Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Anak ISPA”. Tak lupa pula kami mengucapkan terimaksih banyak
kepada ibu Agnes yang telah memberikan tugas ini.
Kelompok kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini .Untuk
itu kami menggharapkan kritik serta saran pembaca sekalian .Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.

Yogyakarta, 07 Mei 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii

BAB I....................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.................................................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................................1

BAB II...................................................................................................................................................3

Tinjauan Pustaka...................................................................................................................................3

A. Pengertian ISPA.........................................................................................................................3

B. Klasifikasi ISPA.........................................................................................................................4

C. Etiologi ISPA.............................................................................................................................5

D. Patofisiologi...............................................................................................................................5

E. Penatalaksanaan.........................................................................................................................6

F. Gejala ISPA...............................................................................................................................7

G. Cara Penularan Penyakit ISPA...................................................................................................8

H. Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA...............................................................................8

BAB III................................................................................................................................................13

ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................23

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada
hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan kesehatan
masyarakat dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan niscaya akan gagal
pula pembangunan kita.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah
seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks,
dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling
rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun.
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan
bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu
penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun
dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit
karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa
bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana
ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary
Disease.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang
terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 %
-60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian
yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya
adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi.
Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam
keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas
penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi
1
balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB
adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka
morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di
Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun
dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa
separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan umum

Untuk memahami teoritis dan asuhan keperawatan dari


penyakit ISPA

2. Tujuan khusus

Untuk memahami teoritis dari ISPA pada anak (definisi,


etiologi,patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penata
laksanaan).

Untuk memahami dan mengetahui asuhan keperawatan yang


tepat (pengkajian, pemeriksaan fisik, diagnosa, intervensi)
untuk penderita ISPA pada anak.

2
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Pengertian ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar II ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.
Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah
dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian
anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik
dapat mengakibat kematian.

3
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat
beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk
pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya
digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan
napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh
kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati
dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian
atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada
lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan
oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim
dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan
yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya
kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai
untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya
pemakaian antibiotic.

B. Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :

1. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
2. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis,
faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia

4
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.
Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding
pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur
kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa
anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12
bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40
kali per menit atau lebih.

3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).

C. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus,
Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan
Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.

D. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :

a. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-
apa.

5
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.

c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala


demam dan batuk. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal
akibat pneumonia.

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.
Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada
di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang
sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan
antibodi.

Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya
telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat
mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas
SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan
dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

E. Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar
merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian
karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang
tepat pada pengobatan penyakit ISPA).

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar


pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang
penting bagi pederita ISPA.

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

6
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.

 Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

 Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

 Prinsip perawatan ISPA antara lain :

 Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari.

 Meningkatkan makanan bergizi

 Bila demam beri kompres dan banyak minum

 Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung


dengan sapu tangan yang bersih

 Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis


tidak terlalu ketat.

 Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek

Pengobatan antara lain :

 Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang


adekuat,pemberian multivitamin dll.
 Antibiotik :

Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab

Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus

Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,


Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat :
Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.

7
Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan


laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung, sedangkan diagnosis ISPA
oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan
cairan pleura.

Laboratorium dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :

a. Hb menurun, nilai normal L:13-16% P: 12-14 gr%


b. Leukosit meningkat, nilai normal 500-1000/mm3

c. Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta /mm3

d. Urin biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh
meningkat.

e.

G. Gejala ISPA

Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena
menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau
stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung,
yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer
serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan
membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di
hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah
3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga
tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang
paru).

8
H. Cara Penularan Penyakit ISPA

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit
penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit
ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara
dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita
maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat
pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian
besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur
penyebab atau mikroorganisme penyebab

I. Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA


a. Agent

Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa
secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis,
tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai
selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling
sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan
Echo.

b. Manusia

1) Umur

Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia


dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak
di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran
nafasnya masih sempit.

2) Jenis Kelamin

9
Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki
-laki dibandingkan dengan perempuan.

3) Status Gizi

Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab


utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi
anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului
oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh
akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya
bibit penyakit dalam tubuh.

4) Berat Badan Lahir

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir
<2.500 gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR mempunyai
angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat ≥2500 gram saat
lahir selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab
kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.

5) Status ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya
akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus,
terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan
kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin,
Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat
penting untuk melindungi bayi dari infeksi.

6) Status Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap


penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi
tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa

10
pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan
kesehatan anak.

c. Lingkungan

1. Kelembaban Ruangan

Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004),


dengan desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan
berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil uji
regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B)
28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.

2. Suhu Ruangan

Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum
18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas
300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada
balita sebesar 4 kali.

3. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah


menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.

4. Kepadatan Hunian Rumah

Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004)


menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar pada
anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak yang
tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun
2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA
sebesar 9 kali.

11
5. Penggunaan Anti Nyamuk

Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan


nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena
menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru
sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.

6. Bahan Bakar Untuk Memasak

Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat


menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah
pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada tahun 2002, hal
ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan penyakit paru
ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.

7. Keberadaan Perokok

Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok


pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya
merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian
Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif
pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002
penduduk.

8. Status Ekonomi dan Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa


bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan
bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke
dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan
bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi
berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status
ekonominya rendah.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
13
1. Identitas Pasien

a. Umur : Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada
usia yang lebih lanjut (Anggana Rafika, 2009).

b. Jenis kelamin : Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).

c. Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al
(2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat. Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan
penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah
ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika, 2009)

2. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama :

Klien mengeluh demam

2) Riwayat penyakit sekarang :

Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit
tenggorokan.

3) Riwayat penyakit dahulu :

Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang

14
4) Riwayat penyakit keluarga :

Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut.

5) Riwayat social :

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya.

3. Pemeriksaan Persistem

a. B1 (Breath) :

1. Inspeksi : Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan, Tonsil


tanpak kemerahan, dan edema, Tampak batuk tidak produktif, Tidak
ada jaringna parut pada leher, Tidak tampak penggunaan otot- otot
pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan
hiperventilasi.

2. Palpasi : Adanya demam, Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe


pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis, Tidak
teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.

3. Perkusi : Suara paru normal (resonance)

4. Auskultasi : Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua


sisi paru

b. B2 (Blood : kardiovaskuler Hipertermi

c. B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga,


terjadi gangguan penciuman

d. B4 (Bladder) : perkemihan Tidak ada kelainan

15
e. B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis minum
sedikit, nyeri telan pada tenggorokan

f. B6 (Bone) : Warna kulit kemerahan (Benny:2010)

4. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab) : hasil yang didapatkan adalah


biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.

2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count) : laju endap darah meningkat


disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia.

3) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny:2010)

5. Diagnosa

a) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

b) Nyeri telan berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring dan
tonsil.

c) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret.

d) Nutrisi tidak seimbang berhubungan dengan anorexia.

e) Resiko tinggi penularan infeksi( Khaidir:2008)

No Diagnosa Tujuan
Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Hipertermi Pasien akan menunjukkan 1. Suhu tubuh kembali normal Observasi :
berhubungan termoregulasi(keseimbangan
1. Nadi : 60-100 denyut pertanda-tanda vital
dengan prosesantara produksi panas,
menit
infeksi peningaktan panas, dan
kehilangna panas). 2. Tekanan darah : 120/80

16
mmHg

3. RR : 16-20 kali per menit

Mandiri :

1. Kompres p
/ aksila.

1. Atur sirku
kamar pasi

Health Education:

1. Anjurkan k
menggunak
pakaian
dapat
keringat

1. Anjurkan k
minum ban
2500 ml/ha

17
1. Anjurkan
istirahat
tidur sela
febris peny

Kolaborasi :

Kolaborasi deng
dalam pemberian o
1. Nyeri telan Nyeri berkurang skala 1-2 Observasi :
berhubungan
Teliti keluhan n
dengan
intensitasnya (den
inflamasi pada
0-10), faktor
membran
memperburuk
mukosa faring
meredakan nyer
dan tonsil.
lama, dan karakter

Mandiri :

1) Anjurkan k
menghindari ale
iritan terhadap de
kimia, asap ro
mengistirahatkan
meminimalkan b
suara serak

18
2) Anjurkan
melakukan kumur

Kolaborasi :

Berikan obat sesua

2. Bersihan jalanBersihan jalan nafas efektif Jalan nafas paten dengan bunyi nafasMandiri :
nafas tidak bersih, tidak ada dyspnea, dan sianosis
Kaji frekuens
efektif b.d
kedalaman perna
akumulasi sekret
gerakan dada

Auskultasi area
area penurunan
ada aliran udara
nafas adventisi
Crackles, mengi.

19
Bantu pasien la
sering. Tunjukan
pasien m
melakukan batuk
menekan dada
efektif sementa
duduk tinggi.

Berikan cairan
2500 ml perh
kontraindikasi). Ta
hangat daripada di

Kolaborasi :

20
Bantu mengaw
pengobatan nebu
fisioterapi lain
Spirometer insen
tiupan botol,
postural drainage
tindakan dianta
makan dan batasi
mungkin.

Berikan obat sesu


mukolitik, e
bronchodilator, an
3. Nutrisi tidakNutrisi kembali seimbang A:Antropometri: berat badan, tinggiMandiri :
seimbang badan, lingkar
1. Kaji kebia
berhubungan lengan
input-outpu
dengan anorexia Berat badan tidak turun (stabil)
timbang B

B: Biokimia: hari

- Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl dan


perempuan 12-16 g/dl)

- Albumin normal (dewasa 3,5-5,0 g/dl)


1. Berikan po

C: Clinis: kecil tap


dalam kead
- Tidak tampak kurus

- Rambut tebal dan hitam

- Terdapat lipatan lemak subkutan


1. Tingkatkan
D: Diet: baring

21
- Makan habis satu porsi

- Pola makan 3X/hari 1. Kolaborasi


ahli giz
memberika
sesuai
klien

1. Berikan
education
tentang
makanan y
yaitu 4
sempurna,
anak dari
es, beri m
putih yang

1. Menjauhk
bayi lain

1. Menjauhka
keluarga ya
4. Resiko tinggiMeminimalisir penularanAnggota keluarga tidak ada yangMandiri :
penularan infeksi lewat udara tertular ISPA
1.Batasi pengunju
infeksi
22
indikasi

2.Jaga keseimban
istirahat dan aktifi

3.Tutup mulut d
jika hendak bersin

4.Tingkatkan da
tubuh, terutam
dibawah usis 2 tah
dan penderita
kronis. Konsumsi
A dan mineral
antioksidan jika
tubuh menurun a
makanan berkuran

Kolaborasi :

Pemberian obat s
kultur

Implementasi keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi


23
a. Mengukur TTV

b. Mengompres kepala / aksila dengan air dingin

c. Memberikan penjelasan kepada klien tentang manfaat menggunakan


pakaian berbahan tipis.

d. Memberikan obat penurun panas sesuai dosis dan aturan waktu

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia

a. Membantu jenis makanan yang dimakan klien

b. Membuat catatan makanan harian

c. Monitor lingkungan selama klien makan

d. Monitor intek nutrisi

3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil

a. Tingkatkan istirahat

b. Berikan infornasi tentang nyeri kepada keluarga anak, seperti oenyebab


nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur

c. Monitor vital signsebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali

4.resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder

a. membatasi pengunjung

b. mempertahankan teknik isolasi

c. memperbanyak istirahat

EVALUASI

Berdasarkan pada seberapa intervensi yang dilakuakn keluarga, perawat dan lainya.
Keberhasilan lebih ditentukan oleh hasil pada system keluarga dan anggota keluarga
24
(bagaimana anggota merespon) daripada intervensi yang diimplementasikan. Evaluasi
merupakan kegiatan bersama antara perawat dan keluarga.evaluasi merupakan proses
terus menerus yang terjadi setiap saat perawat memperbarui asuhan keperawatan
(Friedman,2010) sedangkan menurut Ayu 2010, evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan.

BAB 4

PENUTUP

KESIMPULAN

Didapat beberapa factor resiko ISPA pada penderita yaitu

1. Factor gen
2. Factor manusia yang terdiri dari

a. Factor umur

b. Jenis kelamin

c. Status gizi

3.lingkungan yang terdiri dari factor kelembapan udara, suhu ruangan,


ventilasi, penggunaan anti nyamuk, bahan bakar untuk memasak, dan
keberadaan perokok

Gejala yang dirasakan penderita yaitu nafsu makan menurun, pasien merasa
lesu, demam , disertai batuk dan pilek selama 5 hari, sakit tenggorokan dan
terdapat tonsillitis dan faringitis akut setelah diperiksa dokter.

b. Saran

Bagi orang tua hindarilah factor resiko yang dapat meningkatkan kejadian ISPA pada
anak, kecuali factor resiko yang tidak dapat diubah seperti umur dan jenis kelamin.

Membiasakan hidup sehat dan menjaga kebersihan perseorangan dan lingkungan.

25
Discharge Planning
Pasien masuk
Masalah yang timbul
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan secret pada jalan nafas
5. Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
6. Peningkatan suhu tubuh b.d infeksi
7. Ansietas b.d efek hospitalisasi

Penkes yang diberikan


Jelaskan penyebab ISPA
Ajarkan untuk mengenal komplikasi ISPA
Ajarkan cara mencegah ISPA dan penularan : ajarkan tentang standar pencegahan
Ajarkan perawatan anak : pemberian makanan dan minuman
Jelaskan obat-obatan yang diberikan : efek samping dan kegunaannya
Banyak minum air hangat
Biasakan cuci tangan seluruh bagian dengn atau kecil dan sebelumnya menyiapkan makanan
untuk pencegahan penularan diare

DAFTAR PUSTAKA

https://yulifitri34.wordpress.com/2012/10/21/askep-ispa-pada-anak/

Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanaan Kesehatan Anak.
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-UNAIR 1980.

Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR.1980.

Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi.Simposium Gawat Darurat Pada Anak. Surabaya.1987.

Depkes RI. Direktorat Jendral PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

Bimbingan Keterampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada


Anak. Jakarta, :10. 1991.
26
© 2004 Digitized by USU digital library 7

Lokakarya Dan Rekarnas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran pernafasan akut.1992


https://www.scribd.com

askeprhynatutu.blogspot.co.id
pustaka.poltekkes-pdg.ac.id > repository

27

Anda mungkin juga menyukai