Anda di halaman 1dari 10

SUNAN AMPEL

Narator

Di suatu negara di tanah Arab, Syekh Syekh Jamaluddin Jumadil Kubra menyuruh anaknya, Ibrahim Al-
Ghazi (Sunan Gresik) untuk berdakwah di Asia. Namun, pada akhirnya Ibrahim menyasar di Campa.
Ibrahim Al-Ghazi akhirnya menyebarkan agama Islam di Campa. Di Negeri Cempa beliau berhasil
mengajak Raja Cempa masuk Islam, dan akhirnya beliau dinikahkan dengan Putri Raja Cempa yang
bernama Dewi Candrawulan. Dari pernikahannya tersebut, Ibrahim dan sang istri Dewi Candrawulan
dikaruniai dua orang anak, yaitu Ali Murtala dan Ali Rahmatullah(Raden Rahmat).

Pada tahun 1401 M lahirlah putra kedua dari Ibrahim Al-Ghazi dan Candrawulan, yaitu Ali Rahmatullah.

Scene 1
Latar tempat = Negeri Campa

DUKUN BAYI : Lagi buk… dikit lagi buk…

CANDRAWULAN : hhhhhhhh..

DUKUN BAYI : Alhamdulillah… Anak ibuk laki-laki .. Tampan sekali…

AL GHAZI : anak kita tampan ya, dinda.

CANDRAWULAN : iya kanda, dia tampan sekali. Nama apa yang baik untuk anak kita, kanda?

AL GHAZI : Kanda pikir,, Ali Rahmatullah, bagaimana dinda?

CANDRAWULAN :Nama yang bagus

(Ali Murtala kecil datang dan menyambut kelahiran adiknya dengan senang)

ALI MURTALA : Yey aku punya adik baru

AL GHAZI : Sini lihatllah adikmu yang tampan sepertimu

ALI MURTALA : Siapa nama adekku ini bunda?

CANDRAWULAN : Ali Rahmatullah, Nak.


Scene 2
Latar Tempat : Di Majapahit

Di lain tempat, yaitu Indonesia, lebih tepatnya di Jawa, ada sebuah Kerajaan, yang bernama Kerajaan
Majapahit. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang bernama Prabu Brawijaya. Dia memiliki seorang
permaisuri yang bernama Dewi Anarawati yang juga merupakan adik dari Dewi Candrawulan.

Pada saat itu Kerajaan Majapahit sedang mengalami kemunduran. Para adipati banyak yang melakukan
korupsi sehingga merugikan kerajaan. Di samping itu, daerah-daerah Kerajaan Majapahit banyak yang
memisahkan diri karena tidak sanggupnya pihak kerajaan dalam menjaga keutuhan kerajaannya.

Prabu Brawijaya sangat prihatin dan gelisah melihat keadaan ini, karena ia menyadari jika keadaan ini
tidak bisa diatasi maka akan berakibat kepada kehancuran kerajaan miliknya.

Prabu Brawijaya : Oh Tuhan… kenapa kondisi kerajaanku seperti ini? Berikan aku petunjuk-Mu.

Anarawati : Kakanda, janganlah berkeluh kesah. Tuhan bersama kita. Dinda yakin pasti ada jalan
atas segala permasalahan ini. Tetaplah tenang, dinda selalu disampingmu.

Prabu Brawijaya : Engkau benar, Dinda. Semoga Tuhan senantiasa memberikan petunjuk dan rahmat bagi
kerajaan ini. Terimakasih Dinda.

Anarawati : Tentulah kakanda. (Terdiam sejenak). Maaf kakanda, sebelumnya dinda mempunyai
usul untuk memperbaiki kondisi kerajaan kita. Dinda memiliki kemenakan di Negeri Campa yang bernama
Ali Rahmatullah. Dia putra kedua dari kakak dinda, Dewi Candrawulan. Dinda dengar Ali Rahmatullah
berbudi luhur. Dinda rasa Ali Rahmatullah mampu membantu kita memperbaiki moral di kerajaan ini.

Prabu Brawijaya : Bagus usulmu dinda.


Scene 3
Latar Tempat : Negeri Campa

Disaat Ibrahim Al Ghazi dan Dewi Candrawulan sedang duduk disinggasana bersama kedua putranya,
datanglah utusan dari kerajaan Majapahit.

Ajudan : Yang mulia raja, maafkan hamba yang lancang ini, hamba ingin menyampaikan pesan
dari Anarawati bahwa di kerajaan Majapahit kini membutuhkan seorang pencerah agama, karena
keadaan di kerajaan kami sedang ricuh. Untuk itu apakah baginda mengizinkan Raden Rahmatullah
tinggal di Majapahit untuk memperbaiki akhlak di kerajaan kami?

Al Ghazi: Begitu rupanya. Bagaimana menurutmu, Nak?

Raden rahmatullah : Baik Ayah, apabila memang itu yang bisa Ananda lakukan untuk membantu kerajaan
milik bulik, Ananda bersedia untuk hijrah ke Majapahit.

Candrawulan :Ibu dukung keputusanmu, Nak.

Raden rahmatullah : Ayah, Ibu, bagaimana apabila Ananda juga mengajak kakanda untuk menemani
Ananda ke tanah jawa nan subur itu ?

Al-Ghazi : Alangkah bagus usulmu, Nak. Bagaimana Ali Murtala? Apakah kamu bersedia menemani
Adikmu ini?

Ali Murtala : Apabila itu memang terbaik, Ananda bersedia.

Candrawulan : Putra-putraku, semoga engkau senantiasa berada dalam lindungan Allah, semoga
dengan dakwah ini nantinya menjadikan islam semakin berjaya.

Narator

Ali Rahmatullah berangkat ke tanah Jawa ditemani oleh ayah dan kakaknya. Mereka bertiga
terlebih dahulu mendarat di daerah Tuban. Tetapi sayang sekali sesampainya di Tuban ayahnya, yaitu
Sayyaid Ibrahim Asmaraqandi jatuh sakit sampai wafat dan dimakamkan di desa Gesik Harja. Kecamatan
Palang, Kabupaten Tuban Jawa Timur.Sedangkan kakak Sayyid Ali Rahmatullah yaitu Sayyid Ali Murtala
meneruskan perjalanannya berdakwah keliling daerah nusantara, mulai Madura sampai Bima.

Adapun Sayyid Ali Rahmatullah juga meneruskan perjalanannya sesuai tujuan semula yaitu Kerajaan
Majapahit dan menghadap Prabu Kertabumi sesuai dengan permintaan Dewi Anarawati.

Sesampainya di Majapahit, Dewi Anarawati mengajak Raden Rahmatullah untuk menghadap Prabu
Brawijaya seraya memperkenalkannya pada suaminya itu.
Scene 4
Raden rahmatullah : (bersimpuh) Yang Mulia Prabu Brawijaya,

Anarawati : Yang Mulia, ini adalah Raden Rahmatullah utusan dari Cempa yang akan
memperbaiki moral di kerajaan kita.

Prabu Brwijaya : Sungguh kabar yang baik mendengarmu sampai di sini, Raden Rahmatullah.
Terima kasih aku ucapkan padamu. Aku harap dengan kedatanganmu ini, kau bisa memperbaiki moral
rakyat-rakyatku sehingga kerajaan menjadi makmur, aman, dan damai seperti sediakala.

Raden rahmatullah : Suatu kehormatan bagi hamba Yang Mulia. Insya Allah hamba akan
melaksanakan amanah ini dengan sebaik mungkin.

Narator

Setelah lama tinggal di Majapahit, akhirnya Raden Rahmat menikah dengan putri dari Prabu Brawijaya.
Prabu Brawijaya senang sekali mempunyai menantu Raden Rahmat, karena tutur kata dan sifatnya yang
lemah lembut. Maka sang Prabu Kertabumi memberikan hadiah sebidang tanah di Ampeldenta Surabaya.

Setelah bertempat tinggal di Ampeldenta, langkah pertama yang dilakukan adalah membangun Masjid
dan selanjutnya membangun pesantren.
Scene 5
Raden Rahmatullah : Alhamdulillah akhirnya selesai sudah pembangunan Masjid dan Pesantren di
tanah Ampeldenta nan makmur ini.

Ali Murtala : Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita kemudahan, Adikku. Mari kita
berjuang memperbaiki moral di Ampeldenta dengan berdirinya Masjid dan Pesantren ini.

Raden Rahmatullah : Betul sekali kakak, semoga kita dapat istiqamah mengajarkan budi pekerti
kepada para pembesar kerajaan dan para Adipati. Anak-anak pejabat dan bangsawan semoga betah
tinggal di pesantren.

Narator

Karena beliau bertempat tinggal dan menetap di Desa Ampeldenta dan menjadi penguasa di sana, maka
ia dikenal sebagai Sunan Ampel atau panutan masyarakat. Semakin lama bertambah banyak orang yang
menimba ilmu kepada beliau, tidak hanya dari kalangan bangsawan Majapahit saja, bahkan dari kalangan
masyarakat umum pun juga tidak kalah banyaknya.

Adapun ajaran beliau yang sangat terkenal adalah Falsafah MO-LIMO yang artinya “MO” adalah ora
gelem (tidak mau) dan “LIMO” artinya perkarfa lima.
Scene 6
Raden Rahmatullah : Assalamualaikum wr.wb.

Murid :Waalaikumussalam wr.wb.

Raden Rahmatullah : Alhamdulillah, pada kesempatan yang baik ini aku akan memberikan sebuah
nasihat kepada kalian.

Murid : Apa itu, wahai guruku?

Raden Rahmatullah : Itu adalah MO-LIMO

Murid : MO-LIMO?

Raden rahmatullah : MO-LIMO yang artinya “MO” adalah ora gelem (tidak mau) dan “LIMO”
artinya perkara lima.

Murid : Apakah kelima hal itu?

Raden Rahmatullah : Kalian harus Emoh Main atau tidak mau main (judi), Emoh Ngombe atau tidak
mau minum-minuman yang memabukkan, Emoh Madat atau tidak mau minum/menghisap candu atau
ganja dan sejenisnya,Emoh Maling atau tidak mau mencuri dan korupsi, dan Emoh Madon atau tidak mau
main perempuan yang bukan istrinya (berzina)

Muri : Kenapa kami harus meninggalkan kelima perkara tersebut?

Raden Rahmatullah : Karena kelima hal tersebut telah menyebabkan penurunan dan kehancuran
moral di kerajaan ini. Dengan meninggalkan hal tersebut maka kalian telah membantu memperbaiki dan
membuat kerajaan ini mencapai masa kejayaannya lagi. Insya Allah.

Murid : Baiklah wahai guru, kami akan melaksanakan hal tersebut.

Raden Rahmatullah : Cukup sekian untuk pertemuan kali ini. Assalamualaikum wr.wb.

Narator

Setelah ajaran Raden Rahmat mulai menampakkan hasil, Prabu Barawijaya merasa sangat gembira .
Perlahan-lahan moral di kerajaan Majapahit mulai meningkat.
Scene 7
Raden Rahmatullah : Salam, Yang Mulia Raja.

Prabu Brawijaya : Salam, kau sungguh membanggakanku, wahai menantuku, RADEN


RAHMATULLAH. Engkau telah melaksanakan amanahku dengan sangat baik. Keadaan kerajaanku kembali
seperti sediakala, kejahatan di kalangan masyarakat sudah sangat sedikit.

RADEN RAHMATULLAH : Terima kasih Yang Mulia. Di sini hamba membawakan ajaran Islam, yang
mengajarkan kepada pengikutnya untuk berbudi perkerti dengan baik dan ajaran tersebut disambut baik
oleh kalangan masyarakat. Apabila Yang Mulia berkenan, maukah Yang Mulia masuk ke dalam agama
Islam.

PB : Maaf menantuku, akan tetapi agama Budha telah mendarah daging dalam diriku, rasanya sulit untuk
meninggalkan agama yang telah ada dalam ragaku sejak sekian lama. Akan tetapi, aku tetap memberimu
kebebasan untuk menyiarkan ajaranmu di tanah ini dengan satu syarat, janganlah engkau memaksa
rakyatku yang tidak berkenan mengikutimu.

RADEN RAHMATULLAH : Wahai Raja, aku hormati keputusanmu. Selain itu, hamba tidak akan memaksa
rakyatmu masuk islam, hamba hanya akan menyampaikan ajaran Islam dan syarat yang kau ajukan
memang sudah sesuai dengan agama Islam yang mengajarkan bahwa manusia bebas memilih agama
tanpa adanya paksaan.

PB : Baiklah menantuku, selamat berjuang. Semoga keselamatan selalu berada di sisimu.

RADEN RAHMATULLAH : Yang Mulia, baiklah. Hamba mohon undur diri.

Narator

Beberapa waktu kemudian, Raden Rahmatullah dan kakaknya, Ali Murtala mendirikan sebuah kerajaan
Islam di Jawa yang diberi nama Kerajaan Demak. Kerajaan ini terus berkembang pesat. Raden Rahmat
yang tinggal di Ampeldenta itu, semakin lama semakin bertambah harum namanya dikalangan
masyarakat maupun bangsawan pembesar-pembesar kerajaan dengan sebutan Sunan Ampel.

Pada suatu hari Raden Rahmat akan mengambil air wudhu, tiba-tiba disungai itu nampak oleh beliau
sebuah delima terapung-apung dipermukaan air, tanpa berpikir panjang diambillah delima itu. Rupanya
setan telah membuatnya lupa. Sehabis mendirikan salat, delima itu di makannya, tetapi setelah tinggal
separoh, barulah beliau teringat dan menyesal, karena telah terlanjur memakan delima yang belum
mendapat izin dari pemiliknya.
Scene 8
Raden Rahmatullah : Astaghfirullah, aku telah makan makanan yang bukan hak untukku. Aku akan
menyusuri sungai ini dan mencari pemilik delima yang baru aku makan tadi dan meminta maaf
kepadanya.

Ki Ageng Supa : Assalamualaikum wr.wb.

Raden Rahmatullah : Waalaikumussalam wr.wb.

Ki Ageng Supa : Apa yang engkau lakukan di tempat seperti ini wahai guruku?

Raden Rahmatullah : Aku sedang mencari pemilik dari delima yang hanyut di sungai ini. Aku telah
ditipu oleh setan dan memakan delima itu tanpa berpikir panjang. Maka aku menyusuri sungai ini untuk
mencari pemilik delima itu agar menghalalkan delima itu untukku.

Ki Ageng Supa : Oh, delima itu adalah milik putriku.

Raden Rahmatullah : Kalau delima itu benar milik putrimu, maukah engkau menerima permintaan
maafku?

Ki Ageng Supa : Maafkan aku, tapi delima itu adalah kesayangan putriku. Sekarang, ia sedang
menangisi kehilangannya akan delima itu.

Raden Rahmatullah : Baiklah, aku akan mencarikan delima yang lebih bagus dan lebih besar daripada
yang tadi sebagai gantinya.

Ki Ageng Supa : Maafkan aku wahai guruku, itu adalah delima kesayangan putriku. Aku bisa
memaafkanmu hanya jika kau memenuhi syarat dariku, yaitu dengan engkau menikah dengan putriku.
Namanya Siti Karimah, seorang anak gadis yang tuli, bisu dan lumpuh.

Raden Rahmatullah : Baiklah, aku akan menikahi putrimu.

Narator

Ki Ageng Supa merasa lega, maka diajaklah Raden Rahmat ke rumahnya dan diperlihatkan kepada Siti
Karimah calon istrinya.
Scene 9
Ki Ageng Supa dan Raden Rahmatullah : Assalamualaikum wr wb

Siti Karimah : Waalaikumsalam wr wb

Raden Rahmatullah : Benarkah ini putrimu, Ki Ageng Supa?

Ki Ageng Supa : Ya, inilah Siti Karimah.

Raden Rahmatullah : Kenapa dia tidak seperti yang engkau ceritakan padaku tadi? Seorang yang tuli,
bisu, dan lumpuh.

Ki Ageng Supa : Yang aku maksud bahwa anakku tuli, bisu dan lumpuh, adalah anakku tidak
pernah mendengar dan melihat serta tidak pula melangkahkan kakinya kepada kemaksiatan.

Narator

Mendengar keterangan Ki Ageng Supa itu, Raden Rahmat tersenyum, dan setelah beberapa hari
kemudian, dilangsungkanlah perkawinan antara Raden Rahmat dengan Siti Karimah putri dari Ki Ageng
Supa.
Scene 10
Siti Karimah : Kakanda, sungguh aku bersyukur telah dipertemukan denganmu.

Raden Rahmatullah : Alhamdulillah, Allah telah mempertemukan dan mempersatukan kita.

Siti Karimah : Semoga di masa depan, Islam akan terus berkembang di tanah Jawa ini, bahkan
ke seluruh pelosok nusantara.

Raden Rahmatullah : Amin, amin, Ya Allah.

Narator

Kini Sunan Ampel mempunyai dua orang istri. Dengan istri pertama yaitu Dewi Candrawati putri Prabu
Brawijaya, dan Siti Karimah. Demikianlah kisah perjuangan Sunan Ampel. Akhirnya beliau wafat pada
tahun 1478 M dan dimakamkan di sebelah barat masjid Agung Sunan Ampel Surabaya Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai