TEKSTIL CERDAS
Disusun Oleh:
Nama : Faza Intani N [16020101]
Kelas : 3K4
Kelompok : 7 (Tujuh)
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Tekstil Cerdas dengan judul “Modifikasi
Kain Katun untuk Meningkatkan Kinerja Perlindungan Ultraviolet dan Sifat Hasil Pencelupan
Zat Warna Reaktif”.
Penyusun tentu menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penyusun
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada M.
Widodo, AT, M.Tech.,P.hD. dan Maya K.,S.SiT.M.T. selaku dosen mata kuliah Tekstil
Cerdas.
Demikian, semoga tugas tekstil cerdas ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Penyusun
Abstrak
PENDAHULUAN
Meskipun kain kapas merupakan salah satu bahan tekstil tertua dan paling banyak
digunakan, sifat kain katun untuk menghalangi sinar ultraviolet (UV) rendah. Selain itu,
pencelupan zat warna reaktif penyerapan warna pada kain kapasnya relatif rendah dan
tingginya salinitas air limbah yang dihasilkan dapat mencemari lingkungan. Untuk
meningkatkan sifat-sifat ini, kain kapas perlu dimodifikasi untuk mendapatkan sifat anti
UV dan sifat bahan hasil pencelupan yang baik.
Untuk mendapatkan kain kapas dengan sifat pelindung UV yang baik, organik dan
anorganik anti UV finishing agent telah digunakan untuk memodifikasi kain kapas.
Pengabsorbsi organik UV terutama berisi derivatif benzotriazole, derivatif antrakuinon,
derivatif monoklorotriazin, pewarna dan ekstrak tanaman. Anorganik UV – pelindung
agent terutama berisi ZnO3 dan TiO2 yang didepositkan pada permukaan kain katun
sebagai lapisan film melalui teknik nano-sol. Modifikasi kationik adalah metode khusus
untuk meningkatkan sifat pencelupan kain kapas. Secara umum, pencelupannya tidak
memerlukan penggunaan garam dan penyerapan zat warna dari gugus kation kain
kapas meningkat dengan baik.
3. Bagaimana hasil uji kain kapas yang dimodifikasi menggunakan alat SEM, XRD dan
FTIR?
2.3. Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Zat- zat selain selulosa yang terdapat dalam serat kapas harus dihilangkan.
Cara menghilangkannya itu adalah dengan cara pemasakan dalam larutan NaOH.
Semua zat kecuali pigmen dan selulosa akan hilang. Pigmen dihilangkan dengan
proses pengelantangan yang menggunakan zat oksidator seperti NaOCl, CaOCl2 dan
sebagainya.
Bentuk penampang serat kapas sangat bervariasi dari pipih sampai bulat tetapi
pada umumnya berbentuk seperti ginjal. Serat kapas dewasa, penampang
lintangnya terdiri dari 6 bagian, yaitu :
a. Kutikula
b. Dinding Primer
Merupakan dinding tipis sel yang asli, terutama terdiri dari selulose tetapi
juga mengandung pektin, protein, dan zat-zat yang mengandung lilin.
Selulose dalam dinding primer berbentuk benang yang sangat halus yang
tidak tersusun sejajar sepanjang serat tetapi membentuk spiral
mengelilingisumbu serat.
c. Lapisan Antara
d. Dinding Sekunder
e. Dinding Lumen
Dinding lumen lebih tahan terhadap zat kimia tertentu dibanding dinding
sekunder.
f. Lumen
B. Komposisi Kimia
a. Selulosa
Analisis serat kapas menunjukkan bahwa serat kapas terutama tersusun dari
zat selulosa. Derajat polimerisasi selulosa serat kapas kira-kira 10.000 dan
berat molekulnya kira-kira 1.580.000.
b. Pektat
Pektat adalah suatu karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi. Struktur
molekulnya seperti struktur molekul selulosa. Pektat terutama tersusun oleh
susunan linier sisa-sisa asam galakturonat dalam garam-garam kalsium dan
besi yang tidak larut.
c. Lilin
Karena adanya lilin, maka akan mengurangi gaya gesekan sehingga kekuatan
benang akan lebih rendah.
Zat-zat protein yang terdapat pada kapas diduga berasal dari sisa-sisa
protoplasma kering yang tinggal dalam lumen setelah selnya mati.
e. Abu
Zat abu terutama terdiri dari garam-garam magnesium, kalsium atau kalium
pospat, sulfat atau khlorida. Garam-garam karbonat merupakan bagian yang
paling besar.
Komposisi kimia serat kapas mentah tercantum dalam tabel dibawah ini.
2. Selulosa
Selulosa merupakan bagian pokok serat kapas, oleh karena itu untuk mengetahui
mekanisme pencelupan serat kapas dengan zat warna direk diperlukan keterangan
mengenai selulosa. Zat-zat selain selulosa yang terdapat dalam serat kapas merupakan
kotoran dan harus dihilangkan karena akan mengganggu proses pencelupan.
Selulosa adalah sebuah polimer karbohidrat yang mempunyai berat molekul yang
tinggi, selulosa tersusun dari monomer d-glukosa yang dihubungkan satu sama lain
oleh suatu ikatan β – 1 – 4 glikosida, sehingga membentuk suatu rantai yang
sangat panjang. Derajat polimerisasi selulosa serat kapas kira-kira 10.000
sedangkan berat molekulnya kira-kira 1.580.000.
Rumus empiris selulosa yang asli adalah ( C6H12O6 ) n – ( n – 1 ) H2O. tetapi oleh
karena n merupakan bilangan yang sangat besar maka satu dapat diabaikan
terhadap n, sehingga rumus empiris selulosa dapat ditulis menjadi ( C6H10O6 )n.
Polimer selulosa tersebut kemudian bergabung satu sama lain oleh suatu ikatan
hidrogen diantara gugus-gugus hidroksil, sehingga membentuk zat yang besar
yang menyebabkan serat selulosa dapat terlihat oleh mata. Berdasarkan
penyelidikan dengan menggunakan sinar X oleh Meyer penggabungan rantai-rantai
molekul selulosa tersebut terdiri dari dua bentuk yaitu :
Bagian ini terdiri dari gabungan rantai-rantai molekul yang tersusun secara
teratur, yaitu rantai-rantai molekul tersebut sejajar satu sama lain.
Kekuatan
Mulur
Kandungan Air
Berat Jenis
Indeks Bias
b. Sifat Kimia
Oksidasi
Alkali
Serat kapas tahan akan alkali, alkali kuat dengan konsentrasi yang
tinggi hanya akan menggelembungkan serat. Oleh karena itu, alkali
dipergunakan untuk proses merserisasi.
Dalam kondisi yang lembab dan temperatur yang hangat, jamur dan
bakteri akan menyerang serat kapas.
2.2. Pencelupan
Pada tahap ini, zat warna dilarutkan dan diusahakan agar larutan zat warna bergerak
menempel pada bahan. Zat warna dalam larutan mempunyai muatan listrik sehingga
dapat bergerak kian kemari. Gerakan tersebut menimbulkan tekanan osmosis yang
berusaha untuk mencapai keseimbangan konsentrasi, sehingga terjadi difusi dari
bagian larutan dengan konsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah. Bagian dengan
konsentrasi rendah terletak di permukaan serat, yaitu pada kapiler serat. Jadi zat
warna akan bergerak mendekati permukaan serat.
2. Adsorpsi
Peristiwa difusi yang dijelaskan di atas menyebabkan zat warna berkumpul pada
permukaan serat. Daya adsorpsi akan terpusat pada permukaan serat, sehingga zat
warna akan terserap menempel pada bahan.
3. Difusi
Peristiwa ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi zat warna di permukaan
serat dengan konsentrasi zat warna di dalam serat. Karena konsentrasi di permukaan
lebih tinggi, maka zat warna akan terserap masuk ke dalam serat.
4. Fiksasi
Fiksasi terjadi karena adanya ikatan antara molekul zat warna dengan serat, yaitu
ikatan antara gugus auksokrom dengan serat.
a. Ikatan hidrogen
Ikatan hydrogen merupakan ikatan sekunder yang terjadi karena atom hidrogen pada
gugus hidroksi/amino mengadakan ikatan lemah dengan atom-atom lainnya.
H-O-H H
H-O-H-----O
b. Ikatan elektrovalen
Ikatan elektrovalen adalah ikatan antara zat warna dengan serat yang timbul karena
adanya gaya tarik-menarik antara muatan yang berlawanan. Misalnya ikatan antara
serat dengan gugus anion pada molekul zat warna.
Ikatan Van der Waals terjadi apabila antara zat warna dengan serat mempunyai gugus
hidrokarbon yang sesuai sehingga saat pencelupan zat warna cenderung lepas dari
air dan bergabung dengan serat.
d. Ikatan kovalen
Ikatan kovalen terjadi pada pencelupan serat dengan zat warna reaktif, sifatnya paling
kuat dibanding ikatan yang lain.
Zat warna meliputi semua bahan pewarna yang dapat larut dalam air dan
mempunyai daya tarik terhadap serat pada bahan tekstil. Suatu zat dapat berlaku
sebagai zat warna apabila:
1. Zat tersebut mempunyai gugus yang dapat menimbulkan warna (kromofor),
misalnya azo (-N=N-), nitro (-NO2), nitroso (-NO).
2. Zat tersebut mempunyai gugus yang dapat mempunyai afinitas terhadap serat
(auksokrom), misalnya amino (-NH2), hidroksil (-OH-).
1. Zat warna subtantif, yaitu zat warna yang larut dalam air dan langsung dapat
mewarnai bahan.
2. Zat warna ajektif, yaitu zat warna yang memerlukan obat bantu untuk dapat
mewarnai bahan.
Ada dua kelompok fungsional dalam molekul GMA, kelompok vinil aktif dan
kelompok epoksi dengan reaksi ionik, dapat dipolimerisasi dalam kelompok fungsional,
dan dapat dipolimerisasi dalam reaksi ionik. Oleh karena itu, dapat digunakan untuk
modifikasi polimer vinil dan polimer polikondensasi.
Salah satu yang terlibat dalam polimerisasi polimerisasi etilen, epoksi terletak di rantai
bercabang, yaitu polimer tipe "O"
Yang lainnya adalah pembelahan epoksida, yang terletak di vinil bercabang, yaitu
polimer tipe "V".
Yang ketiga adalah reaksi senyawa GMA dengan hidrogen aktif, rantai pembuka cincin
pada epoksi. Dengan menggunakan salah satu dari tiga metode tersebut, dalam
polimerisasi, buatlah modifikasi polimer. Dalam pelapisan, karena menambahkan GMA,
dapat memperbaiki kekerasan, gloss, adhesi, dan ketahanan pelapis pelapis, juga dapat
digunakan dalam lapisan akrilik, pelapis resin alkid, resin vinil klorida dan beberapa
lapisan berbasis air.
Agen perekat akrilik, dan kain bukan tenunan dalam penggunaan GMA, dapat
memperbaiki adhesi logam, kaca, semen dan vinil fluorida polos; Bila digunakan untuk
lateks sintetis tanpa tenunan, tanpa mempengaruhi tangan, ketahanan pencucian
meningkat. Untuk pengolahan bahan resin sintetis, dapat memperbaiki injection
molding, pencetakan ekstrusi, dan adhesi logam yang meningkat secara signifikan.
Untuk serat sintetis, bisa meningkatkan kekuatan pencelupan serat dengan pencelupan
yang buruk, memperbaiki kerutan anti keriput, tahan luntur warna dan kemampuan anti
felting. Produk ini dapat meningkatkan sensitivitas resin fotosensitif, larutan dan
ketahanan korosi.
CAS 106-91-2
EINECS 203-441-9
Formula molekul C 7 H 10 O 3
Berat molekul 142.1525
massa jenis 1,095 g / cm 3
titik didih 189 ° C pada 760 mmHg
titik nyala 76,1 ° C
larut dalam air 0,5-1,0 g / 100 mL pada suhu 20 ° C
Tekanan uap 0,582 mmHg pada suhu 25 ° C
Menggunakan
1. Karena molekul tersebut mengandung ikatan rangkap dua karbon - karbon dan dasar
epoksi, ia banyak digunakan dalam sintesis dan modifikasi bahan polimer. Ini digunakan
sebagai pengencer aktif resin epoksi, penstabil vinil klorida, pengubah karet dan resin,
resin penukar ion dan perekat tinta cetak.
2. Ini juga digunakan dalam lapisan bubuk, pelapis thermosetting, agen perawatan
serat, agen perekat dan antistatik. Selain itu, perbaikan perekat dari GMA, ketahanan
air dan ketahanan pelarut pelapis perekat dan non-woven juga signifikan.
3. Dalam elektronik, film ini digunakan untuk melindungi film dari film resist optis, kawat
elektronik, film pelindung dan sinar inframerah jauh. Dalam polimer fungsional, resin
penukar ion, resin pengkelat, dll. Di bidang bahan medis, digunakan untuk bahan
pembekuan darah anti-darah, bahan gigi, dll.
2.4. 1-Methylimidazole
Perpaduan
Aplikasi
Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat bereaksi dengan serat selulosa
secara kovalen. Oleh karenanya mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik. Zat
warna ini terdiri dari dua jenis yaitu reaktif panas dan reaktif dingin. Reaktif dingin
mempunyai gugus reaktif yang lebih banyak sehingga tidak (kurang) memerlukan suhu
tinggi (jenis triklorotriazin) sedang reaktif panas memerlukan suhu tinggi dalam
penggunaannya. Keunggulan zat warna reaktif dalam pemakaiannya adalah warna
yang dihasilkannya sangat cerah dan mudah sekali penggunaannya
Konsep yang umum dilakukan dalam mendesain struktur zat warna reaktif adalah :
Mengatur kereaktifan zat warna sedemikian rupa guna memperbesar reaksi fiksasi
dan berusaha memperkecil reaksi hidrolisis. Hal ini penting karena zat warna reaktif
yang terhidrolisa tidak dapat bereaksi dengan serat, sehingga akan menurunkan
tingkat fiksasi zat warna. Kereaktifan juga akan berpengaruh terhadap stabilitas
penyimpanan dan ketahanan luntur warna hasil celupannya.
Subtantifitas zat warna reaktif biasanya diatur tidak terlalu tinggi, agar zat warnanya
bersifat mudah rata dan untuk memudahkan dalam proses pencucianketika
membuang sisa zat warna yang tidak fiksasi. Substantivitas zat warna reaktif juga
tidak boleh terlalu rendah sebab akan mengurangi jumlah penyerapan zat warna.
Ketahanan luntur hasil zat warna reaktif terhadap pencucian sangat tergantung pada
kestabilan ikatan antara serat dengan zat warna serta kesempurnaan proses
pencucian dalam membuang zat warna yang tidak fiksasi. Untuk mendapatkan zat
warna reaktif yang sifat – sifatnya sesuai dengan yang diharapkan, dalam mendesain
struktur zat warna reaktif perlu dipilih jenis gugus reaktif yang sesuai, umumnya
digabung dengan kromofor yang substantifitasnya tidak terlalu tinggi dan mempunyai
kelarutan yang optimum.
Pada umumnya zat warna reaktif mempunyai struktur kimia yang terdiri atas gugus-
gugus fungsional dengan fungsi tertentu, yaitu :
Gugus pelarut
Gugus pelarut menyebabkan zat warna reaktif dapat larut dalam air. Gugus
pelarut ini umumnya ada pada bagian kromofor, yang berupa : Gugus sulfonat (–
SO3H atau –SO3Na) atau gugus karboksilat (–COONa atau –COOH)
Adanya gugus pelarut yang terdapat pada zat warna reaktif tidak hanya
berpengaruh pada kelarutan zat warna reaktif saja, tapi juga berpengaruh terhadap
sifat-sifat yang lain, seperti substantifitas, kereaktifan dan kestabilan ikatan serat dan
zat warna.
Gugus pelarut dapat berpengaruh terhadap substantifitas zat warna.
Kesamaan sifat ion antara gugus hidroksil selulosa dengan gugus pelarut zat warna
menyebabkan terjadinya reaksi tolak menolak, yang berakibat adsorbsi zat warna
terhambat, sehingga substantifitas zat warna menurun.
Kereaktifan zat warna akan meningkat dengan semakin banyaknya gugus
pelarut. Hal ini disebabkan karena gugus tersebut bersifat sebagai penarik elektron,
sehingga berpengaruh terhadap kekuatan ikatan zat warna. Pengaruh gugus pelarut
karboksilat terhadap kereaktifan relatif lebih kecil dibanding gugus pelarut sulfonat.
Oleh karena itu, zat warna reaktif dengan gugus pelarut karboksilat pada umumnya
mempunyai kestabilan terhadap hidrolisa yang lebih tinggi.
Kromofor
Kromofor merupakan gugus pembawa warna yang menentukan corak dan
kecerahan warna. Kromofor juga berpengaruh terhadap substantifitas dan kooefisien
difusi, kereaktifan, serta kelarutan zat warna. Jenis struktur komofor zat warna reaktif
pada umumnya adalah jenis azo, antrakuinon, dan ftalosianin.
Peningkatan suhu celup dapat menurunkan substantifitas dan menaikkan
kereaktifan zat warna reaktif. Oleh karena itu zat warna reaktif yang kereaktifannya
tinggi pada umumnya mempunyai kromofor yang kecil (substantifitasnya kecil),
sebaliknya zat warna yang kereaktifannya rendah umumnya mempunyai kromofor
yang agak besar (substantifitasnya lebih besar).
Gugus penghubung
Gugus penghubung adalah gugus yang menghubungkan kromofor dengan
gugus reaktif, misalnya gugus amina (–NH–), sulfoamina (–SO2NH), dan amida (–
CONH–). Gugus penghubung ini berpengaruh juga terhadap kereaktifan zat warna
reaktif karena bersifat sebagai penarik elektron (elektrofilik). Selain itu berpengaruh
juga terhadap kestabilan hasil celup karena ikatan antara serat dengan zat warna
dapat diputus pada bagian ini.
Gugus reaktilf
Gugus reaktif adalah gugus yang dapat bereaksi dengan serat. Gugus ini
sangat besar pengaruhnya terjadap kereaktifan zat warna, karena mempunyai atom
karbon bermuatan positif yang mencari tempat negatif (elektrofilik), yang akan
bereaksi dengan gugus fungsi serat yang mempunyai sepasang elektron bebas
(nukleofilik).
Gugus reaktif dapat berupa triazin, pirimidin, kinoaksalin, vinilsulfon,
sulfoetilamida atau akrilamida. Pada gugus reaktif terdapat gugus yang mudah
terlepas (gugus lepas). Pada zat warna reaktif, setelah melepaskan gugus lepasnya
akan memiliki ion positif. Ion ini dapat bereaksi secara adisi atau substitusi dengan
gugus negatif yang memiliki elektron bebas. Gugus lepas ini dapat berupa gugus
flour, klor, brom, atau sulfat.
b. Golongan II (dua)
Zat warna reaktif golongan 2Yaitu zat warna reaktif yang dapat
mengadakan reaksi substitusi nukleofilik dengan selulosa membentuk ikatan
pseudo-ester. Ikatan ini biasanya tahan terhadap kondisi alkali, tetapi kurang
tahan terhadap kondisi asam. Contoh zat warna reaktif yang mengadakan reaksi
ini yaitu zat warna reaktif dengan gugus triazin.
Salah satu cara engurangi terjainya hidrolisis zat warna reaktif dingin adalah
pada proses persiapan larutan celup, persiapan larutan alkali an zat warna dipisah pada
tangki yang berbeda, dari resep pencelupan biasanya dibuat dengan perbandigan 4 : 1
dan keduannya baru dicampurkan sesaat ketika hendak dipakai.
Dibanding dengan zat warna reaktif panas, karena lebih reaktif maka
pemakaiannya alkali untuk zat warna reaktif dingin lebih sedikit (hamper setengahnya
dari jumlah alkali untuk zat warna reaktif panas ), selain itu kecerahan zat warna reaktif
dingin lbih cerah darui zat warna reaktif panas karena kromogennya (D) lebih kecil dari
kromogen zat warna reaktif panas
Jenis zat warna ini merupakan jenis zat warna reaktif yang bereaksi dengan
serat melalui mekanisme adisi nukleofilik. Dilihat dari reaksinya, zat warna ini cocok
untuk dicelup dengan metoda pre pad alkali dan metoda all in yang pemasukan
alkalinya didepan. Kelebihan zat warna vinil sulfon adalah relatif lebih tahan laklai, tetapi
kelemahannya adalah hasil celupnya mudah rusak oleh pengerjaan dalam suasana
alkali, contohnya apabila hasil celupnya dilakukan proses pencucian dengan sabun
dalam suasana alkali dengan suhu yang terlalu panas maka ketuaan warnanya akan
sedikit turun lagi.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
2. Prosedur Pencelupan
- Kain yang sudah di modifikasi dilakukan proses pencelupan dengan
konsentrasi zat warna sebanyak 2% OWF
- setelah 30 menit masukkan natrium karbonat sebanyak 10g/L untuk rposes
fiksasi
- untuk pencelupan kain yang tidak di modifikasi dilakukan proses pencelupan
yang sama namun digunakan natrium sulfat sebanyak 60 g/L
- setelah itu dilakukan proses pencucian dingin, panas, dan dingin lagi
- jangan lupa dilakukan pencucian sabun dengan menggunakan 2 g/L natrium
karbonat dan 1 g/L Peregal O dengan suhu 90 ℃ dan waktunya 20 menit
dengan vlot 1:50
- kemudian dikeringkan
- dilakukan evaluasi
Persiapan bahan
Pencucian
X-Ray Difraction
SEM
Pengeringan Parameter Warna
Luntur Warna
Evaluasi kain
Kekuatan Tarik
FTIR
3.4 Resep
1. Sintesis EPMI dan Modifikasi Kain Katun
- Epoxy chloropropane : 4,5 mL
- 1-methylimidazole : 4,5 mL
- Aquades : 40 mL
- Waktu : 30 menit
- Suhu : 50 ℃
- 2,3-epoxypropyl-1-methy imidazole ammonium chloride(EPMI)
1, 2, 4, 6, 8, 10 and 12% (o.w.bath)
- Vlot : 20 : 1
- Waktu : 20 menit
- Suhu : 45 ℃
- WPU : 100%
- Waktu curing : 30 menit
- Suhu curing : 80, 90, 100, 110 and 120 oC
2. Proses Pencelupan
- Zat Warna : 2% OWF
- Natrium Karbonat : 10 g/L
- Natrium sulfat : 60 g/L
- Vlot : 1:50
- Suhu pencelupan :60 ℃
- Waktu pencelupan : 45 menit
3. Proses pencucian
- Natrium karbonat : 2 g/L
- Peregal O : 1 g/L
- Suhu : 90 ℃
- Waktu : 20 menit
BAB IV
ANALISA
Gambar 10. Efek dari (a) Konsentrasi EPMI, (b) Suhu Baking, (c)
Konsentrasi FeCl3 dalam penyerapan zat warna (%E), dan (d) Efek dari
Konsentrasi FeCl3 dalam nila UPF
Secara bertahap dengan meningkatnya konsentrasi EPMI.
Namun saat konsentrasi EPMI meningkat dari 10% menjadi 12%, E%
tidak meningkat jelas. Hal ini dikarenakan sebagian besar situs reaktif
pada kain katun beraksi pada EPMI 10%, maka EPMI terus meningkat
secara bertahap. Dengan meningkatnya dosis konsentrasi EPMI, E%
tidak meningkat. Oleh karena itu EPMI 10% digunakan dalam percobaan
lebih lanjut.
Gambar 11. Hasil SEM dari (a) Kain katun yang tidak dimodifikasi, (b) kain katun
yang dimodifikasi dengan EPMI 10%, dan (c) kain katun yang dimodifikasi dengan
EPMI 10% dan besi klorida 0.06%
4.5.1. Total Pewarnaan Fiksasi, Tahan Luntur Warna dan Kekuatan Putus dari Kain
Katun yang Dicelup
Data kolorimetri dari kedua kain katun yang dicelup sebelum dan
sesudah dimodifikasi telah diperiksa dan hasilnya tertera pada tabel 2. Tabel 2
menunjukkan bahwa nilai *L dari kain katun yang dimodifikasi lebih rendah
daripada kain katun yang tidak diolah. Kemerahan-kehijauan (a*), kebiruan-
kebiru-biruan (b*), kroma (*C) dan rona (h) menunjukkan sedikit perubahan.
Mungkin karena fakta bahwa setelah modifikasi, gugus kationik pada kain kapas
dapat membentuk interaksi elektrostatik dengan molekul zat warna reaktif untuk
mempengaruhi data kolorimetri. Tetapi dari tabel 2 dapat dilihat bahwa kain kapas
modifikasi hanya memiliki sedikit pengaruh pada data kolorimetri.
Tabel 1. Fiksasi pencelupan (F%), tahan luntur warna dan kekuatan dari kain
kapas hasil pencelupan
Tabel 2. Data Kolorimetri dari kain kapas hasil pencelupan sebelum dan sesudah
modifikasi
Tabel 3. Sifat Anti-UV dan kekuatan dari modifikasi kain kapas
Tabel 3 menunjukkan nilai transmitansi UV (%T) dan nilai UPF dari kain yang
dimodifikasi setelah tahap pencucian berbeda (LC). Setelah 50 LCs, transmitansi
UVA (T%) berubah dari 2,8% menjadi 3,3%, transmitansi UVB (%T) dari 0,53%
menjadi 0,59% dan nilai UPF turun menjadi 12,47% dari 137,47 menjadi 120,32.
Hasil ini menunjukkan bahwa EPMI ditransplantasikan dengan kuat pada kain
kapas melalui ikatan kovalen dan Fe3+ dimodifikasi dengan baik dengan kelompok
=N- dan –OH. Jelas, bahwa kain kapas yang dimodifikasi memiliki daya tahan
UPF yang sangan baik.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Shuai He, Yajuan Feng, Fengxiu Zhang, Ling Zhong, Guangxian Zhang. (2017). Modified
cotton fabrics for improved ultraviolet protection performance and reactive dyeing property.
Indian Journal of Fibre & Textile Research Vol. 43, December 2018, pp. 450-456
Karyana Dede, Elly K. 2005. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I. Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.