PENDAHULUAN
Tetanus adalah penyakit akut yang ditandai oleh kekakuan otot dan
spasme, yang diakibatkan oleh toksin dari Clostridium tetani. Berasal dari kata
yunani “tetanus” yang berarti “berkontraksi”. Pada luka yang kotor dan
nekrotik, bakteri ini memproduksi tetanospasmin, neurotoksin yang cukup
poten. Neurotoksin ini menghambat pengeluaran neurotransmitter inhibisi pada
system saraf pusat, yang mengakibatkan kekakuan otot. Sejak jaman dahulu
telah ditemukan catatan tentang kasus dimana luka yang berhubungan dengan
kekakuan otot, dibuktikan dari catatan papyrus edwin smith (1000 SM) dan
catatan hippocrates (400 SM).1
Hal ini menandakan bahwa C.Tetani, sudah lama ada, dan tidak bisa di
eradikasi dari bumi. Namun engan ditemukannya vaksin tetanus, angka kejadian
penyakit tetanus data ditekan. Program imunisasi yang tidak adekuat data
mengakibatkan kejadian penyakit tetanus meningkat.1
Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di
seluruh dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus
dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Selama 30 tahun
terakhir, hanya terdapat sembilan penelitian RCT (Randomized Controlled
Trials) mengenai pencegahan dan tata laksana tetanus. Pada tahun 2000, hanya
18.833 kasus tetanus yang dilaporkan ke WHO. Berdasarkan data dari WHO,
data dari Vietnam diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia adalah sekitar
700.000-1.000.000 kasus per tahun.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tetanus
2.1.1. Definisi
Tetanus adalah penyakit akut, paralitik spastik yang diisebabkan oleh
tetanospasmin, neurotoksin yang dhasilkan oleh Clostridium tetani.2
2.2.2. Epidemiologi
Tetanus terjadi diseluruh dunnia dan endemik pada 90 negara yang
sedang berkembang, tetapi insidennya sangat bervariasi. Bentuk yang paling
sering tetanus neonatorum (umbilicus), membunuh sekurang-kurangnya
500.000 bayi setiap tahun karena ibu tidak terimunisasi, lebih dari 70%
kematian ini terjaadi pada sekitar 10 negara Asia dan Afrika tropis. Lagipula
diperkirakan 15.000-30.000 wanita yang tidak terimunisasi di seluruh dunia
meninggal setiap tahun karena tetanus ibu yang merupakan akibat dari infeksi
dengan C.tetani luka pascapartus, pascaabortus, atau pascabedah.2
Kebanyakan kasus tetanus non-neonatorum dihubungkan dengan jejas
traumatis, sering luka tembus yang diakibatkan oleh benda kotor, eperti paku,
serpihan, fragmen gelas, atau injeksi tidak steril, tapi suatu kasus yag jarang
mungkin tanpa riwayat trauma.2
Angka kejadian tetanus di Indonesa masih cukup tinggi. Pada tahun
1997-2000 di Indonesia, angka kejadian tetanus 1,6-1,8 per 10.000 kelahiran
hidup, dengan angka kematian akibat tetanus neonatorum sebesar 7,9%.1
2.2.3. Etiologi
Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridium tetani, kuman
berbentuk batang dengan sifat.
Basil Gram-postif dengan spora pada ujungnya sehingga berbentuk seperti
pemukul genderang.
Obligat anaerob (berbentuk vegetative apabila berada dalam lingkungan
anaerob) dan dapat bergerak dengan mengunakan flagella.
2
Menghassilkan eksotoksin yang kuat.
Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam
suhu tinggi, kekeringan, dan desinfektans.
Kuman hidup ditahan dan di dalam usus binatang, terutama pada tanah
di daerah pertanian/perternakan. Spora dapat menyebar kemana-mana,
mencemari lingkungan secara fisik dan biologik. Spora mampu bertahan
dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun, dalam
lingkungan yang anaerob dapat berubah menjadi bentuk vegetative yang akan
menghassilkan eksotoksin.5
Penyebab penyakit ini adalah Clostridium tetani yang hidup aneorob,
berbentuk spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas ditanah dan
mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik. Toksin ini dapat menghancurkan
sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin
yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.3
2.1.4. Patogenesis
Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh,
memperbanyak diri dan menghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-
reduksi rendah tempat jejas yang terinfeksi.2
Spora yang masuk ke dalam tubuh dan berada dalam lingkungan
anaerobic, berubah menjadi bentuk vegetative dan berbiak cepat sambil
meghasilkan toksin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan
potenssial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan
akibat adanya nanah, nekroi jaringan, atau akibat adanya benda asing, seperti
bamboo, pecaha kaca, dan sebagainya.5
Hipotesis bahwa toksin ada awalnya merambat dari tempat luka
melalui motor endplate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum
belakang dan menyebar ke seluruh susunan saraf pusat, lebih banyaj dianut
daripada lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati
saraf motorik, terutama serabut motor. Reseptor khusus pada ganglion
menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui
3
proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut kea rah sel secara ekstra
aksional dan menimbulkan perubahan potensial membrane dan gangguan
enzim yang menyebabkan kolin-estrase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin
menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan
blockade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot. Sehingga
tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin
meningkat akan timbul kejang, terutama pada otot yang besar.5
2.2.3 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis yang dapat membantu diagnosis antara lain:8
4
Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang terbuka, luka
dengan nanah atau gigitan binatang
Apakah pernah keluar nanah dari telinga
Apakah pernah menderita gigi berlubang
Apakah sudah mendaat imunisasi DT atau TT, dan kapan imunisasi
terakhir
Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme
local) dengan spasme yang pertaama (period of onset)
b. Pemeriksaan Fisik
1. Trismus
2. Risus Sardonikus
3. Opistotonus
4. Otot dinding perut kaku seperti triplek
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur luka
2.2.4 Penatalaksanaan
a. Perawatan Umum
1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi
2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu
trakeostomi
3. Memberikan tambahan O2 dengan sungkup (masker)
4. Mengurangi spasme dan mengatasi kejang
5. Jika karies dentis atau OMSK dicurigai sebagai port d’entrée, maka
diperlukan konsultasi dengan dokter gigi/THT.5
b. Pengobatan Khusus
1. Antibiotik
a. Lini pertama adalah metronidazole IV/oral dengan dosis inisial
15mg/kgBB/hari dengan interval setaip 6 jam selama 7-10 hari.
5
Metronidazole efektif untuk mngurangi jumlah kuman C.tetani
bentuk vegetative. Sebagai lini kedua dapat diberikan penicillin
prokain 50.000-100.000/kgBB/hari selama 7-10 hari, jjika terdapat
hipersensitif terhadap penicillin dapat diberikan tetrasiklin 50
mg/kgBB/hari (untuk anak berumur >8 tahun).5
b. Jika terjadi penyulit sepsis atau bronkopneumonia, diberikan
antibiotic yang sesuai.5
2. Anti serum
Dosis ATS yang dianjurkan adalah 100.000 IU dengan 50.000 IU
im dan 50.000 IU iv. Pemberian ATS harus berhati-hati akan reaksi
anafilaksis. Pada tetanus anak pemberian anti serum dapat disertai
dengan imunisasi aktif DT setelah anak pulang dari rumah sakit.
Bila fasilitas tersedia dapat diberikan HTIG (Human Tetanus Imun
Globulin) 3.000-5.000 IU.5
2.2.5 Komplikasi
Aspirasi sekresi6
Pneumonia6
Ulkus dekubitus6
Fraktura columna vertebralis7
2.2.6 Prognosa
Prognosa tetanus ditentukan oleh masa inkubasi, period of onset, jenis
luka, keadaan status imunitas pasien dan cara pengobatan.5
6
STATUS ANAK SAKIT
7
4 bulan : Menoleh ke kiri dan ke kanan
6 bulan : Duduk
8 bulan : Berdiri
10 bulan : Berjalan
15 bulan : Berbicara
V. Anamnesa Makanan
0 bulan – 1 bulan : ASI
VI. Imunisasi
Keterangan imunisasi
JENIS LAHIR 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24
IMUNISASI
Hepatitis B
BCG
Polio
DPT
Campak
Hib
8
IX. Anamnesa mengenai OS
Keluhan Utama : Kejang (+)
Telaah : Seorang anak laki-laki usia 8 tahun datang kerumah sakit
dengan keluhan kaku seluruh badan yang telah dialami sejak ±
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya OS tertusuk lidi
kayu dibagian tumit telapak kakinya sejak 2 minggu lalu. Dan
orang tua OS mencabut lidi tersebut tetapi tidak seluruh lidi
tercabut. Pada lidah OS dijumpai bercak putih, pada gusi
dijumpai bercak putih.
- RPT : Varicella
- RPO :-
X. Pemeriksaan fisik :
1. Status presens
KU/KP/KG :Sedang/Sedang/Baik Anemis : (-)
Kesadaran :Compos Mentis Dyspnoe : (-)
Tekanan darah :120/60 mmHg Ikterik : (-)
Frekuensi nadi :102 x/i Edema : (-)
Frekuensi napas :24 x/i Cyanosis : (-)
Temperature :37,1 oC
BB Masuk :24.000 gram
PB Masuk :132 cm
2. Status Lokalisata
a. Kepala
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor kanan=kiri , conjungtiva palpebra
inferior anemis (-/-), mata cekung (-), nistagmus (-).
Hidung : Deviasi septum nasi (-), Sekret (-), Perdarahan (-/-)
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : Mukosa mulut kering (-), Lidah kotor (+), Mulut Trismus (+) 3cm
9
b. Leher : TVJ R-2cm H2O, Pembesaran KGB (-)
c. Thoraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP: Vesikuler
ST: (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Soepel
Palpasi : Soepel, turgor kembali cepat, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
e. Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, CRT< 3”
Bawah : Akral hangat, CRT< 3”
f. Genitalia : OS adalah seorang anak laki-laki dan dijumpai kelainan pada
genitalia berupa hipospadia
licin
10
- Jantung bentuk baik, ukuran tidak membesar, apeks
di kiri
bawah
Kesan : Bronchopneumonia
Parameters
11
j. Kimia darah : 31 Mei 2018
Glukosa ad random 130.00 mg/dl <140 mg/dl
12
FOLLOW UP PASIEN SMF KESEHATAN ANAK RS. PIRNGADI MEDAN
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal 31 Mei 2018 1 Juni 2018 2 Juni 2018
13
Auskultasi: Auskultasi: Auskultasi:
peristaltik (+) peristaltik (+) peristaltik (+)
normal normal normal
Ekstremitas Atas: akral hangat, Atas: akral hangat, Atas: akral hangat,
CRT< 3” CRT< 3” CRT< 3”
Bawah:akral Bawah:akral Bawah:akral
hangat, CRT< 3” hangat, CRT<3” hangat, CRT< 3”
Diagnosis Tetanus Tetanus Tetanus
14
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal 3 Juni 2018 4 Juni 2018 5 Juni 2018
Keluhan Kejang (-), Mulut Kejang (-), Mulut Kejang (-), Mulut
sulit dibuka (+) sulit dibuka (+) sulit dibuka (+)
KU/KP/KG Sedang/Sedang/Se Sedang/Sedang/Se Sedang/Sedang/Se
dang dang dang
Sensorium Compos mentis Compos mentis Compos mentis
Tekanandarah 90/70 mmHg 90/70 mmHg 90/70 mmHg
Frekuensi nadi 96 x/i 105 x/i 110 x/i
Frekuensi nafas 28 x/i 28 x/i 28 x/i
Temperatur 36,9oC 36,7oC 36,9oC
BB masuk 24 kg 24 kg 24 kg
BB sekarang
Status Mata: RC (+/+), Mata: RC (+/+), Mata: RC (+/+),
lokalisata: Pupil isokor, Pupil isokor, Pupil isokor,
kepaladanleher konjungtiva konjungtiva konjungtiva
palpebra inferior palpebra inferior palpebra inferior
anemis (-/-) ,mata anemis (-/-) ,mata anemis (-/-) ,mata
cekung (-/-), cekung (-/-), cekung (-/-),
Nistagmus (-) Nistagmus (-) Nistagmus (-)
Hidung:dalam Hidung:dalam Hidung:dalam
batas normal batas normal batas normal
Mulut:Lidah kotor Mulut:Lidah kotor Mulut:Lidah kotor
(-), Trismus (+) (-), Trismus (+) (-), Trismus (+)
Leher:trakea letak Leher:trakea letak Leher:trakea letak
medial, medial, medial,
pembesaran KGB pembesaran KGB pembesaran KGB
(-) (-) (-)
Thorax Inspeksi: simetris Inspeksi: simetris Inspeksi: simetris
fusiformis fusiformis fusiformis
Auskultasi: Auskultasi: Auskultasi:
SP: Vesikuler SP: Vesikuler SP: Vesikuler
ST: - ST: - ST: -
Abdomen Inspeksi: simetris Inspeksi: simetris Inspeksi: simetris
Palpasi: soepel, Palpasi: soepel, Palpasi: soepel,
hepar/lien/ren hepar/lien/ren hepar/lien/ren
tidakteraba, turgor tidakteraba, turgor tidakteraba, turgor
kulit kembali cepat kulit kembali cepat kulit kembali cepat
Perkusi: timpani Perkusi: timpani Perkusi: timpani
Auskultasi: Auskultasi: Auskultasi:
peristaltik (+) peristaltik (+) peristaltik (+)
normal normal normal
15
Ekstremitas Atas: akral hangat, Atas: akral hangat, Atas: akral hangat,
CRT< 3” CRT< 3” CRT< 3”
Bawah:akral Bawah:akral Bawah:akral
hangat, CRT< 3” hangat, CRT< 3” hangat, CRT< 3”
Diagnosis Tetanus Tetanus Tetanus
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S., Alwi I., Setiyohadi B., dkk. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
InternaPublishing.
2. Behrman. R.E., Kliegman R., 2012. Nelson Textbook of Pediatrics 15th
Edition. EGC.
3. Nugroho, Bayu. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn.s dengan Tetanus.
(Diunduh tanggal 03 Juni 2018). Available From:
http://eprints.ums.ac.id/22239/2/4.a_BAB_I.pdf
4. Dahlan A., Agusman S., dkk. 1985. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Tetanus.
Edisi 15. Jakarta: EGC.
5. Soedarmo.S.S.P., dkk. 2015. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. Behrman. R.E., Kliegman R., 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 15th
Edition. EGC.
7. Ekayanti F., Hariyani I., dkk. 2017. Panduan Praktik Klinis. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Edisi 2017. Jakarta : Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia.
8. Penatalaksanaan Tetanus Pada Anak. DEPARTEMEN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA.
(Diunduh tanggal 06 Juni 2018). Available From:
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/-Penatalaksanaan-
Tetanus-Pada Anak.pdf
17