Bod Kating
Bod Kating
Oleh :
Kelompok : III (Tiga)
Nama : 1. Dahliana Alami 141424008
2. Desi Bentang W 141424009
3. Dini Oktavianti P 141424010
4. Elis Sri Wahyuni 141424011
Kelas : 3A-TKPB
2017
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Data pengamatan
4.1.1 Pembebasan Reduktor Dari Labu Erlenmeyer
Voume Sampel : 10 mL
Volume KMnO4 : 9.2 mL
Volume KMnO4 (faktor ketelitian) : 7.38 mL
4.1.7. Pengenceran
10
Faktor ketelitian (f) = 𝑚𝐿 𝐾𝑀𝑛𝑂
4 (𝑏)
10
= 7.38 = 1.36
1000
mg/L KMnO4 = 𝑚𝐿 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 x [(10.0 +a) f - 10.0] x 0.01 x 31.6
1000
= 10 𝑚𝐿 x [(10.0+9.2) 1.36 - 10.0] x 0.01 x 31.6
mg/L KMnO4 = 509.14mg/L
4.2.2 Pengenceran
Pengenceran = 509.14 / 7
mL pengencer = 308 mL
mL pengencer = 320 mL
= 1575 mL
1000 × 𝑚𝑙𝑡ℎ𝑖𝑜𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 × 𝑁 × 8
Rumus perhitungan DO (mg/ltr O2) = (𝑚𝑙𝑣𝑜𝑙.𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙− 2 𝑚𝑙)
DO0 (2)
1000 × 30 ×0.0125 × 8
mg/L O2 = (321 𝑚𝑙 − 2 𝑚𝑙)
= 9.40 mg/liter
DO5 (2)
1000 × 10 × 0.0125 × 8
mg/L O2 = (322 𝑚𝑙 − 2 𝑚𝑙)
= 3.125 mg/liter
c) Blanko
Blanko (1) pada saat 0 hari
1000 × 15 × 0.0125 × 8
mg/L O2 = (308 𝑚𝑙 − 2 𝑚𝑙)
=4.9 mg/liter
BOD = P (A - B) - (C - D)
8.68𝑚𝑔/𝐿−2.68𝑚𝑔/𝐿
% Selisih pengurangan = × 100%
8.68 𝑚𝑔/𝐿
4.9𝑚𝑔/𝐿−2.83𝑚𝑔/𝐿
% Selisih pengurangan = × 100%
4.9 𝑚𝑔/𝐿
Berdasarkan hasil perhitungan nilai DO0 yaitu 8.68 mg/liter lebih besar
dibandingkan dengan DO5 yaitu sebesar 2.68 mg/liter hal tersebut menunjukkan bahwa
kandungan oksigen terlarut menurun artinya sebagian oksigen telah digunakan oleh
mikroorganisme untuk mendegradasi air limbah. Dari hasil analisa BOD dalam percobaan
dihasilkan nilai BOD sebesar 39.93 mg/L atau 39.93 ppm, yang artinya bahwa 39,93 mg
oksigen akan dihabiskan oleh mikroorganisme dalam dua liter selama 5 hari pada suhu
20oC. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat
pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama
pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan karena kelarutan oksigen dalam air terbatas dan
hanya berkisar ± 9 ppm pada suhu 20°C (Sawyer & Mc Carty, 1978). Tetapi menurut hasil
analisa BOD pada limbah pembuangan tempat makan (MKU) melebihi dari 9 ppm maka
dapat dikatakan bahwa sampel air limbah ini tercemar.
5.1.2. Desi Bentang W (141424009)
Pada percobaan ini dilakukan pengujian BOD (Biochemical Oxygen Demand) untuk
mengetahui oksigen yang diperlukan untuk mikroba dalam mengoksidasi bahan organik.
Semakin banyak bahan organik yang ada dalam sampel air limbah maka semakin banyak
juga oksigen yang diperlukan oleh mikroba. Untuk mengetahui oksigen yang diperlukan
oleh mikroba maka ditentukan DOo atau DO awal dan DO5 (setelah diinkubasi selama 5
hari), dimana selisih yang dihasilkan adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroba. BOD
digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran dalam suatu perairan. Air limbah yang
diuji yaitu air limbah dari belakang kantin MKU Polban.
Dalam penetapan angka KMnO4 agar hasil yang didapatkan sangat teliti sebelumnya
dilakukan pembebasan reduktor dari erlenmeyer. Hal ini dilakukan karena apabila masih
ada zat atau partikel yang tertinggal atau menempel pada dinding erlenmeyer yang
digunakan, maka kemungkinan zat tersebut mengganggu dan akan mempengaruhi hasil
analisa karena partikel yang bersifat reduktor akan ikut bereaksi dengan KMnO4 pada
titrasi permanganimetri untuk penetapan angka KMnO4 sehingga volume KMnO4 lebih
banyak dari yang seharusnya. Sehingga Untuk pembebasan reduktor digunakan KMnO4
dalam keadaan asam karena penambahan H2SO4 dan panas, sehingga dalam keadaan asam
dan panas ini KMnO4 akan mengoksidasi secara optimal zat/partikel reduktor yang
menempel pada erlenmeyer, sehingga zat reduktor yang mungkin menempel pada
erlenmeyer akan teroksidasi. Tahap pembebasan reduktor ini bertujuan untuk
menghilangkan ion-ion logam terlarut misalnya ion Fe2+ dalam erlenmeyer dan dalam air
keran, adanya ion logam terlarut akan menyebabkan penentuan angka KMnO4 menjadi
tidak tepat. Apabila ditambahkan KMnO4 berlebih hingga warna KMnO4 tidak hilang maka
dapat dipastikan semua zat/pertikel reduktor yang menempel pada erlenmeyer telah habis
berekasi dengan KMnO4 sehingga erlenmeyer telah bebas reduktor.
Penetapan angka KMnO4 bertujuan untuk menentukan perbandingan antara
pengencer dan sampel pada proses pengenceran sampel. Sebelum ditirasi, sampel
ditambahkan larutan H2SO4 yang bertujuan untuk membuat suasana asam, karena pada
suasana asam ion permanganat akan mengalami reduksi menjadi ion mangan (II). Ion
mangan (II) yang terkandung dalam larutan akan mempercepat reduksi permanganat
menjadi mangan dioksida, lalu dilakukan dititrasi dengan larutan KMnO4 0,0125 N yang
merupakan oksidator kuat.Reaksi yang terjadi :
MnO4- + 8H+ + 5e → Mn2+ + 4H2O
Zat organik yang terkandung dalam air sampel dioksidasi oleh KMnO4 berlebih dalam
suasana asam dan panas. Kelebihan KMnO4 direduksi oleh asam oksalat berlebih, dan
kelebihan asam oksalat dititrasi kembali oleh larutan KMnO4. Sehingga reaksi yang terjadi
adalah :
2KMnO4 + 5H2C2O4 + 3 H2SO4 → 2MnSO4 + 10 CO2 + K2SO4
Agar hasil analisa yang didapat didapatkan ketelitian maka dilakukan faktor
ketelitian KMnO4, dimana hasil titrasi KMnO4 sebelumnya ditambahkan kembali dengan
asam oksalat dan dititrasi dengan KMnO4. Hasil ini akan mempengaruhi angka KMnO4
yang dihasilkan yang sekaligus berdampak pada proses pengenceran. Pengeceran dilakukan
untuk membuat kondisi hidup mikroba pada tahap yang optimal dimana mikroba dapat
mendegradasi senyawa organik dalam sampel dengan baik.
Angka KMnO4 yang dihasilkan adalah sebesar 519.14 mg/L KMnO4 (faktor
pembagi = 7) sehingga perbandingan pengencerannya adalah 1 bagian sampel dengan 73
bagian pengencer. Fungsi dari larutan pengencer adalah sebagai bahan makanan/nutrien
mikroba sehingga makanan mikroba ini sebagai sumber energi untuk mikroba untuk
mengoksidasi bahan organik yang ada dalam sampel. Mikroba yang digunakan merupakan
mikroba yang memerlukan oksigen sehingga sebelum pencampuran antara sampel dengan
pengencer, pengencer yang sebelumnya telah ditambah bibit mikroda dan telah
mengandung senyawa FeCl3, FeSO4 dan CaCl2 diaerasi terlebih dahulu, fungsi dari aerasi
adalah sebagai pengadukan serta untuk menambahkan oksigen kedalam larutan pengencer
dimana oksigen ini akan digunakan untuk mikroba dalam mengoksidasi bahan organik
karena dimungkinkan oksigen dalam sampel saja tidak akan cukup untuk memenuhi
kebutuhan mikroba untuk mengoksidasi organik. Aerasi dilakukan 30 menit agar mikroba
mendapatkan oksigen yang cukup. Makanan mikroba serta oksigen yang cukup untuk
mikroba kemudian dicampurkan dengan sampel sebagai sumber bahan organik, maka
diharapkan akan didapatkan hasil kerja mikroba yang optimum dalam mengoksidasi bahan
organik sehingga diketahui berapa oksigen yang dibutuhkan.. Dari percobaan didapat
angka KMnO4 yang dihasilkan dari sampel adalah sebesar 509.14 mg/L. Dari angka ini
maka didapat sebesar 509.14 mg KMnO4 untuk mengoksidasi zat organik dalam tiap 1
Liter sampel. Sedangkan berdasarkan literatur zat organik (KMnO4) tidak boleh lebih dari
10 mg/L (PP No. 20 tahun 1990), sehingga air sampel limbah ini dapat dikatakan tercemar
zat organik karena mengandung angka KMnO4 yang melebihi seharusnya.
Dari sampel yang telah tercampur, langsung ditetapkan DO serta blankonya (berisi
pengencer saja) dengan metode winkler, sedangkan untuk sampel yang telah dicampur
pengencer serta blankonya yang lainnya diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20oC. Untuk
DO hari 0, larutan sampel yang telah dicampur dengan pengencer serta blanko
ditambahkan MnSO4 dan pereaksi oksigen(KI+NaOH) dimana MnSO4 dalam keadaan basa
ini akan membentuk endapan MnO2, kemudian ditambahkan H2SO4 sehingga endapan larut
dan akan melepas I2 yang ekivalen dengan oksigen terlarut. I2 yang terbentuk ditirasi
dengan Na2S2O3 dengan metode iodometri. Reaksinya :
MnO2 + 2KI + 2H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
Titrasi awal dengan larutan thiosulfat akan menghasilkan larutan dengan warna kuning
jerami dan terjadi pengikatan iod bebas. Reaksi yang terjadi :
I2 + 2Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2 NaI
Penambahan indikator Amilum akan mengubah warna larutan menjadi biru/hitam sebagai
tanda adanya kandungan Iod dalam larutan. Titrasi dengan thiosulfat akan mengubah warna
larutan menjadi bening. Dari data percobaan yang didapat, DO pada hari nol adalah sebesar
8.68 mg/L serta DOo pada blanko sebesar 4.9 mg/L. Sedangkan untuk DO pada hari kelima
didapat nilai DO sampel sebesar 2.68 mg/L serta blanko sebesar 2.83 mg/L dimana nilai
DO pada sampel ini lebih kecil dibanding dengan nilai DO pada hari ke 0 hal ini
dikarenakan oksigen terlarut berkurang karena digunakan oleh mikroba untuk
mengoksidasi bahan organik. Apabila dihitung, maka selisih DO hari ke-0 dengan DO
pada hari ke 5 adalah sebesar 69.12%. Apabila kedua nilai tersebut (nilai DO pada hari ke 5
dan persentase selisih DO0 dan DO5) dibandingkan dengan literatur dimana selisih DO0
dengan DO5 harus 40%-70% serta nilai DO akhir harus >0,5 mg/L berarti telah optimalnya
kinerja mikroba untuk mengoksidasi zat organik, kondisi proses yang telah optimal seperti
temperatur yang digunakan dimana temperatur yang digunakan adalah sebesar 20oC,
adanya mikroba didalamnya denganwaktu inkubasi yang digunakan adalah selama 5 hari
dengan ketersediaan oksigen yang cukup (Salmin, 2005). Selain itu tepatnya kondisi pH
dimana pH harus netral, serta tidak terdapatnya senyawa toksik maka mikroba tidak akan
teracuni/optimal dalam mengoksidasi bahan organik (Sembiring, 2008).
Selisih pengurangan DO5 dan DO0 didapatkan lebih besar pada sampel dibandingkan
blanko, hal tersebut dikarenakan pada sampel dilakukan banyak pendegradasian mikroba
dengan bantuan oksigen. Dari hasil analisa BOD ini dihasilkan nilai BOD sebesar 39.93
mg/L, artinya 39.93 mgram oksigen didunakan oleh mikroorganisme untuk pendegradasian
dalam satu liter contoh air selama waktu lima hari pada suhu ±20oC.
5.1.3. Dini Oktavianti P (141424010)
Pada percobaan kali ini dilakukan pengolahan air limbah untuk mengetahui oksigen
yang diperlukan mikroba dalam mengoksidasi bahan organik. Semakin banyak bahan
organik yang ada dalam sampel air limbah maka semakin banyak juga oksigen yang
diperlukan oleh mikroba. Untuk mengetahui oksigen yang diperlukan oleh mikroba maka
ditentukan DO awal dan DO setelah diinkubasi selama 5 hari, dimana selisih yang
dihasilkan adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroba.
Pertama erlenmeyer yang digunakan harus terbebas dari zat-zat pereduksi agar
memperoleh ketelitian yang baik. jika zat pereduksi masih berada di dalam erlenmeyer
maka akan mengganggu reaksi pada saat proses titrasi dengan KMnO4. karna adanya zat
pereduksi akan membutuhkan KMnO4 berlebih yang akan mengganggu ketelitian hasil
titrasi. Warna KMnO4 tidak akan hilang ketika zat pereduksinya sudah habis atau hilang.
Reaksi yang terjadi :
Dari percobaan didapat angka KMnO4 yang dihasilkan dari sampel adalah sebesar
509.14 mg/L. Angka KMnO4 yang didapat ini digunakan untuk perhitungan jumlah sampel
dan pengencer yang ditambahkan. Pengenceran yang dilakukan 7x. Pembuatan larutan
pengencer ini berfungsi untuk memberi energy dan sumber nutrisi bagi mikroba untuk
mengoksidasi bahan organic yang terdapat dalam sampel. Aerasi juga dilakukan untuk
menambahkan oksigen pada mikroba karna mikroba ini bersifat aerobic.
DO hari 0, larutan sampel yang telah dicampur dengan pengencer serta blanko
ditambahkan MnSO4 dan pereaksi oksigen (KI+NaOH) dimana MnSO4 dalam keadaan
basa ini akan membentuk endapan MnO2, kemudian ditambahkan H2SO4 sehingga endapan
larut dan akan melepas I2 yang ekivalen dengan oksigen terlarut. I2 yang terbentuk ditirasi
dengan Na2S2O3 dengan metode iodometri. Dari data percobaan yang didapat, DO pada
hari nol adalah sebesar 8.68 mg/liter. Serta DO pada blanko sebesar 4.9 mg/liter.
Sedangkan untuk DO pada hari ketujuh didapat nilai DO sampel sebesar 2.68 mg/liter
serta blanko sebesar 2.83 mg/liter dimana nilai DO pada sampel ini lebih kecil dibanding
dengan nilai DO pada hari ke 0 hal ini dikarenakan oksigen terlarut berkurang karena
digunakan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik.
Dari hasil analisa BOD ini dihasilkan nilai BOD sebesar 39.93 mg/L artinya 39.93
mg/L oksigen akan dihabiskan oleh mikroorganisme dalam satu liter contoh air selama
waktu lima hari pada suhu 20oC. Sedangkan menurut literatur BOD pada air bersih tidak
boleh lebih dari 10 ppm. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel air limbah dari sekolan
MKU Politeknik Negeri Bandung tercemar.
Pada praktikum ini dilakukan pengujian BOD (Biochemical Oxygen Demand) dari
air hasil pengolahan makanan di sekitar MKU POLBAN. BOD disangkutkan dengan kadar
oksigen terlarut didalam air bakul sebelum dan sesudah mengalami inkubasi. Oksigen ini
erat kaitannya dengan jumlah yang di gunakan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi
zat organic yang terdapat didalam air baku. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu
harus diusahakan konstan pada 20°C yang merupakan suhu yang umum di alam. Secara
teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan
organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya
dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu
itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari
total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total (SAWYER &
MC CARTY, 1978).
Sebelum menentukan nilai oksigen terlarut didalam air baku, dilakukan langkah
untuk menentukan angka KMnO4 didalam sampel. Angka ini menunjukkan kecepatan
degradasi biokimia bahan organik yang berbanding langsung dengan banyaknya zat yang
tidak teroksidasi pada saat tertentu sehingga dapat menentukan jumlah pengencer yang
haru ditambahkan kedalam sampel. Angka KMnO4 yang didapatkan adalah sebesar 509.14
mg/L sehingga dilaksanakan P/7 dengan P adalah angka KMnO4. Sehingga diketahui
jumlah pengencer yang harus ditambahkan kedalam sampel dengan mempertimbangkan
volume botol BOD. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pengencer adalah
jumlah nutrisi yang harus ditambahkan kedalam aquadest harus disesuai dengan volume
aquadest yang akan dibuat, juga proses aerasi pada pengencer juga harus dilakukan selama
30 menit untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut didalam pengencer.
Sampel dibuat duplo untuk masing-masing DO0 dan DO5. Hal ini untuk perhitungan
kadara BOD yang lebih akurasi pada sampel. Kemudian dilakukan tahap-tahap penentuan
sesuai dengan prosedur. BOD pada air limbah MKU POLBAN adalah sebesar 39.93 mg/L
artinya mikroorganisme butuhkan oksigen sebanyak 39.93 mg untuk mendegradasi setiap
liter air limbah. Tabel dibawah ini menunjukkan tingkat pencemaran pada air limbah dilihat
dari besarnya nila BOD dan DO.
Menurut PERMEN LH 5 Tahun 2014, dikatakan bahwa baku mutu air limbah untuk
parameter BOD adalah 100 mg/L. Sehingga air baku yang diuji didalam lab masih
memenuhi kriteria untuk dibuang ke lingkungan. Walaupun demikian, kandungan padatan
tersuspensi dan bau yang tidak sedap menjadikan air baku ini sangat mengganggu
lingkungan. Maka dari itu, saluran untuk membuang air limbah harus dibenamkan didalam
tanah sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar.
BAB VI
KESIMPULAN
PESCOD, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for Tropical
Countries. A.I.T. Bangkok, 59 pp
Salmin, 2005.” Oksigen Terlarut (Do) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (Bod) Sebagai Salah
Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan, (online),
(http://oseanografi.lipi.go.id diunduh 16 April 2013 pkl. 14.17)
SAWYER, C.N and P.L., MC CARTY, 1978. Chemistry for Environmental Engineering. 3rd ed.
Mc Graw Hill Kogakusha Ltd.: 405 - 486 pp.