“Inovasi Pembelajaran Fisika, IPA dan Ilmu Fisika dalam Menyiapkan Generasi Emas 2045”
Palembang, 24 Oktober 2015
‘guncangan’ terhadap teori atom sering terjadi di setiap dekade, bahkan antara tahun 1895
dan 1926 keyakinan terhadap teori atom yang dianggap benar mendapat sedikitnya tujuh
‘pukulan’, seperti:
1896 Radioaktivitas Becquerel
1900 Penemuan kuantum Planck
1905 Penemuan foton Einstein
1911 Inti atom Rutherford
1913 Orbit diskrit Bohr
1923-1926 Gelombang partikel de Broglie, Schrӧdinger
1926 Ketidakpastian, interpretasi secara Statistik Heisenberg, Born
Perkembangan teori atom menunjukkan bagaimana teori dapat berubah ketika bukti baru
ditemukan dan penjelasan ilmiah mungkin saja bersifat sementara tetapi mungkin juga
menjadi lebih meyakinkan ketika prediksi berdasarkan penjelasan ilmiah tersebut
dikonfirmasi di kemudian hari.
Hal menarik lainnya adalah terjadi semacam missing link antara teori atom Democritus
menuju teori atom Dalton. Perkembangan teori atom yang lazim kita kenal, teurtama di
fisika sekolah, diawali oleh Democritus (460-370 SM) dengan atom sebagai partikel
fundamental yang tak dapat dibagi lagi, John Dalton (1803) dengan teori atom modern, J. J.
Thomson menemukan elektron pada tahun 1897, Ernest Rutherford (1911) menggunakan
bukti eksperimental untuk menunjukkan bahwa atom memiliki inti sekaligus membuktikan
bahwa atom terdiri dari bagian-bagian yang lebih kecil. Ide Rutherford kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Niels Bohr (1913) dengan gagasan bahwa elektron
menempati orbit tertentu di sekitar inti atom. Rentang waktu dari 370 SM sampai tahun 1803
adalah masa yang cukup panjang. Sangat tidak mungkin rasanya jika dalam rentang waktu
tersebut tidak ada temuan pendukung, perdebatan, pertentangan, atau apapun terhadap teori
atom yang digagas Democritus dan Leucippus. Selain itu, agak kontras rasanya
‘menyandingkan’ teori atom Dalton setelah teori atom Democritus tanpa penjelasan lebih
lengkap bahwa teori atom Democritus merupakan produk filsafat sedangkan teori atom
Dalton adalah produk ilmu yang terbukti secara empirik.
Tanpa mengabaikan didactical transposition, suatu proses transformasi pengetahuan
ilmiah menjadi pengetahuan yang diajarkan, pembelajaran tentang teori atom perlu
diluruskan dengan informasi yang lebih jelas dan lengkap. Perkembangan teori atom
merupakan topik historis sehingga perlu menempatkan topik tersebut pada waktu teori
ISBN : 978-602-71715-1-0 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
“Inovasi Pembelajaran Fisika, IPA dan Ilmu Fisika dalam Menyiapkan Generasi Emas 2045”
Palembang, 24 Oktober 2015
dirumuskan agar mencegah siswa mengadopsi pandangan metode ilmiah yang menyimpang
dan menganggap ilmuwan adalah kaum super jenius tanpa kesalahan dan hambatan dalam
menghasilkan suatu temuan (Irene Arriassecq & Ileana María Greca, 2010).
PEMBAHASAN
1. Democritus; Latar Belakang dan Penemuan Teori Atom
Democritus adalah penduduk asli Abdera, dan ayahnya diperkirakan bernama
Hegesistratus, Athenocritus, atau Damasippus. Ayahnya adalah seorang pria yang kaya dan
memiliki pengaruh. Magi dan Chaldaeans adalah guru Democritus yang mengajari astronomi
dan teologi. Democritus adalah murid Leucippus, Anaxagoras, Pythagoras, dan Oenopides.
Democritus mengusulkan bahwa jika kita terus memotong zat menjadi setengah terus
menerus, maka akan berakhir dengan partikel yang "tidak dapat dipotong". Partikel tak
terbagi ini disebut atom atau “atomos” yang berarti “tak terpecahkan” dalam bahasa Yunani.
Democritus berpendapat bahwa atom kecil, partikel keras dari bahan tunggal dan dalam
berbagai bentuk dan ukuran. Atom selalu bergerak dan membentuk bahan yang berbeda
dengan menggabungkan dengan satu sama lain.
Democritus adalah seorang filsuf Yunani yang berkeyakinan bahwa atom yang terlalu
kecil untuk dilihat. Filsuf bukanlah ilmuwan, mereka tidak menguji ide-ide mereka,
sebaliknya menggunakan penalaran untuk mendukung keyakinan mereka. Bagi filsuf,
penalaran manusia lebih unggul dari eksperimen. Democritus menggunakan contoh pantai
untuk mendukung teorinya. Dari kejauhan, pantai tampaknya menjadi massa solid, tetapi
saat mendekat dapat kita temukan bahwa pantai terbuat dari butiran kecil pasir terlalu kecil
untuk dilihat dari kejauhan. Disebutkan bahwa alasan ini berasal dari observasi di mana
butiran pasir dapat bersama-sama membentuk sebuah pantai. Dalam analoginya, pasir adalah
atom, dan pantai adalah senyawa. Analogi ini kemudian dapat dihubungkan dengan
pengertian Democritus terhadap atom yang tidak bisa dibagi lagi; walaupun sebuah pantai
dapat dibagi ke dalam butiran-butiran pasirnya, butiran pasir ini tidak dapat dibagi.
Democritus juga beralasan bahwa atom sepenuhnya padat, dan tidak memiliki struktur
internal. Dia juga berpikir harus ada ruang kosong antar atom untuk memberikan ruang
untuk pergerakannya (seperti pergerakan dalam air dan udara, atau fleksibilitas benda padat).
Sebagai tambahan, Democritus juga menjelaskan bahwa untuk menjelaskan perbedaan sifat
dari material yang berbeda, atom dibedakan ke dalam bentuk, massa dan ukurannya.
Bailey, seorang sarjana di masa klasik, dalam bukunya Atomis Yunani dan Epicurus
(1928) menafsirkan atomisme Democritan sebagai pemecahan (resolution) dualisme filosofis
di antara kaum pemikir awal Yunani; hubungan dari ‘satu’ ke ‘banyak’, ‘persatuan’ dan
‘keragaman’, dari ‘ketetapan’ dan ‘perubahan’, ‘realitas’ dan ‘penampilan’. Leucippus dan
Democritus mencapai resolusi ini melalui dualisme baru dan tajam yang dibangun untuk
tujuan tersebut, yaitu Atom dan Void (kekosongan). Democritus menyadari bahwa ia tidak
bisa membangun sebuah kosmos dari data indera saja, sehingga ia menerima atom dan
kekosongan dari Leucippus. Pada tingkat analisis rasional, penafsiran ini tidak perlu
dipertanyakan tetapi mengakibatkan ketidakpuasan para ilmuwan abad ke-20.
2. Dalton; Latar Belakang dan Penemuan Teori Atom
John Dalton lahir pada tanggal 6 September 1766 di Eaglesfield, Cumberland, Inggris.
Ia bersekolah Quaker di Pardshow Hall. Ketika ia berusia dua belas tahun, ia membuka
sebuah sekolah di Eaglesfield. Pada 1785 Dalton dan saudaranya membuka sebuah sekolah
di Kendall yang mengajarkan bahasa Inggris, Latin, Yunani, Prancis, dan mata pelajaran
matematika dan sains modern. Minat dalam sains ia perluas ke optik, pneumatik, astronomi
dan geografi, dan mulai memberikan kuliah umum pada tahun 1787. Pada usia dua puluh
enam, Dalton menemukan bahwa ia buta warna. Dalam karya ilmiah pertamanya yang
penting, ia menulis tentang fenomena ini. Di Perancis kondisi buta warna kemudian dikenal
sebagai Daltonism.
Dalam buku pertamanya pada 1793, Observasi dan Esai Meteorologis, Dalton menulis
bahwa setiap gas ada dan bertindak secara independen dan fisis secara murni. Pada 1802, ia
menyatakan hukum tentang tekanan parsial dalam “Esai Eksperimental tentang Konstitusi
Gas Campuran; pada Tekanan Uap dari air dan cairan lain dalam temperatur yang berbeda,
baik dalam ruang hampa Torricellian dan di udara; pada Penguapan, dan pada ekspansi gas
oleh panas”. Dalton juga merumuskan hubungan antara tekanan uap dan suhu. Pada tahun
1803 ketika mencoba untuk menjelaskan hukumnya tekanan parsial, Dalton mulai
merumuskan teori atom. Dia mempelajari oksida nitrogen untuk pengujian Dr. Priestley
tentang persentase nitrogen di udara. Dalton menemukan bahwa reaksi dapat berlangsung
dalam dua proporsi yang berbeda dalam rasio yang tepat, yaitu:
2 NO O N 2 O3
NO O NO2
Pada tahun yang sama Dalton menerbitkan daftar bobot dan simbol atom. Pada 1808, ia
menerbitkan Sistem Baru Filsafat Kimia, Bagian I. Pada halaman 71 ia menyatakan, “Tidak
ISBN : 978-602-71715-1-0 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
“Inovasi Pembelajaran Fisika, IPA dan Ilmu Fisika dalam Menyiapkan Generasi Emas 2045”
Palembang, 24 Oktober 2015
ada dua fluida elastis, yang memiliki jumlah partikel yang sama atau berat yang sama”. Ia
mengadopsi gagasan atom dan menggunakan partikel-partikel individu untuk
menggambarkan reaksi kimia. Untuk mempertahankan teori atom, pada tahun 1810, Dalton
menerbitkan Bagian II dari Sistem Baru Filsafat Kimia, yang memberikan bukti empiris
terhadap hal tersebut. Para ilmuwan meyakini bahwa unsur dikombinasikan satu sama lain
alam proporsi tertentu untuk membentuk senyawa. Dalton menyatakan bahwa alasan hal
tersebut dapat terjadi karena unsur terdiri dari atom-atom.
3. Unsur-unsur dibedakan berdasarkan massa atom; atom-atom dari unsur yang berbeda
memiliki massa yang berbeda.
4. Ketika unsur-unsur bereaksi, atom-atom unsur tersebut bergabung dalam rasio sederhana;
postulat ini membantu dalam menjelaskan 'hukum perbandingan tetap'.
5. Ketika unsur bereaksi, atom-atom unsur tesebut terkadang bergabung dalam lebih dari
satu rasio sederhana; postulat ini menjelaskan rasio berat nitrogen-oksigen dalam
berbagai oksida nitrogen.
Gambar 2. (a) Menurut teori atom Dalton, atom-atom unsur yang sama adalah
identik, tetapi atom-atom dari satu unsur berbeda dari atom-atom unsur lain, (b)
Senyawa terbentuk dari atom-atom unsur X dan Y. Dalam kasus ini, perbandingan
atom-atom unsur X terhadap Y adalah 2:1. Perlu diingat bahwa reaksi kimia hanya
menghasilkan pengaturan kembali atom-atom, bukan penciptaan atau
pengrusakan/peniadaan (Raymond Chang, 2010).
Dalton juga memasukkan postulat tambahan: ‘Ketika atom-atom bergabung hanya dalam
satu rasio, gabungan tersebut harus menjadi biner satu, kecuali ada beberapa penyebab yang
menyebabkan sebaliknya’. Penemuan ini menjadi kontroversial dan menyebabkan
penerimaan teori atom Dalton menjadi tertunda selama bertahun-tahun. Teori atom Dalton
pertama kali diusulkan pada tanggal 21 Oktober 1803. Terobosan fundamental ini menarik
perhatian dan Dalton segera dipanggil untuk mengulangi pernyataannya. Teori atom Dalton
langsung dapat diterima oleh banyak peneliti (Thomas Thomson, William Hyde Wollaston),
tetapi ada oposisi yang cukup kuat (Humphrey Davy) sebelum khalayak umum menerima
peran atom dalam materi.
Meskipun ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa Dalton gagal menghasilkan
pengetahuan yang sahih pada masanya, teori atom Dalton memiliki pengaruh besar terhadap
pemikiran ilmuwan lain. Karyanya dipublikasikan di awal dan mendapat dukungan yang
ISBN : 978-602-71715-1-0 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
“Inovasi Pembelajaran Fisika, IPA dan Ilmu Fisika dalam Menyiapkan Generasi Emas 2045”
Palembang, 24 Oktober 2015
kuat oleh Thomas Thomson, Avogadro mengatakan ia memanfaatkan ide-ide Dalton yang
terdapat dalam “Sistem Kimia” Thomson yang diterbitkan pada tahun 1807. Thomson
mengunjungi Dalton pada 1804 untuk membahas teori gas campuran, dan Dalton merevisi
beberapa idenya berdasarkan diskusi mereka. Thomson menulis sebuah makalah tahun 1813
dengan judul: “Teori Daltonian tentang Proporsi Pasti dalam Kombinasi Kimia”, dan
makalah tersebut berisi pernyataan, “Pendapat Sir H. Davy bahwa air adalah senyawa terner
dari atom oksigen dengan dua atom hidrogen, tidak bisa disetujui”. Jadi, temuan Avogadro
pada topik ini tidak diterima oleh semua kalangan (ilmuwan) pada waktu itu.
adalah penekanan pada pengukuran kuantitatif, dan pernyataan yang jelas tentang kekekalan
massa dalam perubahan kimia. Pada tahun 1787, de Morveau, Lavoisier, Berthollet, dan de
Fourcroy bersama-sama menulis buku dengan judul “Methode de Nomenklatur Chimique”,
nama-nama sistematis untuk senyawa kimia yang menggantikan nama umum, dan juga
mengusulkan simbol kimia baru oleh Hassenfratz dan Adet.
Jadi, ketika Dalton mulai mengawali teori atom, ilmu kimia mengalami perubahan
melampaui akar atau dasar alkimia, didasarkan pada studi kuantitatif. Sebagian besar hukum
stoikiometri (istilah yang diperkenalkan oleh Richter untuk menggambarkan hukum
kuantitatif komposisi kimia) telah dirumuskan, dan hukum Richter ekivalen memungkinkan
tabel pertama bobot setara yang akan diproduksi pada tahun 1792. Richter telah menetapkan
bahwa dalam reaksi kimia (terutama asam dengan basa), proporsi pasti berat reaktan, dan
penemuan-penemuan ini menjadi langkah kunci menuju deduksi Dalton tentang berat atom.
Percobaan ilmiah Dalton pertama berasal dari kecintaannya pada meteorologi. Salah satu
kesimpulan ilmiah yang paling penting pada masa itu adalah bahwa air merupakan
komponen dari udara pada semua suhu, dan ia menghasilkan tabel tekanan uap air pada
temperatur yang berbeda berdasarkan hasil percobaannya sendiri. Karya ini dikenal dengan
Hukum Tekanan Parsial.
Dalam menghitung berat atomnya, Dalton mengadopsi aturan umum tentang
komposisi molekul, didasarkan pada senyawa yang dikenal pada saat itu. Aturan Dalton
yang pertama dan yang paling penting, yaitu: “Bila hanya satu kombinasi dari dua benda
dapat diperoleh, kombinasi tersebut dianggap menjadi biner, kecuali terdapat beberapa
penyebab yang menjelaskan sebaliknya”. Aturan ini tepat mengingat dimasukkannya kata
'penyebab' dan diadopsi oleh banyak ilmuwan lain. Namun tentu saja aturan umum ini tidak
sah karena atom memiliki valensi yang berbeda, sehingga konsep ini tidak diperkenalkan
sampai pertengahan abad ke-19. Aturan lain Dalton seperti “ketika dua kombinasi yang
diamati, kombinasi tersebut harus dianggap menjadi biner dan terner”, dan bahwa ketika tiga
kombinasi diamati dan diprediksi menjadi satu biner dan dua terner, dan lainnya, tidak valid,
karena alasan yang sama (valensi). Dalton menegaskan temuannya melalui pernyataan: “dari
penerapan aturan-aturan ini, melalui fakta-fakta kimia sudah dibuktikan, kami
menyimpulkan; (1) Bahwa air adalah senyawa biner dari hidrogen dan oksigen, dan bobot
relatif dari dua atom dasar adalah mendekati 1:8, (2) Amonia merupakan senyawa biner dari
hidrogen dan nitrogen, dan bobot relatif dari kedua atom adalah mendekati 1:5”. Bobot atom
ISBN : 978-602-71715-1-0 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
“Inovasi Pembelajaran Fisika, IPA dan Ilmu Fisika dalam Menyiapkan Generasi Emas 2045”
Palembang, 24 Oktober 2015
yang berasal dari aturan-aturan ini hampir semua didasarkan pada pengukuran kuantitatif
dari ilmuwan lain.
Rumus yang tepat dari air dan amonia disimpulkan pada tahun 1811 oleh Avogadro,
dengan melihat implikasi hukum Gay-Lussac terkait penggabungan volume. Pada tahun
1809 Gay-Lussac memberikan 16 contoh reaksi gas, di mana volume gas berinteraksi berada
dalam proporsi yang sederhana, salah satunya 100 volume oksigen dikombinasikan dengan
volume 199,89 hidrogen (deviasi dari 200 disebabkan sejumlah kecil nitrogen dalam
hidrogen), dan satu lagi; 100 volume nitrogen dikombinasikan dengan 300 volume hidrogen
untuk memberikan 200 volume amonia. Dalton sendiri mengulangi eksperimen pada
dekomposisi amonia, dengan melewatkan gas melalui tabung panas merah, dan menemukan
bahwa rata-rata 26 volume nitrogen yang diproduksi untuk 74 volume hidrogen. Gay-Lussac
mengatakan bahwa pengamatannya sangat sesuai dengan gagasan jenius Dalton tentang
komposisi molekul.
Namun di balik kesuksesan teori atom Dalton sebagai pionir teori atom modern, ada
sejarah panjang penemuan dan perkembangan terkait konsep dan teori atom yang bermula
dari Democritus. Perkembangan teori atom dari Democritus sampai John Dalton tersaji pada
Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Tabel Perkembangan Teori Atom Dari Democritus – Dalton (Lancelot Law
Whyte, 1961)
No Nama Ilmuwan Tahun Temuan/Teori
1. Pythagoras 550 SM Angka adalah hal esensi dari benda, angka
digambarkan sebagai pola-pola titik.
2. Anaxagoras 498-428 Alam semesta pada awalnya adalah kekacauan
SM dari benda-benda kecil.
3. Leucippus 450 SM Leucippus adalah guru Democritus.
4. Democritus 420 SM Democritus, pemikir yang lebih sistematis,
melanjutkan ide-ide gurunya. Alam semesta
yang tak terbatas terdiri dari entitas-entitas
utama yang tak terpisahkan, semuanya adalah
‘zat’ yang sama tetapi dengan berbagai ukuran
dan bentuk, solid (hard), permanen, dan tak
dapat diubah. Atom-atom ini bergerak tanpa
(Lancelot Law Whyte, 1961). Asumsi yang pertama adalah atom hasil pemikiran Leucippus
dan Democritus, sedangkan yang kedua berasal dari Ockham pada tahun 1330 lewat
tulisannya “Fiksi dari Hal Abstrak”, John Troland yang pada 1704 menafsirkan partikel-
partikel materi sebagai fiksi mental, Ernst March yang menganggap penggunaan istilah atom
sebagai ‘cara praktis dalam menyimbolkan pengalaman’, dan para ilmuwan lain.
Kedua pandangan tersebut sama-sama memiliki keunggulan. Pandangan bahwa atom
adalah materi yang tak dapat dibagi lagi menyediakan gambaran yang lebih nyata dan sangat
menarik perhatian, sedangkan pandangan bahwa atom sekedar nama menegaskan bahwa
gambaran tentang atom tidak sesederhana yang dibayangkan tetapi membutuhkan analisis
kompleks dan tiada henti. Gagasan bahwa atom adalah suatu ‘partikel keras’ dapat
memberikan gambaran visual tentang atom tetapi tidak jelas secara logis dan matematis.
PENUTUP
“Science is finding things out” (Collingwood) dan dalam Sains (kuantitatif) proses
menemukan atau mencari tahu ini adalah bentuk kumulatif, koreksi, dan keberlanjutan
secara sistematis atas ide-ide dan pengukuran yang dinyatakan dalam teori matematis. Teori
dihadapkan pada eksperimen dan keduanya adalah perpaduan antara ketidakjelasan dan
kejelasan. Di satu sisi teori menggunakan ide-ide yang sangat akrab namun membutuhkan
analisis kuantitatif yang tepat, sedangkan eksperimen di sisi lain menggunakan objek-objek
yang kurang dikenal (peralatan, sumber energi, dan lain-lain) dengan hukum-hukum yang
tidak sepenuhnya dipahami untuk memperoleh pengukuran kuantitatif yang tepat. Interaksi
antara ide dan pengukuran akan meningkatkan dan memperluas keduanya, dengan menarik
keluar sifat-sifat tersembunyi dari alam menjadi suatu kejelasan pengukuran dan matematis.
Transisi teori atom Democritus menuju teori atom Dalton adalah kajian yang menarik
untuk ditelusuri. Dua pandangan tentang atom yang begitu kontras seharusnya menjadi hal
yang menggugah keingintahuan siapa saja yang mempelajarinya. Dalam pembelajaran fisika
di sekolah, siswa perlu diperkenalkan terhadap karakteristik kedua teori atom ini, dan proses
panjang perkembangan teori atom Democritus menuju teori atom Dalton. Teori atom
bukanlah suatu ide yang berubah-ubah yang manusia kenakan pada gambarannya tentang
alam, juga bukan refleksi objektif sepenuhnya atas fakta-fakta terstruktur. Teori atom atau
atomisme adalah ‘metode’ dalam menemukan dan mencari tahu yang dapat terus-menerus
diperbaiki karena teori atom bersesuaian dengan sifat-sifat yang ada di alam dan dalam
pikiran manusia.
ISBN : 978-602-71715-1-0 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
“Inovasi Pembelajaran Fisika, IPA dan Ilmu Fisika dalam Menyiapkan Generasi Emas 2045”
Palembang, 24 Oktober 2015
DAFTAR PUSTAKA
Arriassecq, I., Greca, M. I. (2010). A Teaching-Learning Sequence for the Special Relativity
Theory at High School Level Historically and Epistemologically Contextualized.
Science & Education Journal, Vol. 21, pp. 827–851.
Chang, Raymod. (2010). Chemistry, 10th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies,
Inc.
Chitwood, Ava. (2004). Death by Philosophy: The Biographical Tradition in the Life and
Death of the Archaic Philosophers Empedocles, Heraclitus, and Democritus. United
States of America: The University of Michigan Press.
Danezis, E., Theodossiou, E., Dimitrijevi´c, M.S., Dacanalis, A., Katsavrias, Ch. (2010). The
cosmology of Democritus. Bulgarian Astronomical Journal 13, 2010, pp. 140–152
F. Lappert, Michael, N. Murrell, John. (2003). John Dalton, The Man and His Legacy: The
Bicentenary of His Atomic Theory. The Royal Society of Chemistry, Dalton Trans.,
2003, 3811–3820.
Law Whyte, Lancelot. (1961). Essay on Atomism: From Democritus to 1960. Middletown,
Connecticut: Wesleyan University Press.
Taylor, C. C. W. (1999). The Atomists, Leucippus and Democritus: Fragments: a text and
translation with a commentary. Canada: University of Toronto Press.
The Museum of Science and Industry in Manchester. (2001). John Dalton (1766-1844): A
New Atomic Theory. Manchester: Department Museum of Science & Industry
Liverpool Road Castlefield.
Tiberghien, A., Vince, J., Gaidioz, P. (2009). Design-based Research: Case of a Teaching
Sequence on Mechanics. International Journal of Science Education, Vol. 31, No. 17,
pp. 2275-2314.