PENDAHULUAN
1. Kanker serviks
A. Definisi
Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam setiap
bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang dengan
mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-
columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar
junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)
Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I)
B. Epidemiologi / Insiden Kasus
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh
wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500
ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita
yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal
akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang.
Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.
Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia,
kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.Setiap hari di Indonesia ada 40
orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Kanker serviks
merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan
penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya
pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks
dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang
kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih
rendah. (sumber : http://healthycaus.blogspot.com)
C. Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma
Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan
skuamokolumner serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks
ialah perilaku seksual berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-
lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik.
Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian
para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun
mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena
kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau
lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya
kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke
anaknya.
4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping
merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren yang
dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator
terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.
5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan
risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol
(vitamin A).
6. Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi,
perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
7. Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya
immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
8. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai biaya
untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi dini
tidak dapat dilakukan.
D. Patofisiologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi
antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar
ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis
serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan
infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan
awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-
mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui
tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.
Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya
fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan epitel displastik
serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan
pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik
sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya
adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah
sarcoma.
h. Kriteria diagnosis
Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :
1. Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
2. Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel
endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan sitologi setelah
dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.
3. Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan, sedang,
sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Dilakukan
penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya.
4. Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan mikroskopik. Harus
dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di rumah sakit
rujukan dengan seorang ahli onkologi.
F. Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,
tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:
histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium
kanker serviks :
STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi
G. Komplikasi
1. Pendarahan
2. Kematian janin
3. Infertil
4. Obstruksi ureter
5. Hidronefrosis
6. Gagal ginjal
7. Pembentukan fistula
8. Anemia
9. Infeksi sistemik
10. Trombositopenia
H. Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi
karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas
dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan
rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%.
Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari
New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi
dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk
skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah
suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun
1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini
mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau
menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-
wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini.
50% kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah
melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan
pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai
salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di
antaranya :
1. Skrining Awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21
tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak
dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan
seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan
biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai
DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun
karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia
29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat
sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering
pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan
waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih
dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia
yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.
a. Prognosa
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien
yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus
diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan
radioterapi. Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian
kanker serviks, antara lain :
1. Usia penderita
2. Keadaan umum
3. Tingkat klinis keganasan
4. Ciri - ciri histologik sel kanker
5. Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
6. Sarana pengobatan yang tersedia
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5 Tahun
D. Patofisiologi
Bukti yang terus bermunculan menunjukkan bahwa adanya perubahan genetik
berkaitan dengan kanker payudara namun ap yang menyebabkan genetik masih belum
diketahui.Meskipun belum ada penyebab spesifik kanker payudara yang diketahui namun
bisa diindentifikasi melalui beberapa faktor resiko,faktor ini penting dalam membantu
mengembangkan program pencegahan.Hal yang selalu harus diingat adalah bahwa 60%
yang di diagnosa kanker payudara tidak mempunyai faktor resiko yang terindentifikas
kecuali lingkungan hormonal mereka.Di masa kehidupan,wanita dianggap beresiko untuk
mengalami kanker payudara,namun mengidentifikasi faktor resiko merupakan cara untuk
mengidentifikasi wanita yang mungkin diuntungkan dari kelangsungan hidup yang harus
meningkat dan pengobatan dini (Prince,A Sylvia.2006).
Kanker payudara berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada sistem
duktal, mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini
akan berlanjut menjadi karsinoma insitu dan menginvasi stroma. Karsinoma membutuhkan
waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar
untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira-kira seperempat dari
karsinoma mammae telah bermetastasis. Karsinoma mammae bermetastasis dengan
penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah
(Prince, Sylvia, Wilson Lorrairee M, 1995).
Tumor / neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan ciri:proliferasi
yang berlebihan dan tak berguna,yang tak mengikuti pengaruh jaringan
sekitarnya.Proliferasi abnormal sel kanker akan mengganggu fungsi jaringan normal
dengan meninfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar keorgan-
organ yang jauh.Didalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi terutama
dalam maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas diantara sel normal (Prince,A
Sylvia.2006).
Transformasi sel-sel kanker dibentik dari sel-sel normal dalam suatu proses rumut
yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi, promosi dan progresi. Pada
tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam genetiksel yang memancing selmenjadi
maligna.perubahan dalam denetic sel ini disebabakan oleh suatu gen yang disebut dengan
karsinogen,yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi atau penyinaran dan sinar
matahari. Tetapi, tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen
harus merupakan mutagen yang dapat menimbulkan mutasi pada gen (Sukarja,2000).
Apabila ditemukan suatu kesalahan maka basa-basa DNA yang terlihat akan
dipotong dan diperbaiki. Namun, kadang terjadi transkripsi dan tidak terdeteksi oleh
enzim-enzim pengoreksi. Pada keadaan tersebut akan timbul satu atau lebih protein
regulator yang akan mengenali kesalahan resebut dan menghentikan sel dititik tersebut dari
proses pembelahan.pada titik ini, kesalahan DNA dapat diperbaiki,atau sel tersebut
deprogram untuk melakukan bunuh diri yang secara efektif menghambat pewarisan
kesalahan sel-sel keturunan jika sel tersebut kembali lobs, maka sel tersebut akan menjadi
mutasi permanen dan bertahan di semua keturunan dan masuk ketahap irreversible (Cerwin
,2000).
Pada tahap promosi kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut
promoter, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik
menahun pun dapat membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.
Promotor adalah zat non-mutagen tetapi dapat menikkan reaksi karsinogen dan tidak
menimbulkan amplifikasi gen produksi copi multiple gen (Sukarha, 2000). Suatu sel yang
telah megalami insiasi akan menjadi maligna. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak
akan terpenngaruhi oleh promosi. Oleh karena itu, diperlukan beberapa faktor untuk terj
adinya suatu keganasan (gabungan dari sel yang akan peka dan suatu karsinogen).
Pada tahap progresif terjadi aktivitas, mutasi, atau hilangnya gen.pada progresif ini
timbul perubahan benigna menjadi pre-maligna dan maligna. Kanker payudara menginvasi
secara lokal dan menyebar pertama kali melalui kelenjer getah bening regional, aliran
darah, atau keduanya. Kanker payudara yang bermetastasis dapat mengenai seluruh organ
tubuh, terutama paru-paru, hepar, tulang, otak dan kulit (Weiss.M 2010).
Metastasis kanker payudara biasanya muncul bertahun-tahun atau beberapa dekade
setelah diagnosis pertama dan terapi (Swart R, DAN Harris JE, 2011).
G. Penatalaksanaan Medis
Adanya beberapa cara pengobatan kanker payudara yang penerapannya
tergantung pada stadium klinik payudara. Pengobatan kanker payudara biasanya
meliputi pembedahan/ operasi, radioterapi/ penyinaran, kemoterapi, dan terapi
hormonal. Penatalaksanaan medis biasanya tidak dalam bentuk tunggal, tetapi dalam
beberapa kombinasi.
a. Pembedahan/operasi
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat sebagian atau seluruh payudara yang
terserang kanker payudara. Pembedahan paling utama dilakukan pada kanker
payudara stadium I dan II. Pembedahan dapat bersifat kuratif (menyembuhkan)
maupun paliatif (menghilangkan gejala-gejala penyakit).
Tindakan pembedahan atau operasi kanker payudara dapat dilakukan dengan 3
cars yaitu:
1). Masektomi radikal (lumpektomi), yaitu operasi pengangkatan
sebagian dari payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian
pemberian terapi. Biasanya lumpektomi direkomendasikan pada
penderita yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir
payudara.
2). Masektomi total (masetomi), yaitu operasi pengangkatan seluruh
payudara saja, tetapi bukan kelenjer di ketiak.
3). Modified Mastektomi radikal, yaitu operasi pengangkatan seluruh
payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang
iga, serta benjolan disekitar ketiak.
2. Radioterapi
Radiologi yaitu proses penyinaraan pada daerah yang terkena kanker dengan
menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih
terisisa di payudara setelah payudara.tindakan ini mempunyai efek kurang baik seperti tubuh
menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit disekitar payudara menjadi hitam, serta Hb
dan leukosit cendrung menurun sebagai akibat dari radiasi. Pengobatan ini biasanya diberikan
bersamaan dengan lumpektomi atau masektomi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair
atau kapsul atau melalui infuse yang bertujuan membunuh sel kanker. Sistem ini diharapkan
mencapai target pada pengobatan kanker yang kemungkinan telah menyebar ke bagian tubuh
lainnya. Dampak dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut
rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.
4. Terapi hormonal
Pertumbuhan kanker payudara bergantung pada suplai hormone estrogen, oleh karena
itu tindakan mengurangi pembentukan hormone dapat menghambat laju perkembangan sel
kanker, terapi hormonal disebut juga dengan therapi anti estrogen karena system kerjanya
menghambat atau menghentikan kemampuan hormone estrogen yang ada dalam menstimulus
perkembangan kanker pada payudara
1. Pencegahan Primodial
Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan yang ditujukan kepada orang
sehat yang memiliki faktor resiko. Upaya yang dimaksudkan dengan
menciptakan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan kanker payudara
tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko
lainnya. Pencegahan primodial dilakukan melalui promosi kesehatan yang
ditunjukan pada orang sehat melalui upaya pola hidup sehat.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer pada kanker payudara dilakukan pada orang sehat yang
sudah memiliki faktor resiko untuk terkena kanker payudara. Pencegahan primer
dilakukan melalui upaya menghindari diri dari keterpaparan berbagai faktor
resiko dan melaksanakan pola hidup sehat. Konsep dasar dari pencegahan primer
adalah menurunkan insiden kanker payudara yang dapat dilakukan dengan:
a. Mengurangi makanan yang mengandung lemak tinggi.
b. Memperbanyak aktivitas fisik dengan berolahraga.
c. Menghindari terlalu banyak terkena sinar X atau jenis radiasi lainnya.
d. Mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak serat.Serat akan
menyerap zat-zat yang bersifat karsinigen dan lemak, yang kemudian
membawanya keluar melalui feces.
e. Mengkonsumsi produk kedelai serta produk olahan seperti tahu atau tempe.
Kedelai mengandung flonoid yang berguna untuk mencegah kanker dan
genestein yang berfungsi sebagai ektrogen nabati (fitoestrogen). Ektrogen
nabati ini akan menempel pada reseptor estrogen sel-sel epitel saluran
kelenjer susu, sehingga akan menghalangi estrogen asli untuk menempel
pada saluran susu yang akan merangsang tumbuhnya sel kanker.
Memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, terutama
yang mengandung vitamin C, zat antioksidan dan fitokimia, seperti jeruk,
wortel, tomat, labu, pepaya, mangga, brokoli, lobak, kangkung, kacang-
kacangan dan biji-bijian.Hampir setiap kanker payudara ditemukan
pertama kali oleh penderita sendiri dari pada oleh dokter. Karena itu,
wankita hares mewaspadai setiap [perubahan yang terjadi pada payudara.
Untuk mengetahui perubahan-perubahantersebut dilakukan pemeriksaan
sederhana yang disebut pemeriksaan payudar sendiri (SADARI).
Kanker Endometrium
A. Definisi
Kanker endometrium adalah kanker yang terjadi pada organ endometrium atau
pada dinding rahim. Endometrium adalah organ rahim yang berbentuk seperti
buah pir sebagai tempat tertanam dan berkembangnya janin. kanker
endometrium kadang-kadang disebut kanker rahim, tetapi ada sel-sel lain
dalam rahim yang bisa menjadi kanker seperti otot atau sel miometrium.
kanker endometrium sering terdeteksi pada tahap awal karena sering
menghasilkan pendarahan vagina di antara periode menstruasi atau setelah
menopause (Whoellan 2009)
1988 :
Tingkat Kriteria
III Proses sudah keluar uterus,tapi masih berada dalam panggul kecil
IIIA Invasi cairan serosa uterus, adneksa, atau hasil positif pada sitologi
cairan peritoneum
IV
Proses sudah keluar dari panggul kecil
IV
A Invasi ke kandung kemih dan/atau rectum
1. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab kanker endometrium,
tetapi beberapa penelitiian menunjukkan bahwa rangsangan estrogen yang
berlebihan dan terus menerus bisa menyebabkan kanker endometrium. Berikut
ini beberapa faktor resiko yang bisa meningkatkan munculnya kanker
endometrium :
Pada wanita obesitas dan usia tua terjadi peningkatan reaksi konversi
androstenedion menjadi estron. Pada obesitas konversi ini ditemukan
sebanyak 25-20 kali. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada kanker
endometrium sebanyak 2 sampai 20 kali. Wanita dengan berat badan 10-25
Kg diatas berat badan normal menpunyai resiko 3 kali lipat dibanding
dengan wanita dengan berat badan normal. Bila berat badan lebih dari 25
Kg diatas berat badan normal maka resiko menjadi 9 kali lipat.
· Penggunaan estrogen.
Estrogen sering digunakan sebagai terapi sulih hormon. Peningkatan
penggunaan hormon ini diikuti dengan meningkatnya resiko kanker
endometrium.
· Hiperplasia endometrium.
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebihan dari jaringan
selaput lendir rahim disertai peningkatan vaskularisasi akibat rangsangan
estrogen yang berlebihan dan terus menerus. Disebut neoplasia
endometrium intraepitel jika hiperplasia endometrium disertai sel-sel
atipikal dan meningkatkan resiko menjadi kanker endometrium sebesar
23%.
· Hipertensi.
50% dari kasus endometrium menderita hipertensi dibandingkan dengan 1/3
populasi kontrol yang menderita penyakit tersebut, kejadian hipertensi pada
keganasan endometrium menurut statistik lebih tinggi secara bermakna
daripada populasi kontrol.
· Riwayat keluarga.
Ada kemungkinan terkena kanker endometrium, jika terdapat anggota
keluarga yang terkena kanker ini, meskipun prosentasenya sangat kecil.
D. Manifestasi Klinis
Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang berusia
diatas 40 tahun)
Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause)
Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
Nyeri ketika melakukan hubungan seksual (Isdaryanto:
2010). E. Komplikasi
Anemia disebabkan oleh sifat fagosit sel tumor atau adanya perdarahan.
Obstruksi khusus disebabkan pembesaran sel-sel tumor yang dapat
menekan usus.
Depresi sum-sum tulang disebabkan faktor penghasil sel darah merah dari
sum-sum tulang sebagai sistem imun. Sel darah merah berusaha untuk
menghancurkan sel-sel tumor sehingga kerja sel-sel tumor optimal.
Perdarahan disebabkan pembesaran tumor pada ovarium yang dapat
menyebabkan ruptur
F. Patofisiologi
Biopsi endometrium
Endometrial biopsi, teknik pengambilan dan pemeriksaan sampel sel
jaringan rahim yang bertujuan menemukan kanker endometrial dan hanya
dilakukan pada pasien yang beresiko tinggi (Hidayat: 2009).
6. Penatalaksaan Medis
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan
pilihan terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi,
sedangkan staging surgical yang meliputi histerektomi simple dan pengambilan
contoh kelenjar getah bening para-aorta adalah penatalaksanaan umum
adenokarsinoma endometrium.
· Pembedahan
2. Radioterapi
Tujuan Kemoterapi
4. Kanker Ovarium
1. Pengertian
Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium
(indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun.
Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem
getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru
Kanker ovarium adalah salah satu kanker ginekologi yang paling sering dan
(Smeltzer, 2001;1570)
2. Epidemiologi
3. Etiologi
· Faktor endokrin
· Faktor genetik
4. Patofisologi
7. Klasifikasi
(Price, 2005;1297)
· Tumor-tumor epitel
Terdapat tiga ketegori utama tumor sel germinal yaiyu : tumor jinak
(kista dermoid), tumor ganas (bagian dari kista dermoid), tumor sel
germinal primitive ganas (sel embrionik dan ekstraembrionik)
Dua pertiga persen kanker ovarium adalah tumor sel germinal primitive
ganas. Penting untuk mendiagnosis jenis tumor dengan tepat.
6. Gejala klinis
Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan pada pasien dengan kanker
· Menopause dini
· Dispepsia
· Tekanan pada pelvis
(Smeltzer, 2001;1570)
7. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium
adalah massa pada rongga pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan
fisik yang mampu membedakan tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun
secara umum dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik dengan permukaan
licin, unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor ganas akan
memberikan gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi dan sering bilateral.
Massa yang besar yang memenuhi rongga abdomen dan pelvis lebih
mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya asites dan
nodul pada cul-de-sac merupakan petunjuk adanya keganasan
8. Pemeriksaan penunjang
9. Diagnosis/kriteria diagnosis
· Riwayat
Hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium adalah massa pada
rongga pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu
membedakan tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun secara umum
dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik dengan permukaan licin,
unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor ganas akan memberikan
gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi dan sering bilateral. Massa
yang besar yang memenuhi rongga abdomen dan pelvis lebih mencerminkan
tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya asites dan nodul pada cul-
de-sac merupakan petunjuk adanya keganasan.
· Pemeriksaan penunjang
· Torsi
· Rupture kista
· Perdarahan
· Keganasan
11. Penatalaksanaan
lain :
(Smeltzer, 2001;1570)
dapat
menyebabkan pecahnya dinding kista akibat bagian yang diduga asites
ternyata kista yang memenuhi rongga perut. Pengeluaran cairan asites
hanya dibenarkan apabila penderita mengeluh sesak akibat desakan
pada diafragma.