Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUJIAN DAN EVALUASI KIMIA TEKSTIL II


IDENTIFIKASI ZAT WARNA BUBUK GOLONGAN I
DAN GOLONGAN II

Nama : Devina Aulia


NPM : 16020124
Grup : 2K4
Dosen : Maya K. S.ST.,MT
Kurniawan. ST.,M.T
Witri A, S.ST

Materi Pratkikum :
1. Identifikasi Golongan I : Senin, 13 November 2017
2. Identifikasi Golongan II : Senin, 20 November 2017
Tanggal Pengumpulan Laporan : 27 November 2017

POLITEKNIK STTT
BANDUNG
2017
IDENTIFIKASI ZAT WARNA BUBUK GOLONGAN I DAN GOLONGAN II

I. MAKSUD DAN TUJUAN


- Maksud : Mengidentifikasi Zat Warna Bubuk
- Tujuan : Untuk mengetahui zat warna yang digunakan dalam pencelupan zat
warna bubuk termasuk kedalam golongan I dan II.

II. DASAR TEORI


2.1. Zat Warna Golongan I
2.1.1. Zat Warna Dispersi
Zat warna ini tidak larut dalam air, warnanya beraneka ragam dan cerah,
ketahanannya baik, digunakan untuk serat sintetik dan asetat. Zat warna dispersi
adalah hasil sintesa senyawa yang bersifat hidrofob sehingga kelarutannya dalam air
sangat kecil, oleh karena itu zat warna ini dalam pemakaiannya harus didispersikan
dalam larutan dan dalam pemakaiannya memerlukan zat pengemban (carrier) atau
adanya suhu yang tinggi. Zat warna dispersi digunakan dalam bentuk bubuk (powder
dan micro powder) dan dalam bentuk cairan. Sifat tahan cucinya baik tetapi tahan
sinarnya jelek. Ukuran molekulnya berbeda-beda dan perbedaan tersebut erat
hubungannya dengan sifat kerataan dalam pencelupan dan sifat sublimasinya.
Karena zat warna ini tidak larut dalam air maka proses pencelupan dengan bahan
bergantung pada pembukaan pori-pori serat poliester. Berikatan dengan gaya
hidrofob dan kadang berikatan hidrogen sebagai pembantu gaya ikatannya.
ZW – CH3NH + Asetat – OCO – CH3 ZW – CH3NH - H3COO -

OCOCH3 OCOCH3
OH O NHOH3

C C
C
+ C C C
C

C C C C
CH3 HNO OH
CH2OCOCH3

Hal-hal yang mempengaruhi pencelupan :


a. Stabilitas dispersi
b. Kecepatan pencelupan dalam themosol dyeing
c.Sublimasi
d. Stabilitas absorpsi, kemampuan pencelupan tergantung temperatur dan waktu
e. Sifat build up (kemampuan daya celup)
f. Stain (lunturan)
g. Migrasi pada pengeringan
h. Sifat-sifat ketahanan dari celup.
2.1.2. Zat Warna Bejana
Zat warna bejana tidak larut dalam air, oleh karen itu dalam pencelupannya
harus dirubah menjadi bentuk leuko yang larut. Senyawa leuko tersebut mamiliki
subtantivitas terhadap selulosa sehingga dapat tercelup. Senyawa leuko zat warna
bejana golongan indigoidan larut dalam alkali lemah dan golongan antrakuinon
hanya larut dalam alkali kuat dan sedikit berubah warnanya dalam larutan hipoklorit
Adanya oksidator atau oksigen dari udara, bentu leuko yang tercelup dalam serat
tersebut akan teroksidasi kembali ke bentuk semula yaitu pigmen zat warna bejana.
Ikatan zat warna bejana dengan serat adalah ikatan hidrogen seperti haya-gaya Van
Der Waals.
2.1.3. Zat Warna Belerang
Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur belerang
sebagai kromofor. Struktur molekulnya merupakan molekul yang kompleks dan tidak
larut dalam air oleh karena itu dalam pencelupannya diperlukan reduktor natrium
sulfida dan soda abu untuk melarutkannya. Untuk membentuk zat warna kesemula
maka perlu proses oksidasi baik dengan udara maupun dengan bantuan oksidator-
oksidator lainnya.

2.2. Zat Warna Golongan II

2.2.1. Zat Warna Direk


Zat warna direk umumnya adalah senyawa azo yang disulfonasi, zat warna ini
disebut juga zat warna substraktif karena mempunyai afinitas yang besar terhadap
selulosa. Beberapa zat warna direk dapat mencelup serat hewan berdasarkan ikatan
hidrogen. Zat warna direk umumnya mempunyai ketahanan yang kurang baik
terhadap pencucian sedangkan ketahanan terhadap sinar cukup, tidak tahan
terhadap oksidasi, dan rusak oleh zat pereduksi.

2.2.2. Zat Warna Asam


Zat warna asam merupakan zat warna yang larut dalam air yang mengandung
asam-asam mineral/ asam-asam organik dan dibuat dalam bentuk garam-garam
natrium dari asam organik dengan gugus anion yang merupakan gugus pembawa
warna (kromofor) yang aktif. Gugus–gugus tersebut juga berfungsi sebagai gugus
fungsi untuk mengadakan ikatan ionik/elektrovalen dengan tempat positif dengan
serat.Struktur kimia zat warna asam menyerupai zat warna direk merupakan
senyawa yang mengandung gugus sulfonat atau karboksilat sebagai gugus pelarut.
Zat warna asam yang memiliki 1 (satu) gugus sulfonat dalam struktur molekulnya
disebut zat warna asam monobasik, yang memilki 2 (dua) gugus sulfonat disebut zat
warna asam dibasik dan seterusnya.
Karena gugus pelarut zat warna asam dibasik lebih banyak gugus pelarutnya,
maka kelarutannya makin tinggi, akibatnya pencelupannya menjadi lebih mudah rata,
tetapi tahan lunturnya terhadap pencuciannya berkurang. Bila suasana larutan celup
kurang asam, maka dalam kondisi seperti itu tempat–tempat positif pada bahan
terbatas. Jadi untuk pencelupan warna tua harus dalam kondisi asam dibandingkan
dengan warna muda. Maka untuk ketuaan warna perlu mengontrol pH larutan,
karena dengan pH yang rendah maka muatan positif bahan akan bertambah
sehingga akan meningkatkan laju penyerapan zat warna.
Keunggulan lain dari zat warna asam adalah warnanya yang cerah, hal tersebut
karena ukuran partikelnya relatif kecil (lebih kecil dari ukuran partikel zat warna
direk).
Struktur kimia zat warna asam bervariasi, antara lain jenis trienil metan, xanten,
nitro aromatik, azo dan pirazolon. Kebanyakan zat warna asam termasuk jenis azo
sehingga hasil celupnya dapat dilunturkan oleh reduktor.
2.2.3. Zat Warna Reaktif

Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan
serat, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat (ikatan kovalen).
Oleh karena itu zat warna ini mempunyai ketahanan cuci yang baik ( tahan luntur
tinggi ) . Zat warna ini mempunyai berat molekul yang kecil oleh karena itu kilapnya
lebih baik dibandingkan dengan zat warna direk.

Sifat-sifat umum :
 Larut dalam air
 Berikatan kovalen dengan serat
 Karena kebanyakan gugusnya azo maka zat warna ini mudah rusak oleh
reduktor kuat
 Tidak tahan terhadap oksidator yang mengandung klor ( NaOCl )
Zat warna reaktif dikenal sebagai zat warna yang dapat bereaksi secara kimia
dengan serat selulosa dalam ikatan yang stabil. Ikatan ini memberikan sifat tahan
luntur warna yang baik terhadap pelarut organik dan air. Karena tidak ada cara yang
khusus untuk menguji zat warna reaktif, maka perlu diadakan dulu pengujian yang
menunjukkan zat warna tersebut adalah zat warna reaktif.
2.3. Mekanisme Pencelupan
2.3.1. Zat Warna Dispersi
Serat poliester adalah serat dengan derajat kristalinitas yang tinggi. Hal tersebut
menjadikan serat poliester sebagai serat yang hidrofob dan sulit bereaksi dengan zat
bersifat hidrofob pula. Zat warna ispersi adalah zat warna yang bersifat hidrofob
dimana kelarutannya dalam air sangat kecil dan meupan larutan terdispersi. Dilihat
dari bentuk kimianya, zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau antrakuion
dengan berat molekul yang kecil dan mengandung gugus pelarut. Zat warna dispersi
memiliki afinitas-afinitas yang tinggi terhadap poliester dibanding terhadap larutan
sehingga zat warna dapat bermigrasi kedalam serat dan membentuk suatu larutan
pada (solid solution) didalam serat poliester.
Kecepatan difusi zat warna dispersi sangat rendah sehinga waktu
pencelupannya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk meningkatkan
kecepatan difusiya, maka pencelupan dengan suhu dan tekanan tinggi atau
pencelupan dengan bantuan zat pengemban merupakan alternatif yang dapat
dilakukan untuk mencelup poliester.
Zat warna dispersi melekat pada serat berdasarkan sistem dispersi. Zat warna
pada temperatur tinggi akan kehilangan warna, karena pemutusan rantai molekul zat
warna, selanjutnya menguap menjadi gas (menyublim). Sublimasi tiap-tiap zat warna
berbeda-beda tergantung susunan molekul dan berat molekul zat warnanya.
2.3.2. Zat Warna Bejana

Karena zat warna bejana tidak larut dalam air, maka zat warna ini perlu direduksi
sehingga berubah menjadi leuko yang larut dalam air dan memiliki substantivitas
terhadap selulosa. Dengan bantuan zat pendispersi nonionik, Na2S2O4 dan NaOH.

 Pembejanaan (Vatting)

 Pencelupan
Leuko yang substantiv terdapat serat selulosa.
 Pengoksidasian
Zat warna yang telah masuk kedalam serat perlu dirubah kembali
kebentuk semula yang tidak larut dalam air maka perlu dioksidasi dengan
perborat, H2O2 atau kaporit.
 Pencucian
Hasil pengoksidasian perlu dihilangkan dengan dicuci sabun panas dan dingin.
2.3.3. Zat Warna Belerang
Zat warna belerang sama halnya dengan zat warna bejana yang tidak larut
dengan air. Maka perlu dirubah terlebih dahulu menjadi asam leuko (yang sedikit
larut) kemudian garam leuko (yang larut dalam air). Zat warna ini terdapat
kandungan sulfur.
 Pelarutan zat warna belerang
Na2S + 4 H2O Na2SO4 + 8 Hn
+ Na CO
n D-S-S-D + 2n Hn 2n D-S-H 2 3 2n D-S-Na
Zw Belerang asam leuko garam leuko
(tidak larut) (sedikit larut) (larut)
 Pencelupan
Dibantu dengan NaCl sebagai pendorong penyerapan zat warna, garam
leuko akan masuk ke pori-pori serat selulosa.
Selulosa + 2n D-S-Na Selulosa . 2n D-S-Na
 Oksidasi (Pembangkitan Warna)
Garam leuko zat warna belerang dalam serat dirubah menjadi zat warna
belerang yang tidak larut dan berikatan secara fisika dengan serat.
Selulosa . 2n D-S-Na On Selulosa . n (D-S-S-D)
 Pencucian dan Proses Tambahan
Setelah pencelupan terdapat belerang bebas sebagai zat pengotor yang
harus dihilangkan. Karena akan menyebabkan efek bronzing yaitu
pegangan kain hasil celupan yang kasar, warna yang suram, dan akan
menyebabkan kain bolong-bolong.
2.3.4. Zat Warna Direk

Mekanisme pencelupan terdiri dari tahap difusi zat warna dari fasa ruah larutan
zat warna ke dekat permukaan serat, kemudian tahap adsorpsi zat warna
kepermukaan serat, lalu tahap difusi zat warna ke dalam serat dan tahap fiksasi zat
warna. Tahap yang paling lambat dan menentukan laju pencelupan adalah tahap
difusi zat warna kedalam serat yang sangat tergantung pada kerapatan struktur serat
dan ukuran partikel zat warna. Oleh karena itu suhu proses pencelupan zat warna
direk golongan C lebih tinggi dari pada golongan B dan seterusnya. Semakin tinggi
suhu pencelupan semakin cepat laju pencelupan, tetapi afinitas zat warna akan turun
karena reaksi fiksasi zat warna dengan serat bersifat eksoterm. Oleh karena itu pada
akhir proses pencelupan zat warna direk, penurunan suhu pencelupan sebaiknya
diturunkan agak perlahan guna menambah penyerapan zat warna direk.

2.3.5. Zat Warna Asam


Zat warnaasam dapat mencelup serta wol/sutra karena adanya tempat-tempat
positif pada bahan. Jumlah tempat positif pada pada bahan sangat tergantung pada
dua faktor yaitu jumlah gugus amida dan jumlah gugus amina dalam serat serta
keasaman dari larutan celup.
Mekanisme terbentuknya tempat-tempat bermuatan positif pada bahan adalah
sebagai berikut :
 Pada Suasana Netral (pH=7)
Bila serat wol/sutra dimasukan kedalam air pada suasana netral sebagian
akan terionisasi sebagai berikut :
HOOC – Wol – NH2 OOC – Wol – N+H3
 Pada Suasana Asam
Bila kedalam larutan celup ditambahkan asam maka terbentuk muatan
positif yang nyata pada serat, akibat adanya ion H+ yang terserap gugus
amina dari wol/sutra.
HCl H+ + Cl-
HOOC – Wol - N+H3 + H+ + Cl- HOOC – Wol - N+H3.... Cl-
Pola penyerapan asam oleh serta yaitu pada awalnya naik lalu kemudian
konstan. Adanya tempat-tempat positif pada wol/sutra memungkinkan
terjadinya ikatan ionik antara anion zat warna asam dengan serat wol/sutra
yang sudah menyerap ion H+.
Zw – SO3Na Zw - SO3- + Na+ - O3S– Zw
Ikatan Ionik
HOOC – Wol – N+H3
Ikatan ionik antara zat warna asam dengan wol
2.3.6. Zat Warna Reaktif
Pada proses pencelupan zat warna reaktif perlu penambahan alkali untuk proses
fiksasi zat warna dengan serat membentuk ikatan kovalen. Namun dengan adanya
alkali ini zat warna reaktif akan terhidrolisa dalam waktu yang lama. Maka
penambahan alkali perlu bertahap dilakukan.
D-Cl + sel-OH D-Osel + HCl
D-Cl + HOH D-OH + HC
Na2CO3 +HOH NaOH + H2O
HCl + NaOH NaCl + H2O
2.4. Serat Kapas
Serat kapas merupakan serat alam yang dihasilkan dari tanaman Gossypium.
Tanaman ini tumbuh dengan baik didaerah lembab dan banyak disinari matahari.
Sifat dan kualitas kapas tergantung pada tempat kapas itu tumbuh dan berkembang.

Sifat-sifat kimia serat kapas merupakan sifat-sifat kimia selulosa, yaitu :


 Tahan kondisi penyimpanan, pengolahan, dan pemakaian normal.
 Rusak oleh oksidator dan penghirolisa.
 Rusak cepat oleh asam kuat pekat dan rusak perlahan oleh asam encer.
 Sedikit terpengaruh oleh alkali, kecuali larutan alkali kuat yang menyebabkan
penggelembungan serat.
 Larut dalam kuproamonium hidroksida dan kuprietilen diamin.
 Mudah terserang jamur dan bakteri dalam keadaan lembab dan hangat.
2.5. Serat Wol
2.5.1. Morfologi Mikro Serat Wol
Terdiri dari lapisan kutikula dibagian luar dan kortekdi bagian dalam. Kortek
merupakan struktur bilateral.
Para Kortek Orto Kortek
Lebih inert terhadap reaksi dari luar Lebih rentan terhadap reaksi dari luar
Ikatan sistina dalam bentuk ikatan Ikatan sistina terbentuk dalam satu
silang antar ranta rantai molekul

2.5.2. Sifat Fisika Wol


 Kekutan 1,2 – 1,7 g/denier (kering) ; 0,4 – 1,4 g/denier (basah)
 Mulur 30 – 40% (kering) ; 50 – 70% (basah)
 Elastisitas baik, pada penarikan 70% dapat kembali kesemula
 MR 16% mampu menyerap sampai dengan 30% tanpa terasa basah
 Didalam air akan mengembung
 Cenderung menyusut jika dicuci karena terjadi efek felting (kemampuan serat
untuk menaikan kerapatan akibat gaya mekanis pada medium cair pada serat
disebabkan karena adanya bentuk siklik)

2.5.3. Sifat Kimia Serat Wol

 Bersifat amfoter
 Tahan asam kecuali pekat dan panas
 Rusak oleh alkali, ikatan lintang putus
 Oksidator dapat memutus ikatan lintang sistina
2.6.1. Sifat Fisika Serat Poliakrilat
1. Bersifat hidrofob. Moisture Regain 1-2%
2. Kekuatan : 2–4 g/denier, dalam keadaan basah 2 g/denier.
3. Mulur :Sekitar 35 %n
4. Tahan panas sampai 150oC
5. Tahan terhadap sinar matahari
6. Tidak mengkerut dalam pencucian
7. Elastisitas cukup baik, tahan kusut
2.6.2. Sifat KimiaSerat Poliakrilat
1. Tahan terhadap asam,
2. kurang tahan alkali
3. Dapat dicelup dengan zat warnaasam atau basa

III. PERCOBAAN
3.1. Alat-Alat :
 Gelas Ukur 100 ml
 Piala Gelas 500 ml
 Pengaduk
 Tabung Reaksi
 Rak Tabung
 Penganas
 Penjepit Tabung
3.2. Bahan-Bahan :
 Air Panas  NaOH 10%
 Eter Metanol 3:1  Na2S2O4
 Asetat Rayon  Kapas Putih
 NaOCl  NaCl
 Na2S  Wol
 Na2CO3  Akrilat
 SnCl  CH3COOH
 HCl 16%  Penetrasi TN
 Kertas Pb Asetat
3.3. Langkah Kerja
Uji Pendahuluan :
1. Contoh uji dimasukan kedalam tabung reaksi.
2. Kemudian ditambahkan air panas, maka akan larut lalu didinginkan (A)
3. Larutan A diambil ±1 ml, ditambahkan eter metanol 3:1 dikocok-kocok sampai
terpisah.
 Zat warna golongan I berada pada lapisan eter.
 Zat warna golongan II berada pada lapisan air.
3.3.1. Golongan I
3.3.1.1. Zat Warna Dispersi
1. Larutan eter pada uji pendahuluan diamati, lalu dicuci 2x.
2. Setelah itu didihkan dan diuapkan.
3. Ditambahkan ½ ml air dan asetat rayon.
4. Didihkan, dicuci, dikeringkan, dan diamati.
3.3.1.2. Zat Warna Bejana
1. Larutan eter pada uji pendahuluan diambil dan ditambahkan NaOH 10%.
2. Lalu dididihkan dan ditambahkan Na2S2O4, didihkan kembali.
3. Setelah itu ditambahkan 2 kapas putih, dididihkan.
4. Dicuci, dan dioksidasi oleh udara.
Uji Penentuan :
Kapas satunya lagi ditambahkan NaOCl (Kapas Tetap Berwarna) +
Bejana.
3.3.1.3. Zat Warna Belerang
1. Larutan eter pada uji pendahuluan diambil dan ditambahkan NaOH 10%
lalu dididihkan.
2. Setelah itu ditambahkan Na2S, Na2CO3, dan 2 buah kapas putih, didihkan
kembali.
3. Dicuci dan dioksidasi.
Uji Penentuan 1 :
 Kapas satunya lagi ditambahkan NaOCl amati.
Uji Penentuan 2 :
1. Larutan eter pada uji pendahuluan diambil dan ditambahkan Na2S
lalu dididihkan.
2. Ditambahkan pula Na2S2O4 didihkan dan diamati.

Uji Penentuan 3 :

1. Larutan eter pada uji pendahuluan diambil dan ditambahkan 1 ml


SnCl, 1 ml HCl 16% lalu ditutup pada bagian ujung tabung
dengan kertas saring yang ditetesi dengan larutan Pb Asetat,
dididihkan.
2. Kertas saring diamati (kertas saring hitam + zat warna belerang).
3.3.1.4 Zat Warna Naftol
1. Ambil I ml larutan induk
2. Tambahkan 1 ml NaOH
3. Kemudian tambahkan 2 ml Alkohol
4. Tambahkan 2 kapas putih
5. Kapas pertama dicuci, langsung dioksidasi oleh udara
6. Kapas kedua dicuci, kemudian ditetesi garam diazonium

3.3.2. Golongan II
3.3.2.1. Zat Warna Direk
1. Larutan air pada uji pendahuluan diambil dan ditambahkan NaCl serta
kapas, wol, dan poliakrilat putih.
2. Lalu dididihkan. Kapas,wol, dan akrilat di cuci dan diamati (kapas
tercelup tua).
3.3.2.2. Zat Warna Asam
1. Larutan air pada uji pendahuluan diambil dan ditambahkan ½ ml
CH3COOH serta kapas, wol, dan poliakrilat putih.
2. Lalu dididihkan. Kapas,wol, dan akrilat di cuci dan diamati (wol tercelup
tua).
3.3.2.3. Zat Warna Reaktif
1. Larutan air pada uji pendahuluan diambil dan ditambahkan 2 buah kapas
putih.
2. Lalu dididihkan. Kapas di cuci, dikeringkan dan diamati.
3. Kapas satunya ditambahkan penetrasi TN lalu dididihkan dan diamati.
 Zat warna reaktif tidak luntur.
 Zat warna direk, asam akan luntur.
3.3.2.4.Zat Warna Basa
Larutan induk + ½ ml CH3COOH pekat + akrilat

Penentu Basa
Larutan +NaOH zat warna eter diambil + CH3COOH zw kembali

IV. DATA PENGAMATAN


Terlampir

Anda mungkin juga menyukai