Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan taraf hidup

bangsa Indonesia agar tidak sampai tertinggal dengan bangsa lain.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk


meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,
berdisiplin, beretos kerja, sehat jasmani dan rohani.

Sehingga sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan

pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan

untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, global

sehingga diperlukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.

Untuk mewujudkan sistem pendidikan yang demikian itu perlu adanya peran aktif dari semua

pihak diantaranya adalah pemerintah, orang tua siswa, guru dan lain-lain.

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang dibutuhkan dirinya dalam masyarakat, bangsa dan negara. Penyelenggaraan

sekolah dasar berpijak pada beberapa peraturan perundang-undangan sebagai landasan yuridis.

Ada tiga peraturan peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan yuridis

penyelenggaraan sekolah dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 20 tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional, dan peraturan pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang

pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengikuti

pendidikan menengah.
Bahasa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sekaligus sebagai

penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua mata pelajaran. Bahasa digunakan sebagai

modal dasar untuk menggali dan mempelajari ilmu pengetahuan yang belum dimiliki, serta mampu

mengembangkan potensi yang dimiliki manusia. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu

siswa mengenal dirinya, budayanya, perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang

menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan berpikir dan

berimajinasi yang ada dalam dirinya.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa

berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar terdapat empat aspek keterampilan

berbahasa yang meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat

aspek keterampilan berbahasa tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lain.

Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar bisa menjadi pembelajaran yang menarik

bagi siswa apabila guru dapat membelajarkan sesuai dengan langkah pembelajaran yang tepat.

Namun, ketika peneliti melakukan observasi awal di kelas V SDN 2 Tataaran, pembelajaran yang

dilakukan masih bersifat konvensional yaitu proses pembelajaran yang berpusat pada guru,

misalnya karena selama proses belajar mengajar guru hanya menggunakan metode ceramah,

sehingga nilai bahasa Indonesia siswa kelas V SDN 2 Tataaran dengan jumlah siswa 24 orang

hanya 9 orang yang berhasil, yang artinya hanya 37,5% yang memperoleh nilai 70 keatas,

sedangkan 62,5% mendapatkan nilai di bawah 70. Persentase ketuntasan tersebut masih jauh dari

tujuan yang diharapkan. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD, terbagi dua pembelajaran

membaca yaitu pembelajaran membaca permulaan dan pembelajaran membaca pemahaman.

Peneliti melakukan penelitian pada pembelajaran membaca pemahaman di kelas V tentang cerita.
Agar pembelajaran bahasa Indonesia menjadi pembelajaran yang aktif dan menyenangkan,

salah satunya dapat dilaksanakan dengan penerapan model pembelajaran talking stick. Talking

stick merupakan sebuah model pembelajaran yang berorientasi pada penciptaan kondisi dan

suasana belajar aktif dari siswa karena adanya unsur permainan dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka alasan utama pemilihan model talking stick karena selama

proses pembelajaran berlangsung sesudah guru menyajikan materi pelajaran, siswa diberikan

waktu beberapa saat untuk mempelajari materi pelajaran yang telah diberikan, agar dapat

menjawab pertanyaan yang diajukan guru pada saat talking stick berlangsung. Mengingat dalam

talking stick, hukuman dapat diberlakukan, misalnya siswa disuruh menyanyi, berpuisi, atau

hukuman-hukuman yang sifatnya positif dan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dengan

demikian, pembelajaran dengan model talking stick murni berorientasi pada aktivitas individu

siswa yang dilakukan dalam bentuk permainan.

Fakta di lapangan tersebut memberikan inspirasi sekaligus motivasi bagi peneliti untuk

melakukan tindakan peningkatan pembelajaran dengan melakukan penelitian tindakan kelas yang

berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Talking Stick dalam Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa

Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri 2 Tataaran”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada maka yang menjadi rumusan masalah adalah “

Bagaimana penerapan model pembelajaran Talking Stick untuk meningkatkan hasil belajar bahasa

Indonesia siswa kelas V SD Negeri 2 Tataaran? “

3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan hasil penerapan model pembelajaran

Talking Stick dalam meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 2

Tataaran.

4. Manfaat Penelitian
4.1.Bagi guru : sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan dan menerapkan model pembelajaran

yang menyenangkan dan meningkatkan kemampuan belajar siswa.

4.2.Bagi siswa : meningkatkan kemampuan belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di

kelas V.

4.3.Bagi peneliti : hasil penelitian ini akan memperkaya pengetahuan dan kemampuan dalam

mengembangkan model-model pembelajaran inovatif di SD.


BAB II

KAJIAN TEORI

1. Model Pembelajaran

1.1. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Para Ahli

Menurut Arends dalam Elearningunesa.co.id,(2009) Model pembelajaran adalah suatu


perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
dikelas atau pembelajaran dalam tutorial, Model pembelajaran mengacu pada pendekatan
pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap
dalam kegiatan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Secara harafiah menurut Isjoni dalam
elearningunesa.co.id,(2009) model pembelajaran adalah strategi yang digunakan guru untuk
meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki
keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran.
Menurut Agus Supriono model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Gunter et al mendefinisikan an instructional
model is a step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes. Dalam H. Setiawan,
(2010)
Menurut Joyce & Weil dalam Sumantri, (1999) model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.

Model pembelajaran merupakan suatu rencana dan pola yang dapat digunakan untuk

membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pengajaran, dan membimbing pengajaran di kelas

atau yang lain.

Menurut Joyce and Weil dalam Eka, (2010) model pembelajaran memliki lima unsur dasar yaitu :
sintaks yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran, sosial sistem adalah suasana dan norma
yang berlaku dalam pembelajaran, principles of reaction yaitu menggambarkan bagaimana
seharusnya guru memandang, memperlakukan dan merespon siswa, support system yaitu segala
sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran, dan instructional dan
nurturant effect yaitu hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar dan
hasil belajar di luar yang disasar.

1.2. Model-Model Pembelajaran

Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta

didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran guru harus memperhatikan keadaan atau

kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar model pembelajaran

dapat di terapkan secara efektif.

”Menurut Kardi dan Nur dalam Admin, (2011) ada lima bentuk model pembelajaran yang

dapat digunakan dalam mengelolah pembelajaran, yaitu: pembelajaran langsung, pembelajaran

kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah, diskusi dan learning strategi”.

Berikut ini disajikan beberapa contoh model pembelajaran akan tetapi sajian yang

dikemukakan ini berupa pengertian sintaksnya:

(1) pembelajaran Langsung (Direct Instruction). Pengetahuan yang bersifat informasi dan
prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara
pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur,
latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode
ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi). (2) GI (Group Investigation). Model kooperatif
tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan
pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal
mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan
dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahan data penyajian data
hasil investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkembangan siswa, umumkan hasil kuis
dan reward. (3) Talking Stick. Sintaks pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian
materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan
memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari
guru, tongkat diberikan kepada siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya,
guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi. (4) Pembelajaran Berbasis masalah (PBL,
Problem Based Learning) Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model
pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan
berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka,
negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi.
(5) STAD (Student Teams Achievement Division) STAD adalah salah satu model pembelajaran
kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan
belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas,
kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan
individual dan berikan reward. identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis,
generalisasi, dan inkuiri. (6) Artikulasi. Artikulasi adalah model pembelajaran dengan sintaks:
penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa
menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi
di depan hasil diskusinya, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan. (7) Snowball Throwing
Sintaksnya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan
diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan
pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian,
penyimpulan, refleksi dan evaluasi. Dalam syacom.blogspot.com, (2012).

2. Pembelajaran Talking Stick

Talking Stick adalah metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika

untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum.

sebagaimana dikemukakan Carol Locust dalam (Deden:2010) berikut ini.

The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and
impartial hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who had the
right to speak. When matters of great concern would come before the council, the leading elder
would hold the talking stick, and begin the discussion. When he would finish what he had to say,
he would hold out the talking stick, and whoever would speak after him would take it. In this
manner, the stick would be passed from one individual to another until all who wanted to speak
had done so. The stick was then passed back to the elder for safe keeping.
Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku–suku Indian sebagai

alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan

dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai

berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah

ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara

akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan

pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke

ketua/pimpinan rapat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai
sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara

bergiliran/bergantian.

Pembelajaran Talking Stick adalah pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai

tujuan pembelajaran yang diinginkan. Talking Stick sebagaimana dimaksudkan penelitian ini,

dalam proses belajar mengajar di kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui

permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya pada saat guru

menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai

mengajukan pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh

kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini dilakukan hingga semua siswa

berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru.

Talking stick termasuk salah satu model pembelajaran. Model pembelajaran ini dilakukan

dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru

setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan

bagi siswa SD, SMP, dan SMA/SMK.

Langkah-langkah model pembelajaran talking stick. Depdiknas (2006):

1) Guru menyiapkan tongkat


2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi
3) Setelah selesai membaca dan mempelajari materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa
menutup bukunya
4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan
dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai
sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
5) Guru memberikan kesimpulan
6) Evaluasi
7) Penutup

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Talking Stick


Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, karena keefektifan setiap

model tergantung bagaimana kondisi yang ada di sekolah atau kelas tersebut.

3.1.Kelebihan
a. Menguji kesiapan siswa.
b. Melatih membaca dan memahami dengan cepat.
c. Membuat siswa lebih giat dalam belajar.

3.2.Kekurangan
a. Membuat siswa senam jantung. Deden (2010).

4. Tujuan dan Ruang Lingkup Pelajaran Bahasa Indonesia

4.1. Tujuan Pengajaran Bahasa Indonesia

Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk mengembangakan kemampuan

menggunakan bahasa Indonesia dalam segala fungsinya, yaitu sebagai saran komunikasi, sarana

berpikir/bernalar, sarana persatuan , dan sarana kebudayaan.

Tujuan pengajaran bahasa Indonesia di SD :

1. Untuk mengembangkan kemampuan atau keterampilan serta sikap berbahasa yang menyangkut
fungsinya sebagai alat komunikasi dan penalaran.
2. Pendidikan bahasa di SD tidak hanya sekedar memberikan kemampuan membaca dan menulis,
tetapi juga harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Direktorat Pendidikan Tinggi
dalam S. Akhadiah, dkk (1993).
Pernyataan ini menyatakan bahwa guru-guru SD harus dapat mengembangkan kemampuan

berpikir siswa melalui kegiatan belajar-mengajar bahasa Indonesia. Disamping mengembangkan

kemampuan berkomunikasi dalam bahasa yang baik dan benar, guru harus dapat mengmbangkan

kebiasaan serta kemampuan berpikir nalar dan kreatif secara tertib melalui bahasa yang tertib pula.

4.2. Ruang Lingkup Pelajaran Bahasa Indonesia

Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan

berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berkut:

4.2.1. Keterampilan Menyimak


“Menyimak menurut Djago Tarigan dalam Resmini, dkk (2006:149) adalah suatu

proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi,

menilai dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya.”

4.1.2 Keterampilan Berbicara

"Menurut Guntur Tarigan dalam Isah C. & Hodijah (2008), Keterampilan berbicara adalah

kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,

mengatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan,, dan perasaan”.

4.2.3. Keterampilan Membaca

“Menurut Tarigan dalam Resmini & Juanda (2008:74) membaca adalah kegiatan

berinteraksi dengan bahasa yang dikodekan dalam bentuk cetakan cetakan (huruf-huruf). Menurut

Heilman dalam Resmini, dkk (2006:227) membaca adalah interaksi dengan bahasa yang sudah

dialihkdekan dalam bahasa tulisan.”

4.1.3 Keterampilan Menulis

“Menulis itu berhubungan dengan membaca, mewicara dan menyimak. Baik menulis

maupun membaca, mewicara dan menyimak memiliki fungsi untuk manusia dalam

mengkomunikasikan pesan melalui bahasa.”

5 Hasil Belajar

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis

yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Yang dapat dilakukan guru

dalam hal ini adalah mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang

dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi

cipta dan rasa maupun karsa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa
adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi belajar) dikaitkan dengan

jenis-jenis prestasi yang hendak diukur.

“Menurut Bloom dalam Kamdi Waras, (2010) menyatakan bahwa, tujuan belajar siswa

diarahkan untuk mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah tersebut adalah ranah kognitif, afektif dan

psikomotorik.” Dalam proses kegiatan belajar mengajar, maka melalui ketiga ranah ini pula akan

terlihat tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil pembelajaran atau ketercapaian siswa

dalam penerimaan pembelajaran. Dengan kata lain, prestasi belajar akan terukur melalui

ketercapaian siswa dalam penguasaan ketiga ranah tersebut. Untuk lebih spesifiknya, Hamid dan

Asmawi Z. (1992) merincinya sebagai berikut:

5.1.Ranah Kognitif, berhubungan dengan kemampuan berpikir. Dalam taksonomi Bloom dikenal ada

6 jenjang yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi

5.2.Ranah Afektif, berhubungan dengan minat, perhatian, sikap, emosi, penghargaan, proses

internalisasi dan pembentukkan karakteristik diri.

5.3.Ranah Psikomotor, berhubungan dengan kemampuan gerak atau manipulasi yang bukan

disebabkan oleh kematangan biologis. Kemampuan gerak atau manipulasi tersebut dikendalikan

oleh kematangan psikologis. Jadi kemampuan tersebut adalah kemampuan yang dapat dipelajari.
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian

Pelaksanaan tindakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas ( PTK )
yang mengacu pada model penelitian yang dikemukakan oleh Hopkins dalam Aqib Z, (2006)
yaitu: 1) perencanaan, 2) aksi/tindakan, 3) observasi, 4) refleksi.
perencanaan
aksi
refleksi
observasi
Perencanaan ulang
refleksi
Observasi
Aksi

(Sumber :Adaptasi dari Hopkins dalam Zainal Aqib 2006 : 31)


setiap siklus pembelajaran model ini terdiri dari empat tahap kegiatan yaitu :

1.1.Perencanaan

1.2.Pelaksanaan/tindakan

1.3.Pengamatan/observasi

1.4.Refleksi

Siklus I
1. Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini, peneliti mengambil materi tentang “membaca dan

menyimpulkan cerita”. Hal yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah membuat rencana

pelaksanaan pembelajaran, menyiapkan media (tongkat), membuat lembar penilaian, menyusun

pertanyaan saat menjalankan tongkat dan menyiapkan instrumen pengamatan.

2. Tahap Tindakan/pelaksanaan

Melaksanakan tindakan sesuai dengan persiapan atau perencanaan dengan menggunakan

rancangan pembelajaran model pembelajaran Talking Stick melalui materi “membaca dan

menyimpulkan cerita”.

1) Apersepsi dan pengelolan kelas

2) Guru menyampaikan materi tentang “membaca dan menyimpulkan cerita”, kemudian

memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi

3) Setelah selesai membaca cerita dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya.

4) Guru mengambil tongkat dan menjalankan tongkat kepada siswa sambil menyanyikan sebuah

lagu, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus

menjawab pertanyaan berdasarkan cerita yang mereka baca dan pelajari, demikian seterusnya

sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru

5) Guru memberikan kesimpulan tentang materi

6) Evaluasi

3. Tahap Observasi/pengamatan

Kegiatan pengamatan dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung dengan

menggunakan format pengamatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara tuntas dalam

konteks pembelajaran.
4. Tahap Refleksi

Pada tahap ini peneliti berefleksi terhadap hasil pengamatan tentang pembelajaran yang

dilaksanakan. Hasil refleksi ini merupakan dasar untuk pelaksanaan siklus berikutnya.

Siklus II

Pelaksanaan pembelajaran siklus II sama dengan pembelajaran pada siklus I yaitu tahap

perencanaan, pelaksanaan/tindakan, observasi dan refleksi.

1. Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini, peneliti mengambil materi yang sama dengan siklus pertama.

Hal yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah membuat rencana pelaksanaan

pembelajaran, menyiapkan media (tongkat), membuat lembar penilaian, menyusun pertanyaan

saat menjalankan tongkat dan menyiapkan instrumen pengamatan.

2. Tahap Tindakan/pelaksanaan

Melaksanakan tindakan sesuai dengan persiapan atau perencanaan dengan menggunakan

rancangan pembelajaran model pembelajaran Talking Stick melalui materi “membaca dan

menyimpulkan cerita”.

1) Apersepsi dan pengelolan kelas

2) Guru menyampaikan materi tentang “membaca dan menyimpulkan cerita”, kemudian

memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi

3) Setelah selesai membaca cerita dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya.

4) Guru mengambil tongkat dan menjalankan tongkat kepada siswa sambil menyanyikan sebuah

lagu, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawab pertanyaan berdasarkan cerita yang mereka baca dan pelajari, demikian seterusnya

sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru

5) Guru memberikan kesimpulan tentang materi

6) Evaluasi

3. Tahap Observasi/pengamatan

Kegiatan pengamatan dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung dengan

menggunakan format pengamatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara tuntas dalam

konteks pembelajaran.

4. Tahap Refleksi

Pada tahap ini peneliti berefleksi terhadap hasil pengamatan tentang pembelajaran yang

dilaksanakan. Hasil refleksi ini merupakan dasar untuk pelaksanaan siklus berikutnya.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik pengamatan

(observasi) dan tes. Pengumpulan data dengan teknik pengamatan menggunakan instrument

pengamatan. Sedangkan tes dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan.

3. Teknik analisis Data

Dalam penelitian tindakan kelas ini, data di analisis dengan perhitungan persentase dan

rata-rata hasil belajar yang di capai oleh siswa. Dengan menggunakan rumus:

Dimana, KB : Ketuntasan belajar

T : Jumlah skor yang di peroleh siswa


Tt : Jumlah skor total

Setelah dilakukan perhitungan terhadap presentase ketuntasan hasil belajar yang dicapai

siswa, maka selanjutnya dilihat apabila ketuntasan belajar secara klasikal ≥ 85 % maka, suatu kelas

dapat dikatakan tuntas belajarnya. (Depdikbud,1996).

4. Subjek, Waktu dan Tempat Penelitian

Yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 2 Tataaran dengan

jumlah siswa 24 terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.

Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan mei 2012 tahun ajaran

2011/2012 di SD Negeri 2 Tataaran.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. HASIL PENELITIAN

1.1. Deskripsi Data Siklus I

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di SD Negeri 2 Tataaran Tondano, Kecamatan

Tondano Selatan Kabupaten Minahasa khususnya siswa kelas V SD yang jumlah siswanya 24

orang. Hal ini di lakukan untuk mengetahui kelayakan melalui penerapan model pembelajaran

talking stick dalam meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia. Pelaksanaan tindakan

dilaksanakan melalui dua siklus dan alokasi waktu tiap kali peretemuan adalah 2 x 35 menit. Dari

pertemuan siklus pertama dan siklus kedua semua siswa hadir.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara kolaborasi dengan guru kelas dan kepala

sekolah yang membantu dalam pelaksanaan observasi dan refleksi selama penelitian berlangsung,

sehingga penelitian bisa terkontrol sekaligus menjaga kevalidan hasil penelitian.

1.1.1. Perencanaan Tindakan

Pada siklus I ini pembelajaran dilakukan satu kali pertemuan yang dilaksanakan pada 4

mei 2012 selama 2x35 menit dengan mengambil materi: “membaca dan menyimpulkan cerita”.

Kurikulum yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) dengan kompetensi dasarnya: Menyimpulkan cerita anak dalam beberapa

kalimat. Tujuan Pembelajaran yang ingin di capai dalam pembelajaran ini adalah: Siswa dapat

menyebutkan pokok-pokok isi cerita dari cerita anak yang dibaca, siswa dapat menyimpulkan isi

cerita yang dibaca.

Dalam perencanaan tindakan peneliti mempersiapkan hal-hal sebagai berikut:

1. Rencana pelaksanaan pembelajaran


2. Menyiapkan media tongkat yang dibuat menarik dan aman

3. Menyiapkan lembar berisi cerita yang akan di bagikan kepada siswa

4. Menyiapkan pertanyaan saat talking stick berlangsung

5. Menyiapkan soal Latihan

6. Menyiapkan instrumen pengamatan

1.1.2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan rancangan pembelajaran yang sudah

dirancang. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan Awal

Dalam kegiatan ini, yang dilakukan guru adalah memberikan salam, absensi, pengelolaan

kelas baik pengelolaan pada kesiapan siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar

maupun pengelolaan pada sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya guru memberikan apersepsi berupa tanya jawab, dimana kegiatan ini dimaksudkan

untuk membawa perhatian siswa pada materi yang akan dipelajari. Pertanyaannya berupa:

- Guru : “Anak-anak, pernahkah kalian mendengarkan cerita, atau pernahkah kalian

membacanya pada buku-buku?

- Siswa : “ Ya, Bu.

- Guru : “ Cerita apa saja yang pernah kalian baca atau dengar?

Dengan pertanyaan diatas maka siswa diajak untuk memasuki ruang pembelajaran

tentang membaca dan menyimpulkan cerita.

b. Kegiatan Inti

- Langkah 1
Menyiapkan media tongkat yang telah dibuat menarik dan aman digunakan. Kemudian

menyampaikan tujuan pembelajaran.

- Langkah 2

Menyampaikan materi: “ membaca dan menyimpulkan cerita”.

- Langkah 3

Guru membagikan kepada setiap siswa lembaran cerita anak yang berjudul “Nyanyi Sunyi Seruni”

dan menyuruh siswa untuk membaca dan mempelajari cerita tersebut.

- Langkah 4

Pada tahap ini, guru menyuruh siswa menutup lembaran cerita tersebut

- Langkah 5

Guru mengambil tongkat yang sudah disediakan, kemudian menjalankan tongkat tersebut sambil

menyanyikan sebuah lagu yang di mulai dari siswa yang paling depan. Setiap kali lagu terhenti,

siswa yang memegang tongkat mendapat pertanyaan dari guru dan siswa harus menjawabnya,

begitu seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat giliran.

- Langkah 6

Menyimpulkan materi

- Langkah 7

Membagikan soal latihan

c. Kegiatan Akhir

Pada tahap ini, guru memberikan motivasi dan saran sehubungan dengan materi yang sudah

diajarkan.

1.1.3. Observasi
Kegiatan observasi pada tahap pertama ini dilaksanakan bersamaan dengan mitra

kolaborasi, yang terdiri dari guru kelas, kepala sekolah dan peneliti sendiri. Pelaksanaan observasi

ini berlangsung bersamaan dengan proses pembelajaran, meliputi: aktivitas guru dan siswa, dan

hasil belajar siswa.

 Lembar Observasi/Pengamatan Siklus I

Instrumen Pengamatan Siklus I bagi guru/peneliti


No. Komponen yang Dinilai Hasil Skor Ket.
Ya Tidak 1 2 3 4
1. Persiapan pembelajaran  

2. Apersepsi tentang materi 

3. Menyampaikan tujuan 
pembelajaran √
4. Melaksanakan kegiatan 
belajar mengajar sesuai RPP √
5. Menggunakan Media 
pembelajaran √
6. Penguasaan materi pelajaran 

7. Menumbuhkan partisipasi 
aktif siswa dalam √
pembelajaran
8. Menarik kesimpulan 

9. Memberikan evaluasi 

Keterangan:

1 = Kurang

2 = cukup

3 = Baik

4 = Sangat Baik

Instrumen Pengamatan Siklus I untuk siswa


No. Komponen yang Dinilai Hasil Skor Ket.
Ya Tidak 1 2 3 4
1. Mempersiapkan diri untuk  √
belajar

2. Memperhatikan secara  √
seksama penjelasan guru

3. Membaca cerita yang di  √


bagikan

4. Keberanian menjawab  √
pertanyaan

5. Kooperatif dalam  √
memberikan tongkat kepada
rekannya

6. Bernyanyi bersama selama  √


tongkat dijalankan

7. Siswa dapat menyelesaikan  √


soal latihan

Keterangan:

1 = Kurang

2 = cukup

3 = Baik

4 = Sangat Baik

1.1.4. Refleksi

Pada tahap refleksi siklus pertama ini, hasil yang di capai belum begitu memuaskan, hal

ini di karenakan siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran talking stick, tampak sekali

siswa masih terlalu kaku dan belum menunjukkan kemampuan terbaik mereka. Masih banyak

siswa yang tidak serius membaca teks cerita, tertawa saat talking stick berlangsung, dan jawaban
siswa masih banyak yang kurang memuaskan yang menyebabkan hasil belajar siswa belum

mencapai apa yang di harapkan. Karena itu peneliti perlu melaksanakan perbaikan dengan

melaksanakan tindakan pada siklus dua.

1.1.5. Hasil Penelitian Siklus I

Hasil pembelajaran Bahasa Indonesia tentang “membaca dan menyimpulkan cerita”

melalui penerapan model pembelajaran Talking Stick di kelas V SD Negeri 2 Tataaran dengan

jumlah siswa 24 orang dapat di lihat pada tabel berikut.

Hasil Belajar siklus I

No. Nama Siswa Jenis Nilai


Kelamin
1 Aldo Posumah L 70
2 Anggita Piay P 65
3 Aurelia Mukuan P 65
4 Christo Paat L 65
5 Christofel Ngantung L 70
6 Christy Rumondor P 60
7 Claudia Ugu P 60
8 Dejon Lumatouw L 60
9 Delano Maapi L 65
10 Evita Kainde P 65
11 Hiskia Kainde L 65
12 Jasen Lumandasa L 70
13 Jeklin Kampong P 65
14 Joan Mawikere L 60
15 Joan Rumangkang L 60
16 Juandel Lukas L 70
17 Maikel Lumowa L 75
18 Miracle Maramis L 60
19 Owen Supit L 50
20 Ravael Gosal L 55
21 Risky Mandang L 70
22 Seren Kinde P 65
23 Tesalonika Daifan P 90
24 Veronica Lensun P 70
L 15
P 9
JUMLAH NILAI 1570

Persentase nilai yang diperoleh siswa terlihat dalam tabel pada siklus I di peroleh dari

jumlah nilai yang didapat oleh siswa dibagi dengan jumlah skor total kemudian dikalikan seratus

persen, maka didapatkan nilai rata-rata:

= 65,41%

Jadi, nilai rata-rata kelas V SD Negeri 2 Tataaran pada siklus I ini adalah 65,41%.

1.2. Deskripsi Data Siklus II

Pelaksanaan siklus II dilakukan pada tanggal 11 mei 2012, selama 2x35 menit dengan

jumlah siswa yang hadir 24 orang.

1.2.1. Perencanaan Tindakan

Tahap ini dilaksanakan sesuai dengan siklus I, namun pada siklus II ini lebih di fokuskan

untuk memperbaiki setiap kekurangan yang ada pada siklus I. Berdasarkan hasil penelitian maka

yang menjadi catatan penting untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan pada pelaksanaan
tindakan kelas pada siklus II ini adalah masih kurangnya penguasaan kelas oleh guru, sehingga

sebagaian siswa belum mencapai hasil yang diharapkan diakibatkan siswa-siswa tidak fokus pada

materi yang sedang di pelajari maupun pada model pembelajaran talking stick yang digunakan.

Pada tahap ini, tentunya peneliti membuat RPP yang materinya masih sama dengan siklus I namun

evaluasinya berbeda yang disusun berdasarkan kesepakatan dengan guru kelas dan kepala sekolah.

1.2.2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan siklus I.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :

a. Kegiatan Awal

Dalam kegiatan ini, yang dilakukan guru adalah memberikan salam, absensi, pengelolaan

kelas baik pengelolaan pada kesiapan siswa dalam menigkuti proses kegiatan belajar mengajar

maupun pengelolaan pada sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya guru memberikan apersepsi, berupa pertanyaan untuk menggali ingatan siswa pada

pelajaran sebelumnya.

Dengan pertanyaan diatas maka siswa diajak untuk mengingat kembali pelajaran

yang sudah diajarkan sebelumnya.

b. Kegiatan Inti

- Langkah 1

Menyiapkan media tongkat yang telah dibuat menarik dan aman digunakan. Kemudian

menyampaikan tujuan pembelajaran.

- Langkah 2

Menyampaikan materi: “ membaca dan menyimpulkan cerita”.

- Langkah 3
Guru membagikan kepada setiap siswa lembaran cerita anak yang berjudul “Burung yang Malang”

dan menyuruh siswa untuk membaca dan mempelajari cerita tersebut.

- Langkah 4

Pada tahap ini, guru menyuruh siswa menutup lembaran cerita tersebut

- Langkah 5

Guru mengambil tongkat yang sudah disediakan, kemudian menjalankan tongkat tersebut sambil

menyanyikan sebuah lagu yang di mulai dari siswa yang paling depan. Setiap kali lagu terhenti,

siswa yang memegang tongkat mendapat pertanyaan dari guru dan siswa harus menjawabnya,

begitu seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat giliran.

- Langkah 6

Menyimpulkan materi

- Langkah 7

Membagikan soal latihan

c. Kegiatan Akhir

Pada tahap ini, guru memberikan motivasi dan saran sehubungan dengan materi yang sudah

diajarkan.

1.2.3. Observasi

Kegiatan observasi pada siklus II ini dilaksanakan bersamaan dengan mitra kolaborasi,

yang terdiri dari guru kelas, kepala sekolah dan peneliti sendiri. Pelaksanaan observasi ini

berlangsung bersamaan dengan proses pembelajaran, meliputi: aktivitas guru dan siswa, dan hasil

belajar siswa.

 Lembar Observasi/Pengamatan Siklus II

Instrumen Pengamatan Siklus II bagi guru/peneliti


No. Komponen yang Dinilai Hasil Skor Ket.
Ya Tidak 1 2 3 4
1. Persiapan pembelajaran √ √
2. Apersepsi tentang materi √ √
3. Menyampaikan tujuan √ √
pembelajaran
4. Melaksanakan kegiatan √ √
belajar mengajar sesuai RPP
5. Menggunakan Media √ √
pembelajaran
6. Penguasaan materi pelajaran √ √
7. Menumbuhkan partisipasi √ √
aktif siswa dalam
pembelajaran
8. Menarik kesimpulan √ √
9. Memberikan evaluasi √ √

Keterangan:

1 = Kurang,

2 = cukup,

3 = Baik,

4 = Sangat Baik

Instrumen Pengamatan Siklus II untuk siswa


No. Komponen yang Dinilai Hasil Skor Ket.
Ya Tidak 1 2 3 4
1. Mempersiapkan diri untuk √ √
belajar

2. Memperhatikan secara √ √
seksama penjelasan guru

3. Membaca cerita yang di √ √


bagikan

4. Keberanian menjawab √ √
pertanyaan
5. Kooperatif dalam √ √
memberikan tongkat kepada
rekannya

6. Bernyanyi bersama selama √ √


tongkat dijalankan

7. Siswa dapat menyelesaikan √ √


soal latihan

Keterangan:

1 = Kurang

2 = cukup

3 = Baik

4 = Sangat Baik

1.2.4. Refleksi

Berdasarkan kajian dan anlisis data terhadap proses pembelajaran mulai dari perencanaan

hingga evaluasi terhadap aktivitas pembelajaran yang dilakukan ternyata telah terjadi peningkatan

pada pembelajaran. Hal ini terlihat pada tingginya aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar

yang sedang berlangsung, siswa terlihat sangat antusias mengikuti setiap proses pembelajaran

melalui model pembelajaran Talking Stick baik dalam menjawab pertanyaan maupun dalam

mengerjakan soal latihan.

Sehingga dilihat dari hasil observasi dan hasil evaluasi belajar siswa, telah terjadi

peningkatan kualitas pembelajaran dan dapat di simpulkan bahwa pada siklus kedua hasilnya

sudah baik. Jadi, penelitian ini tidak dilanjutkan lagi.

1.2.5. Hasil Penelitian Siklus II


Hasil pembelajaran Bahasa Indonesia tentang “membaca dan menyimpulkan cerita”

melalui penerapan model pembelajaran Talking Stick di kelas V SD Negeri 2 Tataaran dengan

jumlah siswa 24 orang dapat di lihat pada tabel berikut.

Hasil Belajar siklus I

No. Nama Siswa Jenis Nilai


Kelamin
1 Aldo Posumah L 75
2 Anggita Piay P 100
3 Aurelia Mukuan P 100
4 Christo Paat L 100
5 Christofel Ngantung L 100
6 Christy Rumondor P 100
7 Claudia Ugu P 100
8 Dejon Lumatouw L 100
9 Delano Maapi L 90
10 Evita Kainde P 100
11 Hiskia Kainde L 90
12 Jasen Lumandasa L 100
13 Jeklin Kampong P 90
14 Joan Mawikere L 100
15 Joan Rumangkang L 100
16 Juandel Lukas L 100
17 Maikel Lumowa L 100
18 Miracle Maramis L 100
19 Owen Supit L 100
20 Ravael Gosal L 100
21 Risky Mandang L 100
22 Seren Kinde P 100
23 Tesalonika Daifan P 100
24 Veronica Lensun P 100
L 15
P 9
JUMLAH NILAI 2345

Persentase nilai yang diperoleh siswa terlihat dalam tabel pada siklus II di peroleh dari

jumlah nilai yang didapat oleh siswa dibagi dengan jumlah skor total kemudian dikalikan seratus

persen, maka didapatkan nilai rata-rata:

= 97,70%

Jadi, nilai rata-rata kelas V SD Negeri 2 Tataaran pada siklus II ini adalah 97,70%.

2. PEMBAHASAN

Penelitian ini di laksanakan dengan dua siklus yang pelaksanaannya terdiri dari empat alur

yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

2.1. Siklus I

Pada siklus I ini peneliti membuat perencanaan dengan mengambil materi: “Membaca dan

Menyimpulkan Cerita” dengan kompetensi dasarnya yaitu menyimpulkan cerita anak dalam

beberapa kalimat. Dengan indikatornya adalah menyebutkan pokok-pokok isi cerita dari cerita

anak yang dibaca dan menyimpulkan isi cerita yang dibaca. Peneliti juga membuat RPP,

menyiapkan media tongkat, teks cerita, membuat pertanyaan saat menjalankan tongkat, membuat

soal latihan dan menyiapkan instrumen pengamatan.

Pada tahap pelaksanaan, pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan rencana pembelajaran

yang telah disusun dengan menerapkan model pembelajaran Talking Stick dan pembelajaran siklus

I ini berlangsung dengan baik, namun para siswa masih terlihat kaku dalam proses pembelajaran.
Hal ini nampak pada kurangnya perhatian siswa ketika guru mengajukan pertanyaan ataupun

dalam menjawab pertanyaan, yang dikarenakan mereka tidak terbiasa dengan model pembelajaran

Talking Stick. Itulah sebabnya peneliti berusaha sedemikian rupa dalam menciptakan suasana

belajar yang menyenangkan, sehingga para siswa bisa belajar dengan lebih baik lagi. Tak heran

jika pada akhirnya hasil pembelajaran pada siklus pertama ini kurang baik, karena yang diharapkan

adalah hasil belajar siswa bisa meningkat. Bagaimana bisa jika mereka tidak menyukai atau

setidaknya mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Itulah sebabnya pembelajaran pada siklus

pertama ini belum berhasil.

2.2. Siklus II

Pada siklus II ini, perencanaan yang dilakukan masih sama dengan perencanaan pada siklus

I namun, peneliti akan lebih fokus untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada

siklus I.

Pada pelaksanaan pembelajaran siklus kedua ini dilaksanakan sesuai dengan rencana

pembelajaran yang disusun dengan menerapkan model pembelajaran Talking Stick yang tidak jauh

berbeda dengan siklus I. Pembelajaran mengalami peningkatan, dan dapat dilihat siswa semakin

antusias dalam mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran Talking Stick ini,

nampak sekali siswa dengan serius membaca cerita yang telah dibagikan dan ketika tongkat

dijalankan siswa terlihat senang dan mampu menjawab setiap pertanyaan yang di ajukan dengan

baik dan benar. Ketika diberikan soal latihan, siswa mengerjakannya dengan baik dan hasilnyapun

sangat baik bahkan memuaskan. Persentase keberhasilan belajar pada siklus kedua ini mencapai

97,70%. Itu artinya penerapan model pembelajaran Talking Stick pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia kelas V di SD Negeri 2 Tataaran ini terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan.
Tabel Hasil Penelitian Siklus I dan Siklus II
jumlah skor jumlah skor Analisa Hasil
yang total Data (%)
diperoleh
siswa
65,41%
Hasil Siklus I 1570 2400
Persentase

97,70%
Siklus II 2345 2400
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan :


1.1. Penggunaan model pembelajaran Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dengan

hasil yang dicapai pada siklus pertama yaitu 65,41 % sedangkan siklus kedua yang meningkat

menjadi 97,70 %.

1.2. Model pembelajaran Talking Stick merupakan model pembelajaran yang dapat digunakan oleh

guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Dimana model pembelajaran ini tidak hanya

menyenangkan karena terdapat unsur permainan, tapi juga dapat membentuk siswa untuk lebih

berani dalam proses belajar mengajar, melatih keterampilan membaca dan memahami dengan

cepat materi yang diberikan.

2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti mengemukakan saran sebagai berikut:

2.1. Bagi guru Sekolah Dasar agar dapat merancang pembelajaran bahasa Indonesia yang dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, dengan menerapkan

model pembelajaran Talking Stick

2.2. Sebagai seorang guru Sekolah Dasar, kita diharapkan mampu menciptakan pembelajaran yang

aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan guna mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai