli pengertian DHF sebagai berikut: Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy,1995 ). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina) (Seoparman , 1990). DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996). Penyebab DHF Penyebab DHF adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus ) melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ) Patofisiologi DHF Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali). Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). 18

Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal. Tanda dan Gejala DHF Tanda dan gejala penyakit DHF adalah : Meningkatnya suhu tubuh Nyeri pada otot seluruh tubuh Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita Suara serak Batuk Epistaksis Disuria Nafsu makan menurun Muntah Ptekie 19

Ekimosis Perdarahan gusi Muntah darah Hematuria masif Melena

Diagnosis DHF Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut : 1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 - 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri. 2) Manifestasi perdarahan : 1) Uji tourniquet positif 2) Petekia, purpura, ekimosis 3) Epistaksis, perdarahan gusi 4) Hematemesis, melena. 3) Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus. 4) Dengan atau tanpa renjatan. Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk. 5) Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi Klasifikasi DHF menurut WHO Derajat I Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uju tourniquet positif ) Derajat II Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain. Derajat III Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi ) Derajat IV Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur 20

Pemeriksaan Diagnostik Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang ) Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test ) Rontgen Thorac = Effusi Pleura

C. Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium. Malaria memiliki 4 jenis, antara lain : 1. Malaria Tertiana Merupakan jenis malaria paling ringan, disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala klinis : demam tiap 2 hari sekali setelah gejala pertama terjadi (2 minggu setelah infeksi). 2. Malaria Tropika Demam rimba (jungle fever) disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Merupakan Penyebab sebagian besar kematian akibat malaria, karena menghalangi jalan darah ke otak. Gejala klinis : koma, mengigau, bisa sebabkan kematian. 3. Malaria Kuartana Disebabkan oleh Plasmodium malariae. Gejala pertama biasanya terjadi antara 18-40 hari setelah infeksi terjadi, dan akan terulang kembali setiap 3 hari. 4. Malaria yang disebabkan oleh Plasmodium ovale. Merupakan malaria yang paling jarang ditemukan. Siklus parasit malaria adalah setelah nyamuk Anopheles yang mengandung parasit malaria menggigit manusia, maka keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk kedalam darah dan jaringan hati. Parasit malaria pada siklus hidupnya, membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati ( ekso-eritrositer ). Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit / kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit ( stadium eritrositer ), mulai bentuk tropozoit muda sampai sison tua / matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merosoit. Merosoit sebagian besar masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk 21

gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidup di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Pada lambung nyamuk terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot akan berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, maka keluar sporozoit dan masuk ke kelenjar liur nyamuk yang siap untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia. Khusus P.vivax dan P. ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan), sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit tetapi tertanam di jaringan hati disebut Hipnosoit (lihat bagan siklus), bentuk hipnosoit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah/sibuk/stres atau perobahan iklim (musim hujan), maka hipnosoit akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari dalam sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya 1 ? 2 tahun yang sebelumnya pernah menderita P. vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, suatu saat dia pindah ke daerah bebas malaria dan tidak ada nyamuk malaria, dia mengalami kelelahan/stres, maka gejala malaria muncul kembali dan bila diperiksa SD-nya akan positif P.vivax/ovale. Pada P. falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan menimbulkan kerusakan seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria berat/komplikasi, sedangkan P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae tidak merusak organ tersebut. P. falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua di dalam otak, peristiwa ini yang disebut sekuestrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20 ? 50 %, hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak sebagian kecil dapat terjadi sekuele. Pada daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan SD sering dijumpai SD positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60 %jumlahpenduduk. Apa saja gejala dan tanda-tanda malaria? Berikut ini adalah gejala-gejala malaria antara lain: 1. Demam tinggi ( demam dapat mencapai 104 derajat fahrenheit atau lebih tinggi). 22

2. Perasaan dingin atau kaku pada seluruh tubuh. 3. Gemetar sampai bergoncang. 4. Keluar keringat berlebihan. 5. Tubuh terasa lemas, lelah. 6. Ketidaknyamanan yang disebut dengan malaise (rasa tidak enak pada tubuh) dan nyeri pada seluruh tubuh. 7. Sakit kepala 8. Rasa mual. 9. Muntah-muntah.

PATOGENESIS Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara yaitu : 1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria 2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).

Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut : 1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena : -Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit -Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit 23

Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler 2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai mediator endotoksin. 3. Pelepasan TNF Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS. 4. Sekuetrasi eritrosit Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini mengandung antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan menempel pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi bendungan. LABORATORIUM Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronik, pada keadan akut terjadi penurunan yang cepat dari Hb. Penyebab anemia pada malaria adalah pengrusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh proses imunologis. Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hiperemik, pigmentasi aktif dengan hyperplasia dari normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromasia dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisioasa. Juga dapat dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun yang disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravskuler. Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek yang lebih banyak dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya transaminase, tes flokulasi sefalin positif, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun. Plasma protein menurun terutama albumin, walupun globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena meningkatkan fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa penting untuk respirasi dari plasmodia dan peningkatan glukosa darah dijumpai pada malaria tropika dan tertiana, mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat pada waktu demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. LED meningkat pada malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan. DIAGNOSIS Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riawayat pengobatan kuratip maupun preventip. 24

a. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui : a. Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah. b. Tetesan preparat darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria. Pengecatan dilakukan dengan pewarnaan Giemsa, atau Leishmans, atau Fields dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik. b. Tes Antigen : p-f test Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test). c. Tes Serologi Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . 25

Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay. d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

test,

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin. KOMPLIKASI Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut pernicious manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebeumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10 % pada seluruh penderita yang dirawat di RS dan 20 % diantaranya merupakan kasus yang fatal. Penderita malaria dengan kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut : 1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis soporous. 2. Acidemia/acidosis ; PH darah <>respiratory distress. 3. Anemia berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya. 4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl. 5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome). 6. Hipoglikemi : gula darah <> 7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <> 10C:8). 8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler 9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam 10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD) 11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak. D. Hepatitis Gejala klinis: Gejala Hepatitis A Pada minggu pertama, individu yang dijangkiti akan mengalami sakit seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-muntah, pusing dan kencing yang berwarna 26

hitam pekat. Demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam yang lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll. Gejala Hepatitis B Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam, sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera). Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko. Gejala Hepatitis C Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah ; Lelah, Hilang selera makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal.

Pemeriksaan Fisik Penyakit Pasien Identitas Pasien Nama Umur Alamat Jenis Kelamin Anamnesa Keluhan utama : Panas Badan : : Ponco : 12 TAHUN : Jln Pancoran gang 5 no 110 C,Jakarta : laki-laki

Riwayat penyakit sekarang Panas sudah 5 hari

Panas terus-menerus (tidak naik turun), sehingga anak jadi gelisah Tidak menggigil Tidak kejang 27

Tidak mimisan Badan tersa sakit Sering sakit perut Disertai mual-muntah (tanpa darah) Kadang diare Kadang konstipasi Sering pusing Perut kembung :

Riwayat penyakit dahulu -

3 bulan lalu pernah sakit seperti ini. Dengan diagnosis dokter : infeksi usus. Belum pernah menderita Demam Berdarah Belum pernah menderita Tuberchulosis Belum pernah operasi Riwayat obat : tidak punya alergi obat, dan panas yang sekarang diberi Paracetamol.

Riwayat penyakit keluarga -

Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini. :

Riwayat Sosial-Ekonomi -

Suka makan dan minum disembarang tempat Jarang cuci tangan sebelum makan Tidak ada WC (memakai WC umum) Kadang minum air kran (belum dimasak) Tinggal di lingkungan padat penduduk

Pemeriksaan Fisik Kesadaran Umum pasien Keadaan Umum Status Gizi Vital Sign 28 : Compos Mentis : dalam kondisi lemah. :Cukup

Tensi Nadi Respiratory rate Suhu

: 100/60 mmHg : 84 x/menit bisa Bradikardi : 18 x/menit : 37 38 C (sub febris)


0

Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi Kepala/leher : a/ic/d = +/-/-/Hidung kadang disertai Epistaxis Lidah kotor di tengah & Tremor Leher: Tanpa pembesaran KGB Thoraks - Cor : S1/S2single Nyeri dada ( - ) -Pulmo : simetris Suara napas vesikuler (+) Ronkhi ( - ) Wheezing ( - ) Abdomen UG Ekstremitas Simetris Hepar : 2cm BAC ( + / - hepatomegali ) Lien ( + / - Splenomegali ) Meteorismus ( + ) Bising usus normal : Normal : Ditemukan adanya Rosella di daerah punggung. : :

Pemeriksaa Penunjang Pemeriksaan Darah Lengkap - Hb, Trombosit, dan Indeks Eritrosit Normal - Peningkatan jumlah eritrosit (RBC), leukosit (WBC) - Peningkatan HCT, LED - Diffcount : shift to the left 29

Uji Widal : (+) Pemeriksaa Feces : tidak ditemukan telur cacing

BAB VI HIPOTESIS AWAL DAN DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


A. Diagnosa Awal Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap penderita menurut gejal-gejala klinis yang ditunjukkan, diagnosis awal yang dapat diambil adalah Thypoid fever. B. Diagnosa Banding

1.

DHF

2. Malaria 3. Hepatitis

30

BAB VII ANALISIS DARI DIAGNOSA AWAL DAN DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


A. Diagnosis Awal Gejala klinis Demam Thypoid : 1. nyeri pada hepar dan lien 2. demam lebih dari seminggu 3. lidah kotor. Bagian tengahnya berwarna putih, dan tepi berwarna merah. 4. mual berat dan muntah 5. diare 6. Kadang konstipasi 7. Lemas, pusing, sakit perut. Hepato-splenomegali menyebabkan rasa sakit di perut 8. pingsan.

Differential Diagnosis 1. DHF Tanda dan gejala penyakit DHF adalah : Meningkatnya suhu tubuh Nyeri pada otot seluruh tubuh Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita Suara serak Batuk Epistaksis Disuria 31

Nafsu makan menurun Muntah Ptekie Ekimosis Perdarahan gusi Muntah darah Hematuria masif Melena

2. Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium. Malaria memiliki 4 jenis, antara lain : 1. Malaria Tertiana Merupakan jenis malaria paling ringan, disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala klinis : demam tiap 2 hari sekali setelah gejala pertama terjadi (2 minggu setelah infeksi). 2. Malaria Tropika Demam rimba (jungle fever) disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Merupakan Penyebab sebagian besar kematian akibat malaria, karena menghalangi jalan darah ke otak. Gejala klinis : koma, mengigau, bisa sebabkan kematian. 3. Malaria Kuartana Disebabkan oleh Plasmodium malariae. Gejala pertama biasanya terjadi antara 18-40 hari setelah infeksi terjadi, dan akan terulang kembali setiap 3 hari. 4. Malaria yang disebabkan oleh Plasmodium ovale. Merupakan malaria yang paling jarang ditemukan. 3. Hepatitis Gejala klinis:

32

Gejala Hepatitis A Pada minggu pertama, individu yang dijangkiti akan mengalami sakit seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-muntah, pusing dan kencing yang berwarna hitam pekat. Demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam yang lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll. Gejala Hepatitis B Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam, sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera). Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko. Gejala Hepatitis C Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah ; Lelah, Hilang selera makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal.

33

BAB VIII DIAGNOSA AKHIR


Berdasarkan riwayat penyakit pemeriksaan fisik yang teliti maka dapat ditegakkan diagnosa akhir yaitu Thypoid fever. Thypoid fever merupakan demam yang ditimbulkan karena infeksi bakteri Salmonella typhosa, yang terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Gejala klinis yang sering nampak pada seorang penderita Thypoid fever adalah sebagai berikut: 1. nyeri pada hepar dan lien 2. demam lebih dari seminggu 3. lidah kotor. Bagian tengahnya berwarna putih, dan tepi berwarna merah. 4. mual berat dan muntah 5. diare 6. Kadang konstipasi 7. Lemas, pusing, sakit perut. Hepato-splenomegali menyebabkan rasa sakit di perut 8. pingsan. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis: 1. Darah Lengkap Pemeriksaan darah lengkap diperlukan karena indikasi penyakit infeksi, hasil dari pemeriksaan diharapkan sebagai berikut: - Hb Karena tidak ada ditemukan gejala anemia maka nilai Hb diharapkan normal. - Jumlah Eritrosit (RBC) Dalam kasus infeksi/radang diperlukan jumlah eritrosit yang lebih banyak karena sel/jaringan yang mengalami injuri atau mengalami peradangan tentunya memerlukan lebih banyak O2 untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dalam hal ini sel darah yang dapat mengangkutnya adalah eritrosit. - Jumlah Leukosit (WBC) 34

Agent penginfeksi yang dalam hal ini adalah mikroorganisme (bakteri) akan merangsang sistem imunitas tubuh baik yang spesifik (antibodi) dan yang non spesifik (Sel fagosit, Interferon jalur alternatif). Dalam hal ini sel fagosit adalah Netrofil dan Makrofag. Jadi apabila terjadi infeksi sel-sel fagosit akan menjadi lebih aktif untuk memfagositosis infeksius agent. Sehingga secara tak langsung jumlah leukosit total akan meningkat. - Hitung Jenis (diff.count) Hitung jenis leukosit yang terdiri dari: Eo/Ba/St/Seg/Limf/Mo, dalam kasus infeksi akan terjadi peningkatan jumlah sel- sel fagosit dalam hal ini adalah stab netrofil dan Segment Netrofil sehingga akan terjadi kecenderungan peningkatan jumlah sel yang terdapat di sebelah kiri istilahnya: Shift to the left. - Jumlah Trombosit (PLT) Pemeriksaan jumlah trombosit sangat vital dalam kasus demam yang melebihi hari, kecurigaan tentunya diarahkan pada Demam Berdarah Dengue apabila ditemukan jumlah total trombosit yang kurang dari harga normal (150.000-400.000/ml darah). Namun apabila jumlah total trombosit yang ditemukan ternyata masih dalam keadaan normal maka kecurigaan diarahkan pada Typhoid Fever yang akan dipastikan pemeriksaan lainnya yaitu pada Uji Widal. - Laju Endap Darah (LED/ESR) Laju Endap Darah didefiniskan sebagai kecepatan sel darah mengendap dalam waktu tertentu (jam). Dalam kasus infeksi karena terjdai peningkatan jumlah sel darah baik eritrosit maupun leukosit maka kemampuannya untuk mengendap pun akan meningkat. - Hematokrit (HCT/PCV) Karena jumlah eritrosit dalam keadaan ini meningkat maka rasionya per plasma akan meningkat juga. Hematokrit akan meningkat. - Indeks Eritrosit Karena tidak ditemukan gejala anemia maka nilai Indeks Eritrosit diharapkan akan normal. 2. Bilirubin (sebelumnya disebut sebagai hematoidin) adalah produk rincian kuning normal heme katabolisme . Heme ditemukan dalam hemoglobin , komponen utama sel darah merah . Bilirubin diekskresi dalam empedu dan urin , dan tingkat tinggi mungkin 35

mengindikasikan penyakit tertentu. Hal ini bertanggung jawab untuk warna kuning memar , urin, dan warna kuning sakit kuning 1. Normal 1. <0,2 mg / dl 2. Peningkatan Konjugasi Bilirubin: Dewasa 1. Penyebab Intrahepatic 1. Penyakit hepatoseluler 1. Viral Hepatitis 2. Penyakit Hati Beralkohol 2. Obstruksi Saluran empedu 3. Obat diinduksi kolestasis 4. Berkepanjangan Nutrisi Parenteral Total 5. Sarcoidosis 6. Kehamilan 7. Bilier primer Sirosis 8. Primer sclerosing kolangitis 2. Penyebab Extrahepatic 1. Cholelithiasis 2. Pankreatitis 3. Cryptosporidium infeksi (immunocompromised pasien) 4. Sitomegalovirus infeksi 5. Cholangiocarcinoma 6. Kanker melibatkan hati 7. Kanker pankreas 8. Limfoma 3. Peningkatan Konjugasi Bilirubin: Pasien Bayi 1. Keracunan darah 2. Intrauterin infeksi virus 3. Hepatitis neonatal 4. Intrahepatic dan atresia bilier extrahepatic 5. Obstruksi saluran empedu 1. Choledochal kista 2. Massa abdomen 3. Annular pankreas 6. Trisomi 18 7. Galaktosemia 8. Tyrosinemia 9. Turun temurun 1. Dubin-Johnson Syndrome 2. Sindrom Rotor 10. Hypermethioninemia 11. Alpha-1 antitrypsin kekurangan 12. Cystic Fibrosis 13. Setelah Hemolytic Penyakit dari Bayi sindrom 1. Inspissated empedu 14. Hypopituitarism 15. Hypothyroidism 4. Referensi 1. Pasha (1996) Clin North Am Med: 36

BILIRUBIN INDIRECT 1. Interpretasi 1. Normal: <1,0 mg / dl 2. Penyebab: Peningkatan (hiperbilirubinemia Unconjugated) 1. Hemolisis 1. Anemia hemolitik (ringan hiperbilirubinemia ) 2. Besar heme load (misalnya reabsorpsi hematoma besar) 3. Penyakit hati 1. Hepatitis 2. Sirosis 3. Bengkak 4. Hepatik kongesti 5. Turun temurun 1. Gilbert penyakit 2. Crigler-Najjar Sindrom

3. SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT merupakan suatu enzim yang dikeluarkan oleh sel2 hati yang mengalami kerusakan, enzim ini terdapat di dalam sitoplasma dan inti sel dari sel2 hati/hepatosit..apabila terjadi sesuatu kerusakan/inflamasi pada hati seperti infeksi hepatitis misalnya terjadi kerusakan pada sel hati sehingga enzim2 tersebut keluar ke dalm darah sehingga terjadi peningkatan kadar SGOT dan SGPT dalam darah..tes ini merupakan tes yang baik untuk melihat adanya suatu kerusakan pada sel2 hati.. AST (SGOT) dan ALT (SGPT) adalah indikator-indikator yang sensitif dari kerusakan hati dari tipe-tipe penyakit yang berbeda. Namun harus ditekankan bahwa tingkat-tingkat enzim-enzim hati yang lebih tinggi dari normal tidak harus secara otomatis disamakan dengan penyakit hati. Mereka mungkin atau mereka bukan berarti persoalan-persoalan hati. Interpretasi (penafsiran) dari tingkat-tingkat AST dan ALT yang naik tergantung pada seluruh gambaran klinis dan jadi adalah terbaik dilakukan oleh dokter yang berpengalaman dalam mengevaluasi penyakit hati. Tingkattingkat yang tepat dari enzim-enzim ini tidak berkorelasi baik dengan luasnya kerusakan hati atau prognosis. Jadi, tingkat-tingkat AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat tidak dapat digunakan untuk menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan. Contohnya, pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin mengembangkan tingkattingat AST dan ALT yang sangat tinggi (adakalanya dalam batasan ribuan unit/liter). Namun kebnyakan pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut sembuh sepenuhnya tanpa sisa penyakit hati. Untuk suatu contoh yang berlawanan, pasien-pasien dengan infeksi hepatitis C 37

kronis secara khas mempunyai hanya suatu peningkatan yang kecil dari tingkat-tingkat AST dan ALT mereka. Beberapa dari pasien-pasien ini mungkin mempunyai penyakit hati kronis yang berkembang secara diam-diam seperti hepatitis kronis dan sirosis. 4. Uji Widal Widal atau uji Widal adalah prosedur uji serologi untuk mendeteksi bakteri Salmonella enterica yang mengakibatkan penyakit Thipoid. Uji ini akan memperlihatkan reaksi antibodi Salmonella terhadap antigen O-somatik dan H-flagellar di dalam darah. Uji Widal adalah uji aglutinasi yang menggunakan suspensi kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi sebagai antigen untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi dalam serum pasien. Antigen yang Dipergunakan 1. Antigen H (antigen flagelar) Salmonella typhi 2. Antigen O (antigen somatik) Salmonella typhi 3. Antigen PA (antigen Salmonella paratyphi A) 4. Antigen PB (antigen Salmonella paratyphi B) - Dalam hal ini Uji Widal dilakukan sebagai indikasi adanya demam tifoid. - Uji Widal menggunakan cara klasik dengan menggunakan tabung (Tube Aglutination Test), dengan rincian sebagai berikut: - Keterangan: tanda (+) berarti terjadi aglutinat yaitu terjadi reaksi antigen antibodi dan yang digunakan adalah tabung aglutinat terakhir (titer 1/160) - Uji widal dianggap positif apabila didapatkan titer 1/200 atau terjadi peningkatan sebanyak 4x 5. Pemeriksaan Feses Pemeriksaan feses termasuk dalam pemeriksaan yang spesifik. Digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding. Secara umum pemeriksaan feses digunakan untuk mencari telur cacing dan kultur mikroorganisme penyebab penyakit yang dapat ditemukan lewat feses penderita.

38

BAB IX MEKANISME DIAGNOSIS

Pasien datang

Anamnesa

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Keluhan Utama

Kesadaran umum Laboratorium

Riwayat Penyakit Sekarang

Keadaan umum

Vital Sign Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Sosial Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi TT/ RR/ T/ nadi

Prediagnosis

Differential diagnosis

Final diagnosis

Penatalaksanaan

39

Kemungkinan penyakit yang bisa ditegakkan melalui gejala-gejala klinis yang ditunjukka oleh pasien

Thypoid fever

Hepatitis

Demam

DHF

Malaria

40

Thypoid fever
Gejala klinis: 1. nyeri pada hepar dan lien 2. demam lebih dari seminggu 3. lidah kotor. Bagian tengahnya berwarna putih, dan tepi berwarna merah. 4. mual berat dan muntah 5. diare 6. Kadang konstipasi 7. Lemas, pusing, sakit perut. Hepato-splenomegali rasa sakit di perut 8. pingsan. menyebabkan

DHF Tanda dan gejala penyakit DHF adalah : Meningkatnya suhu tubuh Nyeri pada otot seluruh tubuh

Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita Suara serak Batuk Epistaksis Disuria Nafsu makan menurun Muntah Ptekie Ekimosis Perdarahan gusi Muntah darah Hematuria masif Melena

Malaria
1. Malaria Tertiana Gejala klinis :
Gejala Hepatitis A

Hepatitis
minggu pertama, individu yang dijangkiti akan mengalami sakit seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-muntah, pusing dan kencing yang berwarna hitam pekat. Demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam yang lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll. Gejala Hepatitis B demam, sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera). Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko. Gejala Hepatitis C Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah ; Lelah, Hilang selera makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi)

demam tiap 2 hari sekali setelah gejala pertama terjadi (2 minggu setelah 2. Malaria Tropika Gejala klinis : koma, mengigau, bisa sebabkan kematian. 3. Malaria Kuartana Gejala pertama biasanya terjadi antara 18-40 hari setelah infeksi terjadi, dan akan terulang kembali setiap 3 hari. 4. Malaria yang disebabkan oleh Plasmodium malaria ditemukan. ovale. Merupakan jarang yang paling infeksi).

41

Sementara gejala pasien

Hepatitis Keluhan utama : Panas Badan :

Riwayat penyakit sekarang -

Panas sudah 5 hari Panas terus-menerus (tidak naik turun), sehingga anak jadi gelisah Tidak menggigil Tidak kejang Tidak mimisan Badan tersa sakit Sering sakit perut Disertai mual-muntah (tanpa darah) Kadang diare Kadang konstipasi Sering pusing Perut kembung : 3 bulan lalu pernah sakit seperti ini. Dengan diagnosis dokter : infeksi usus. Belum pernah menderita Demam Berdarah Belum pernah menderita Tuberchulosis Belum pernah operasi Riwayat obat : tidak punya alergi obat, dan panas yang sekarang diberi Paracetamol. :

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit keluarga -

Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini. :

Riwayat Sosial-Ekonomi -

Suka makan dan minum disembarang tempat Jarang cuci tangan sebelum makan Tidak ada WC (memakai WC umum) Kadang minum air kran (belum dimasak) Tinggal di lingkungan padat penduduk

42

Pemeriksaan Fisik : Compos Mentis : dalam kondisi lemah. :Cukup

Kesadaran Umum pasien Keadaan Umum Status Gizi Vital Sign Tensi Nadi Respiratory rate Suhu : 18 x/menit

: 100/60 mmHg : 84 x/menit bisa Bradikardi : 37 380 C (sub febris)

Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi Kepala/leher : a/ic/d = +/-/-/Hidung kadang disertai Epistaxis Lidah kotor di tengah & Tremor Leher: Tanpa pembesaran KGB Thoraks - Cor Nyeri dada ( - ) -Pulmo : simetris Suara napas vesikuler (+) Ronkhi ( - ) Wheezing ( - ) Abdomen UG Simetris Hepar : 2cm BAC ( + / - hepatomegali ) Lien ( + / - Splenomegali ) Meteorismus ( + ) Bising usus normal : Normal : : : S1/S2single

Ekstremitas : Ditemukan adanya Rosella di daerah punggung.

Melalui perbandingan DD di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala yang ditunjukkan pasien hampir sama dengan gejala klinis penyakit Thyopid fever. Untuk lebih menegakkan diagnosa, dibutuhkan pemeriksaan

penunjang
43

Normal

Ditemukan Salmonella thyposa

SGOT /SGPT

Fecess

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Darah Lengkap

Bilirubin

Uji Widal

- didapatkan - Hb normal -RBC meningkat - WBC meningkat (lekositosis) - diff. count shift to the left -LED meningkat -HCT/PCV meningkat -Trombosit normal -Indeks Eritrosit normal Direk Normal Indirek Normal peningkatan titer sampai 4 kali - atau 1/200

Final: Thypoid fever

Penatalaksanan dan Terapi


44

BAB X METODE TERAPI


A. Tujuan Penatalaksanaan Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau types bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. B. Prinsip Tindakan Medis Pengobatan penyakit demam thypoid dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk mencegah penularan. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan. Selain obat-obatan yang diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing (Paracetamol), Untuk anak dengan demam tifoid maka pilihan antibiotika yang utama adalah kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan dipersingkat. Namun beberapa dokter ada yang memilih obat antibiotika lain seperti ampicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole, kotrimoksazol, sefalosporin, dan ciprofloxacin sesuai kondisi pasien. Demam berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus. Pengobatan Medakamentosa Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.

45

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam : Komplikasi intestinal a. Perdarahan usus b. Perforasi usus c. Ileus paralitik Komplikasi ekstraintetstinal a. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik. c. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis. d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis. e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis. g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna. Pencegahan Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid. 46

(Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan. Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanta direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium. Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit. Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki resiko terjangkit. Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik. 47

Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah atau ruam-ruam (jarang terjadi). Pemberian vaksin tifoid. Pada anak-anak usia 2 12 tahun mulai diberikan ketika usia 2 tahun dengan ulangan tiap 3 tahun. Pada orang dewasa, vaksin per-oral (ditelan) memberikan perlindungan 70%, hanya diberikan kepada orang yang pernah terpapar bakteri Salmonella Typhi dan orang beresiko tinggi (petugas laboratorium dan pelancong). Untuk mencegah penyebaran bakteri dari penderita / orang yang baru sembuh dari demam tifoid : Mencuci tangan sesering mungkin dengan benar, terutama sebelum makan dan sesudah menggunakan toilet. Gunakan air hangat, gosokkan sabun minimal 30 detik sebelum dibilas. Bersihkan peralatan rumah tangga setiap hari, seperti toilet, pegangan pintu, gagang telepon dan keran minimal sekali sehari dengan cairan pembersih dan tisu / kain sekali pakai. Hindari menyiapkan hidangan makanan/minuman untuk orang lain sampai dokter menyatakan benar-benar sembuh. Di negara maju, orang yang bekerja di industri / jasa makanan belum boleh kembali bekerja hingga hasil tes menunjukkan orang tersebut tidak lagi membawa bakteri tifoid. Gunakan barang pribadi secara terpisah, seperti handuk, seprai, peralatan makan dan cuci sesering mungkin dengan air hangat dan sabun. Beberapa barang perlu direndam terlebih dahulu dalam cairan disinfektan.

48

BAB XI PROGNOSA DAN KOMPLIKASI


Untuk penderita demam tifoid, apabila keadaan berlangsung kronik dapat terjadi berbagai macam komplikasi, antara lain perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensephalopati, bronkopneumonia, hepatitis. Prognosis Dalam kasus ini, umumnya prognosis dapat dikatakan baik bila pasien cepat berobat. Prognosis kurang baik bila terdapat gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia atau febris kontinua, penurunan kesadaran, komplikasi berat seperti dehidrasi, asidosis, perforasi usus, dan gizi buruk.

49

KEPUSTAKAAN

Burnside, Mc Glynn. 1995. Adams Diagnosis Fisik. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Guyton, Arthur C, Hall, John E. 2007. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Laboratorium Anatomi FK UWKS. 2008. Anatomi 2. Fakultas Kedokteran UWKS : Surabaya. Wilson, dan Price. 2002. Patofisiologi Volume 1 Edisi Keenam. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Mansjoer, Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. Media Aesculapius : Jakarta. www.google.com

50

Anda mungkin juga menyukai