Anda di halaman 1dari 5

Oleh Dhea Atika Risnawati XI MIA 6/07

Miranda
Kerajaan Ganymede adalah sebuah kerajaan peri yang ada di daerah Jupiter. Ada 3
jenis peri yang tinggal di Kerajaan Ganymede. Peri peri tersebut dikelompokkan berdasarkan
sifatnya. Peri merah yang bersifat pemberani bertugas menjaga keamanan kerajaan. Peri
putih bersifat lembut dan penuh kasih sayang menjadi penasihat kerajaan dan pembimbing
peri-peri kecil. Sedangkan peri hijau bersifat rajin, rapi dan peduli lingkungan mempunyai
tugas merawat taman dan menyediakan buah Raspberry sebagai bahan makanan para peri.

Angin berhembus semilir meliuk-liukkan pohon akasia yang daunnya berguguran di


tanah. Bunga-bunga dandelion dengan riang menerbangkan kelopaknya. Bunga daisy tak
kalah menariknya menebarkan keharuman di setiap penjuru kerajaan. Dari kejauhan tampak
taman Eris, tempat tinggal peri putih dikelilingi kunang-kunang. Peri putih telah terlena
dalam buaian mimpi, melepas segala kepenatan setelah lelah seharian menjalankan tugas
membimbing peri kecil.

Berbeda dengan peri putih dan peri hijau yang menjalankan tugasnya pada siang hari,
para peri merah sedang melaksanakan tugas patrolinya di malam hari untuk mengamankan
setiap taman tempat tinggal seluruh peri di Kerajaan Ganymede. Selain berpatroli di setiap
taman, para peri merah juga mempunyai tugas menjaga setiap hutan agar tidak ada
binatang buas yang memangsa para peri.

Sebagai peri merah, Miranda dan Titan ikut serta dalam menjalankan tugas patroli
tersebut. Ia mendapat jatah menjaga Hutan Callisto, hutan yang konon pada zaman dahulu
kala terdapat binatang yang selalu membunuh peri di setiap malam purnama. Namun
anehnya binatang tersebut tidak memakan peri yang menjadi korbannya. Ia hanya
mengambil sayap dibunuhnya tersebut.

“Titan, apakah kamu pernah mendengar kisah bahwa di hutan ini selalu ada peri
yang terbunuh saat malam purnama?” tanya Miranda.

“Ah, itu hanya sebuah mitos Mir. Tidak ada yang pernah melihat binatang itu.
Kalaupun itu benar, pasti sudah puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Binatang itu pasti
sudah mati.” Jawab Titan santai sembari terbang dari satu bunga ke bunga lain.

Berbeda dengan Titan dengan riangnya terbang kesana kemari di setiap pohon dan
bunga, Miranda hanya duduk termenung di atas bunga daisy. Tiba-tiba sesosok bayangan
terlihat melintas di sebuah bunga Lavender.

“Tolooonggg…!!!!” Jerit Titan panik.


Secepat kilat sosok yang tak dikenal itu mengayunkan panahnya.
“Aaakkhhh…!” Terdengar pekikan yang menyayat sebelum akhirnya hening.

Mendengar suara jeritan tersebut, Miranda segera bergegas menuju arah datangnya suara.
Miranda setengah tak percaya, Titan satu-satunya teman patrolinya yang kini terkapar
dengan mengenaskan. Terlihat sayatan di punggungnya, sayap indah Titan telah lenyap
bersama dengan jiwa raganya. Miranda tak menyangka di Kerajaan ini ada binatang
pembunuh.

Miranda bergegas menuju pusat taman Galilean untuk melaporkan kepada


pemimpin peri merah atas kejadian yang menimpa Titan malam itu. Dadanya bergemuruh
hebat, Ia tidak habis pikir akan kejadian yang baru saja ia alami.

*******

Pagi hari Miranda menemui kekasihnya yang merupakan peri putih, Julian.

“Julian, kau sudah dengar berita tentang Titan tadi malam?” Tanya Miranda dengan
nafas tersengal-sengal.
“Belum. Memangnya kenapa dengan dia?” Julian malah balik bertanya.
“Tadi malam, waktu aku berpatroli di hutan Callisto aku mendengar suara jeritan.
Dan kau tahu dalam waktu sekejap, Titan kutemukan tewas dengan kondisi yang
mengenaskan. Terutama yang paling mengerikan sayapnya dipotong hiks” terang Miranda
sambil menangis sesenggukan. Ia sangat kehilangan salah satu sahabatnya itu.
“Sudahlah, itu bukan salahmu, Miranda. Sekarang kita bicarakan keperluan untuk
pernikahan kita nanti. Kamu lebih suka perayaan pernikahan kita di taman atau di istana
Gany?”

“Baik, Jul. Menurutku pesta pernikahan kita nanti dilangsungkan di Istana Gany saja.
Bukan, bukan. Di taman Eris saja. Istana Gany saja. Entahlah, Jul. Maaf aku sedang tidak bisa
berfikir jernih.” Jawab Miranda.

“Miranda sayang, semua sudah terjadi. Lebih baik kita menatap masa depan untuk
mempersiapkan kehidupan di masa mendatang. Jangan sedih, Miranda” hibur Julian.

“Justru sekarang aku jadi sedih Jul, selain kehilangan sahabat baikku aku juga
kehilangan pekerjaanku karena pemimpin tim merah tidak memperbolehkan aku
melaksanakan patrol pagi. Padahal aku sudah menikmati peranku sebagai peri merah. Tak
disangka semua akan jadi seperti ini” Miranda menghela nafas panjang sesekali menyeka air
matanya. Miranda beringsut dari kelopak dandelion yang didudukinya.

******

Dengan bermandi peluh Julian berjalan kaki melewati jalan setapak di pinggiran
hutan. Sesekali ia berpapasan dengan peri hijau yang melintas hendak pulang setelah
seharian berkebun.

“Darimana Julian? Bukannya kamu bertugas mengajar peri kecil di Istana Gany?”
Miranda bertanya setibanya Julian tiba di taman Eris. Semenjak kematian Titan, pekerjaan
Miranda hanya merawat bunga di taman Eris dan Galilean bersama peri peri hijau. Miranda
sadar bahwa pohon dan bunga sangat berguna bagi lingkungan tempat tinggal mereka.
Julian tidak menjawab pertanyaan kekasihnya tersebut. Ia menyalakan pelita di
bunga Dahlia dan tersenyum manis kepada Miranda.
*******

Setelah kejadian di hutan Callisto, Miranda yang sekarang mempunyai kegemaran


menanam pohon dan bunga menjadi semakin dekat dengan para peri hijau. Salah satu peri
hijau yang saat ini menjadi teman dekatnya adalah Lunar Evermoon. Lunar Evermoon adalah
peri hijau yang cantik dan rajin. Lunar sedikit lebih muda daripada Miranda. Mereka sudah
seperti adik kakak yang sangat akrab.
Siang itu Miranda seorang peri merah yang ditangguhkan pekerjaannya dan Lunar
terbang ke arah utara. Sebagai peri hijau, Lunar menyadari bahwa reboisasi sangat penting
bagi kelangsungan hidup para peri di Kerajaan Ganymede. Begitupun dengan Miranda,
semenjak mengenal Lunar banyak ilmu baru yang ia dapatkan. Salah satunya adalah tentang
pentingnya penanaman hutan atau reboisasi. Reboisasi dapat mengurangi erosi tanah oleh
angin dan air dan juga pelestarian kesuburan lahan pertamanan di sekitarnya.
Perjalanan untuk sampai di Hutan Deimos membutuhkan waktu yang cukup lama.
Lunar dan Miranda masing-masing memegang cangkul dan sabit sebagai alat untuk bekerja
pada lahan hutan Deimos yang mereka tuju. Mereka akan menanami lahan itu dengan
tanaman akasia dan pinus. Akasia selain dapat menyediakan oksigen juga mempunyai
banyak manfaat yang lain. Daun dan kayunya dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan bagi
para peri. Begitu pula dengan pinus, kayunya dapat dimanfaatkan sebagai atap rumah para
peri.
“Kau sudah membawa bekal dan peralatan yang kuperintahkan?” Lunar membuka
suara, memecah hening di antara mereka.

“Sudah semua, Lun” jawab Miranda sigap.

“Bagus, ayo lebih cepat” Lunar mempercepat langkahnya.

Sesampainya di hutan Deimos, Miranda dan Lunar mulai menanam bibit-bibit pohon
akasia dan pinus. Karena terlalu asyiknya menanam, hari sudah petang. Padahal banyak
bibit yang belum tertanam. Miranda dan Lunar kemudian memutuskan untuk menginap di
hutan tersebut selama satu malam.

Langit mendung menyelimuti malam yang tak berbintang. Membuat para peri
enggan keluar dari peraduannya. Sebentar lagi hujan akan turun. Suara lolongan anjing
hutan membelah keheningan, di tengah malam seperti ini peri-peri jaman dahulu percaya
bahwa ini pertanda munculnya binatang pembunuh yang bergentayangan. Namun itu tak
membuat Miranda gentar. Saat ini, ia sedang berada di tengah hutan bersama Lunar untuk
menanam 1000 pohon untuk melestarikan hutan di Kerajaan Ganymede.

Tiba-tiba terdengar suara tebasan pisau yang memotong dedaunan.


“Ssstt.. kau dengar itu Lun?” Miranda membangunkan sahabatnya yang meringkuk di
balik bunga daisy.

“Ngghh.. apa sih Mir” Lunar menguap lebar-lebar.

“Sepertinya ada sesuatu di sekitar sana. Aku jadi teringat peristiwa ketika aku dan
Titan berada di hutan Callisto” Miranda menunjuk di kejauhan.
“Hah? Mana mungkin ada binatang pembunuh di hutan Deimos, ini bukan hutan
Callisto, Mir. Sudahlah mungkin kau lelah. Ayo tidurlah, besok masih banyak pohon yang
harus ditanam” Lunar kembali merapatkan kelopak daisy di tubuhnya. Lunar tertidur pulas.
Namun Miranda tak dapat memejamkan mata. Ia terus dihantui rasa penasaran
dengan suara tebasan pisau yang barusan didengarnya. Ia yakin tidak salah dengar. Apalagi
beberapa hari yang lalu Titan sahabat baiknya meninggal dalam keadaan yang mengenaskan.
Khawatir bertambahnya korban, tanpa sepengetahuan Lunar, Miranda terbang menyusuri
hutan dengan berbekal sabit di tangan. Tekatnya sudah bulat untuk menyingkirkan binatang
pembunuh Titan.

Miranda terbang jauh dari bunga daisy tempat Lunar tidur. Ia berkeliling dengan
sabit di tangan melewati pohon blueberry, leci dan jambu vanilla. Ia tak menemukan
siapapun.

Tiba-tiba terdengar suara jeritan seseorang.

“Aaaaaaaaaaaargh!!”

“Lunar!” pekik Miranda. Ia bergegas terbang menuju tempat sahabatnya tertidur


pulas tadi. Ia terbang secepat yang ia bisa. Peristiwa meninggalnya Titan masih membekas di
pikiran Miranda. Ia tidak ingin hal serupa terjadi pada Lunar.

“Hahaha.. mati kau!” Seorang peri laki-laki bertubuh gagah menyeringai seram.
“Besok, kita akan dapat uang banyak dari penjualan sayap ini! Hahaha.. Cepat
masukan sayap indah itu ke dalam karung! Jangan sampai rusak ataupun terlipat.” Perintah
peri lainnya yang bertubuh gempal.
Dengan cepat mereka melakukan pekerjaan terkutuk itu. Tanpa mereka sadari,
sepasang mata sedang mengintai mereka dari balik semak belukar. Miranda melihat dua
pembunuh jahat itu sedang memasukkan sayap indah Lunar ke sebuah karung yang terbuat
dari serabut akar pohon pinus.
Belum sempat menyadari bahwa Miranda mengintai dalam kegelapan malam. Tiba-
tiba…
“Wesshhh..!!”
“Ahhkkkk!!!!!!!”
Sekali tebas dan dua pembunuh itu tak lagi bergerak. Miranda memang peri merah
perempuan yang paling tangguh.
Miranda mendekat pada kedua pembunuh yang telah ia lumpuhkan. Sebenarnya ia
tak tega untuk melakukan perbuatan keji ini. Tapi apa boleh buat, daripada lebih banyak
korban yang berjatuhan tidak ada pilihan lain selain menghabisi mereka. Sebagai peri merah
Miranda juga mempunyai kewenangan untuk membunuh siapapun yang melakukan
kejahatan meskipun kepada sesama peri.
Miranda mendekat perlahan, tangannya terjulur. Ia berusaha membalikkan tubuh
kedua peri pembunuh tersebut. Jantungnya berdebar-debar, ia penasaran dengan kedua
peri yang telah membunuh sahabatnya Titan dan Lunar.
“Julian?!!!” Pekik Miranda terkejut bukan main.
Dua orang yang telah ia bunuh ialah kekasih dan tetangganya sendiri, Julian dan Ceres.
*******

Miranda menghela napas panjang, ia mengenakan jepit rambut berwarna hitam


yang senada dengan pakaiannya pagi ini. Matanya sembab. Tubuhnya gemetaran.

Hari ini ia akan menghadiri pemakaman Lunar, Ceres, dan tentu saja Julian. Ya,
pelaku pembunuhan Titan dan Lunar adalah kekasih hati Miranda, Julian Europa dan juga
tetangga Miranda, Kenzo Ceres. Mereka telah tewas di tangan Miranda. Seorang peri cantik
yang tangguh dan pemberani. Namun di dalam hatinya tersimpan perasaan yang teriris-iris
dalam. Ia kehilangan sahabat yang periang dan baik hatinya, Titan. Ia juga kehilangan
sahabat yang sudah ia anggap seperti adik, Lunar. Kedua sahabatnya itu dibunuh oleh
kekasihnya sendiri. Tragisnya lagi, kekasihnya itu tewas di tangan Miranda sendiri. Julian
melakukan itu untuk mewujudkan impiannya menikahi Miranda dan menggelar pesta
pernikahan yang meriah.

“Memang pilu sekali hatiku. Namun aku adalah peri merah, peri yang tangguh. Aku
akan bangkit dari kesedihan dan keterpurukan. Aku telah melakukan hal yang benar.
Selamat jalan Lunar, Julian.” gumam Miranda.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . BERAKHIR. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Anda mungkin juga menyukai