Anda di halaman 1dari 5

84 | Heny Siswanti, Sukesih / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.8 No.

2 (2017) 84-88

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN KECEMASAN


AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH YANG
DIRAWAT DI RSI SULTAN HADIRIN KABUPATEN JEPARA TAHUN 2017
Heny Siswantia,Sukesihb
a
Dosen STIKES Muhammadiyah Kudus Jawa Tengah 59361
b
Dosen STIKES Muhammadiyah Kudus Jawa Tengah 59361
a
henysiswati@stikesmuhkudus.ac.id
b
sukesih@stikesmuhkudus.ac.id

Abstrak

Hospitalisasi sering kali mejadi krisis pertama yang harus dihadapi anak – anak. Reaksi anak terhadap
krisis - krisis tersebut dipengaruhi oleh usia, perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan
penyakit. Cemas timbul sebagai respon terhadap stres, baik stress fisik dan fisiologis. Artinya, ansietas
terjadi ketika seorang merasa terancam baik fisik maupun psikologis Adanya kecemasan memungkinkan
anak bertambah panic bahkan sampai stress sehingga anak sulit untuk diajak berperan dalam menjalani
perawatan & pengobatan. Komunikasi juga dapat mengurangi rasa cemas anak akibat hospitalisasi.Peran
perawat dalam meminimalkan stress akibat hospitalisasi pada anak adalah sangat penting. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan kamunikasi terapeutik dengan kecemasan akibat hospitalisasi pada
anak usia pra sekolah. Jenis penelitian ini adalah diskripstif dengan Rancangan studi korelasi (Correlation
study), cara pengambilan sampel adalah dengan teknik quota sampling dan jumlah responden sebanyak 42
responden. Kuesioner kecemasan anak sesuai Hamilton Rate Scale for Anxiety (HRS-A). Analisa data
menggunakan rumus Chi Squere (X²). Hasil penelitian ini ada hubungan komunikasi terapeutik dengan
kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia pra sekolah (p=0.000 < α=0,05). Hasil penelitian ini bisa
menjadi masukan rumah sakit untuk lebih meningkatkan komunikasi dalam melakukan implementasi dan
untuk bisa melibatkan Keluarga terdekat pasien harus dalam memberikan terapi yang diberikan.

Kata Kunci : Hospitalisasi, Komunikasi Therapeutik.

Abstract

Hospitalization is often the first crisis children have to face. The child's reaction to the crises is
affected by their age, their development, their previous experience with the disease. Anxiety arises in
response to stress, both physical and physiological stress. That is, anxiety occurs when a person feels
threatened both physically and psychologically The existence of anxiety allows children to increase panic
even to stress so that the child is difficult to be invited to play a role in undergoing treatment & treatment.
Communication can also reduce child anxiety due to hospitalization. The role of nurses in minimizing stress
due to hospitalization in children is very important. The purpose of this study was to investigate therapeutic
kamunikasi relationship with anxiety due to hospitalization in pre-school age children. The type of this
research is descriptive with Correlation study, the sampling method is with quota sampling technique and the
number of respondents are 42 respondents. An anxiety questionnaire according to the Hamilton Rate Scale
for Anxiety (HRS-A). Data analysis using Chi Squere (X²) formula. The results of this study have a
therapeutic communication relationship with anxiety due to hospitalization in pre-school age children (p =
0.000 <α = 0.05). The results of this study can be a hospital input to further improve the communication in
the implementation and to be able to involve the patient's closest Families must provide therapy provided.

Keywords: Hospitalization, Therapeutic Communication.

rentan terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi


I. PENDAHULUAN karena stress akibat perubahan dari keadaan
Hospitalisasi sering kali menjadi krisis sehat biasa dan rutinitas lingkungan. Reaksi
pertama yang harus dihadapi anak. Anak- anak, anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi
terutama selama tahun-tahun awal, sangat oleh usia perkembangan mereka, pengalaman
Sukesih, Heny Siswanti / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.8 No.2 (2017 ) 84- 88 | 85

mereka sebelumnya dengan penyakit, sehingga anak menjadi tidak cemas selama
perpisahan, atau hospitalisasi, keterampilan hospitalisasi. Anak yang kooperatif ketika
koping yang mereka miliki dan dapatkan, dilakukan tindakan keperawatan merupakan
keparahan diagnosis dan sistem pendukung salah satu tanda anak yang tidak cemas akibat
yang ada (Wong, 2009). hospitalisasi.
Anak yang dirawat di rumah sakit sering Teori lingkungan terapetik juga dapat
mengalami reaksi hospitalisasi dalam bentuk digunakan untuk membantu anak dalam
anak rewel, tidak mau didekati oleh petugas menghadapi stress hospitalisasi yang meliputi
kesehatan, ketakutan, tampak cemas, tidak psikologi lingkungan (efek psikososial dari
kooperatif, bahkan tamper tantrum. Menurut lingkungan), psychoneuroimmunology (efek
Ball dan Bindler (2003), anak yang dirawat di lingkungan terhadap system immune);
rumah sakit berada pada lingkungan asing yang neuroscience (bagaimana pemikiran arsitektur
tidak diketahuinya, dikelilingi orang-orang atau desain ruang). Fasilitas pelayanan
asing, peralatan, dan pemandangan sekitar kesehatan untuk pasien diharapkan dapat
menakutkan; sehingga menimbulkan reaksi meningkatkan kesehatan, keamanan, dan
hospitalisasi. hubungan sosial yang normal, dan tidak
Kecemasan sangat berhubungan dengan terkesan mengisolasi. Desain lingkungan yang
perasaan tidak pasti dan ketidakberdayaan terapetik diperlukan untuk pasien di lingkungan
sabagai hasil penilaian terhadap suatu objek rumah sakit (Smith & Watkins, 2010). Ruang
atau keadaan. Cemas timbul sebagai respon rawat anak perlu desain ruang menarik. Desain
terhadap stres, baik stres fisik dan fisiologis. ruang yang terapetik di ruang rawat anak
Artinya, ansietas terjadi ketika seorang merasa diantaranya penggunaan sprei bergambar,
terancam baik fisik maupun psikologis (Gunarso, hiasan bergambar kartun, restrain infus
2005). bergambar, permainan terapetik, dan
Anak usia pra sekolah (3 sampai 6 tahun) komunikasi perawat yang terapetik. Disamping
mengandalkan pengalaman-pengalaman masa itu kombinasi music dan seni dapat juga
lalu untuk menuntun mereka. Tergantung pada diterapkan. Terapi musik dapat dilakukan
kualitas pengalaman masa lalu. Mereka dengan diperdengarkannya musik yang disukai
mungkin tampak malu atau ragu-ragu selama anak, sedangkan terapi seni dapat diterapkan
pengkajian kesehatan. Seringkali mereka dengan menggambar bebas. Nesbit dan Tabatt-
mungkin takut terluka atau merasa malu. Haussmann (2008), meneliti tentang peran
Memberikan waktu untuk memperoleh kreatif terapi seni dan musik untuk anak kanker
ketenangan dari privasi (mungkin dari orang dan kelainan darah. Kombinasi kedua terapi
tua) membantu dalam komunikasi (Gunarso, tersebut dinilai sangat efektif di lingkungan
2005). pasien onkologi dan hematologi sebab dapat
Perawat harus mengetahui teknik-teknik membantu mengurangi nyeri dan
dalam berkomunikasi karena komunikasi mempengaruhi emosi secara nonfarmakologis.
merupakan cara yang dapat dilakukan untuk Kombinasi terapi musik dan seni tersebut secara
memberikan informasi tentang kesehatan. non-farmakologis membuktikan terjadinya
Komunikasi juga dapat mengurangi rasa cemas sistem aktivasi reticular otak dan koordinasi
anak akibat hospitalisasi. Peran perawat dalam sensori terkoordinasi dengan baik, sehingga
meminimalkan stres akibat hospitalisasi pada anak lebih mudah menerima informasi. Hal ini
anak adalah sangat penting. Perawat perlu menurunkan kecemasan dan memberikan
memahami konsep stres hospitalisasi dan dampak relaksasi (Nesbit & Tabatt-Haussmann,
prinsip-prinsip asuhan keperawatan melalui 2008).
pendekatan proses keperawatan (Hidayat, 2005). Menurut Cho & Kim (2006), kecemasan
Menurut Smith dan Watkins (2010), anak usia sekolah membutuhkan kehadiran
lingkungan terapetik meliputi efek psikososial perawat sebanyak 87%. Kecemasan akibat
lingkungan, efek lingkungan terhadap sistem hospitalisasi dapat diminimalkan dengan kerja
immune, dan bagaimana pengaturan ruangan sama antara perawat dengan memberikan
yang menarik. Setting ruang rawat anak yang komunikasi terapeutik, orang tua, tenaga
menarik memberikan kesenangan tersendiri kesehatan yang lain dan anak itu sendiri.
86 | Heny Siswanti, Sukesih / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.8 No.2 (2017) 84-88

Reaksi hospitalisasi pada anak usia pra Kuesioner yang berisi identitas responden,
sekolah sangatlah banyak dirasakan karena anak Kuesioner pelaksanaan komunikasi terapeutik
belum bisa menerima perpisahan dengan orang yang diambil dari SOP komunikasi terapeutik di
tua, anak usia sekolah merasa cemas karena RSI Sultan Hadirin Jepara, Kuesioner
tidak bisa bertemu dengan teman sebaya, kecemasan anak sesuai Hamilton Rate Scale for
lingkungan rumah sakit yang dirasakan terpencil, Anxiety (HRS-A). Analisa data menggunakan
kesepian, asing dan ritinitas rumah sakit bisa rumus Chi Squere (X²), dengan program
sangat membosankan. Dari reaksi yang di komputer.
timbulkan di atas akan memunculkan
kecemasan dan ketakutan anak di rumah sakit III. HASIL DAN BAHASAN
(Supartini, 2004). A. Analisa Univariat
Perawat dan pasien diperbolehkan memasuki
hubungan interpersonal yang akrab. Pasien 1) Tingkat Kecemasan
berhak mengetahui tentang asuhan keperawatan
Tabel 1.1
yang diberikan oleh perawat sebagai petugas Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Responden di
kesehatan yang profesional. Komunikasi Ruang Anak Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Hadirin
perawat yang merupakan salah satu karakteristik Jepara Tahun 2017 (n=42)
komunikasi terapeutik. Persentase
Dari perumusan masalah diatas maka Tingkat Kecemasan Frekuensi
(%)
pertanyaan pada penelitian ini
Cemas Ringan 17 62.5
adalah“Bagaimana hubungan pelaksanaan
kamunikasi terapeutik dengan tingkat Cema Sedang 25 37.5
kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia Total 42 100.0
pra sekolah yang dirawat di RSI Sultan Hadirin Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa
Jepara?”. responden dengan cemas sedang sebanyak 25
orang (37.5%), dan responden dengan cemas
II. METODE ringan sebanyak 17 orang (62.5%).
Desain Dalam penelitian ini jenis penelitian
2) Komunikasi Perawat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analitik korelasi dengan pendekatan cross
Tabel 1.2
sectional, Populasi pada penelitian ini adalah Distribusi Frekuensi Komunikasi Perawat di Ruang anak
anak usia pra sekolah yang sedang dirawatdi Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Hadirin Jepara Tahun
ruang anak RSI Sultan Hadirin Jepara dengan 2017 (n=42)
populasi jumlah kunjungan rata-rata bulanan
Persentase
pasien rawat inap selama tahun 2016 sebanyak Komunikasi Perawat Frekuensi
(%)
152 pasien dengan menggunakan tehnik quota
Cukup 10 15.6
sampling, Kriteria sampel dalam penelitian
yaitu Pasien anak dengan usia 3 sampai 6 tahun Baik 32 84.4
yang sedang dirawat pada hari ke 2 di ruang Total 42 100.0
perawatan anak RSI Sultan Hadirin Jepara, Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa
Pasien dan orang tua bersedia menjadi komunikasi perawat cukup baik adalah
responden, Pasien sadar penuh, Pasien di sebanyak 10 orang (15.6%) dan komunikasi
dampingi orang tua. perawat baik sebanyak 32 orang (84.4%).
pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa kuesoiner yang terdiri dari:
B. Analisa Bivariat

Tabel 2.2
Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia pra
Sekolah Yang Sedang Dirawat di Ruang anak Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Hadirin Jepara Tahun 2017 (n=42)
Heny Siswanti, Sukesih / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.8 No.2 (2017 ) 84- 88 | 87

Komunikasi Tingkat Cemas Anak Pearson Chi- Asymp. Sig. (2-


Perawat Cemas Ringan Cemas Sedang Total Square tailed)
F % F % F %
Cukup 5 20.0 5 80.0 10 100 4.567 .033
Baik 12 70.4 20 29.6 32 100
Total 17 62.5 25 37.5 42 100.0

Uji yang dilakukan menggunakan Pearson Chi- anggota tubuh anak cenderung menjadikan
Square test menunjukan nilai (signifikansi) anak cemas (Wong, 2001).
sebesar 0.033. Karena nilai signifikansi Komunikasi adalah suatu proses dimana
0.033<0,05, dan Chi-Square hitung informasi ditransmisikan melalui sebuah
(4.567)>Chi-Square table (3.841) maka Ho sistem simbol, tanda atau perilaku yang umum.
ditolak sehingga didapat kesimpulan ada Pertukaran informasi, ide, pikiran antara dua
hubungan komunikasi terapeutik dengan orang atau lebih (Kozier dan Erb, 2005).
tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada Komunikasi adalah proses pengoperan
anak usia sekolah. lambang yang memiliki arti di antara individu
Kecemasan adalah perasaan tidak (Wiliam Abalig). Proses penyampaian
menyenangkan atau tidak menentu dari pesan/informasi dari seseorang kepada orang
individu dimana penyebabnya tidak pasti. lain.
Kecemasan merupakan perasaan emosional. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Keadaan emosi ini biasanya merupakan distribusi komunikasi perawat cukup baik
pengalaman individu yang subyektif, yang adalah sebanyak 10 orang (15.6%) dan
tidak diketahui secara khusus penyebabnya. komunikasi perawat baik sebanyak 32 orang
Cemas berbeda dengan takut, seseorang yang (84.4%).
mengalami kecemasan tidak dapat Hospitalisasi sering kali menjadi krisis
mengidentifikasi ancaman, cemas dapat terjadi pertama yang harus dihadapi anak. Anak- anak,
sebagai akibat rasa takut, namun ketakutan terutama selama tahun-tahun awal, sangat
biasanya tidak terjadi tanpa kecemasan rentan terhadap krisis penyakit dan
(Rasmun, 2004). hospitalisasi karena stress akibat perubahan
Menurut Notoatmojo (2003) cemas dari keadaan sehat biasa dan rutinitas
dipengaruhi umur, keadaan fisik, sosial budaya, lingkungan. Anak memiliki jumlah mekanisme
tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan. koping yang terbatas untuk menyelesaikan
Semakin tinggi umur seseorang dalam stressor kejadian-kejadian yang menimbulkan
menghadapi cemas maka semakin baik pula stres. Stresor utama dari hospitalisasi antara
koping yang dimiliki. Demikian pula halnya lain adalah perpisahan, kehilangan
dengan tingkat pendidikan dan tingkat kendali,cedera tubuh dan nyeri. Reaksi anak
pengetahuanya. terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh
Hasil penelitian menunjukan bahwa usia perkembangan mereka, pengalaman
responden dengan cemas sedang sebanyak 25 mereka sebelumnya dengan penyakit,
orang (37.5%), dan responden dengan cemas perpisahan, atau hospitalisasi, keterampilan
ringan sebanyak 17 orang (62.5%). koping yang mereka miliki dan dapatkan,
Anak usia pra sekolah membayangkan keparahan diagnosis dan sistem pendukung
dirawat dirumah sakit merupakan suatu yang ada (Wong, 2009).
hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan Perawat harus mengetahui teknik-teknik
kemandiriannya terlambat. Mereka menjadi dalam berkomunikasi karena komunikasi
ingin tahu dan bingung, anak bertanya kenapa merupakan cara yang dapat dilakukan untuk
orang itu, mengapa berada di rumah sakit, memberikan informasi tentang kesehatan.
berbagai macam pertanyaan dilontarkan Komunikasi juga dapat mengurangi rasa
karena anak tidak mengetahui yang sedang cemas anak akibat hospitalisasi. Peran perawat
terjadi. Menjalani terapi pengobatan, diberikan dalam meminimalkan stres akibat hospitalisasi
terapi medis yang terkadang menyakiti pada anak adalah sangat penting. Perawat
88 | Heny Siswanti, Sukesih / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.8 No.2 (2017) 84-88

perlu memahami konsep stres hospitalisasi dan diberikan. Penambahan jumlah tenaga
prinsip-prinsip asuhan keperawatan melalui perawatan mungkin juga bisa
pendekatan proses keperawatan (Hidayat, dipertimbangkan mengingat rasio jumlah
2005). perawat dan pasien.
Senada dengan penelitian Redhian 2. Pendidikan Keperawatan
(2011), pada saat pertemuan awal perawat Hasil penelitian dapat dijadikan bahan
dengan pasien anak untuk melakukan pembelajaran di kampus tentang pentingnya
pengkajian awal pada pasien anak, jika pasien melakukan komunikasi terapeutik untuk
sudah bisa diajak berkomunikasi dengan baik, meminimalkan dampak hospitalisasi pada
perawat tanyakan langsung pada anak tapi jika anak.
tidak langsung ke orangtuanya. Seringkali
perawat melakukan komunikasi pada orangtua DAFTAR PUSTAKA
pasien anak. Cara komunikasi terapeutik yang Gunarso (2005). Psikologi Perkembangan
perawat terapkan seperti posisi badan, jarak Anak dan Remaja. Bandung: PT
interaksi, nada bicara, melakukan sentuhan Remaja
dan mengalihkan aktivitas cukup sering Hidayat, A.A. (2005). Metode penelitian
dilakukan perawat saat menghadapi pasien Keperawatan dan Teknik Analisis. Ed. 01.
anak. Jakarta: Salemba Medika.
Reaksi hospitalisasi pada anak usia pra
sekolah sangatlah banyak dirasakan karena Kozier, B., (2005). Fundamental Nursing,
anak belum bisa menerima perpisahan dengan concepts, process and practice. USA:
orang tua, anak usia sekolah merasa cemas Philadelpia.
karena tidak bisa bertemu dengan teman Notoatmodjo, S. (2003). Metodologi penelitian
sebaya, lingkungan rumah sakit yang kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: P. Rineka
dirasakan terpencil, kesepian, asing dan Cipta.
ritinitas rumah sakit bisa sangat membosankan.
Notoatmodjo, S. (2005). Pendidikan dan
Dari reaksi yang di timbulkan di atas akan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
memunculkan kecemasan dan ketakutan anak
di rumah sakit (Supartini, 2004). Rasmun. (2004). Stress, koping dan adptasi.
Jakarta : Cv. Sagung Seto
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Redhian (2011) Gambaran teknik komunikasi
A. Kesimpulan terapeutik perawat dalam membantu
1. Sebagian besar responden mengalami kesembuhan pasien anak dan orang tua di
cemas ringan sebanyak 17 orang (62.5%). RSUD Ungaran, Jurnal, Semarang.
2. Sebagian besar komunikasi perawat
adalah sebanyak 32 orang (84.4%). Supartini, Y, (2004). Buku Ajar Konsep
3. Ada hubungan komunikasi terapeutik Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: ECG.
dengan kecemasan akibat hospitalisasi Sugiyono, (2008). Statistika Untuk Penelitian.
pada anak usia pra sekolah (p=0.033 < Bandung : Alfabeta.
α=0,05).
Wong, D.L. (2004). Pedoman Klinis
B. Saran Keperawatan Pediatrik, Jakarta: Buku
1. Bagi Rumah Sakit Kedokteran
Untuk lebih meningkatkan komunkasi
dalam melakukan tindakan terutama Wong, D.L., Hockenberry, Marylin J. (2001).
perawat, dan melibatkkan Keluarga terdekat Wong’s nursing care of infants and
pasien dalam memberikan terapi yang children, St Louis, Missouri: Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai