Anda di halaman 1dari 45

Kata Pengantar

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah kita diberikan nikmat kesehatan
hingga sampai sekarang ini. Dan tak lupa pula shalawat serta salam kita haturkan
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Serta para sahabat-sahabat-
Nya, pengikut-pegikutnya hingga akhir zaman. Dimana yang telah mengajarkan
iman dan islam kepada kita, sehingga kita dapat menikmati indahnya keimanan
dan Islam.
Dengan penuh rasa syukur kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen Harwin Holilah Desyanti,S.Keb.,Bd yang telah membimbing kami dalam
pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan dan penyusuan kata-kata pada tugas ini masih banyak
kesalahan penulisan, untuk itu kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pambaca demi kesempurnaan makalah ini di
masa yang akan datang. Akhir kata semoga Makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.
Daftar Isi
Cover / Halaman Judul
Kata Pengantar ......................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang .......................................................................... 1
1.2 RumusanMasalah ..................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi ..................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi ................................................................................ 3
2.3 Manifestasi klinik ..................................................................... 5
2.4 Etiologi ..................................................................................... 5
2.5 Patofisiologi ............................................................................. 7
2.6 Pathway .................................................................................... 8
2.7 Pemeriksaan penunjang ............................................................ 9
2.8 Penatalaksaan medis .............................................................. 10
2.9 Komplikasi ............................................................................. 11
2.10 Pencegahan ............................................................................ 12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian .............................................................................. 13
3.2 Diagnosa keperawatan ........................................................... 14
3.3 Intervensi ................................................................................ 16
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................ 17
4.2 Saran ...................................................................................... 17
Daftar Pustaka ....................................................................................... 18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak di dalam
pelvis, di belakang rectum dan di depan kandung kencing. Ototnya disebut
miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium.
Peritoneum menutupi sebagian besar (tidak seluruhnya) permukaan uterus.
Persediaan darah didapatkan dari arteri uterina dan arteri ovaria. Panjang uterus
adalah 5 sampai 8 cm, dan beratnya 30 sampai 60 gram. Berdasarkan fungsi dan
anatomisnya, uterus dibagi menjadi tiga bagian utam, yaitu fundus, corpus, dan
istmus. Fundus merupakan tonjolan bulat di bagian atas yang terletak di atas insersi
tuba fallopii. Corpus merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri,
sedangkan istmus merupakan bagian konstriksi yang menghubungkan korpus dengan
serviks yang dikenal sebagai segmen uterus bawah pada masa hamil.
Uterus diikat pada pelvis oleh tiga set ligamen jaringan ikat, yaitu ligament
rotundum, ligament cardinal, dan ligament uterosakral. Ligament rotundum melekat
ke kornu uterus pada bagian anterior insersi tuba fallopii. Struktur yang menyerupai
tali ini melewati pelvis, lalu memasuki cincin inguinal pada dua sisi dan mengikat
osteum dari tulang pelvis dengan kuat. Ligamen ini memberikan stabilitas bagian atas
uterus. Ligamen cardinal menghubungkan uterus ke dinding abdomen anterior
setinggi serviks. Ligament uterosakral melekat pada uterus di bagian posterior
setinggi serviks dan behubungan dengan tulang sacrum. Fungsi uterus adalah untuk
menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan. Sebutir ovum sesudah
keluar dari ovarium, diantarkan melalui tuba uterine ke uterus.

1.2 Rumusan Masalah


a. definisi
b. klasifikas
c. manifestasi klinis
d. etiologi
e. patofisiologi
f. pathway
g. pemeriksaan penunjang
h. penatalaksanaan medis
i. komplikasi
j. pencegahan
k. asuhan keperawatan hemofilia
l. pengkajian
m. diagnose keperawatan
n. intervensi
o. evaluasi
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai penyakit dan kelainan mioma
uteri.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendeteksi secara dini terhadap adanya mioma uteri.
b. Mahasiswa mampu memahami tentang pengaruh mioma uteri.
c. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan mioma uteri.
d. Mahasiswa mampu melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan lebih
lanjut tentang mioma uteri.
1.4 Manfaat
makalah ini di buat oleh kami agar meminimalisir kesalahan dalam tindakan
praktik keperawatan yang di sebabkan oleh ketidakpahaman tentang hemofilia dalam
keperawatan sehingga berpengaruh besar terhadap kehidupan klien.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. DEFINISI
Mioma adalah penyakit yang berjenis tumor. Berbeda dengan penyakit
kanker, mioma tidak mempunyai kemampuan menyebar keseluruh tubuh.
Konsistensinya padat dan sering mengalami degerasi dalam kehamilan dan sering kali
ditemui pada wanita berumur 35-45 tahun. Hingga saat ini, Departemen Kesehatan
telah mencatat angka kejadian penyakit mioma uteri dengan rasio 10-12% dari
seluruh kasus ginekologi tumor mioma ini tumbuh sangat lambat. Tumor ini
mebutuhkan waktu 4-5 tahun dan untuk mencapai ukuran sebesar buah jeruk. Tumor
ini sering pula ditemukan pada wanita yang belum pernah melahirkan atau wanita
yang sulit hamil (inferentil) (Setiati, 2009 : 82).
Gejala awal pada penyakit ini tidak selalu muncul dan sangat bergantung pada
besar kecilnya mioma, lokasinya, dan komplikasi yang terjadi. Tumor ini jarang
menimbulkan gejala sepesifik bila ada, gejala tersebut hanya terjadi pada beberapa
penderita. Mioma yang terletak diselaput dalam rahim dapat menimbulkan kesulitan
hamil (Setiati Eni, 2009 : 82).

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang tersetruktur utamanya adalah otot
polos rahim mioma uteri pada 20%-25% perempuan pada usia produktif, tetapi oleh
faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidennya 3-9 kali lebih banyak pada ras
kulit berwarna dibandingkan denga ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir,
ditemukan 50% kasus mioma uteri pada ras kulit berwarna (Sarwono, 2011: 274).
2.2. KLASIFIKASI
Menurut Setiati (2009, 88-91) mioma dapat diklasifikasikan berdasarkan
lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1.Lokasi
a.Cerivical (2,6%). Umumnya tumbuh kearah vagina dan menyebabkan infeksi
b. Isthmica (7,2%). Lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius
c.Corporal (91%). Merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa gejala
2. Lapisan uterus
Mioma uteri terdapat pada daerah korpus. Sesuai dengan lokasinya, mioma ini
dibagi menjadi tiga jenis.
a. Mioma uteri subserosa
Lokasi tumor disubserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja.
Dapat pula sebagai suatu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tungkai.
Pertumbuhan kearah lateral dapat berada didalamligamentum latumdan disebut
sebagai mioma intralegamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum, atau
mesenterium disekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambila alih dari
tangkai ke omentum.akibatnya, tangkai semakin mengecil dan terputus sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis paralistik.
b. Mioma uteri intramural
Mioma ini disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya, multipel
apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus. Tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, bertambah besar dan berubah bentuknya.
Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti, kecuali rasa tidak enak
karena adanya massa tumor didaerah perut sebelah bawah. Kadangkala tumor
tumbuhsebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa.
Didalam otot rahim, mioma ini dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), dan lunak
(jaringan otot rahim dominan).
c. Mioma uteri submukosa
Mioma ini terletak dibawah endometrium. Mioma ini dapat bertangkai atau
tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis dan pada keadaan
ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Mioma ini dapat memperluas permukaan ruangan
rahim.
Dari sudut klinik, Mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada Mioma uteri subserosa ataupun intra
mural, walaupun mioma yang ditemukan cukup besar, tetapi seringkali memberikan
keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa, walaupun hanya
berukuran kecil, selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan
sulit dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Hampir separuh mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat
tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukosa,
subserosa), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi (Prawirohardjo,
2008 : 341).
Menurut Prawirohardjo (2008 : 342) gejala tersebut dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hiperminore, menoragia,
dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab
perdarahan ini antara lain adalah:
a. Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium
b. Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa
c. Atrofi endometrium diatas mioma submukosa
d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik.
2. Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas, tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai dengan nekrosis setempat dan
peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan,pula
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebakan juga
disminore.
3. Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio
urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum
dapat menyebabkan opstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh
limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
Menurut Mansjoer (2000) Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala
klinik meliputi :
1. Besarnya mioma uteri
2. Lokalisasi mioma uteri
3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri
Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35% - 50% dari pasien yang terkena.
Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri :
1. Perdarahan abnormal merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%).
Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa menoragi metroragi dan
hipermenorrhea. Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan
abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaan dari
endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim distoris dan
kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
2. Penekanan rahim yang membesar :
a. Terasa berat di abdomen bagian bawah
b. Gejala traktus urinarius: urine frekuensi retensi urine obstruksi ureter dan
hidronefrosis
c. Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal
d. Terasa nyeri karena tertekannya saraf
3. Nyeri dapat disebabkan oleh :
a. Penekanan saraf
b. Torsi bertangkai
c. Submukosa mioma terlahir
d. Infeksi pada mioma
e. Infeksi pada mioma
4. Infertilitas akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di kornu.
Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat menghalangi
implantasi. Terdapat peningkatan insiden absorsi dan kelahiran prematur pada
pasien dengan mioma intramural dan submukosa.
5. Kongesti vena disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema
ekstremitas bawah hemorhoid nyeri dan dyspareuni.

2.4 ETIOLOGI
Penyebab terjadinya mioma uteri adalah karena adanya perangsangan hormon
estrogen terhadap sel-sel yang berada di otot rahim. Jadi, Mioma uteri ini merupakan
akibat pengaruh estrogen. Oleh karena itu, mioma ini sangat jarang ditemukan pada
anank-anak usia pubertas, bahkan nyaris tidak pernah. Anak usia pubertas belum
memiliki rangsangan estrogen. Sementara itu, pada wanita menepouse mioma
biasanya mengecil karena estrogen sudah berkurang (Estiati, 2009: 85-86).
Sampai saat ini, penyebab pasti mioma uteri belum diketahui dan diduga
penyakit ini merupakan penyakit multifaktoral. Mioma dipercaya merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal.sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada
kromosom lengan (Estiati, 2009: 85-87).
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma,
disamping faktor predisposisi genetik.
1. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah manarke, seringkali pertumbuhan tumor yang
cepat selama kehamilan terjadi dan likakukan terapi estrogen eksogen.mioma uteri
akan mengecil pada saat menepouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri
dapat ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium ovarium dan wanita dengan
sterilitas. Enzim hidroxydesidrogenasi mengubah estradiol (Sebuah estrogen kuat)
menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari
pada miometrium normal (Estiati, 2009: 85-87).
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progsteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenasi dan menurunkan jumlah reseptr estrogen pada tumor (Estiati,
2009: 85-87).
3. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyi struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu, HPL, terlihat pada periode ini
dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergitik antara HPL dan estrogen
(Estiati, 2009: 85-87).
Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum
diketahui, namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
1. Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan :
a. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
c. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d.Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri
2. Teori Cellnest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada
cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Menurut Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah:
a. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum
menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma
uteri ditemukan sebesar 10%.
b. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen
endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/sedikit (Parker,
2007). Otubu et al menemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan mioma
uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan miometrium normal terutama pada fase
proliferasi dari siklus menstruasi (Djuwantono, 2004).
c. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang
mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan
ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan
penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri
(Parker, 2007).
d. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh enzim
aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2004). Hasilnya terjadi peningkatan
jumlah esterogen tubuh yang mampu meningkatkan pprevalensi mioma uteri (Parker,
2007).
e. Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan
prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging
setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri,
namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti
apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker,
2007).
f. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan
dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007).
g. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua)
kali.
2.5 PATOFISIOLOGI
Mioma uteri terjadi karena adanya sel-sel yang belum matang dan pengaruh
estrogen yang menyebabkan submukosa yang ditandai dengan pecahnya pembuluh
darah dan intranurel, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan
perdarahan pervagina lama dan banyak. Dengan adanya perdarahan pervagina lama
dan banyak akan terjadi resiko tinggi kekurangan volume cairan dan gangguan
peredaran darah ditandai dengan adanyaa nekrosa dan perlengketan sehingga timbul
rasa nyeri.
Penatalaksanaan pada mioma uteri adalah operasi jika informasi tidak
adekuat, kurang support dari keluarga, dan kurangnya pengetahuan dapat
mengakibatkan cemas.
Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan
robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas
jaringan kulit mempengaruhi proses epitelisasi dan pembatasan aktivitas, maka terjadi
perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan juga mengakibatkan terpaparnya agen
infeksius yang mempengaruhi resiko tinggi infeksi.
Pada pasien post operasi akan mempengaruhi obat anastesi yang
mengaakibatkan depresi pusat pernapasan dan penurunan kesadaran sehingga pola
nafa tidak efektif (Prawiroharjo S, 1999).
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cellnest atau teori genitoblast.
Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain
dalam abdomen. Edek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat
progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan menyatakan bahwa reseptor
estrogen pada mioma lebih banyak didapati dari pada miometrium normal. Menurut
Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur
(Prawirohardjo, 2008 : 338).
2.6 PATHWAY
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Anonim (2009) pemeriksaan penunjang meliputi :
1.Pemeriksaan Darah Lengkap
o Haemoglobin : turun
o Albumin : turun
o Lekosit : turun/meningkat
o Eritrosit : turun

2. USG
Terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher
Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi
Menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5. Rontgen
Untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan
operasi.
6. ECG
Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan
operasi.
Sedangkan menurut Setiati (2009 : 96 – 97) pemeriksaan penunjang meliputi :
1. Dapat dilakukan dengan USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma,
ketebalan endometrium, dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga
dapat dideteksi dengan CT-SCAN ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu
lebih mahal dan tidak memfisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya
leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan
mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan. Pada sebagian besar
kasus mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak
hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus pada stadium lebih lanjut,
uterus membesar dan berbentuk tidak teratur. Pemeriksaan ini penting untuk
menilai masa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
Untuk menilai pasien mioma sub mukosa disertai dengan infertilitas, histerografi
dan histerokopi digunakan.
2. Pemeriksaan Lapaskopi : dilakukan untuk mengevaluasi masa pada pelvis.
3. Pemeriksaaan laboratorium : dilakukan pemeriksaan darah lengkap, urine lengkap,
gula darah, test fungsi hati, ureum dan kreatinin darah
4. Pemeriksaan test kehamilan

Perhatikan beberapa gejala yang dapat muncul sebagai tanda kompilkasi yang
mungkin terjadi.

a. Terjadi perdarahan sampai terjadi anemia


b. Terdapat korsitangkai mioma dari mioma uteri subserosa dan mioma uteri
submukosa
c. Terjadi infeksi, setelah torsi, nikrosis dan infeksi dapat terjadi
d. Terjadi pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan

2.8 PENATALAKSANAAN

Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor


Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan
terbagi atas :
a. Penanganan konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
2) Monitor keadaan Hb
3) Pemberian zat besi
4) Penggunaan agonis GnRH untuk mengurangi ukuran mioma
b. Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah :
1) Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia
2) Nyeri pelvis yang hebat
3) Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma
berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa)
4) Gangguan buang air kecil (retensi urin)
5) Pertumbuhan mioma setelah menopause
6) Infertilitas
7) Meningkatnya pertumbuhan mioma (Moore, 2001).
Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan
rahim/uterus (Rayburn, 2001). Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita
mioma uteri secara umum. Penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang
belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan (Chelmow, 2005).
b. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim,
baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks
uteri (Prawirohardjo, 2001). Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak
menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik
atau yang sudah bergejala. Ada dua cara histerektomi, yaitu :
1) Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma
intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi
2) Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravid 12
minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektokel, sistokel atau
enterokel (Callahan, 2005).
Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil
Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan
observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai apabila
janin imatur. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri
menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik.
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi menurut Prawirohardjo (2008, 340) yang dapat terjadi pada mioma uteri
secara umum yaitu :
1. Degenerasi ganas
Kecurigaan keganasan pada uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi sindrom abdomen
akut.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
A. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara


keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data,
pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan (Depkes
RI, 1991 ).

B. Pengumpulan Data.

Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-


data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan Total
Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO )
adalah sebagai berikut :

Usia :

1. Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan pada
usia 35 tahun keatas.
2. Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang
3. Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan
diri terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan
TAH-BSO.

C. Keluhan Utama

Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena
terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah biasanya
berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah :

Lokasi nyeri :
Intensitas nyeri

Waktu dan durasi

Kwalitas nyeri.

D. Riwayat Reproduksi

a. Haid

Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak
pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause

b. Hamil dan Persalinan

Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh


cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ii
dihasilkan dalam jumlah yang besar.

jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan
keluarga terhadap hilangnya oirgan kewanitaan.

E. Data Psikologi.

Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional


klien dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi
merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang
feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya perasaan
kewanitaan.

Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa


wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya
kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu
persiapan psikologi klien.
F. Status Respiratori

Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat


terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau
akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada
saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien
yang memakai anaestesi general.

G. Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus


dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran
dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus di observasi dan penurunan tingkat
kesadaran merupakan gejala syok.

H. Status Urinari

Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien


yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah
pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat
operasi, muntah akibat anestesi.

I.Status Gastrointestinal

Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan,


tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan
kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.

3.2. Diagnosa Keperawatan


1) Ansietas b/d krisis situasi, ancaman / perubahan status kesehatan, sosio
ekonomi, fungsi peran, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.

2) Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses penyakit


3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, distress
emosional, keletihan

3.3. Intervensi

1) DX I

Ansietas b/d krisis situasi, ancaman / perubahan status kesehatan, sosio


ekonomi, fungsi peran, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.

Tujuan: Menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan berkurangnya rasa
takut.

Kriteria Hasil: Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang,


mendemonstrasikan mekanisme koping yang efektif.

Intervensi:

1. Tinjau ulang pengalaman pasien


2. Dorong pasien mengungkapkan pikiran dan perasaan.
3. Berikan lingkungan yang terbuka dimana pasien merasa aman untuk
mendiskusikan perasaan.
4. Bantu pasien atau orang terdekat dalam mengenali rasa takut untuk
mengembangkan koping
5. Berikan informasi yang akurat
6. Jelaskan pengobatan yang dianjurkan, tujuan dan efek samping

Rasional:

1. Membantu dalam mengidentifikasi rasa takut dan kesalahan konsep pada


pengalaman tentang penyakit
2. Memberi kesempatan untuk memeriksa rasa takut realitas serta kesalahan
konsep.
3. Membantu pasien merasa diterima pada adanya kondisi tanpa perasaan
dihakimi
4. Keterampilan koping sering rusak setelah didiagnosis dan selama fase
pengobatan berbeda
5. Dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat
keputusan berdasarkan realita
6. Tujuan pengobatan adalah untuk pengangkatan sel-sel jinak yang tumbuh
pada otot-otot rahim

2) DX II

Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses penyakit.

Tujuan: Nyeri hilang / berkurang.

Kriteria Hasil: Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan,


mendemonstrasikan relaksasi.

Intervensi:

1. Tentukan riwayat nyeri misal: lokasi, frekuensi, durasi (skala), tindakan


penghilangan nyeri
2. Evaluasi / sadari terapi tertentu, misal: pembedahan
3. Beri tindakan kenyamanan (reposisi punggung), aktifitas hiburan
4. Dorong keterampilan manajemen nyeri (tehnik relaksasi), tertawa, music
5. Evaluasi penghilang nyeri
6. Kolaborasi pemberian analgesic

Rasional:

1. Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi keefektifan


intervensi
2. Ketidaknyamanan rentang luas adalah umum tergantung pada prosedur /
agen yang digunakan
3. Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali latihan
4. Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan
rasa control
5. Tujuannya adalah kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum
6. Mengontrol / menghilangkan nyeri

3) DX III

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d status hipermetabolik


berkenaan dengan kanker konsekuensi kemoterapi (anorexia), distner
emosional, keletihan.

Tujuan: Nafsu makan meningkat.

Kriteria Hasil: Berat badan stabil, penambahan berat badan ke arah normal,
berpartisipasi dalam merangsang nafsu makan.

Intervensi:

1. Pantau masukan makanan per hari


2. Ukur tinggi, berat badan, pastikan jumlah penurunan berat badan
3. Dorong klien makan diet tinggi kalori kaya nutrien, dengan masukan
cairan adekuat
4. Kontrol faktor lingkungan (mis: bau tidak sedao), kebisingan, hindari
makanan berlemak dan pedas

Rasional:

1. Mengidentifikasi kekuatan / defisiensi nutrisi


2. Memantau dalam identifikasi malnutrisi khususnya berat badan kurang
dari normal
3. Kebutuhan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan
4. Dapat mencegah mual muntah
BAB IV

ASKEP KASUS

A. DATA UMUM
1. Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Sudah menikah
Agama : Kristen
Pekerjaan : Berladang
Alamat : Desa Paronggil, Sidikalang
Tanggal masuk : 20 November 2017
Ruangan / kamar : Rindu B-1 Obgyn / III3
MR : 340701
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Sejak seminggu yang lalu pasien merasakan ada benjolan kecil
pada perut bagian bawah, pasien menganggap hal itu biasa saja,
semakin lama semakin bertambah besar. Lalu pada tanggal 17
November 2017 mengalami perdarahan dari kemaluan dengan
volume 3 – 4 x ganti doek / hari. Dimana perdarahan bersifat encer,
maka pasien pergi berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 20 November 2017 pasien datang berobat ke
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dengan keluhan
benjolan pada perut bagian bawah dan perdarahan dari kemaluan
dengan volume 3 – 4 x ganti doek / hari, dengan sifat perdarahan
encer dan berlangsung sejak tanggal 17 November s.d 20 November
2017.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut keterangan pasien dan anggota keluarga, pasien tidak
pernah mengalami penyakit serius dan tidak ada anggota keluarga
yang mengalami penyakit seperti yang diderita pasien, hanya
penaykit biasa seperti: pilek, demam dan batuk biasa, tidak ada
penyakit keturunan.
5. Riwayat Obstetrik

Pasien mengalami menarche pada umur 18 tahun dengan riwayat


haid teratur 3 – 4 hari dengan volume 2 – 3 x ganti doek / hari dan
nyeri (+). Pasien pertama kali melakukan hubungan seksual pada umur
19 tahun. Hari terakhir haid pasien pada tanggal 16 Oktober 2017.
Pasien memakai KB dengan jenis KB susuk.

6. Riwayat / Keadaan Psikologis.


Pasien cemas dalam menghadapi penyakitnya dan pasien
berkata pasrah dengan keadaan penyakitnya sekarang. Hubungan
pasien dengan anggota keluarga sangat baik terlihat dari keluarga
selalu menjenguk serta menjaga pasien.

7. Pola Kebiasaan Sehari-Hari

a. Nutrisi

· Sebelum masuk RS

Pasien makan 3x sehari dengan menu nasi, sayur, lauk pauk dan buah-
buahan (kadang-kadang). Pasien tidak memiliki makanan pantangan.

· Setelah masuk RS
Pasien makan 3x sehari dengan diet makanan biasa dengn nafsu
makan menurun, porsi yang disajikan habis ½ porsi.

b. Minum

· Sebelum masuk RS: Pasien minum ± 7 – 8 gelas / hari.

· Setelah masuk RS: Pasien minum ± 6 – 7 gelas / hari

c. Pola istirahat tidur

· Sebelum masuk RS: Pasien tidak pernah tidur siang karena pasien bekerja di
ladang dan tidur malam pasien ± 6 – 7 jam / hari

· Setelah masuk RS: Pasien tidur siang selama 2 – 3 jam / hari dan tidur
malam 6 – 7 jam / hari. Tidak ada keluhan ketika pasien tidur.

d. Pola eliminasi

1) BAB

· Sebelum masuk RS: Pasien buang air besar 1 – 2 x / hari dengan konsistensi
lembek dan bau khas

· Setelah masuk RS: Pasien buang air besar 1 x / hari dengan konsistensi
lembek dan bau khas

2) BAK

· Sebelum masuk RS: Pasien buang air kecil 3 – 4 x / hari dengan warna
kekuningan dan bau khas emoniak

· Setelah masuk RS: Pasien buang air kecil melalui kateter dengan volume
500 cc / hari. Warna urine kekuningan dengan bau khas amoniak.

e. Personal hygiene
· Sebelum masuk RS: Pasien mansi 2 x / hari, gosok gigi 2 x / hari, cuci
rambut 3 x / seminggu

· Setelah masuk RS: Pasien mandi dengan lap basah 2 x / hari, gosok gigi 2 x /
hari, cuci rambut baru 1 kali semenjak masuk RS. Semua kegiatan dibantu
oleh perawat dan keluarga.

8. Pemeriksaan Fisik

a. Vital Sign
Tanggal 25 November 2017
Tekanan darah :130 / 80 mmHg
Pernafasan :20 x/i
Nadi : 78 x/i
Temperatur :36,50C
Kesadaran :Compos mentis
BB sebelum masuk RS : 45 Kg
BB sesudah masuk RS : 45 Kg
b. Pemeriksaan Head To Toe
1. Kepala: Kulit kepala bersih, tidak ada ketombe, bentuk
bulat, rambut warna hitam, ikal, pendek.
2. Mata: Pasien tidak memakai alat bantu penglihatan, dapat
membaca buku dengan jarak 30 cm, sklera tidak tampak
ikterus, conjungtiva tidak pucat, pupil isokor, kelopak mata
tidak edema.
3. Hidung: Tidak ada sekret, fungsi penciuman baik, dapat
membedakan bau dan wangi.
4. Telinga: Dapat mendengar dengan baik tanpa menggunakan
alat bantu, tidak tampak tanda peradangan dan cairan,
adanya serumen dalam batas normal.
5. Gigi: Gigi lengkap, tidak caries dan tidak memakai gigi
palsu.
6. Muka: Ekspresi wajah tampak lemah, tidak dijumpai
sianosis.
7. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak
terdapat tekanan vena jugularis.
8. Thorax: Bentuk thorax simetris, frekuensi 20 x / menit,
bunyi nafas vesikuler, batuk dan sputum tidak ada.
9. Abdomen: Abdomen soepel, hepar dan lien tidak teraba.
Berdasarkan pemeriksaan pada abdomen: teraba massa
sebesar tinju dewasa dengan pool atas ½ pusat simfisis, pool
bawah setentang simfisis, kenyal, mobile, nyeri ada.
10. Genitalia: Tidak ada kelainan pada genitalia dalam keadaan
bersih terpasang kateter,tidak ada perdarahan.
11. Ekstremitas
Atas: Lengkap, tidak ada kelainan, dapat digerakkan secara
mandiri, terpasang infus RL pada ekstremitas dextra.
Bawah: Lengkap, tidak ada udem pada kaki dan dapat
digerakkan secara mandiri.

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium :Tanggal 22 November 2017

Pemeriksaan Satuan Hasil Normal

HB g/dL 11,0 11,0-16,5

HT % 28,2 35,0-50,0

Leukosit mm3 13,4.103 3,5-10,0

Trombosit mm3 157.103 150-390


Ureum mg/dL 16 10-50

Creatinin mg/dL 0,8 0,7-1,4

KGD adrandom mg/dL 145 ≤ 200

Natrium mEg/L 134 135-155

KaliummEg/L 3,53 3,6-5,5

Chlorida mEg/L 108 96-106

Total cholesterol mg/dL 152 160-201

HDL mg/dL 47 >55

LDL cholesterol 86 0-100

Trigliserida 97 40-20

b. Pemeriksaan USG: Tanggal 22 November 2017

· Uterus AF ukuran 87,0 x 52,3 mm

· End line tipis

· Tampak bayangan mix echo di cavum uteri 48,7 x 52,8 mm

· Kedua adnexa dalam batas normal

10. Kesan: mioma uteri

Terapi Medis

· IVFD RL 20 gtt / i

· Movicox supp

· Cefadroxil 2 x 500 mg
· Asam mefanamat 3 x 500 mg

· SF 1 x 1

· Bed rest

B. Pengelompokan Data

No Data Interpretasi Masalah

1 DS: Adanya Gangguan rasa


penekanan syaraf nyaman nyeri
Pasien mengatakan nyeri tekan pada perut bagian
pada lumbal ke
bawah
v.

DO:

· Pasien tampak meringis kesakitan

· Teraba massa sebesar tinju dewasa dengan pool


atas ½ pusat simfisis

2 DS: Perubahan status Gangguan rasa


kesehatan nyaman cemas
Pasien mengatakan cemas dalam menghadapi
penyakitnya

DO:

Pasien tampak gelisah


3 DS: Adanya Resiko tinggi
perubahan nafsu pemenuhan nutrisi
Pasien mengatakan tidak selera makan
makan kurang dari
kebutuhan

DO:

Porsi yang disajikan hanya habis ½ porsi

C. Analisa Data

2. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penekanan saraf pada lumbal ke-v
ditandai dengan pasien mengatakan nyeri tekan pada perut bagian bawah,
pasien tampak meringis kesakitan, teraba massa sebesar tinju dewasa dengan
pool atas ½ pusat simfisis.

2) Ansietas b/d perubahan status kesehatan ditandai dengan pasien


mengatakan cemas dalam menghadapi penyakitnya, pasien tampak gelisah.

3) Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


b/d perubahan nafsu makan ditandai dengan pasien mengatakan tidak selera
makan, porsi yang disajikan hanya habis ½ porsi.
D. Rencana Asuhan Keperawatan

Nama : Ny, M Diagnosa : Myoma Uteri

Umur : 46 tahun Ruangan : RB 1 – Obgyn

No Dx Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 I · Dalam · Pasien tidak · Tentukan riwayat nyeri, mis: lokasi nyeri, · Informasi memberikan data dasar untuk
waktu 3 hari meringis frekuensi dan intensitas (skala 0 – 10) mengevaluasi keefektifan intervensi
gangguan kesakitan
· Berikan tindakan kenyamanan dasar dan · Meningkatkan relaksasi dan membantu
rasa nyaman
· Tidak ada aktivitas hiburan memfokuskan kembali perhatian
nyeri
nyeri tekan pada
teratasi · Dorong penggunaan teknik relaksasi · Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi
perut bagian
secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol
bawah
· Mengurangi rasa tertekan pada perut bagian
· Atur posisi senyaman mungkin
bawah dan mengontrol rasa nyeri

· Nyeri adalah komplikasi sering dari tumor,


· Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai meskipun respons individual berbeda. Saat
indikasi perubahan penyakit / pengobatan terjadi penilaian
· Ciptakan suasana yang nyaman dosis dan pemberian akan diperlukan

· Meningkatkan relaksasi dan mengontol rasa


nyeri

2 II · Dalam · Klien tampak · Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran · Memberikan kesempatan untuk memeriksa
waktu 3 hari tenang dan perasaan rasa takut realistis serta kesalahan konsep tentang
gangguan diagnosa
· Klien tidak · Berikan lingkungan terbuka dimana pasien
rasa nyaman
cemas lagi merasa aman untuk mendiskusikan perasaan · Membantu pasien untuk merasa diterima pada
cemas dapat
adanya kondisi tanpa perasaan dihakimi
diatasi. · Pertahankan kontak sering dengan pasien
· Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak
· Berikan informasi akurat, konsisten mengenai
sendiri atau ditolak
prognosis
· Dapat menurunkan ansietas dan
· Jelaskan prosedur, berikan kesempatan untuk
memungkinkan pasien membuat keputusan /
bertanya dan jawaban jujur
pilihan berdasarkan realita

· Informasi akurat memungkinkan pasien


· Tingkatkan rasa tenang dan lingkungan tenang menghadapi situasi lebih efektif dengan realitas,
karenanya menurunkan ansietas dan rasa takut
karena ketidaktahuan

· Memudahkan istirahat, menghemat energi dan


meningkatkan kemampuan koping

3 III · Dalam · Nafsu makan · Pantau masukan makanan setiap hari · Mengidentifikasi kekuatan / defisiensi nutrisi
waktu 3 hari meningkat
· Ukur berat badan setiap hari atau sesuai · Membantu dalam identifikasi malnutrisi
resiko tinggi
· Porsi yang indikasi protein – kalori, khususnya bla berat badan dan
pemenu han
disajikan habis pengukuran antropometrik kurang dari normal
nutrisi · Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori
seluruhnya
kurang dari kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat · Kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan
kebutuhan · BB stabil begitu juga cairan
· Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi
tidak terjadi.
sering · Mencegah lambung penuh dengan segera

· Sajikan makanan dalam keadaan hangat · Meningkatkan selera makan pasien

· Ciptakan suasana makan yang menyenangkan, · Membuat waktu makan lebih menyenangkan,
dorong pasien untuk berbagi makanan dengan yang dapat meningkatkan masukan
keluarga / teman
· Memberikan rencana diet khusus untuk
· Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian memenuhi kebutuhan individu dan menurunkan
nutrisi masalah berkenaan dengan malnutrisi
Catatan Perkembangan

No Hari/Tgl Dx Implementasi Evaluasi


1 Kamis I 20.00 S: Klien mengatakan masih merasakan nyeri tekan pada
26/11-17  Mengobservasi keadaan umum klien; T: 370C, TD: 120/80 perut bagian bawah
mmHg, HR: 88 x/I, RR: 20 x/i
 Mengkaji tingkat nyeri px skala 4 – 5 O: Skala nyeri 4 – 5, pasien masih meringis kesakitan
20.30
 Mengatur posisi klien senyaman mungkin dari semi fowler A: Masalah belum teratasi
menjadi telentang
21.50 P: Intervensi dilanjutkan
 Menganjurkan klien tehnik relaksasi untuk menghilangkan rasa
nyeri
22.00
 Mengalihkan perhatian klien dengan mengajak berkomunikasi
dan mendengarkan keluhan pasien dengan baik
05.30
 Memberikan diet klien MBTKTP dan obat oral:
Cefodroxil 500 mg 1 tablet
As. Mefenamat 500 mg 1 tablet
07.00
 Menciptakan suasana yang nyaman, hindari kebisingan
II 20.00 S: Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi
 Mengobservasi keadaan umum pasien
 Pasien tidak tampak cemas lagi O: Pasien tampak rileks, Pasien mengerti tentang
21.00 penyakitnya
 Memberikan penjelasan kepada klien tentang penyakitnya,
A: Masalah teratasi
pengobatan dan prognosisnya
22.00 P: Intervensi dihentikan
 Memberikan dorongan semangat kepada klien agar tidak terlalu
cemas
06.30
 Memberikan diet MBTKTP dan obat oral
Cefodroxil 500 mg 1 tablet
As. Mefenamat 500 mg 1 tablet
07.00
 Menganjurkan klien istirahat, jangan banyak pikiran tentang
penyakitnya
III 20.00 S: Pasien mengatakan belum selera makan
 Mengobservasi keadaan umum klien
20.30 O: BB: 45 kg
 Menimbang berat badan dengan hasil 45 kg Porsi makanan yang dihabiskan ½ porsi
21.30
 Memberikan diet pasien MBTKTP dalam keadaan hangat dan A: Masalah belum teratasi
memberikan obat oral
Cefodroxil 500 mg 1 tablet P: Intervensi dilanjutkan
As. Mefenamat 500 mg 1 tablet
 Mengobservasi jumlah makanan yang dihabiskan (makanan habis
½ porsi)
22.30
 Menganjurkan pasien istirahat
2 Jum’at I 20.00 S: Klien mengatakan masih merasakan nyeri tekan pada
27/11-17  Mengobservasi keadaan umum klien perut bagian bawah
TD: 130/80 mmHg, HR: 78 x/I, RR: 20 x/I, T:36,50C
O: Skala nyeri 4 – 5, px masih meringis kesakitan
 Mengkaji tingkat nyeri skala 4 – 5 A: Masalah belum teratasi
20.30
 Mengatur posisi klien senyaman mungkin dari semi fowler P: Intervensi dilanjutkan
menjadi telentang
20.50
 Menganjurkan klien teknik relaksasi untuk menghilangkan rasa
nyeri
21.15
 Mengalihkan perhatian klien dengan mengajak berkomunikasi
dan mendengarkan keluhan pasien dengan baik
06.00
 Memberikan diet klien MBTKTP dan obat oral
Cefodroxil 500 mg 1 tablet
As. Mefenamat 500 mg 1 tablet
07.00
 Menciptakan suasana yang nyaman dan hindari kebisingan
III 20.00 S: Pasien mengatakan belum selera makan
 Mengobservasi keadaan umum klien
TD: 130/80 mmHg, HR: 78 x/I, RR: 20 x/I, T:36,50C O: BB 45 kg, porsi makanan yang dihabiskan ½ porsi
21.00
 Menimbang BB dengan hasil 45 kg A: Masalah belum teratasi
21.30
 Memberikan diet pasien MBTKTP dalam keadaan hangat dan P: Intervensi dilanjutkan
memberikan obat oral
Cefodroxil 500 mg 1 tablet
As. Mefenamat 500 mg 1 tablet
 Mengobservasi jumlah makanan yang dihabiskan (makanan habis
½ porsi)
22.00
 Menganjurkan pasien untuk beristirahat
3 Sabtu I 20.15 S: Klien mengatakan masih merasakan nyeri tekan pada
28/11-17  Mengobservasi keadaan umum klien perut bagian bawah
TD: 120/80 mmHg, HR: 72 x/I, RR: 20 x/I, T:36,50C
 Mengkaji tingkat nyeri skala 4 – 5 O: Skala nyeri 4 – 5, pasien masih meringis kesakitan
20.45
 Mengatur posisi klien senyaman mungkin dari semi fowler A: Masalah belum teratasi
menjadi telentang
 Menganjurkan klien teknik relaksasi untuk menghilangkan rasa P: Intervensi dilanjutkan
nyeri
21.00
 Mengalihkan perhatian klien dengan mengajak berkomunikasi
dan mendengarkan keluhan px dengan baik
21.30
 Memberikan diet klien MBTKTP dan obat oral
Cefodroxil 500 mg 1 tablet
As. Mefenamat 500 mg 1 tablet
22.00
 Menciptakan suasana yang nyaman, dan hindari kebisingan
III 20.30 S: Pasien mengatakan belum selera makan
 Menimbang BB dengan hasil 45 kg
21.00 O: BB: 45 kg, posi makanan yang dihabiskan ½ porsi
 Memberikan diet pasien MBTKTP dalam keadaan hangat dan
memberikan obat oral A: Masalah belum teratasi
Cefodroxil 500 mg 1 tablet
As. Mefenamat 500 mg 1 tablet P: Intervensi dilanjutkan
 Mengobservasi jumlah makanan yang dihabiskan (makanan habis
½ porsi)

22.00
 Menganjurkan pasien istirahat

BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling umum pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat
disekitarnya. mioma uteri juga sering disebut dengan Leiomioma, Fibromioma atau Fibroid, hal ini mungkin karena memang otot uterus
atau rahimlah yang memegang peranan dalam terbentuknya tumor ini. Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri. Diduga
mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor
mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan.
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu
miometrium terdesak menyusun semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi tumor di dalam uterus mungkin terdapat satu
mioma, akan tetapi mioma biasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak
bundar dan konstipasi padat.

4.2 . Saran

1. Diharapkan pembaca dapat belajar mengambil keputusan yang tepat (dalam hal ini rujukan) sehingga tidak terlambat untuk tindakan
selanjutnya.

2. Diharapkan pembaca dapat menyesuaikan praktek di lapangan dengan teori yang ada sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang tepat khususnya untuk penanganan mioma uteri.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2009.“Laporan_Pendahuluan_Topik_Asuhan_Keperawatan_Klien_dengan_Myoma_Uteri”.(online).(https://www.academia.edu/8
522541/Laporan_Pendahuluan_Topik_Asuhan_Keperawatan_Klien_dengan_Myoma_Uteri diakses pada tanggal 20 November 2017
pukul 19.02 WIB

Ayu, Ida Chandranita Manuaba, dkk. 2013. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC


Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2013. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arief, dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:EGC

Novandsmuct. 2014. “Laporan Pendahuluan Mioma Uteri”. (online).


(http://novandsmuct.wordpress.com/2014/02laporanpendahuluanmiomauteri.html diakses pada tanggal 20 November 2017 pukul 20.00
WIB). Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 1991. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
FKUIPrawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono PrawirohardjoPrawirohardjo,
Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono PrawirohardjoSetiati, Eni. 2009. Waspadai 4
Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yogyakarta: Penerbit Andi

Anda mungkin juga menyukai