Stroke Hemoragik
Pembimbing:
Oleh:
TAHUN 2018
1
LAPORAN KASUS
STROKE HEMORAGIK
Oleh
dr. Melti Endrasari Tandi
Menyetujui
Komisi Pembimbing Dokter Internsip
Rumah Sakit Umum Daerah Aji Muhammad Parikesit
Pembimbing 1 Pembimbing 2
2018
RSUD A.M Parikesit
Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
kasih-Nya kepada penyusun sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana
yang diharapkan.
Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai laporan kasus untuk menambah
pengetahuan bagi penulis dan pembaca khusus dalam ilmu penyakit kedokteran anak.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran membangun
dari pembimbing klinik dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas
perhatian terhadap laporan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya di bidang kedokteran.
Tenggarong, 2018
Penyusun,
dr. Melti Endrasari Tandi
3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. SK
Umur : 54 tahun
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
4
Anamnesis (Heteroanamnesis)
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar yang sudah dirasakan sejak malam hari,
disertai dengan mual dan muntah 1x dirumah, muntah bercampur air dan makanan. Pasien juga
mengeluhkan adanya gangguan penglihatan dan jika melihat cahaya makin pusing. Pasien
terdahulunya pernah mengeluhkan hal yang serupa namun saat ini makin parah. Menurut
keluarga pasien tidak ada kelemahan tangan, kaki, bicara pun tidak pelo. Namun pada saat ingin
berjalan kaki pasien terasa lemah.
5
Riwayat Kebiasaan
- Merokok : (ya)
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. Kesadaran
Compos Mentis
GCS : E4M6V5
3. Tanda Vital
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,2 oC
4. Status Antopometri
BB : (tidak dilakukan)
TB : (tidak dilakukan)
5. Kulit
6
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), peteki (-), spider nevi (-)
6. Kepala
Bentuk normocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), atrofi m.
temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-).
7. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+), menutup mata (+/+), membuka mata (+/+)
8. Hidung
9. Mulut
Bibir pucat (-), mukosa bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi
10. Telinga
11. Tenggorokan
12. Leher
JVP meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar
limfe (-), lesi pada kulit (-)
13. Thoraks
7
Cor :
Perkusi :
Pulmo :
Palpasi : taktil fremitus kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor
Wheezing Ronchi
- - - -
- - - -
- - - -
14. Abdomen
8
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
15. Ektremitas
+ + - -
+ + - -
Status Neurologis
Kesan Umum
1. Kesadaran : GCS 465, compos mentis
2. Pembicaraan
- Disartri a : (+)
- Monoton : (-)
- Scanning : (-)
- Afasia Motorik : (-)
Sensorik : (-)
Amnesik (Anomik) : (-)
3. Kepala
- Besar : (-)
- Asimetri : (-)
- Sikap paksa : (-)
4. Muka
- Mask face : (-)
- Myopathy : (-)
- Fullmoon : (-)
9
Pemeriksaan Khusus
1. Rangsangan Selaput Otak
- Kaku kuduk : (-) - Brudzinski I : (-)
- Kernig : (-)
2. Nervus Cranialis
Nervus I
Dextra Sinistra
Tes pembauan : Tidak dilakukan tidak dilakukan
Nervus II
Dextra Sinistra
Visus : Tdk dilakukan Tdk dilakukan
Lapang pandang : Normal Normal
Melihat Warna : Normal Normal
Funduskopi : tidak dilakukan, tidak dilakukan
Dextra Sinistra
10
Exophtalmus : (-) (-)
Lebar : 3 mm 3 mm
Nervus V
Dextra Sinistra
Nervus VII
Waktu Diam
Inspeksi Dextra Sinistra
11
Kerutan dahi : Simetris simetris
Tinggi alis : Simetris simetris
Sudut mata : Simetris simetris
Lipatan nasolabial : Kesan sedikit simetris
datar
Waktu Gerak
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Mengerut dahi : sde sde
Menutup mata : Simetris simetris
Mencucu : sde sde
Memperlihatkan gigi : sde sde
(meringis)
Pengecapan :
- Pengecapan 2/3 anterior lidah : tidak dilakukan
- Reflek stapedius : tidak dilakukan
- Tes lakrimasi : tidak dilakukan
Nervus VIII
Vestibular
- Tes romberg : tidak dilakukan
- Tes kalori : tidak dilakukan
- Hallpike manuver : tidak dilakukan
Cochlear
- Tes Bisik : normal
- Tes Weber : tidak dilakukan
- Tes Rinne : tidak dilakukan
- Tes Schwabach : tidak dilakukan
Nervus IX dan X
Bagian motorik
12
- Suara biasa/parau/tak bersuara : kesan suara normal dengan vol. kecil
- Menelan : normal
- Kedudukan arkus faring : simetris kanan dan kiri
- Kedudukan uvula : di tengah
- Detak jantung : +/ 96 x/menit (normal)
- Bising usus : (+) / normal
Bagian sensorik
- Pengecapan 1/3 posterior lidah : tidak dilakukan
- Reflex muntah : tidak dilakukan
Nervus XI
- Mengangkat bahu : normal
- Memalingkan kepala : normal
Nervus XII
- Lidah
Tremor : (-)
Atropi : (-)
Fasikulasi : (-)
13
- Nyeri : (-)
- Kontraktur : (-)
- Konsistensi : lunak
- Tonus Otot :
Lengan Tungkai
3. Gerakan-gerakan Involunter
- Tremor : (-)
- Chorea : (-)
- Athetose : (-)
- Myokloni : (-)
- Fasikulasi : (-)
- Torsion spasme : (-)
- Ballismus : (-)
Sistem Sensorik
1. Rasa eksteroceptik
Dextra Sinistra
2. Rasa proprioceptik
14
Refleks – Refleks
1. Refleks Fisiologis
- Refleks Biceps (BPR) : +2/+2
- Refleks Triceps (TPR) : +2/+2
- Refleks patella (KPR) : +2/+2
- Refleks Achilles (APR) : +2/+2
- Reflek Glabela : tidak dilakukan
- Reflek rahang bawah : tidak dilakukan
Keterangan : 0 = tidak ada gerakan; +1 = ada kontraksi tidak ada gerakan sendi; +2
= normal; +3 = meningkat berlebihan; +4 = clonus
2. Refleks Patologis
- Babinski : -/-
- Chaddock : -/-
- Openheim : -/-
- Schaefer : -/-
- Gordon : -/-
- Gonda : -/-
- Bing : -/-
- Rossolimo : -/-
- Mendel-Bechtrew : -/-
- Hoffman : +/+
- Trommer : +/+
Diagnosis
Siriraj Score
Keterangan :
Interpretasi hasil :
<-1 : Infak
-1 – 1 : Meragukan
>1 : Hemoragik
Diagnosis Banding
1. Vertigo Perifer
2. Stroke ICH
3. Stroke Infark (emboli)
4. Stroke Infark (trombus)
Pemeriksaan Penunjang
16
Hasil Tes Laboratorium
Pemeriksaan EKG
17
Hasil Bacaan : Sinus Rhytem, Normoaxis, HR: 76, LVH
Diagnosis Kerja
Penatalaksanaan
3) Dower cateter
2. Medikamentosa
1)IVFD RL 16 tpm
2)Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
18
5)Infus Manitol
7)Paracetamol 1gr/8jam
2.1 Prognosis
Dubia
19
TINJAUAN PUSTAKA
20
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70%
terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah
dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi.
Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan
untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke
lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi
sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia
menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa
diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan
lebih tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan
genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran
Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat
stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu
yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya
berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
21
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan
dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
22
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
23
Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20
detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).
Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.
Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+
dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan
kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian
sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot
dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral
presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan
bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan
hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral
pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan
kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia
basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.
24
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-
otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari
lokasi kerusakan:
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus
piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral
dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik
[III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap
dipertahankan).
25
bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan
kekurangan perhatian pada sisi kiri.
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang
otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan
kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas
ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau
kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan
diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral
tubuh.
Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan,
kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh.
Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang.
Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan
hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.
26
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan
diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya
adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah
penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak
membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti
perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI
otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke
iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT
non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai
memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian
signifikan dengan stroke.
27
Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang
normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi
tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin
dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti
28
dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa
jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat
dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial.
Tidak dioperasi bila:
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila:
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya
dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (>50cm) masih menguntungkan.
29
pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah
disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari
perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang
lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan
pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan
tingkat mortilitas yang tinggi.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke
2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New
York, 2005.
7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000.
8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
10. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC, Jakarta.
2006.
31
32