Isi kuliah :
I. 1. Faringitis Akut
2. Tonsilitis Akut
3. Faringitis – Tonsilitis Difteri
4. Tonsillitis Plaut Vincent
II. 1. Abses Peritonsil
2. Abses Retrofaring
III. 1. Faringitis Kronis
2. Adenotonsilitis Kronis
3. Indikasi/Teknik Tonsilektomi
Yang merupakan benteng pertahanan kedua yaitu jaringan limfosit regional di leher.
Yang paling besar dan paling penting dari cincin Waldeyer adalah tonsil palatina : ada dua
buah kanan dan kiri. Letaknya dalam lekukan mukosa dalam orofaring disebut fosa
tonsilaris. Tonsil dibungkus oleh kapsul tonsil.
FARINGITIS AKUT
Ialah radang akut pada mukosa farimg dan jaringan limfoid pada dindng faring.
Etiologi :
Streptokokus B hemolitik
Virus
Kadang-kadang bisa juga oleh streptokokus pneumonia, Hemofilus influenza
Penularan :
Sangat mudah secara “droplet infection” atau bahan makanan/alat makan. Kadang-kadang
sebagau gejala permulaan penyakit lain misalnya : morbili, skarlatina, influensa, pneumonia,
parotitis, varicella, artritis (rheuma).
Sering bersamaan dengan infeksi jalan nafas bagian atas: rhinitis akut, nasofaringitis,
laryngitis akut, bronkitis akut.
Gambaran klinik:
a. Keluhan:
Dapat mulai dari pilek atau batuk dulu atau mulai dari faring
Timbul rasa kering dan panas di tenggorok, lama-lama menjadi
Nyeri untuk menelan tetapi tidak sehebat pada tonsillitis akut
Panas badan atau sumer-sumer
Nyeri kepala, badan rasa lemah/kurang semangat (malaise).
b. Pemeriksaan:
Mukosa faring tampak merah dan udem, terutama didaerah “lateral bands”.
Granule tampak lebih besar.
Sering ada pembesaran kelenjar regional dan sedikit nyeri tekan.
Komplikasi :
Bila daya tahan tubuh baik jarang terjadi komplikasi.
Dapat menjalar :
Ke atas : lewat tuba Eustachius ke cavum tympani menjadi otitis media akut. Sering
terjadi pada anak kecil.
Ke depan :
Rhinitis akut
Sinusitis paranasales
Ke bawah :
Laryngitis
Trakeitis
Bronkitis
Pnemoni
Sistemik :
Bakteriemi/Septikemi : dapat terjadi terutama pada etiologi streptokokus, tetapi
jarang sekali terjadi.
Subakut endocarditis bakteri, dapat terjadi pada penderita dengan penyakit kelainan
katub jantung.
Terapi :
Umumnya dapat sembuh sendiri (self limiting disease)
Cukup diberi obat sistemik:
o Analgesic/sntipiretik : asetosal
o Obat kumur : Gargarisma Kan untuk melemaskan otot-otot faring dan
mengencerkan lendir yang melekat pada faring atau dapat juga dengan air
masak hangat diberi garam.
Bila :
o Daya tahan tubuh kurang baik misalnya pada bayi, orang tua
o Sudah ada penjalaran/komplikasi
Perlu diberi antibiotika.
TONSILITIS AKUT
Ialah radang akut pada tonsil.
Etiologi :
Kuman terutama streptokokus hemolitik (kira-kira 50%)
Virus
Tonsillitis akut paling sering terjadi pada anak-anak, terbanyak pada usia kira-kira 5 tahun dan
puncak berikutnya pada usia 10 tahun.
Penyebaran:
Secara “droplet infection” atau melalui alat makan/makanan
Patologi:
Tonsil berada pada kantong (kapsul) yang terbenam sebagian dalam fosa tonsilaris dengan
perantaraan jaringan ikat kendor. Didalam tonsil terdapat jaringan-jaringan limfooid disebut
folikel dan masing-masing folikel mempunyai kanal-kanal (saluran) yang dipermukaan tonsil
bermuara pada kripte. Akibat radang dalam folikel tonsil membengkak timbul eksudat masuk
saluran keluar sebagai kotoran putih-putih pada kripte yang disebut detritus.
Gambaran klinis :
a. Keluhan :
Mula-mula tenggorok terasa kering
Lalu nyeri pada tenggorok yang makin hebat untuk menelan, karena sakitnya
anak tidak mau makan
Nyeri yang hebat itu sering memancar ke telinga disebut “reffered pain”.
Panas badan, dapat sangat tinggi sampai menimbulka kejang pada bayi
Nyeri kepala
Badan lesu, nafsu makan kurang
b. Pemeriksaan :
Suara terdengar seperti mulut terasa penuh dengan makanan yang panas
disebut “plummy voice”.
- Ptialismus: ludah menumpuk dalam cavum oris karena nyeri telan yang hebat
- Tonsil merah dan membengkak dengan detritus pada permukaannya sehingga ismus
fausimus menyempit
- Sekitar tonsil: palatum moll, arkus anterior dan arkus posterior udem dan hiperemi
- Kelenjar limfe regional jugulodigastrikus (di belakang angulus mandubulae)
membesar dan nyeri tekan
Diagnosa diferensial:
1. Infeksi mononukleosis (glandular fever)
o Tonsil sangat membengkak, tertutup membran
o Terdapat limfositosis
o Titer serum antibodi heterofil naik dalam minggu ke 2 – 3 (Paul – Bunnel tes
spesifik)
o Pembesaran kelenjar llimfe: di leher, limpa.
2. Angina Vincent (Tonsilitis Plaut – Vincent, tonsilitis ulsermembranasea)
Menyebabkan ulserasi yang luas yang biasanya terbatas pada satu tonsil. Penyakit ini
dibedakan dari tonsilitis akut dengan pemeriksaan usap tenggorok.
3. Scarlet Fever
Merupak tonsilitis oleh karena streptokokus dengan gangguan umum disebabkan
produksi beberapa toksin, salah satu menyebabkan: punctate erythematous rash,
panas badan, strawberry tongue (tonsill tampak merah sekali) kadang tertutup
eksudat kekuningan yang mudah di bersihkan
Gambaran darah menunjukan leukositosis polimorfonuklear dan eosinofilia.
4. Difteri tonsil
Terdapat pseudomembran yang berwarna keabu- abuan pada tonsil dan juga faring,
palatum. Sangat melekat bila di loepas timbul perdarahan.
5. Agranulositosis
Penyakit ini menimbulkan ulserasi yang luas di rongga mulut dan faring. Selain
ulserasi terjadi juga pengelupasan mukosa rongga mulut, lidah, dan tonsil.
Penderitanya tampak sakit berat. Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat membantu
diagnosis.
Komplikasi:
I. Lokal:
1. Abses peritonsiler atau infiltrat peritonsiler
2. Abses parafaring: pus terkumpul antara ototikonstriktor faring superior dan
fasia servikalis profunda.
3. Adenitis servikal supuratif.
4. Otitis media akut (jarang, biasanya pada anak- anak)
II. Sistemik:
Terutama yang etiologinya streptokokus B hemolitik
o Ginjal: nefritis, glomerulonefritis akut
o Rematik: artritis
o Jantung: endokarditis
o Vaskuler: plebitis
Terapi:
- Penderita dengan daya tahan cukup baik, penyakit akan sembuh sendiri, dan cukup
dengan:
Istirahat
Makan lunak
Analgetik, antipiretik
Gargarisma Kan
- Daya tahan tubuh kurang, misalnya: bayi, orang tua, dapat diberi antibiotik.
Patologi:
Kuman biasanya masuk melalui mukosa faring, tonsil, juga dapat di hidung, laring.
Kuman tersebut berkembang biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas
tersebut dan memproduksi toksin yang meresap ke sekelilingnya. Tonsil disebarkan
ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah. Toksin dapat merusak epitel
(nekrose) terjadi eksudasi serum dan terbentuk pseudomembran: beslag yang tebal,
putih, kotor (abu-abu) melekat erat. Bila diangkat mudah berdarah. Pseudomembran
mudah meluas keluar tonsil ke faring, palatum mole, uvula, dan laring. Menyumbat
rima glotis sehingga obstruksi jalan nafas bagian atas dan penderita sesak nafas. Pada
tonsilitis akut detritus yang banyak kadang- kadang mirip tonsil difteri, tetapi hanya
terbatas pada tonsil, mudah dihapus.
Gambaran Klinis
Gejala klinik yang timbul lokal maupun umum merupakan akibat dari kerja toksin yang
dihasilkan oleh kuman difteri.
a. Keluhan:
Badan lesu (general malaise)
Sakit kepala
Nyeri telan tidak begitu hebat
Panas badan tidak terlalu tinggi
b. Pemeriksaan:
Keadaan umum jelek, tampak sakit keras (toksis), lesu, pucat
Tonsil dan faring hiperemi dan ada pseudomembran
Pembesaran kelenjar leher sangat hebat, tidak sesuai dengan infeksi
tonsil – faring, di bagian anterior leher sekitar angulus mandibulae
disebut “bull-neck” akibatr udem periglandularis.
Diagnosa:
Dibuat atas dasar penemuan klinik dan diagnosa pasti dikuatkan dengan pemeriksaan
bakteriologis:
o Sediaan langsung
o Biakan: Corynebqacterium Diphteriae dibiakan pada media Loffler atau agar
tellurit selama 18 jam
Untuk terapu supaya dapat secepatnya dilakukan tidak perlu menunggu hasil
laboratorium, cukup dengangambaran klinis saja.
Komplikasi:
A. Lokal:
Pseudomembran dapat meluas ke hipofaring- laring menutup rima glotis ehingga
terjadi obstruksi jalan nafas. Maka sering diperlukan trakeostomi.
B. Sistemik oleh karena sifat toksin:
1. Vaskular kolap
2. Miokarditis 4-6 minggu
3. Kerusakan saraf perifer (biasanya reversibel)
a. Kelumpuhan palatum mole:
Keluhan: - suara sengau (rinolalia aperta)
- Penderita sering tersedak
- Minuman keluar lewat hidung
Pemeriksaan: palatum mole tidak bergerak.
b. Kelumpuhan otot- otot mata:
- Kesukaran akomodasi
- Ophtalmoplegia strabismus
c. Kelumpuhan ekstremitas
d. Kelumpuhan otot pernapasan
4. Kegagalan ginjal mendadak.
Terapi:
- Isolasi ketat: 3 – 4 minggu
- Istirahat mutlak: 10 – 14 hari
- ADS intra muskular. Antitoksin harus secepatmya diberikan kepada tiap penderita
difteri
- Single dose: 20.000 – 45.000 U
- Untuk hal- hal yang berat: 60.000 – 100.000 U
- Penisilin selama 12 hari untuk eradikasi kumannya
- 4-6 minggu seletah klinis sembuh dilakukan tonsilektomi untuk menghindari
kambuh dan “carrier”
Kriteria sembuh:
1. Tidak ada pseudomembran
2. Pemeriksaan usap tenggorok negatif, 4 hari kemudian diulang hasilnya negatif.
Abses Peritonsil
Radang di jaringan ikat kendor peritonsil yang mengakibatkan pembentukan pus di jaringan
peritonsil antara kapsul tonsil dan fosa tonsil.
Biasanya terjadi pada orang dewasa, jarang pada anak- anak sebelum usia 12 tahun.
Etiologi:
tonsilitis akut: radang menjalar ke rongga peritonsil
patologi / anatomi:
radang dari tonsil menembus kapsul masuk ke dalam fosa supratonsl dan terjadi infiltrat
peritonsil (peritonsilitis). Edem menjalar kesekitarnya (palatum mole, uvula, radiks lingula).
Abses terjadi kira- kira sesudah 4 hari. Biasanya unilateral. Tonsil seolah- olah terdorong
keluar dari tempatnya (dislokasio). Bombans terutama di daerah supra tonsil. Uvula
terdorong kesisi kontralateral. Udem pool bawah tonsil menjalar ke radiks lingula dan
epiglotis disebut udem perifokal.
Gambaran Klinis
Keluham:
- Nyeri menelan
- Nyeri telinga sisi yang sakit (referred pain)
- Ptialismus: ludah tertumpuk dalam mulut sebagai akibat nyeri telan yang sangat
- Suara berubah seperti suara orang dengan makanan panas dalam mulut
Pemerksaan:
- Bila penderita mencoba minum, minuman dapat keluar melalui hidung akibat udem
hebat sekitar tonsil, palatum mole sehingga tidak dapat bergerak pada proses
menelan.
- Suara bindeng (rinolalia aperta)
- Trismus (sukar membyka mulut ½ - 1 cm), disebabkan udem menjalar ke lateral ke
daerah peritonsil terus ke otot pterygoideus internus, sehingga gerak mandibulae dan
gerakan mengunyah terganggu
- Kepala miring ke sisi yang sakit (torticollic) karena
- Kepala miring ke sisi yang sakit (torticollic) karena spasme otot sternokleidomastoid.
- Angulus mandibulae bengkak pada sisi yang sakit
- Lidah kotor
- Bau busuk dari mulut (foetor ex ore)
- Terdapat trismus
- Udem dan hiperemi pada tonsil, palatum mole, uvula, dan radiks lingula
- Dislokasi tonsil
- Uvula terdorong ke sisi sehat
Diagnosa Diferensial
Infiltrat Peritonsil Abses Peritonsil
Waktu 1 – 3 hari 4 – 5 hari
Trismus Biasanya kurang / tidak ada Ada trismus
Terapi:
- Bila abses terapi insisi biasanya tanpa anastesi, sesudah pus keluar nyeri berkurang.
Setiap hari lubang insisi di lebarkan
- Simptomatis:
o Analgetika, antipiretik
o Antibiotik: sebetulnya ini tidak perlu karena abses sudah ada kapsul, dikatakan
untuk mempercepat penyembuhan. Kalau infiltrat perllu diberi antibiotik.
Terapi lanjutan untuk infiltrat:
Kalung es (ijs kraag)
Makanan encer
Simtomatis: analgetik, antipiretik.
Sesudah sembuh 1 – 1,5 bulan dilakukan tonsilektomi.
Komplikasi
1. Pus turun ke bawah:
a. Perilaringitis
b. Peritrakeitis
c. Mediastinitis
2. Pus ke spasium parafaring terjadi abses parafaring (antara dinding faring: n.
Konstriktor superior dan fasia servikalis profunda).
3. Udem sekitar laring, sehingga timbul obstruksi rima glotis.
4. Pecah spontan masuk ke jalan nafas (aspirasi).
5. Trombosis vena leher (trombo-plrbhitis dari vena jugularis interna).
6. Sepsis
Abses Retrofaring
Terdapat pada bayi dan anak usia sampai 5 tahun. Jarang terjadi pada dewqasa
Ada dua macam: akut dan kronis (TBC)
Etiologi: streptokokus
pembuluh limfe datang dari:
o Tonsil palatina
o Tonsil lingualis
o Adenoid
o Kavum nasi – sinus paranasalis
o Tuba eustasius – kavum timpani
Gambaran klinis
- Keluhan:
Panas badan
Tidak mau makan karena nyeri telan
Nyeri telan kalau anak lebih besar
Umumnya gelisah
Hidung buntu kalau lokalisasi di nasofarng
Nafas berbunyi kalau lokalisasi di meso dan hipofaring karena ludah
tidak dapat tertelan.
Pemeriksaan :
Anak dengan kepala hiperekstensiterutama kalau lokalisasinya di meso- atau hipo-
faring, sebagai usaha untuk melebarkan jalan nafas.
Pembengkakan kelenjar leher, biasanya unilateral.
Kepala sukar digerakkan karena otot leher kaku.
Lokal :
Benjolan terlihat pada dinding belakangfaring.
Bila pembengkaan hebat uvula terdorong ke muka atau faring.
Bila diraba dengan 2 jari: ada fluktuasi.
Diagnosa pasti :
Dengan pungsi percobaan.
Diagnosa deferensial :
Aneurisma : ada pulsasi.
Malformasi korpusvertebra.
Terapi :
Insisi tanpa anestesi.
Anak dibaringkan dengan kepala lebih rendah supaya pus tidak masuk laring. Tiap
hari lubang insisi dilebarkan supaya pus keluar.
Antibiotik untuk mempercepat penyembuhan.
Komplikasi :
Pecah spontan : aspirasi pus (masuk laring, bronkus)
Udem laring
Pus ke perilaring terus kebawah terjadi mediastinitis
Trombose v. Leher
Perdarahan oleh karena erosi a. Carotis interna
Jauh : sepsis, meningitis
FARINGITIS KRONIS
Penyebab :
1. Iritasi mukosa laring oleh :
Rokok, debu rumah, asap
Sekret dari hidung (postnasal drip): sinusitis maksilaris, sinusitis etmoidalis,
RV.
2. Alergi makanan : gorengan, kacang, lombok, alkohol telur.
Terhadap perubahan hawa yang besar, dingin.
Gambaran Klinis :
Keluhan :
Sangat individual : dari ringan sampai hebat.
Pada penderita yang neurotis akan terasa lebih hebat.
Rasa gatal di faring, rasa panas dan kering.
Rasa seperti ada benda asing ditenggorokan (mengganjal).
Menelan tidak sakit.
Rasa banyak lendir ditenggorokan, dikeluarkan dengan membatukkan.
Batuk- batuk.
Pemeriksaan :
Granule kadang merah ,kadang tidak.
Terapi :
Hilangkan iritasi/ kausa : obati sinusitis dsb.
Eliminasi alergen , dapat diberi antihistamin.
Lokal tidak perlu. Dapat diberi tablet isap, obat kumur, tetapi kegunaannya tidak
banyak.
Bila granule besar, aanstippen dengan AgNC3 50%.
ADENOID
Adalah jaringan limfoid di dinding atas dari nasofaring yang ditutupi mukosa. Merupakan
bagian dari cincin Waldeyer.
Terdapat pada anak- anak baru lahir dan pubertas.
Umur 12 tahun mulai mengecil.
Umur 17- 18 tahun sudah tidak ada lagi.
ADENOIDITIS AKUT
Adalah radang akut dari adenoid.
Terdapat pada bayi, anak- anak.
Etiologi :
Seperti tonsilitis akut.
Patologi :
Seperti tonsilitis akut.
Gambaran klinis :
Keluhan : dari ibunya
Panas badan tinggi dengan kejang- kejang kadaang- kadang
Hidung buntu : disebabkan oedem hebat sekali sehingga menutupi koane.
Bayi tidak dapat menyusu dengantenang tetapi gelisah :lapar, BB/
Pemeriksaan :
Rhinoskopia anterior: sebelumnya kavum nasi dilebarkan dulu dengan kapas dicelupkan
kedalam sol. Efedrin 0,5%.
Dilihat adenoid oedem dan hiperemi, kadang diliputi sekret.
Diagnosa :
Sulit, biasanya bersamaan dengan tonsilitis akut.
Terapi :
Simtomatis : antipiretik, analgetika
Antibiotik
Komplikasi :
Menjalar ke telinga melalui tuba : otitis media akut
Menjalar ke jalan nafas bagian bawah : laringitis, trakeitis, bronkitis, bronkopneumoni.
ADENOIDITIS KRONIK
Penyebab :
Postnasal drip yaitu sekretdari kavum nasi yang ke belakang dan turun ke bawah. Ini terdapat
pada :
Rinitis berulang
Sinusitis etmoidalis
Sinusitis maksilaris
Gejala disebabkan karena hipertrofi adenoid yang menyebabkan obstruksi nasi dengan segala
akibat :
Rinolalia oklusa : disebabkan karena koane tertutup oleh jaringan adenoid. Koane tertutup ini
menyebabkan :
Nafsu makan menurun ( gustatoris terganggu)
Mulut terbuka untuk bernafas. Maka mukanya memberi kesan bodoh “adenoid face”
Sering- sering pilek
Aproseksia nasalis : pengertian dimana anak tak dapat berpikir ------- (sukar
konsentrasi), sehingga disekolahdikatakan bodoh.
Sering sakit kepala
Oklusio tuba memberi keluhan pendengaran kurang
Batuk- batuk yang sukar sembuh oleh karena postnasal drip masuk laring.
Gambaran klinis :
Keluhan (biasanya dari ibunya) :
Variabel : lihat akibat obstuksio nasi kronik diatas.
Pemeriksaan :
Rinoskopia anterior : setelah kavum nasi dilebarkan dengan kapas yang dicelupkan
dengan dekongestan terlihat adenoid besar.
Rinoskopi posterior : sulit dilakukan pada anak- anak, sebagai pengganti ini dilakukan
toucher: diraba dengan jari : teraba jaringa adenoid.
Terdapat pembesaran kelenjar leher.
Diagnosa deferensial :
1. Sinusitis paranasalis
2. Rinitis alergika
Terapi :
Adenotomia.
TONSILITIS KRONIK
Etiologi :
Seperti tonsilitis akut, antara lain streptokokus hemolitik.
Patologi :
Infiltrasi leukosit dan tumpukan pus dalam kripte terutama bagian atas disebut
detritus.
Banyak fokus-fokus radang kronik dan mikro-abses pada jaringan tonsil.
Terjadi hiperplasia folikel sehingga tonsil hipertrofi.
Kadang- kadang malah tonsil mengecil.
Arkus anterior dan posterior lebih merah dari sekitarnya.
Gambaran klinis :
Keluhan :
Variabel, kadang- kadang ringan/ tanpa keluhan.
Menghebat bila serangan akut (eksaserbasi akut).
Kadang- kadang terjadi tanpa ada anamnesa tonsilitis akut.
Jadi dari permulaan sudah bersifat kronik.
LARING
OLEH
Dr. Sardjono Soedjak, MHPED
ISI KULIAH
A. Anatomi dan fisiologi laring
B. Penyakit yang menyebabkan suara parau
LARING
Merupakan organ penting karena berfungsi sebagai :
1. Jalan/pintu nafas : kalau terganggu : sesak, bisa meninggal!
2. Sumber suara : untuk komunikasi, kalau terganggu : parau
Mengapa dikuliahkan?
1. Penyakitnya maut! Obstruksi jalan nafas
2. Dapat ditanggulangi dokter umum, ahli THT
3. Dapat dicegah
ANATOMI
Laring terdiri dari beberapa tulang rawan (Tiroid, Krikoid dan Aritenoid) yang dihubungkan
oleh ligament/membrane elastic dan dapat digerakkan oleh muskulus.
Organ penting di dalam laring ini ialah PITA SUARA : corda vocalis.
Gambar laring kalau dilihat dari atas ialah sebagai berikut:
Gambar laring apabila dibelah dalam bidang frontal (tampak dari muka)
Cara pemeriksaan :
- Laringoskopi secara langsung : memakai laringoskop
- Laringoskopi secara tak langsung : memakai kaca laring (kaca bulat pada tangkai
panjang, dimasukkan di orofaring, miring 45o sehingga kalau kaca disinari cahaya,
sinar akan ke bawah, menyinari laring. Laring akan tampak di kaca
Muskulus:
Muskuli ekstrinsik : di luar laring, untuk menggerakkan laring waktu proses menelan.
Muskuli instrinsik : di dalam laring, yang menggerakkan korda vokalis.
Muskuli instrinsik dibagi dalam :
- Golongan aduktor (5 pasang) untuk menggerakkan korda vokalis ke medial, menutup
rima glottis ketika bersuara.
- Golongan abductor (sepasang) untuk menggerakkan korda vokalis ke lateral, untuk
membuka rima glottis ketika bernafas.
Golongan aduktor :
1. Mm. Krikoaritenoid lateral (dextra/sinistra)
2. Mm. Tirearitenoid (dextra/sinistra) . M. vokalis yang membuat nyaring.
3. Mm. Krikotiroid (dextra/sinistra)
4. Mm. Interaritenoid obliges (dua bersilang)
5. Mm. Interaritenoid transversus (tunggal)
Golongan abductor :
Mm. Krikoaritenoid posterior = M. Posticus
INERVASI
Inervasi dengan sepasang N. Laryngeus Superior dan Inferior merupakan cabang N. X
(Vagus).
Inervasi muskuli laring sangat kompleks baik ditinjau dari segi anatomi maupun fisiologi.
Dari sudut anatomi, N. Laryngeus Inferior Sinistra lebih panjang karena harus membelok
pada aorta dahulu sebelum naik ke atas. Akibatnya mudah mendapat gangguan, misalnya
pada Cor Pulmonum, Cor Bovinum, Pericarditis.
Dari sudut fisiologi:
1. N. Lryngeus Superior berfungsi motoris dan sensoris.
Sensoris disini penting, menerima rangsangan kalau ada benda asing dan rasa nyeri,
mengakibatkan reflex batuk. Ada yang menyebut sebagai anjing penjaga paru,
karena kalau ada benda asing akan dibatukkan keluar.
2. N. Laryngeus Inferior hanya motoris, dengan dua fungsi yang berlawanan : aduksi
dan abduksi.
Kalau dalam syaraf tergabung 2 fungsi motoris dan sensoris ini biasa, tetapi kalau
fungsi motoris yang berlawanan : menutup dan membuka Rima glottis, ini istimewa.
Tambahan pula dari segi anatomi belum jelas diketahui syaraf yang mana buat
aduksi dan yang mana buat abduksi.
FISIOLOGI
Pada stadium respirasi, korda vokalis masing-masing ditarik ke lateral oleh muskulus
golongan abductor sehingga rima glottis melebar.
Pada stadium fonasi, korda vokalis, digerakkan ke medial oleh muskulus golongan
aduktor secara simetris bertemu di garis median.
Suara terbentuk karena tiupan udara dari paru yang menggetarkan korda vokalis.
Untuk terjadinya suara yang nyaring diperlukan syarat-syarat:
1. Anatomi korda vokalis harus normal. Rata.
2. Fisiologis harus normal:
a. Korda vokalis harus dapat bergerak ke medial.
b. Korda vokalis harus dapat merapat dengan baik di median.
3. Harus ada arus udara yang cukup kuat dari paru (ini di luar bidang THT)
Kalau salah satu syarat di atas tak dipenuhi, akan terjadi suara parau. Di samping
itu agar dapat bersuara nada tinggi dan rendah, korda vokalis harus dapat
ditipiskan (nada tinggi) dan ditebalkan (nada rendah). Kemampuan manusia
bernyanyi dan berkata-kata dengan sempurna ini karena adanya kelima pasang
otot aduktor.
SUARA PARAU
Merupakan gejala, bukan penyakit, tetapi merupakan gejala yang dini dari penyakit laring
yang berbahaya.
1. Anatomi tidak normal : korda vokalis menebal (pada edema, hyperemi, infiltrasi,
hipertropi.
Misalnya pada : Laringitis akut/kronik.
2. Fiksasi arytenoid.
Pada radang / infiltrasi tumor yang menyebabkan ankilosa artikulus
krikoaritenoid.
B. Korda vokalis tak dapat merapat di median.
1. Pada keadaan korda vokalis konkaf (cekung).
Misalnya : Ulkus Tuberkulosa.
Banyak bicara, muskuli akan lelah, pada orang yang habis
berpidato berjam-jam, setelah istirahat, baik kembali.
2) Papilloma
Penyebab : diduga karena virus atau hormonal.
Banyak pada anak kecil, kurang dari 8 tahun.
Benigna tetapi tumbuh progresif sampai menutup rima glottis
menyebabkan anak sesak, sehingga perlu trakeotomi.
Terapi : Bedah laring mikroskopik berulang sampai tidak tumbuh lagi.
ADENOTONSILITIS KRONIK
Bila pada anak terjadi tonsillitis biasanya terjadi juga adenoiditis, maka gambaran klinis
adalah kombinasi keduanya.
TONSILEKTOMI
Kalau pada anak (usia dibawah 12 tahun) dilakukan : adenotonsilektomi
Indikasi Tonsilektomi :
I. Umum :
Jika tonsil menjadi sumber infeksi dimana resiko untuk badan lebih besar daripada
resiko operasi
Umur 3-60 tahun.
II. Khusus :
1. Tonsilitis akut residivans ; yang kumat 4-5 x setahun. Tonsilitis akut yang
terjadi berulang-ulang, misalnya sekarang tonsillitis akut, 2-3 bulan lagi
tonsillitis akut, di luarnya sembuh sama sekali.
2. Tonsilitis kronis dengan eksaserbasi akut. Karena kumat lagi atau terus
menerus
Anestesi :
A. Lokasi dengan 2 tahap :
1. Epimukosa :
Faring dan sekitarnya disemprot dengan tetrakain 1% supaya reflek
muntah menurun.
2. Submukosa :
Suntikan infiltrasi dengan prokain 1%. Dikerjakan pada orang dewasa (
banyak jaringan parut). Di Negara maju cara ini sudah tidak dipakai
lagi.
B. Umum : Endotrakeal
Komplikasi :
1. Anestesi :
- Lokal : anafilaktik, syok.
- Narkose : apneu, pneumonia, trauma psikis oleh karena
tidak ada persiapan mental.
2. Operasi
Perdarahan :
- Durante operasionem : dapat diikat.
- Post-operasionem L yang bahaya 3-12 jam postop.
Pada anak darah ditelan ; sesudah lambung penuh baru
muntah dan timbul syok.
3. Emboli
- Aktivasi proses tbc paru.
- Abses paru.
LARINGITIS AKUT
LARINGITIS AKUT NON SPESIFIK, pada dewasa.
Hampir kita semua pernah mengalaminya, ketika batuk pilek dan akhirnya parau.
Etiologi : infeksi virus beserta bakteri Beta hemolitikus streptokok, Hemofilus influenza.
Semula didahului dengan infeksi di hidung (pada Common cold) lalu turun kebawah – ke
laring.
Patologi : korda vokalis merah, oedem, juga di supraglotis.
Gejala : timbul secara mendadak (pagi baik, sore parau).
1. Suara membesar, nada rendah, lalu parau. Yang berat bisa afoni.
(tidak ada suara, hanya bisikan )
2. Tenggorok terasa gatal, kering dan sakit untuk bicara. Iritasi laring ini
menyebabkan batuk, tetapi lama-lama rangsangan batuk ini dari
trakea/bronkus.
3. Subfebril.
2. Banyak jaringan ikat kendor, terutama subglotis, akibatnya pada infiltrasi radang
mudah oedem.
Terapi :
1. Kortikosteroid : Deksamethason dosis tinggi : 0,3 mg/Kg BB IM, kalau belum hilang
dapat diulang dua kali dengan selang 30 menit. Kalau masih belum hilang :
trakeotomi (kalau belum hilang ini biasanya difteri ; post trakeotomi segera periksa
laring).
2. Antibiotika, diberikan setelah tidak sesak. (awas reaksi alergi, dapat fatal).
3. Stoom uap, dengan kelembaban tinggi ini sekret bisa encer.
DIFTERI LARING
Etiologi : Corynebacterium Diphtheriae (Loffler). Biasanya sekunder setelah difteri
faring/tonsil . sangat jarang primer.
Patologi : Pseudomembran tebal menutup rima glottis menyebabkan sesak, disamping
karena oedem korda vokalis.
Insiden : banyak pada anak.
Gejala :
- Subfebril.
- Anak tak mau makan.
- Suara sedikit parau, lama-lama afoni.
- Napas sesak karena obstruksi, tampak retraksi di supraklavikuler, epigastrium
dan interkostal.
- Terdengar stridor inspiratoir.
- Anak akan tampak gelisah, pucat dan sianosis.
- YANG KHAS : Bull neck.
Terapi :
1. ADS.
2. Penicillin.
3. Kalau sesak : trakeotomi.
4. Isolasi penderita.
LARINGITIS TUBERKULOSA
Etio : Myobacterium Tuberculosa
Ketika sputum dibatukkan, dapat menempel di korda vokalis, umumnya sekunder dari
tuberkulosa paru.
Patologi : infiltrasi, pseudo oedema, nekrosis –pengejuan, ulkus.
Gejala :
- Suara lemah-parau-afoni.
- Sakit untuk menelan, kalau mengenai epiglottis.
- Batuk dll gejala Koch Pulmonum.
Terapi : sama dengan terapi Koch Pulmonum. Dulu laryngitis TBC merupakan fase akhir
penderita.
OBSTRUKSI LARING
Penyebab:
1. Laringomalacia
2. Epiglotitis akut/ Abeses epiglottis
3. Laryngitis akut pada anak kecil
4. Laryngitis difteri
5. Paralisa abductor bilateral
6. Papiloma laring, Karsinoma
LARINGOMALACIA
Malacia: Bahasa Griek: pelunakan yang tak wajar pada suatu organ. Kata “pelunakan” ini tak
tepat, bukan menjadi lunak, tetapi disini masih lunak, belum cukup keras.
Mungkin hanya sebagian laring yang belum keras: epiglottis, arytenoid tetapi dapat pula di
trakea.
Insiden: bayi/ sejak lahir, tetapi baru dibawa kedokter setelah cekungan didada makin jelas
Penyebab:
Gangguan pertumbuhan/pembentukan tulang rawan yang belum sempurna. Akibatnya
epiglottis lunak, mudah menguncup ketika inspirasi terutama pada akhir proses inspirasi,
jadi tidak ada sianosis tetapi tampak retraksi yang hebat, sehingga mengganggu
pertumbuhan tulang sternum, terjadi Pigeon Chest.
Gejala:
Tampak sesak ketika inspirasi, ada retraksi hebat, tetapi tidak sianosis. Suara nyaring, sebab
korda vokalis normal.
Terapi:
Taka ada terapi khusus, tulang rawan yang lunak akan mengeras sendiri sekitar 1-2 tahun.
Orang tua diberi tahu agar lebih memperhatikan anaknya, jangan sampai menangis (akan
bertambah jelas sesaknya!). Kalau ada komplikas misalnya Rinitis-laringitis-bronkitis
mungkin perlu trakeotomi.
EPIGLOTITIS AKUT/ LARINGITIS SUPRAGLOTIK AKUT
Jarang tetapi berbahaya dan fatal, terutama pada anak.
Gejala :
- Mendadak
- Sakit menelan yang mendadak dan hebat
Perhatikan: kalau penyakit laring dengan sakit untuk menelan, biasanya mengenai epiglottis,
sebab pada proses menelan laring bergerak naik, epiglottis menutup Rima Glotis supaya
makanan tidak masuk ke trakea. Makanan akan “menyinggung” permukaan atas epiglottis.
- Panas tinggi
- Lama-lama sesak: obstruksi jalan napas
- Suara baik
Pemeriksaan :
Dengan menekan lidah (harap perlahan-lahan saja, sebab dapat terjadi spasme laring)
tampak epiglottis edema-merah seperti bola.
Terapi :
- Mula-mula konservatif dahulu: Kotikosteroid (Deksametasone 0.3 mg/kg BB IM)
- Bila terjadi abses: insisi, dengan posisi terlentang, kepala direndahkan supaya pus
tidak masuk ke trakea
- Trakeotomi kalau sesak sekali dan tidak hilang dengan insisi
Gejala:
1. Suara parau: merupakan gejala dini kalau tumor didaerah glottis dan subglotis
2. Rasa tak enak di laring, terasa ada sesuatu, di-dehemkan tidak hilang. Pada fase
lanjut saja ada rasa sakit untuk menelan atau untuk berbicara
3. Sesak nafas ketika inspirasi. Ini merupakan gejala lanjut, karena baru terasa sesak
kalau tumor sudah menutup lebih dari 80% lumen.
Terjadi demikian karena tumor tumbuh secara perlahan-lahan, penderita
beradaptasi, duduk diam saja, tidak melakukan aktivitas. Jadi jangan mengirim
penderita setelah sesak, sebab kita juga akan sulit melakukan trakeotomi pada
situasi ini.
4. Pembesaran kelenjar: ini merupakan stadium lanjut.
Stadium.
Tergantung keadaan tumor (T), pembesaran kelenjar regional (N) dan metastase jauh (M).
T1 : tumor masih disatu daerah, kanan dan/atau kiri.
T2 : tumor di dua daerah
T3 : sudah ada fiksasi, gerakan terganggu
T4 : sudah keluar dari daerah laring
Stadium 1 : T1 N0 M0
Stadium 2 : T2 N0 M0
Stadium 3 : T3 N0 M0, T2 N1 M0, T3 N1 M0
Stadium 4 : T4 N0 M0, Semua T N2 M1, Semua N dan M
Terapi:
Stadium 1 dan 4: radiasi
Stadium 2 dan 3: laringektomi, seluruh laring diambil, potongan trakea dihubungkan dengra
stoma dimuka. Untuk berbicara penderita dilatih memakasi suara udara yang ditelan
(Oesophageal speech). Dengan cara ini 80% penderita masih dapat hidup dalam 5 tahun.
Pemeriksaan
Benda asing logam dapat difoto
Pada benda asing plastik dengan barium dan kapas woll
Bila anamnesa sudah jelas, pemeriksaan dengan barium tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan kotor dan menyulitkan pengambilan benda asing nantinya.
Pada dewasa bisa dilakukan dengan tes minum, umumnya akan segera muntah karena
obstruksi total.
Umumnya benda asing berhenti di daerah krikofaringeus (di leher, jadi dibuat foto leher dan
thoraks) kalau tidak tampak foto benda asing baru di buat foto daerah perut, mungkin sudah
masuk lambung.
Daerah penyempitan lainn (aorta, bronkus, kardia) sangat jarang jadi tempat pemberhentian
benda asing
Terapi
Kirim ke rumah sakit yang mempunyai alat esofagoskop (lab THT)
Tidak dianjurkan untuk mendrong benda asing dengan sonde, sebab ada bahaya perforasi
esofagus, ini fatal bila tidak di ketahui.
Komplikasi
Benda asing tajam dapat menusuk esofagus: mediastinitis
Benda asing yang tumpul dalam jangka panjang karena pressure atropi dapat mnyebabkan
nerosis, perforasi esofagus.
b.
1. Benda asing kacang di trakea (pada ffoto tidak ada kelainan)
2. Benda asing peer bolpoin, kerang, gigi palsu, jarum, asinan.
3. Gambarqan emfisem paru karena ada benda asing
4. Gambaran atelaktase paru karena ada benda asing
c. Heimlich manufer
d. Retraksi karena obstruksi laring
e. Laringomalacia
f. Nodul, karsinoma laring, papiloma, kista
Kepustakaan
1. Ballenger, J.J: diseases of the nose throath and ear. 13thed leafebiger Philadelphia
1985.
2. Jackson, C N Jackosn, C. L: diseases of the nose throath and ear 2nd edition. W B
saunders Philadelphia, London 1965
3. Parparella, M. M.N Shumrick, D: otolaringologi. W B saunders Philadelphia,
London. Toronto 1980
4. Scott- brown’s: ballantin, J.N greves, j: diseases of the nose and throath 4th
edition. Butterworth London Boston Sydney Toronto 1979
5. Heimlich manuver. Clinical symposia 31.23. 1979. Chiba publication
6. Zemlin, W. R. : speech and hearing science, anatomy, and physiology, prentice hall
inc. Englewodd cliff, New Jersy 1968