Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN
1. Kanker serviks
A. Definisi
Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam setiap
bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang dengan
mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-
columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar
junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)
Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I)
B. Epidemiologi / Insiden Kasus

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh
wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500
ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita
yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal
akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang.
Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.

Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia,
kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.Setiap hari di Indonesia ada 40
orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Kanker serviks
merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan
penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya
pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks
dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang
kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih
rendah. (sumber : http://healthycaus.blogspot.com)
C. Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma
Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan
skuamokolumner serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks
ialah perilaku seksual berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-
lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik.
Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian
para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun
mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena
kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau
lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya
kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke
anaknya.
4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping
merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren yang
dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator
terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.
5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan
risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol
(vitamin A).

6. Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi,
perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
7. Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya
immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
8. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai biaya
untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi dini
tidak dapat dilakukan.
D. Patofisiologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi
antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar
ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis
serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.

2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan
infiltrasi menjadi ulkus.

3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan
awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-
mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui
tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.
Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya
fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan epitel displastik
serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan
pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik
sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya
adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah
sarcoma.

E. Tanda dan Gejala


Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama
akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.
4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Kelemahan pada ekstremitas bawah
7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri
terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf
lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi
kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel
vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
F. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear


Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear
merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya
perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan
mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang
dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk
menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan
sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan
semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang
terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika
ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa
kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran
histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.
b. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati
secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan
tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi
tersebut.
c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan praktis
dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain.
Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan
asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak normal.
d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm.
Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir
dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak
memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram
tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi dapat
dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan
sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-
masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-
gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak
ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu
dalam deteksi kanker serviks.
e. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat
digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi
dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat.
Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6%
dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan
gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut:
Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%;
positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang
digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila
fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam
kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG
(Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar
HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan
plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat
dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.

g. Pemeriksaan darah lengkap


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang terjadi
pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan
kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

h. Kriteria diagnosis
Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :
1. Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
2. Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel
endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan sitologi setelah
dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.
3. Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan, sedang,
sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Dilakukan
penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya.
4. Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan mikroskopik. Harus
dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di rumah sakit
rujukan dengan seorang ahli onkologi.

F. Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,
tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:
histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium
kanker serviks :

STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi

(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

1. Manajemen Tumor Insitu


Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan
kolposkopi oleh onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi
kemungkinan invasi sebelum terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor
insitu beragam bergantung pada usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya.
Hal penting yang harus diketahui juga adalah penyebaran penyakitnya harus
diidentifikasi dengan baik.
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion
(HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision
procedure (LEEP), konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi
laser. Pada seleksi kasus yang ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP
memiliki keunggulan karena dapat bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan
lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-
92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk terapi karsinoma insitu adalah krioterapi
yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak luas (<2,5 cm), tetapi akan turun
sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada HGSIL memberikan
kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas. HGSIL yang
disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan histerektomi. Pada 795
kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan adanya risiko kegagalan 0,9-1,2%
untuk terjadinya karsinoma invasif.
2. Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi
cone dengan batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone
positif menunjukkan CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone
ulangan karena kemungkinan stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi
dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal intraepithelial neoplasia
(VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun
vaginal. Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat.
Pertimbangan fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada
hanya biopsi cone diikuti dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12
bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada
kelenjar limfe sampai dengan 10% sehingga terapinya adalah modified radical
hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila kepentingan fertilitas
masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe maka dapat
dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal
trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya dilakukan
dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.
3. Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal
Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk
konfirmasi diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan
metastasis maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan
sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan.
Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium IB sampai IIA (< 4cm). Stadium
ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan operasi atau radioterapi.
Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien dengan massa yang
kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk kesembuhan atau
angka harapan hidup 5 tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau
operasi menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat
kekambuhan yang sama-sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini.
Morbiditas terutama meningkat apabila operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama.
Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan stadium yang baik dibutuhkan untuk
menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan untuk stadium IB dan IIA
(dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy atau radical abdominal
hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan patologi
anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe
paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi
langsung dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus
menunggu hasil patologi anatomi kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang
bersamaan dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe,
parametrium, atau batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis.
Penelitian dengan berbagai dosis dan jadwal pemberian sisplatin yang diberikan
bersamaan dengan radioterapi menunjukkan penurunan risiko kematian karena kanker
serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat apabila didapat ukuran massa yang
lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar limfe,infiltrasi pada
kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi pelvis
adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas
dibandingkan tanpa radioterapi.
4. Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi
dengan cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap
rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan
kedua parametrium. Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan
penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian
kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine.
Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai staidum IVB dalam bentuk radiasi
paliatif.
5. Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS
(Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan
seperti kodein dan tramadol
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti
morfin dan fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)
6. Operasi
Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan
bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor /
kanker. Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana prosedur
pembedahannya mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.
Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.
a. Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal
serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan
pra-kanker serviks
b. Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan jaringan
abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)
c. Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker serviks
d. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang
dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks
e. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi : Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim
dan serviks, Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung
telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya. Stadium pra kanker
ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA) biasanya diobati dengan
histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy
dapat menjadi pilihan.
Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:
1. Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi
dengan/tanpa kemoterapi.
2. Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin,
histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi
Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui
dinding abdomen) abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis histerektomi).
Perawatan di Rumah Sakit biasanya lebih lama abdominal histerektomi daripada vaginal
histerektomi (4-6 hari rata-rata) dan biaya juga lebih banyak. Prosedur ini lebih
memakan waktu (sekitar 2 jam, kecuali uterus tersebut berukuran lebih besar pada
vaginal histerektomi ) justru lebih lama. Perlu diingat aturan utama sebelum dilakukan
tipe histerektomi, wanita harus melalui beberapa test untuk memilih prosedur optimal
yang akan digunakan : Pemeriksaan panggul lengkap (Antropometri) termasuk
mengevaluasi uterus di ovarium, Pap smear terbaru, USG panggul, tergantung pada
temuan diatas.
Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di
perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri. Penderita
juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk
membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setelah
pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar.
Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa kembali dilakukan dalam
waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami
menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan
kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang
mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap
seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat
hamil lagi.
Kemoterapi
Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat yang
diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang diberikan
dalam kemoterapi, misalnya sitostatika.
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau
intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel
kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada
jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang
dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain,
pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut
pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit
dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas
dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup
yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi
dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. (Gale &
Charette, 2000). Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP
(Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain
(Prayetni, 1997). Cara pemberian kemoterapi:
1. Ditelan
2. Disuntikkan
3. Diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi
radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin., Fluorouracil (5-FU).
Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB /
recurrent adalah : Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide. Topotecan telah disetujui untuk
digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika
operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang
timbul kembali / menyebar ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil pembedahan
dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko
kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan memperbaiki
kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
1. Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat
beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
2. Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual
sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare
sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur.
Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan
olahraga.
4. Sariawan
5. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu
setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala.
Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
6. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari
tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
7. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang
yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah
menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel
darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi
berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah
sel darah dapat menyebabkan :
8. Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah
yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang
menyebabkan peningkatkan leukosit.
9. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila
jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada
kulit.
10. Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb
(Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah
merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.
11. Kulit menjadi kering dan berubah warna
Lebih sensitive terhadap sinar matahari,Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat
garis putih melintang.

G. Komplikasi
1. Pendarahan
2. Kematian janin
3. Infertil
4. Obstruksi ureter
5. Hidronefrosis
6. Gagal ginjal
7. Pembentukan fistula
8. Anemia
9. Infeksi sistemik
10. Trombositopenia

H. Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi
karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas
dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan
rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%.
Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari
New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi
dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk
skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah
suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun
1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini
mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau
menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-
wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini.
50% kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah
melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan
pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai
salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di
antaranya :
1. Skrining Awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21
tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak
dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan
seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan
biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai
DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun
karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia
29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat
sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering
pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan
waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih
dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia
yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.
a. Prognosa
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien
yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus
diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan
radioterapi. Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian
kanker serviks, antara lain :
1. Usia penderita
2. Keadaan umum
3. Tingkat klinis keganasan
4. Ciri - ciri histologik sel kanker
5. Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
6. Sarana pengobatan yang tersedia
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5 Tahun

0 Karsinoma insitu 100

I Terbatas pada uterus 85

II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke 60


dinding pelvis

III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33


sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis

IV Menyerang mukosa kandung kemih atau 7


rektum atau meluas keluar pelvis
sebenarnya
2. Kanker payudara
A. Pengertian Kanker Payudara
Kanker payudara merupakan penyakit yang disebabkan karena terjadinya
pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat
di kendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor (kanker) sel (Brunner dan
Suddarth, 2005 ).
Kanker payudara adalah suatu penyakit seluler yang dapat timbul dari jaringan
payudara dengan manifestasi yang mengakibatkan kegagalan untuk mengontrol
proliferasi dan maturasi sel (Brunner dan Suddarth, 2005 ).
Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari parenkim, stoma areola, dan
papila mamae (Taufan Nugroho,2011).

B. Anatomi Fisiologi Payudara


1. Korpus (badan)
2. Areola
3. Papilla atau puting
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah
kulit,di atas otot dada.Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk
nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya
kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram. Pada
payudara terdapat tiga bagian utama yaitu:
a. Korpus
Korpus (badan ) yaitu bagian yang membesar. Alveolus, yaitu
unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel
aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos, dan pembuluh darah.
Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus. Lobus,yaitu beberapa lobulus
yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.ASI
disalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil(duktulus), kemudian
beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar
(duktus laktiferus).
b. Areola
Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah sinus laktiferus,
yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat
ke dalam putingndan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus
maupun saluran-saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi
dapat memompa ASI keluar.
c. Papilla / Puting
Papila atau Puting,yaitu bagian yang menonjol di puncak
payudara. Bentuk puting ada 4, yaitu bentuk yang normal,
pendek/datar, panjang dan terbenam (inverted).
C. Etiologi
Tidak satupun penyebab spesifik dari kanker payudara,sebaliknya serangkaian
faktor genetik, hormonal, dan kemungkinan kejadian lingkungan dapt menunjang
terjadinya kanker ini. Bukti yang terus bermunculan menunjukan bahwa perubahan
genetik belum berkaitan dengan kanker payudara, namun apa yang menyebabkan
perubahan genetik masih belum diketahui. Perubahan genetik ini termasuk
perubahan atau mutasi dalam gen normal, dan pengaruh protein yang menekan atau
menigkatkan perkembangan kanker payudara. Hormon steroid yang dihasilkan oleh
ovarium mempunyai peran penting dalam kanker payudara. Dua hormon ovarium
utama-estradiol dan progesterone mengalami perubahan dalam lingkungan seluler,
yang dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan bagi kanker payudara (Brunner dan
Sudart, 2001).
Faktor resiko timbul kanker payudara terdiri dari faktor resiko yang tidak dapat
di ubah (unchangeable) dan dapat di ubah (changeable) yaitu :
1. Faktor resiko yang tidak dapat di ubah (unchangable)
a. Umur
Semakin bertambahnya umur meningkat resiko kanker payudara.
Wanita paling sering terserang kanker payudara adalah usia di atas 40
tahun. Wanita berumur di bawah wanita 40 tahun juga dapat terserang
kanker payudara, namun resikonya lebih rendah dibandingkan wanita
berusia diatas 40 tahun.
b. Menarche Usia Dini
Resiko terjadinya kanker payudara meningkat pada wanita yang
mengalami menstruasi pertama sebelum umur 12 tahun. Umur
menstruasi yang lebih awal berhubungan dengan lamanya paparan
hormone estrogen dan progesterone pada wanita yang berpengaruh
terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara.
c. Menoupause usia lanjut
Menopause setelah usia 55 tahun meningkatkan resiko untuk
mengalami kanker payudara. Sehingga diperkirakan awal terjadinya
tumor jauh sebelum terjadinya perubahan klinis. Kurang dari 25% kanker
payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan
awal terjadinya tumor terjadinya perubahan klinis.
d. Riwayat keluarga
Terdapat peningkatan resiko menderita kanker payudara pada
wanita yang keluarganya menderita kanker payudara tertentu. Apabila
BRCA 1 (Breast Cancer 2),yaitu suatu kerentanan terhadap kanker
payudara, untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50
tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun. 10% kanker payudara
bersifat familial. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara
berhubungan dengan gen probabilitas.
e. Riwayat penyakit payudara jinak
Wanita yang menderita kelainan ploriferatif pada payudara
memiliki peningkatan resiko untuk mengalami kanker payudara. Menurut
penelitian Brinton (2008) di Amerika Serikat dengan desain cohort,
wanita yang mempunyai tumor payudara (adenosis, fibroadenoma, dan
fibrosis) mempunyai resiko 2,0 kali lebih tinggi untuk mengalami kanker
payudara 4,0 kali lebih besar untuk terkena kanker payudara (RR=4,0).

Faktor resiko yang dapat diubah / dicegah (changeable)


a. Riwayat kehamilan
Usia lanjut saat melahirkan anak pertama meningkatkan resiko mengalami kanker
payudara. Menurut penelitian Briston (2008) di Amerika Serikat dengan desain cohort,
wanita yang kehamilan pertama setelah 35 tahun mempunyai resiko 3,6 kali lebih besar
dibandingkan wanita yang kehamilan pertama sebelum 35 tahun untuk terkena kanker
payudara (RR=3,6). Wanita yang multipara atau belum pernah melahirkan mempunyai
faktor resiko 4,0 kali lebih besar dibandingkan wanita multipara atau sudah lebih dari
sekali melahirkan untuk terkena kanker payudara (RR=4,0)
b. Obesitas dan konsumsi lemak tinngi
Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dengan kanker payudara pada
wanita pasca menopause. Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor resiko
terjadinya kanker payudara.
c. Penggunaan Hormone dan Kontrasepsi Oral
Hormone berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral berisiko tinggi untuk mengalami kanker payudara.
Kandungan estrogen dan progestron pada kontrasepsi oral akan memberikan efek
proliferasi berlebih pada kelenjer payudara. Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral
untuk waktu yang lama mempunyai resiko untuk mengalami kanker payudara sebelum
menopause.
d. Konsumsi Rokok
Wanita yang merokok meningkatkan resiko untuk mengalami kanker payudara
daripada waita yang tidak merokok. Penelitian Indriati tahun 2009 di RS Dr. Kariadi
Semarang dengan desain case control menunjukkan bahawa diperkirakaan resiko bagi
wanita yang merokok untuk terkena kanker payudara 2,36 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok (OR=2,36).
e. Riwayat Keterpaparan Radiasi
Radiasi diduga meningkatkan resiko kejadian kanker payudara. Pemajanan
terhadap radiasi ionisasi setelah masa pubertas dan sebelum usia 30 tahun meningkatkan
resiko kanker payudara.
Penelitian Indriati tahun 2009 di RS Dr. Kariadi Semarang dengan desain case
control menunjukkan bahwa diperkirakan resiko bagi wanita yang terpapar radiasi lebih
dari 1 jam sehari untuk terkena kanker payudara 3,12 kali lebih tinggi (OR=3,12).

D. Patofisiologi
Bukti yang terus bermunculan menunjukkan bahwa adanya perubahan genetik
berkaitan dengan kanker payudara namun ap yang menyebabkan genetik masih belum
diketahui.Meskipun belum ada penyebab spesifik kanker payudara yang diketahui namun
bisa diindentifikasi melalui beberapa faktor resiko,faktor ini penting dalam membantu
mengembangkan program pencegahan.Hal yang selalu harus diingat adalah bahwa 60%
yang di diagnosa kanker payudara tidak mempunyai faktor resiko yang terindentifikas
kecuali lingkungan hormonal mereka.Di masa kehidupan,wanita dianggap beresiko untuk
mengalami kanker payudara,namun mengidentifikasi faktor resiko merupakan cara untuk
mengidentifikasi wanita yang mungkin diuntungkan dari kelangsungan hidup yang harus
meningkat dan pengobatan dini (Prince,A Sylvia.2006).
Kanker payudara berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada sistem
duktal, mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini
akan berlanjut menjadi karsinoma insitu dan menginvasi stroma. Karsinoma membutuhkan
waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar
untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira-kira seperempat dari
karsinoma mammae telah bermetastasis. Karsinoma mammae bermetastasis dengan
penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah
(Prince, Sylvia, Wilson Lorrairee M, 1995).
Tumor / neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan ciri:proliferasi
yang berlebihan dan tak berguna,yang tak mengikuti pengaruh jaringan
sekitarnya.Proliferasi abnormal sel kanker akan mengganggu fungsi jaringan normal
dengan meninfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar keorgan-
organ yang jauh.Didalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi terutama
dalam maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas diantara sel normal (Prince,A
Sylvia.2006).
Transformasi sel-sel kanker dibentik dari sel-sel normal dalam suatu proses rumut
yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi, promosi dan progresi. Pada
tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam genetiksel yang memancing selmenjadi
maligna.perubahan dalam denetic sel ini disebabakan oleh suatu gen yang disebut dengan
karsinogen,yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi atau penyinaran dan sinar
matahari. Tetapi, tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen
harus merupakan mutagen yang dapat menimbulkan mutasi pada gen (Sukarja,2000).
Apabila ditemukan suatu kesalahan maka basa-basa DNA yang terlihat akan
dipotong dan diperbaiki. Namun, kadang terjadi transkripsi dan tidak terdeteksi oleh
enzim-enzim pengoreksi. Pada keadaan tersebut akan timbul satu atau lebih protein
regulator yang akan mengenali kesalahan resebut dan menghentikan sel dititik tersebut dari
proses pembelahan.pada titik ini, kesalahan DNA dapat diperbaiki,atau sel tersebut
deprogram untuk melakukan bunuh diri yang secara efektif menghambat pewarisan
kesalahan sel-sel keturunan jika sel tersebut kembali lobs, maka sel tersebut akan menjadi
mutasi permanen dan bertahan di semua keturunan dan masuk ketahap irreversible (Cerwin
,2000).
Pada tahap promosi kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut
promoter, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik
menahun pun dapat membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.
Promotor adalah zat non-mutagen tetapi dapat menikkan reaksi karsinogen dan tidak
menimbulkan amplifikasi gen produksi copi multiple gen (Sukarha, 2000). Suatu sel yang
telah megalami insiasi akan menjadi maligna. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak
akan terpenngaruhi oleh promosi. Oleh karena itu, diperlukan beberapa faktor untuk terj
adinya suatu keganasan (gabungan dari sel yang akan peka dan suatu karsinogen).
Pada tahap progresif terjadi aktivitas, mutasi, atau hilangnya gen.pada progresif ini
timbul perubahan benigna menjadi pre-maligna dan maligna. Kanker payudara menginvasi
secara lokal dan menyebar pertama kali melalui kelenjer getah bening regional, aliran
darah, atau keduanya. Kanker payudara yang bermetastasis dapat mengenai seluruh organ
tubuh, terutama paru-paru, hepar, tulang, otak dan kulit (Weiss.M 2010).
Metastasis kanker payudara biasanya muncul bertahun-tahun atau beberapa dekade
setelah diagnosis pertama dan terapi (Swart R, DAN Harris JE, 2011).

E. Tanda dan gejala


Gejala- gejala kanker payudara yang tidak di sadari dan tidak di rasakan pada
stadium dini menyebabkan bayak penderita yang berobat dalam kondisi stadium lanjut. Hal
tersebut akan mempersulit penyembuhan dan semakin kecil peluang untuk di sembuhkan.
Bila kanker payudara dapat di ketahui secara dini maka akan lebih mudah dilakukan
pengobatan (Ramli M, 2013)
Gejala yang timbul data penyakit memasuki stadium lanjut semakin bayak , seperti:
1. Timbul benjolan pada payudara yang dapat di raba dengan tangan, makin lama
benjolan makin keras dan bentuknya tidak beraturan.
2. Saat benjolan mulai membesar,barulah mulai terasa nyeri saat ditekan, karena
terbentuk penebalan pada kulit payudara.
3. Bentuk, ukuran, berat salah satu payudara berubah bentuk karena terjadi
pembengkakan.
4. Pembesaran kelenjar getah bening di ketiak atau timbul benjolan kecil di bawah ketiak.
5. Bentuk atau arah puting berubah, misalnya puting susu tertarik ke dalam yang tadinya
berwarna merah muda berubah menjadi kecoklatan.
6. Keluar darah, nanah, atau cairan encer dari puting susu pada wanita yang tidak
sedang hamil.
7. Luka pada payudara tidak sudah lama dan tidak sembuh walau sudah diobati.
8. Kulit payudara seperti mengerut kulit jeruk (peuau d’orange) akibat dari neoplasma
menyekat drainase limfatik sehingga terjadi edema dan piting kuli.

F. Stadium Kanker Payudara


Pembagian stadium menurut Portman yang disesuaikan aplikasi klinik yaitu :
1. Stadium I
Tumor teraba dalam payudara, bebas dari stadium jaringan sekitarnya, tidak ada
fixasi/ infiltrasi ke kulit dan jaringan yang di bawahnya (otot). Besar tumor 1-2 cm dan
tidak dapat terdeteksi dari luar. Kelenjer getah bening regional belum teraba.
Perawatan yang sangat sistematis diberikan tujuannya agar sel kanker tidak dapat
menyebar dan tidak berlanjut pada stadium selanjutnya. Pada stadium ini,
kemungkinan penyembuhan pada penderita adalah 70%.
2. Stadium II
Tumor terbebas dalam payudara, besar tumor 2,5-5 cm, sudah ada atau beberapa
kelenjer getah bening axila yang masih bebas dengan diameter kurang dari 2 cm.
Untuk mengangkat sel-sel kanker biasanya dilakukan operasi dan setelah operasi
dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang
tertinggal. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh penderita adalah 30-40%.
3. Staium III A
Tumor sudah meluas pada payudara, besar tumor 5-10 cm, tapi masih bebas di
jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening axila masih bebas satu sama lain. Menurut
data Depkes, 87% kanker payudara ditemukan pada stadium ini.
4. Stadium III B
Tumor melekat pada kulit atau dinding dada, kulit merah, ada edema (lebih dari
sepertiga permukaan kulit payudara) ulserasi, kelenjar getah bening axila melekat satu
sama lain atau ke jaringan sekitarnya dengan diameter 2-5 cm. Kanker sudah
menyebar pada seluruh bagian payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada, tulang
rusuk dan otot dada.
5. Stadium IV
Tumor seperti pada stadium I,II,III tapi sudah disertai dengan kelenjar getah
bening axila supra-klafikula dan metastasis jauh. Sel-sel kanker sudah merembet
menyerang bagian tubuh lainnya, biasanya tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, kelenjar
limfa yang ada di batang leher. Tindakan yang harus dilakukan adalah mengangkat
payudara. Tujuan pengobatan pada palliative bukan lagi kuratif(menyembuhkan).

G. Penatalaksanaan Medis
Adanya beberapa cara pengobatan kanker payudara yang penerapannya
tergantung pada stadium klinik payudara. Pengobatan kanker payudara biasanya
meliputi pembedahan/ operasi, radioterapi/ penyinaran, kemoterapi, dan terapi
hormonal. Penatalaksanaan medis biasanya tidak dalam bentuk tunggal, tetapi dalam
beberapa kombinasi.
a. Pembedahan/operasi
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat sebagian atau seluruh payudara yang
terserang kanker payudara. Pembedahan paling utama dilakukan pada kanker
payudara stadium I dan II. Pembedahan dapat bersifat kuratif (menyembuhkan)
maupun paliatif (menghilangkan gejala-gejala penyakit).
Tindakan pembedahan atau operasi kanker payudara dapat dilakukan dengan 3
cars yaitu:
1). Masektomi radikal (lumpektomi), yaitu operasi pengangkatan
sebagian dari payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian
pemberian terapi. Biasanya lumpektomi direkomendasikan pada
penderita yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir
payudara.
2). Masektomi total (masetomi), yaitu operasi pengangkatan seluruh
payudara saja, tetapi bukan kelenjer di ketiak.
3). Modified Mastektomi radikal, yaitu operasi pengangkatan seluruh
payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang
iga, serta benjolan disekitar ketiak.

2. Radioterapi
Radiologi yaitu proses penyinaraan pada daerah yang terkena kanker dengan
menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih
terisisa di payudara setelah payudara.tindakan ini mempunyai efek kurang baik seperti tubuh
menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit disekitar payudara menjadi hitam, serta Hb
dan leukosit cendrung menurun sebagai akibat dari radiasi. Pengobatan ini biasanya diberikan
bersamaan dengan lumpektomi atau masektomi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair
atau kapsul atau melalui infuse yang bertujuan membunuh sel kanker. Sistem ini diharapkan
mencapai target pada pengobatan kanker yang kemungkinan telah menyebar ke bagian tubuh
lainnya. Dampak dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut
rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.
4. Terapi hormonal
Pertumbuhan kanker payudara bergantung pada suplai hormone estrogen, oleh karena
itu tindakan mengurangi pembentukan hormone dapat menghambat laju perkembangan sel
kanker, terapi hormonal disebut juga dengan therapi anti estrogen karena system kerjanya
menghambat atau menghentikan kemampuan hormone estrogen yang ada dalam menstimulus
perkembangan kanker pada payudara

H. Pencegahan Kanker Payudara


Pencegahan kanker payudara adalah pencegahan yang bertujuan menurunkan
insidens kanker payudara dan secara tidak langsung akan menurun angka kematian
akibat kanker payudara.

1. Pencegahan Primodial
Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan yang ditujukan kepada orang
sehat yang memiliki faktor resiko. Upaya yang dimaksudkan dengan
menciptakan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan kanker payudara
tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko
lainnya. Pencegahan primodial dilakukan melalui promosi kesehatan yang
ditunjukan pada orang sehat melalui upaya pola hidup sehat.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer pada kanker payudara dilakukan pada orang sehat yang
sudah memiliki faktor resiko untuk terkena kanker payudara. Pencegahan primer
dilakukan melalui upaya menghindari diri dari keterpaparan berbagai faktor
resiko dan melaksanakan pola hidup sehat. Konsep dasar dari pencegahan primer
adalah menurunkan insiden kanker payudara yang dapat dilakukan dengan:
a. Mengurangi makanan yang mengandung lemak tinggi.
b. Memperbanyak aktivitas fisik dengan berolahraga.
c. Menghindari terlalu banyak terkena sinar X atau jenis radiasi lainnya.
d. Mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak serat.Serat akan
menyerap zat-zat yang bersifat karsinigen dan lemak, yang kemudian
membawanya keluar melalui feces.
e. Mengkonsumsi produk kedelai serta produk olahan seperti tahu atau tempe.
Kedelai mengandung flonoid yang berguna untuk mencegah kanker dan
genestein yang berfungsi sebagai ektrogen nabati (fitoestrogen). Ektrogen
nabati ini akan menempel pada reseptor estrogen sel-sel epitel saluran
kelenjer susu, sehingga akan menghalangi estrogen asli untuk menempel
pada saluran susu yang akan merangsang tumbuhnya sel kanker.
Memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, terutama
yang mengandung vitamin C, zat antioksidan dan fitokimia, seperti jeruk,
wortel, tomat, labu, pepaya, mangga, brokoli, lobak, kangkung, kacang-
kacangan dan biji-bijian.Hampir setiap kanker payudara ditemukan
pertama kali oleh penderita sendiri dari pada oleh dokter. Karena itu,
wankita hares mewaspadai setiap [perubahan yang terjadi pada payudara.
Untuk mengetahui perubahan-perubahantersebut dilakukan pemeriksaan
sederhana yang disebut pemeriksaan payudar sendiri (SADARI).
Kanker Endometrium

A. Definisi

Kanker endometrium adalah kanker yang terjadi pada organ endometrium atau
pada dinding rahim. Endometrium adalah organ rahim yang berbentuk seperti
buah pir sebagai tempat tertanam dan berkembangnya janin. kanker
endometrium kadang-kadang disebut kanker rahim, tetapi ada sel-sel lain
dalam rahim yang bisa menjadi kanker seperti otot atau sel miometrium.
kanker endometrium sering terdeteksi pada tahap awal karena sering
menghasilkan pendarahan vagina di antara periode menstruasi atau setelah
menopause (Whoellan 2009)

B. Klasifikasi (Pada tahun 1988 FIGO menetapkan kriteria stadium surgikal)


Saat ini, stadium kanker endometrium ditetapkan berdasarkan surgical staging,
menurut The International Federation of Gynecology and Obstetrics(FIGO)

1988 :
Tingkat Kriteria

0 Karsinoma In Situ, lesiparaneoplastik seperti hyperplasia

adenomatosa endometrium atau hyperplasia endometrium atipik

I Proses masih terbatas pada korpus uteri

IA Tumor terbatas pada endometrium (miometrium intak)

IB Invasi miometrium minimal, kurang dari separuh miometrium

IC Invasi miometrium lebih dari separuh tebal miometrium

II Proses sudah meluas ke servik, tapi tidak meluas ke atas uterus

IIA Keterlibatan kelenjar endoserviks

IIB Sudah melibatkan stroma serviks

III Proses sudah keluar uterus,tapi masih berada dalam panggul kecil

IIIA Invasi cairan serosa uterus, adneksa, atau hasil positif pada sitologi

cairan peritoneum

IIIB Invasi ke vagina


IIIC Metastasis ke kelenjar getah bening pelvis dan/atau paraaorta

IV
Proses sudah keluar dari panggul kecil

IV
A Invasi ke kandung kemih dan/atau rectum

IVB Metastasis jauh, termasuk ke organ visera atau KGB inguinal

1. Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab kanker endometrium,
tetapi beberapa penelitiian menunjukkan bahwa rangsangan estrogen yang
berlebihan dan terus menerus bisa menyebabkan kanker endometrium. Berikut
ini beberapa faktor resiko yang bisa meningkatkan munculnya kanker
endometrium :

· Obesitas atau kegemukan.

Pada wanita obesitas dan usia tua terjadi peningkatan reaksi konversi
androstenedion menjadi estron. Pada obesitas konversi ini ditemukan
sebanyak 25-20 kali. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada kanker
endometrium sebanyak 2 sampai 20 kali. Wanita dengan berat badan 10-25
Kg diatas berat badan normal menpunyai resiko 3 kali lipat dibanding
dengan wanita dengan berat badan normal. Bila berat badan lebih dari 25
Kg diatas berat badan normal maka resiko menjadi 9 kali lipat.

· Haid pertama (menarche).


Wanita mempunyai riwayat menars sebelum usia 12 tahun mempunyai
resiko 1,6 kali lebih tinggi daripada wanita yang mempunyai riwayat
menars setelah usia lenih dari 12 tahun. Menstruation span merupakan
metode numerik untuk menentukan faktor resiko dengan usia saat
menarche, usia menopause dari jumlah paritas. Menstruasion span (MS) =
usia menars – (jumlah paritas x1,5). Bila MS 39 maka resiko terkena kanker
endometrium sebanyak 4,2 kali dibanding MS < 29.

· Tidak pernah melahirkan.


Memiliki resiko terkena kanker endometrium lebih tinggi baik sudah
menikah atau belum dibanding wanita yang pernah melahirkan. Penelitian
menunjukkan bahwa 25% penderita kanker endometrium tidak pernah
melahirkan anak (nulipara). Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa
faktor ketidaksuburan(infertilitas) lebih berperan daripada jumlah
melahirkan (paritas).

· Penggunaan estrogen.
Estrogen sering digunakan sebagai terapi sulih hormon. Peningkatan
penggunaan hormon ini diikuti dengan meningkatnya resiko kanker
endometrium.

· Hiperplasia endometrium.
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebihan dari jaringan
selaput lendir rahim disertai peningkatan vaskularisasi akibat rangsangan
estrogen yang berlebihan dan terus menerus. Disebut neoplasia
endometrium intraepitel jika hiperplasia endometrium disertai sel-sel
atipikal dan meningkatkan resiko menjadi kanker endometrium sebesar
23%.

· Diabetes mellitus (DM).


Diabetes melitus dan tes toleransi glukosa (TTG) abnorml merupakan faktor
resiko keganasan endometrium. Angka kejadian diabetes melitus klinis pada
penderita karsinoma endometrium berkisar antara 3-17%, sedangkan angka
kejadian TTG yang abnormal berkisar antara 17-64%.

· Hipertensi.
50% dari kasus endometrium menderita hipertensi dibandingkan dengan 1/3
populasi kontrol yang menderita penyakit tersebut, kejadian hipertensi pada
keganasan endometrium menurut statistik lebih tinggi secara bermakna
daripada populasi kontrol.

· Faktor lingkungan dan diet.


Faktor lingkungan dan menu makanan juga mempengaruhi angka kejadian
keganasan endometrium lenih tinggi daripada di ngara-negara yang sedang
berkembang. Kejadian keganasan endometrium di Amerika Utara dan Eropa
lebih tinggi daripada angka kejadian keganasan di Asia, Afrika dan Amerika
latin. Agaknya perbedaan mil disebabkan perbedaan menu dan jenis makan
sehari-hari dan juga terbukti dengan adanya perbedaan yang menyolok dari
keganasan endometrium pada golongan kaya dan golongan miskin. Keadaan
ini tampak pada orang-orang negro yang pindah dari daerah rural ke
Amerika Utara. Hal yang sama juga terjadi pada orang-orang Asia yang
pindah ke negara industri dan merubah menu makanannya dengan cara barat
seperti misalnya di Manila dan Jepang, angka kejadian keganasan
endometrium lebih tinggi daripada di negara-negara Asia lainnya

· Riwayat keluarga.
Ada kemungkinan terkena kanker endometrium, jika terdapat anggota
keluarga yang terkena kanker ini, meskipun prosentasenya sangat kecil.

· Tumor memproduksi estrogen.


Adanya tumor yang memproduksi estrogen, misalnya tumor sel granulosa,
akan meningkatkan angka kejadian kanker endometrium.

D. Manifestasi Klinis

Keluhan utama yang dirasakan pasien kanker endometrium adalah


perdarahan pasca menopause bagi pasien yang telah menopause dan
perdarahan intermenstruasi bagi pasien yang belum menopause. Keluhan
keputihan merupakan keluhan yang paling banyak menyertai keluhan utama.
Gejalanya bisa berupa:

Perdarahan rahim yang abnormal


Siklus menstruasi yang abnormal
Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih
mengalami menstruasi)
Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pasca menopause

Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang berusia
diatas 40 tahun)
Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause)
Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
Nyeri ketika melakukan hubungan seksual (Isdaryanto:
2010). E. Komplikasi
Anemia disebabkan oleh sifat fagosit sel tumor atau adanya perdarahan.
Obstruksi khusus disebabkan pembesaran sel-sel tumor yang dapat
menekan usus.
Depresi sum-sum tulang disebabkan faktor penghasil sel darah merah dari
sum-sum tulang sebagai sistem imun. Sel darah merah berusaha untuk
menghancurkan sel-sel tumor sehingga kerja sel-sel tumor optimal.
Perdarahan disebabkan pembesaran tumor pada ovarium yang dapat
menyebabkan ruptur
F. Patofisiologi

Kanker endometrium adalah kanker yang terbentuk di dalam


endometrium yang merupakan lapisan dalam halus rahim atau rahim. Rahim
terletak di daerah panggul dan menyerupai bentuk sebuah pepaya atau buah
pir. 90% dari semua kanker rahim yang terbentuk di endometrium. Profesional
medis tidak tahu persis apa yang menyebabkan kanker endometrium, tetapi
telah dikaitkan dengan estrogen terlalu banyak, yang merupakan hormon
wanita. Ini adalah ovarium yang memproduksi estrogen, tetapi mereka juga
memproduksi hormon lain yang disebut progesteron yang membantu untuk
menyeimbangkan estrogen. Kedua hormon harus seimbang, tetapi jika terlalu
banyak estrogen yang diproduksi akan menyebabkan endometrium tumbuh,
sehingga meningkatkan risiko kanker endometrium. Ada faktor lain yang
meningkatkan kadar estrogen dan salah satunya adalah obesitas. Jaringan
lemak dalam tubuh juga memproduksi hormon estrogen. Pola makan dengan
asupan tinggi lemak hewani, termasuk daging, susu, dan unggas, bersama
dengan makanan olahan dan gula halus adalah nomor satu penyebab obesitas.
Makanan ini harus dihindari terutama oleh mereka yang beresiko. Mereka yang
berisiko adalah wanita yang telah melalui menopause, tidak punya anak,
menderita diabetes, memiliki kanker payudara, atau sering mengkonsumsi
makanan dengan lemak tinggi.

Tanda pertama kanker endometrium adalah perdarahan atau bercak.


Pendarahan atau bercak mungkin tidak selalu hasil dari kanker, tetapi ide yang
baik untuk segera memeriksakan ke dokter agar diperiksa lebih detail lagi.
Gejala lain dari kanker endometrium adalah penurunan berat badan, kelelahan,
nyeri panggul, kesulitan buang air kecil dan nyeri selama hubungan seksual.
Kanker ini terutama mempengaruhi wanita yang telah melewati menopause.
Mayoritas kasus pada perempuan berusia 55-70 tahun (Corwin: 1999).
G. Pathway
5. Pemeriksaan Penunjang
Pap Smear
adalah metode skrining ginekologi, dicetuskan oleh Georgias
Papanikolaou, untuk mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh
human papilomavirus. Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya di
periksa dengan mikroskop (PA). Cara untuk mendapatkan sampel adalah
dengan aspirasi sitologi dan biopsy hisap (suction biopsy) menggunakan
suatu kanul khusus. Alat yang digunakan adalah novak, serrated novak,
kovorkian, explora (mylex), pipelly (uniman), probet (Hidayat: 2009).

Dilatasi dan Kuretase (D&C)


Caranya yaitu leher rahim dilebarkan dengan dilatator kemudian
hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalu di cek di lab Patologi.
Memasukkan kamera (endoskopi) kedalam rahim lewat vagina. Dilakukan
juga pengambilan sampel untuk di cek di lab Patologi (Hidayat: 2009).

Biopsi endometrium
Endometrial biopsi, teknik pengambilan dan pemeriksaan sampel sel
jaringan rahim yang bertujuan menemukan kanker endometrial dan hanya
dilakukan pada pasien yang beresiko tinggi (Hidayat: 2009).

Pelvic exam, dokter memeriksa daerah sepanjang kandungan apakah


terdapat lesi, benjolan, atau mengetahui daerah mana yang terasa sakit jika
diraba. Untuk daerah kandungan bagian atas dokter menggunakan alat
speculum. Teknik pemeriksaan ini sebenarnya harus rutin dilakukan oleh
wanita untuk mengetahui kondisi vaginanya (Hidayat: 2009).

6. Penatalaksaan Medis
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan
pilihan terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi,
sedangkan staging surgical yang meliputi histerektomi simple dan pengambilan
contoh kelenjar getah bening para-aorta adalah penatalaksanaan umum
adenokarsinoma endometrium.

· Pembedahan

Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan


rahim). Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi
bilateral) karena sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker
dorman (tidak aktif) yang mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang
oleh estrogen yang dihasilkan oleh ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di
dalam kelenjar getah bening di sekitar tumor, maka kelenjar getah bening
tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah ditemukan di dalam kelenjar getah
bening, maka kemungkinan kanker telah menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Jika sel kanker belum menyebar ke luar endometrium (lapisan rahim), maka
penderita tidak perlu menjalani pengobatan lainnya.

2. Radioterapi

Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh


sel-sel kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang
sel-sel kanker di daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan
terapi penyinaran dan pembedahan. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada
pasien kanker endometrium menurun 20-30% dibanding dengan pasien dengan
operasi dan penyinaran. Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan
(untuk memperkecil ukuran tumor) atau setelah pembedahan (untuk
membunuh sel-sel kanker yang tersisa). Stadium I dan II secara medis hanya
diberi terapi penyinaran. Pada pasien dengan risiko rendah (stadium IA grade 1
atau 2) tidak memerlukan radiasi adjuvan pasca operasi.
3. Kemoterapi
Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi
merupakan terapi sistemik yang menyebar keseluruh tubuh dan mencapai
sel kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain.

Tujuan Kemoterapi

Membunuh sel-sel kanker.


Menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
Meningkatkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun.

4. Kanker Ovarium

1. Pengertian

Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium
(indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun.
Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem
getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru
Kanker ovarium adalah salah satu kanker ginekologi yang paling sering dan

penyebab kematian kelima akibat kanker pada perempuan. (Price, 2005;1297)

Kanker ovarium memiliki 5 stadium yaitu :

(Smeltzer, 2001;1570)

· Stadium I : Pertumbuhan kanker terbatas pada ovarium

· Stadium II : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan


perluasan pelvis
· Stadium III : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan
metastasis diluar pelvis atau nodus inguinal atau retroperitoneal positif

· Stadium IV : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua sisi ovarium dengan


metastasis jauh

2. Epidemiologi

Penyakit kanker ovarium mempunyai kejadian sekitar 13,8 wanita per


100.000 sekitar 75 % dari kasus dideteksi pada tahap lanjut.Sebagian kasus
kanker ovarium mengenai wanita antara usia 50-59 tahun. insiden tertingginya
adalah di Negara-negara industri, kecuali jepang dan insidennya rendah.
(Smeltzer, 2001;1569)

3. Etiologi

Penyebab pasti kanker ovarium tidak diketahui namun multifaktorial.


Risiko berkembangnya kanker ovarium berkaitan dengan lingkungan, endokrin
dan faktor genetik (Price, 2005;1297).
· Faktor lingkungan

Kebiasaan makan, kopi dan merokok, adanya asbestos dalam


lingkungan, dan penggunaan bedak talek pada daerah vagina, semua itu
dianggap mungkin menyebabkan kanker.

· Faktor endokrin

Faktor risiko endokrin untuk kanker ovarium adalah perempuan yang


nulipara, menarke dini, menopause yang lambat, kehamilan pertama yang
lambat, dan tidak pernah menyusui. Penggunaan kontrasepsi oral tidak
meningkatkan resiko dan mungkin dapat mencegah. Terapi pengganti
astrogen (ERT) pascamenopause untuk 10 tahun atau lebih berkaitan
dengan peningkatan kematian akibat kanker ovarium

· Faktor genetik

Kanker ovarium herediter yang dominan autosomal dengan variasi


penetrasi telah ditunjukkan dalam keluarga yang terdapat penderita kanker
ovarium. Bila terdapat dua atau lebih hubungan tingkat pertama yang
menderita kanker ovarium, seorang perempuan memiliki 50% kesempatan
untuk menderita kanker ovarium.

4. Patofisologi

Kanker ovarium bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang


berdekatan dengan abdomen dan pelvis dan sel-sel yang menempatkan diri pada
rongga abdomen dan pelvis. Sel-sel ini mengikuti sirkulasi alami cairan
peritoneal sehingga implantasi dan pertumbuhan keganasan selanjutnya dapat
timbul pada semua permukaan intraperitoneal. Limfatik yang disalurkan ke
ovarium juga merupakan jalur untuk penyebaran sel-sel ganas. Semua kelenjar
pada pelvis dan kavum abdominal pada akhirnya akan terkena. Penyebaran awal
kanker ovarium dengan jalur intraperitoneal dan limfatik muncul tanpa gejala
atau spesifik. Gejala tidak pasti yang akan muncul seiring dengan waktu adalah
perasaan berat pada pelvis, sering berkemih dan disuria, dan perubahan fungsi
gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual, tidak enak pada perut, cepat kenyang
dan konstipasi. Pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal
vagina sekunder akibat hiperplasia endometrium bila tumor menghasilkan
estrogen; beberapa tumor menghasilkan testosteron dan menyebabkan virilisasi.
Gejala-gejala keadaan akut pada abdomen dapat timbul mendadak bila terdapat
perdarahan dalam tumor,ruptur, atau torsi ovarium. Namun, tumor ovarium
paling sering terdeteksi selama pemeriksaan pelvis rutin. Pathway (pohon
masalah terlampir)

7. Klasifikasi

Lebih dari 30 neoplasma ovarium telah diidentifikasi. Tumor ovarium

dikelompokkan dalam 3 kategori besar ( Price, 2005;1297) yaitu :

(Price, 2005;1297)

· Tumor-tumor epitel

Tumor-tumor epitel menyebabkan 60% dari semua neoplasma ovarium


dan diklasifikasikan sebagai neoplasma jinak, perbatasan ganas dan ganas

· Tumor stroma gonad

· Tumor-tumor sel germinal

Terdapat tiga ketegori utama tumor sel germinal yaiyu : tumor jinak
(kista dermoid), tumor ganas (bagian dari kista dermoid), tumor sel
germinal primitive ganas (sel embrionik dan ekstraembrionik)

Dua pertiga persen kanker ovarium adalah tumor sel germinal primitive
ganas. Penting untuk mendiagnosis jenis tumor dengan tepat.
6. Gejala klinis

Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan pada pasien dengan kanker

ovarium adalah sebagai berikut :

· Haid tidak teratur

· Darah menstruasi yang banyak (menoragia) dengan nyeri tekan pada


payudara

· Menopause dini

· Dispepsia
· Tekanan pada pelvis

· Sering berkemih dan disuria

· Perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual, tidak enak


pada perut, cepat kenyang dan konstipasi.

· Pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina

skunder akibat hyperplasia endometrium bila tumor menghasilkan


estrogen

(Smeltzer, 2001;1570)

7. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium
adalah massa pada rongga pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan
fisik yang mampu membedakan tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun
secara umum dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik dengan permukaan
licin, unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor ganas akan
memberikan gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi dan sering bilateral.
Massa yang besar yang memenuhi rongga abdomen dan pelvis lebih
mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya asites dan
nodul pada cul-de-sac merupakan petunjuk adanya keganasan

8. Pemeriksaan penunjang

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang utama dalam menegakkan


diagnosis suatu tumor adneksa ganas atau jinak. Pada keganasan akan
memberikan gambaran dengan septa internal, padat, berpapil, dan dapat
ditemukan adanya asites . Walaupun ada pemeriksaan yang lebih canggih seperti
CT scan, MRI (magnetic resonance imaging), dan positron tomografi akan
memberikan gambaran yang lebih mengesankan, namun pada penelitian tidak
menunjukan tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik dari
ultrasonografi. Serum CA 125 saat ini merupakan petanda tumor yang paling
sering digunakan dalam penapisan kanker ovarium jenis epitel, walaupun sering
disertai keterbatasan. Perhatian telah pula diarahkan pada adanya petanda tumor
untuk jenis sel germinal, antara lain alpha-fetoprotein (AFP), lactic acid
dehidrogenase (LDH), human placental lactogen (hPL), plasental-like alkaline
phosphatase (PLAP) dan human chorionic gonadotrophin(hCG).

9. Diagnosis/kriteria diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat, pemeriksaan fisik

ginekologi, serta pemeriksaan penunjang

· Riwayat

Kanker ovarium pada stadium dini tidak memberikan keluhan.


Keluhan yang timbul berhubungan dengan peningkatan massa tumor,
penyebaran tumor pada permukaan serosa dari kolon dan asites. Rasa tidak
nyaman dan rasa penuh diperut, serta cepat merasa kenyang sering
berhubungan dengan kanker ovarium. Gejala lain yang sering timbul adalah
mudah lelah, perut membuncit, sering kencing dan nafas pendek akibat efusi
pleura dan asites yang masif.

Dalam melakukan anamnesis pada kasus tumor adneksa perlu


diperhatikan umur penderita dan faktor risiko terjadinya kanker ovarium.
Pada bayi yang baru lahir dapat ditemukan adanya kista fungsional yang
kecil (kurang dari 1-2 cm) akibat pengaruh dari hormon ibu. Kista ini
mestinya menghilang setelah bayi berumur beberapa bulan. Apabila menetap
akan terjadi peningkatan insiden tumor sel germinal ovarium dengan jenis
yang tersering adalah kista dermoid dan disgerminoma. Dengan
meningkatnya usia kemungkinan keganasan akan meningkat pula. Secara
umum akan terjadi peningkatan risiko keganasan mencapai 13% pada
premenopause dan 45% setelah menopause. Keganasan yang terjadi bisa
bersifat primer dan bisa berupa metastasis dari uterus, payudara, dan traktus
gastrointestinal.

· Pemeriksaan fisik ginekologi

Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu dalam


memperkirakan ukuran, lokasi, konsistensi dan mobilitas dari massa tumor.
Pada pemeriksaan rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan bagian
posterior, ligamentum sakrouterina, parametrium, kavum Dauglas dan
rektum. Adanya nodul di payudara perlu mendapat perhatian, mengingat
tidak jarang ovarium merupakan tempat metastasis dari karsinoma payudara.

Hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium adalah massa pada
rongga pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu
membedakan tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun secara umum
dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik dengan permukaan licin,
unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor ganas akan memberikan
gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi dan sering bilateral. Massa
yang besar yang memenuhi rongga abdomen dan pelvis lebih mencerminkan
tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya asites dan nodul pada cul-
de-sac merupakan petunjuk adanya keganasan.

· Pemeriksaan penunjang

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang utama dalam


menegakkan diagnosis suatu tumor adneksa ganas atau jinak. Pada keganasan
akan memberikan gambaran dengan septa internal, padat, berpapil, dan dapat
ditemukan adanya asites . Walaupun ada pemeriksaan yang lebih canggih
seperti CT scan, MRI (magnetic resonance imaging), dan positron tomografi
akan memberikan gambaran yang lebih mengesankan, namun pada penelitian
tidak menunjukan tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik dari
ultrasonografi. Serum CA 125 saat ini merupakan petanda tumor yang paling
sering digunakan dalam penapisan kanker ovarium jenis epitel, walaupun
sering disertai keterbatasan. Perhatian telah pula diarahkan pada adanya
petanda tumor untuk jenis sel germinal, antara lain alpha-fetoprotein (AFP),
lactic acid dehidrogenase (LDH), human placental lactogen (hPL),
plasental-like alkaline phosphatase (PLAP) dan human chorionic
gonadotrophin(hCG).
10. Kemungkinan komplikasi

· Torsi

· Rupture kista

· Perdarahan

· Keganasan

11. Penatalaksanaan

Adapun tindakan yang dilakukan pada penanganan kanker ovarium antara

lain :

(Smeltzer, 2001;1570)

· Pentahapan/pengklasifikasian tumor merupakan aktivitas penting yang


digunakan untuk mengarahkan pengobatan

· Intervensi bedah untuk kanker ovarium adalah histerektomi abdominal


total dengan pengangkatan tuba falopii dan ovarium serta omentum
(salpingo-oofarektomi bilateral dan omentektomi) adalah prosedur standar
unruk penyakit tahap dini

· Terapi radiasi dan implantasi fosfor 32 (32P) interperitoneal, isotop


radioaktif, dapat dilakukan setelah pembedahan

· Kemoterapi dengan preparat tunggal atau multiple tetapi biasanya


termasuk cisplantin, sikofosfamid, atau karboplatin juga digunakan
· Paklitaksel (Taxol) merupakan preparat yang berasal dari pohon cemara
pasifik, bekerja dengan menyebabkan mikrotubulus di dalam sel-sel untuk
berkumpul dan mencegah pemecahan struktur yang mirip benang ini.
Secara umum, sel-sel tidak dapat berfungsi ketika mereka terlilit dengan
mikrotubulus dan mereka tidak dapat membelah diri. Karena medikasi ini
sering menyebabkan leucopenia, pasien juga harus minum G-CSF (factor
granulosit koloni stimulating)

· Pengambilan cairan asites dengan parasintesis tidak dianjurkan

pada penderita dengan asites yang disertai massa pelvis, karena

dapat
menyebabkan pecahnya dinding kista akibat bagian yang diduga asites
ternyata kista yang memenuhi rongga perut. Pengeluaran cairan asites
hanya dibenarkan apabila penderita mengeluh sesak akibat desakan
pada diafragma.

Anda mungkin juga menyukai