Anda di halaman 1dari 2

Setiap suku di Indonesia memiliki budaya masing-masing yang merupakan ciri khas suku itu

sendiri. Budaya orang Jawa dengan orang Aceh pasti berbeda, budaya orang Papua dengan
orang Sunda pasti berbeda. Walaupun ada beberapa yang sama, tetapi jumlahnya sedikit
sekali dan dari budaya yang sama tersebut biasanya berbeda alasan dan pemaknaannya.
Secara sederhana, budaya dalam konteks kesukuan mengandung arti sesuatu yang telah
mendarah daging, diterapkan dari generasi ke generasi. Budaya yang dianut oleh suatu
komunitas masyarakat dalam hal ini suku-suku, berpengaruh besar terhadap status
kesehatannya. Hal ini dikarenakan cakupan budaya itu luas, mulai dari cara hidup, personal
hyegene, sampai pada preferensi pemilihan makanan. Suku yang membiasakan diri
mengkonsumsi makanan sehat, akan jarang mengalami penyakit. Pengobatannya pun cukup
dengan makanan sehat.
Suku Muna adalah salah satu suku yang mendiami sebagian besar pulau Muna yang berada
di Propinsi Sulawesi Tenggara. Diperkirakan nenek moyang suku Muna lebih berkerabat
dekat dengan nenek moyang suku Papua dibanding dengan nenek moyang dari rumpun
Melayu. Hal ini berdampak pada ciri-ciri fisik orang Muna, yakni berkulit gelap, rambut ikal,
dan hidung pesek. Tidak terkecuali dengan suku Muna, suku ini memiliki kebudayaan
sendiri. Salah satunya adalah mengkonsumsi daun kelor.
Budaya mengkonsumsi daun kelor pada suku Muna telah ada sejak zaman dahulu. Tidak ada
yang tahu pasti kapan dimulainya. Yang jelas tanaman kelor menjadi primadona dalam
bidang sayur bagi suku Muna. Tanaman ini dibudidayakan hampir di setiap rumah tangga
dengan cara ditanam di pekarangan rumah. Bagian yang digunakan dalam tanaman kelor ini
adalah daun dan bijinya. Bagian tersebut diolah untuk dikonsumsi menjadi sayur. Sayur
tanaman kelor merupakan hidangan wajib dalam setiap sesi makan rumah tangga.
Tanaman kelor itu sendiri memiliki nama latin yakni Moringa oleifera. Secara umum
tampilan fisik dari tanaman Moringa oleifera ini adalah tumbuhan yang memiliki tinggi
batang sekitar 7 sampai 11 meter. Daunnya berbentuk oval telur dengan ukuran kecil yang
memiliki susunan majemuk dalam satu tangkai. Memiliki bunga berwarna putih kekuningan,
sedangkan buahnya berbentuk segitiga memanjang.

Manfaat Daun Kelor untuk Kesehatan


Daun kelor yang selama ini dikonsumsi hanya sebagai sayur pelengkap makan pada suku
Muna ternyata memiliki manfaat yang sangat besar untuk kesehatan. Tanaman kelor ini bisa
menjadi antioksidan, antiinflamasi, dan lain-lain karena memiliki kandungan nutrisi yang
kaya dan banyak. Sebagai contoh, kandungan vitamin C pada kelor lebih besar 7 kali lipat
daripada kandungan vitamin C pada jeruk. Tanaman kelor mengandung vitamin A 4 kali lipat
daripada kandungan wortel, begitu pula dengan kandungan kalsium dalam susu, masih
kalah dibandingkan kandungan kalsium pada tanaman kelor. Sehingga tanaman kelor ini
dapat diolah menjadi obat berbagai macam penyakit.
Informasi ini tentu menarik perhatian, apalagi mengingat tanaman kelor ini ternyata telah
dan sedang diteliti oleh berbagai universitas dunia dan organisasi dunia untuk
dimaksimalkan penggunaannya. Berbagai penelitian telah dilakukan. Berbagai jurnal telah
diterbitkan. Kita dapat mengecek sendiri di internet berbagai kajian ilmiah yang telah
diunggah tentang manfaat tanaman kelor. Gunakan saja keyword ‘moringa’ di search
engine, maka kita akan disuguhkan hasil yang luar biasa. Bahkan di berbagai belahan dunia,
kelor telah diolah menjadi berbagai macam wujud, ada yang berbentuk tepung, kapsul,
serbuk dan bahkan dalam bentuk teh. Tidak usah terlalu jauh, bahkan di Malang, Kepala
Dinas Kesehatannya menggalakkan konsumsi kelor untuk memperbaiki gizi masyarakat.

Rekomendasi
Tentu sebagai putra Muna asli, kami merasa bahagia mengetahui bahwa ternyata budaya
konsumsi daun kelor sangat bermanfaat bagi kesehatan. Kami berharap budaya ini terus
digalakkan demi memperbaiki kondisi gizi di daerah Muna dimana kasus gizi buruk masih
menjadi masalah kesehatan yang besar.
Tentunya hal ini tidak akan berjalan sukses tanpa bantuan semua pihak. Mulai dari
masyarakat yang melakukan pembudidayaan dan konsumsi, hingga pemerintah yang
mengolah kelor ini dalam berbagai bentuk agar dapat dinikmati semua lapisan masyarakat.
Sekali lagi semua pihak terlibat aktif dalam promosi daun kelor agar dikonsumsi
Ane soano intaidimu, ahae tora (kalau bukan kita, siapa lagi) ?
Ane soano ampa aitu, naefie tora (kalau bukan sekarang, kapan lagi) ?

https://www.kompasiana.com/andry_jufri/54f3b6b3745513932b6c7e82/budaya-dan-
kesehatan-budaya-konsumsi-daun-kelor-pada-suku-muna

Anda mungkin juga menyukai