Anda di halaman 1dari 7

Keairan

PENENTUAN PRIORITAS KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN DAERAH


IRIGASI DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS
(AHP)
(185A)

Fauzia Mulyawati 1 , Ig. Sudarsono 1 dan Cecep Sopyan 2

1
Jurusan Teksik Sipil Universitas Langlangbuana, Jl. Karapitan 116 Bandung
Email : ocidfm@yahoo.com, ignazsd@gmail.com
2 Dinas PSDA Provinsi Jawabarat

ABSTRAK
Jawa Barat adalah Provinsi penghasil padi terbesar di Indonesia. Untuk dapat mempertahankannya
diperlukan suatu sistem pengelolaan irigasi yang baik, antara lain dengan melaksanakan operasi dan
pemeliharaan, yang harus ditunjang oleh pembiayaan. Upaya untuk mendapatkan pembiayaan
tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri PU No.32 /PRT/M/2007, tentang Pedoman Operasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi yaitu dengan menyusun Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan
Pemeliharaan (AKNOP) yaitu suatu nilai atau angka yang betul-betul nyata untuk operasi dan
pemeliharaan yang merupakan hasil penelusuran jaringan irigasi. AKNOP yang disusun dan
diusulkan ke Pihak Penentu Anggaran tidak dapat direalisasikan sepenuhnya, sehingga terjadi
pemangkasan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan dengan cara mengurut prioritas dan alokasi
biayanya akibatnya timbul ketidakadilan dalam memberikan biaya Operasi dan Pemeliharaan
jaringan irigasi pada suatu Daerah Irigasi. Atas dasar tersebut di atas, maka digunakan suatu metode
untuk dapat mengatasi hal tersebut. Metode ini menggunakan metode Analyctic Hierarcy Process
(AHP). Dalam metode ini dilakukan tahapan tahapan sebagai berikut : Menentukan kriteria-kriteria
berdasarkan AKNOP, membuat quisioner dan diisi oleh Pejabat yang berwenang pada Dinas
Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat dan koordinator pelaksana pada serta mengolah
data tersebut kedalam metode Analyctic Hierarcy Process (AHP) sehingga dapat menyusun urutan
prioritas dan alokasi biaya berdasarkan kepentingan-kepentingan antar elemen tidak berdasar kepada
Rupiah perhektar dan perkiraan-perkiraan/pendekatan. Hasil analisis dengan menggunakan metoda
AHP ini diperoleh urutan yang kegiatan sesuai dengan kondisi kepentingannya yang ditunjukkan
oleh besaran bobot kegiatan untuk masing-masing. Pada kasus ini prioritas urutan kegiatan dari
urutan kesatu hingga urutan kedelapan berdasarkan bobot adalah sebagai berikut : Pemeliharaan
Berkala Swakelola (0.2548), Upah petugas Lapangan (0.2416), Pemeliharaan Rutin (0.1927),
Pemeliharaan Berkala Kontraktual (0.1088), Perjalanan Dinas (0.0925), Peralatan Kantor ( 0.0526)
ATK,Petugas Lapangan (0.0356), dan Peralatan Mesin (0.0214). Metoda ini dapat digunakan untuk
daerah irigasi lainnya dengan menggunakan prosedur yang sama namun urutan prioritas yang
didapat dapat berbeda.

1. PENDAHULUAN
Salah satu kegiatan pengelolaan irigasi adalah operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Operasi jaringan irigasi
adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka-menutup pintu bangunan
irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan
kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi. Sedangkan Pemeliharaan jaringan
irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna
memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka untuk menjaga kelestarian keberlangsungan suatu jaringan irigasi diperlukan
kegiatan operasi dan pemeliharaan yang intensif yang didukung oleh pembiayaan yang efektif dan efisien dengan
mengacu kepada kebutuhan nyata dilapangan. Untuk mengetahui kebutuhan biaya tersebut maka diperlukan
penyusunan Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi untuk Daerah Irigasi.
Sistem penganggaran OP irigasi di Indonesia membutuhkan sebuah sistem yang harus didasarkan pada alasan
kebutuhan, seperti inventarisasi, yang diidentifikasi dalam Angka kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan
(AKNOP) irigasi. Namun untuk beberapa alasan, Indonesia memiliki kesulitan dalam membuat inspeksi tahunan
(periodik), karena keterbatasan biaya. Padahal hasil inspeksi ini nanti bisa digunakan untuk sistem database
infrastruktur irigasi (biasanya memperbarui database dilakukan berdasarkan proyek). Hal ini mengindikasikan
adanya kekurangan dalam penyampaian proposal anggaran, terkesan hanya formalitas guna memperlancar pencairan

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 A - 129
Keairan

dana. Situasi ini layak menjadi perhatian karena setelah bertahun-tahun dan bahkan sampai saat ini belum ada
langkah-langkah perbaikan atau evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah anggaran OP
yang telah digunakan hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Menteri PU Permen PU. No.32 /PRT/M/2007, tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi dinyatakan bahwa setiap usulan kegiatan harus berdasarkan perhitungan Angka kebutuhan Nyata
Operasi dan pemeliharaan (AKNOP), dimana pelaksanaan AKNOP merupakan usulan biaya benar-benar nyata yang
dibutuhkan pada suatu Daerah Irigasi dikarenakan dalam pelaksanaannya harus melakukan survey ke lapangan
langsung dengan mendata asset satu persatu secara detail baik sarana maupun prasarana irigasi. (Permen PU No.32
/PRT/M/2007)
Tetapi AKNOP yang disusun dan diusulkan ke Pihak Penentu Anggaran tidak dapat direalisasikan sepenuhnya
dikarena keterbatasan anggaran, sehingga untuk penentuan urutan prioritas dan alokasi biaya Operasi dan
Pemeliharaan menggunakan rupiah per hektar dan perkiraan-perkiraan saja. Akibatnya timbul ketidakadilan dalam
memberikan biaya OP jaringan irigasi pada suatu Daerah Irigasi.
Atas dasar latar belakang tersebut diatas , penelitian ini berfokus untuk mencari suatu metode yang dapat mencari
cara dalam rangka menyusun urutan prioritas dan alokasi biaya tidak berdasarkan rupiah per hektar dan perkiraan-
perkiraan / pendekatan. Maka metode yang akan digunakan adalah dengan cara pengambilan keputusan
kepentingan-kepentingan, dengan mempergunakan metode Analyctic Hierarcy Process (AHP).

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Operasi dan Pemeliharaan Irigasi (OP)
Sesuai Permen PU 32/PRT/2007 Tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan


2.2.1. Operasi
Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya termasuk kegiatan membuka dan
menutup pintu irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembangian
air, melaksanakan kalibrasi pintu/ bangunan, pengumpulan data dan mengevaluasi. Dalam pengertian luas operasi
jaringan irigasi adalah kesatuan proses penyadapan air dari sumber air ke petak- petak sawah serta pembuangan air
yang berlebihan.( Permen PU 32/PRT/2007)
2.2.2. Pemeliharaan
Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi
dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya melalui kegiatan
perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus dilakukan secara terus menerus.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


A - 130 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan

2.2. Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan Irigasi (AKNOP)


Agar pelaksanaan operasi dan pemeliharaan berjalan dengan optimal maka kita harus memberikan dana untuk
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sesuai dengan Angka kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan.
Kegiatan operasi dan pemeliharaan irigasi adalah dua hal yang saling terkait. Untuk mensinkronkan kedua dua
kegiatan tersebut maka diperlukan suatu program operasi dan pemeliharaan dan harus dibuat suatu kebutuhan biaya
nyata yang akan dilaksanakan di lapangan.
Untuk kegiatan OP diperlukan suatu nilai atau angka biaya yang betul- betul nyata yang merupakan hasil
penelusuran jaringan irigasi yang dikenal dengan nama Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan Irigasi
(AKNOP).
Penyusunan AKNOP merupakan kegiatan penyusunan biaya kegiatan OP pada suatu jaringan irigasi yang akan
menggambarkan secara rinci biaya nyata kebutuhan dari setiap DI untuk melaksanakan OP dilihat dari kondisi
bangunan air dan panjang saluran irigasi (kondisi baik, rusak ringan dan rusak sedang) dan ditentukan juga oleh
jumlah personil dan peralatan yang digunakan, penyusunan AKNOP dihitung dari dua kegiatan yaitu :
2.3. Analytic Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model
pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks
menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993),hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah
permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti
level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan
hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian
diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena
alasan-alasan sebagai berikut :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling
dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang
dipilih oleh pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
2.3.1. Prinsip Dasar dan Aksioma AHP
AHP didasarkan atas 3 prinsip dasar yaitu:
1. Dekomposisi
Dengan prinsip ini struktur masalah yang kompleks dibagi menjadi bagian-bagian secara hierarki. Tujuan
didefinisikan dari yang umum sampai khusus. Dalam bentuk yang paling sederhana struktur akan dibandingkan
tujuan, kriteria dan level alternatif. Tiap himpunan alternatif mungkin akan dibagi lebih jauh menjadi tingkatan
yang lebih detail, mencakup lebih banyak kriteria yang lain. Level paling atas dari hirarki merupakan tujuan
yang terdiri atas satu elemen. Level berikutnya mungkin mengandung beberapa elemen, di mana elemen-
elemen tersebut bisa dibandingkan, memiliki kepentingan yang hampir sama dan tidak memiliki perbedaan
yang terlalu mencolok. Jika perbedaan terlalu besar harus dibuatkan level yang baru.
2. Perbandingan penilaian/pertimbangan (comparative judgments).
Dengan prinsip ini akan dibangun perbandingan berpasangan dari semua elemen yang ada dengan tujuan
menghasilkan skala kepentingan relatif dari elemen. Penilaian menghasilkan skala penilaian yang berupa angka.
Perbandingan berpasangan dalam bentuk matriks jika dikombinasikan akan menghasilkan prioritas.
3. Sintesa Prioritas
Sintesa prioritas dilakukan dengan mengalikan prioritas lokal dengan prioritas dari kriteria bersangkutan
di level atasnya dan menambahkannya ke tiap elemen dalam level yang dipengaruhi kriteria. Hasilnya
berupa gabungan atau dikenal dengan prioritas global yang kemudian digunakan untuk memboboti
prioritas lokal dari elemen di level terendah sesuai dengan kriterianya.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 A - 131
Keairan

3. PERHITUNGAN AHP UNTUK PENENTUAN PRIORITAS DAN ALOKASI DANA

   
   
   
   
   
   
  

)5A:1<1>1>M
)5A1<1C1>M
)5A1<1C1>M
.@18M
-$)5CD71BM

)5=5<981A11M

)5=5<981A11M
Gambar 2. Nilai biaya Operasi dan Pemeliharaan
Berdasarkan hasil quisioner dengan Koordinator Daerah Irigasi dan para pejabat dilingkungan Dinas Pengelolaan
Sumber Daya Air , dimana koresponden adalah :
" Koordinator Daerah Irigasi berjumlah : 22 orang
" Pejabat Dinas PSDA berjumlah : 8 orang
Dibuat tabel kepentingan kriteria kegiatan operasi dan pemeliharaan berdasarkan banyak responden dan juga
penentuan nilai matrik dominanya. Dari hasil pengurutan kriteria OP tersebut dapat dibuat suatu matrik
perbandingan yang disebut Pairwaise Comparisson Matrix.
Tabel 1. Pairwise Comparison Matrix for criteria
Kriteria UPL APL PK PM PD PR PBS PBK
UPL 1.00 7.00 7.00 7.00 3.00 1.00 1.00 3.00
APL 0.14 1.00 0.33 3.00 0.33 0.20 0.14 0.33
PK 0.14 3.00 1.00 3.00 0.33 0.20 0.14 0.33
PM 0.14 0.33 0.33 1.00 0.33 0.20 0.14 0.33
PD 0.33 3.00 3.00 3.00 1.00 0.33 0.33 0.33
PR 1.00 5.00 5.00 5.00 3.00 1.00 1.00 3.00
PBS 1.00 7.00 7.00 7.00 3.00 1.00 1.00 5.00
PBK 0.33 3.00 3.00 3.00 3.00 0.33 0.20 1.00
TOTAL 4.10 29.33 26.67 32.00 14.00 4.27 3.96 13.33

Selanjutnya mengkuadratkan matrks pairwaise comparisson tersebut dengan melakukan perkalian antara baris dari
matriks pertama dengan kolom dari matriks kedua dengan nilai matriks kesatu dan kedua adalah sama dengan
matriks pada tabel 1. sehingga didapat hasil berikut :
Tabel 2. Tabel hasil perkalian matrik pertama dengan matrik kedua
Kriteria UPL APL PK PM PD PR PBS PBK
UPL 8.0000 67.3333 48.6667 86.0000 28.0000 9.2000 7.6000 22.0000
APL 1.3270 8.0000 6.6667 12.0000 4.2349 1.5746 1.2825 3.6317
PK 1.7079 12.0000 8.0000 20.0000 5.1238 2.1079 1.6635 4.5206
PM 0.9460 6.6667 5.7778 8.0000 3.3460 1.0413 0.9016 2.7429
PD 3.6190 23.3333 15.3333 31.3333 8.0000 3.2444 2.6857 7.3333
PR 7.8095 58.6667 45.3333 72.0000 26.0000 8.0000 6.7429 20.0000
PBS 7.3333 73.3333 54.6667 92.0000 34.0000 9.8667 8.0000 24.0000
PBK 7.5968 30.4000 22.4000 38.4000 11.6000 4.0000 3.3524 8.0000
TOTAL 37.4508 279.7333 206.8444 359.7333 120.3048 39.0349 32.2286 92.2286

Maka nilai Eigenvector matrik pairwise adalah menjumlahkan nilai kriteria kemudian diberi bobot seperti
dibawah ini :

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


A - 132 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan

Tabel 3. Nilai Eigenvector for pairwise comparison matrix


Kriter UPL APL PK PM PD PR PBS PBK Jumlah EIG
ia
UPL 8.0000 67.3333 48.6667 86.0000 28.0000 9.2000 7.6000 22.0000 276.8000 0.2369
APL 1.3270 8.0000 6.6667 12.0000 4.2349 1.5746 1.2825 3.6317 38.7175 0.0331
PK 1.7079 12.0000 8.0000 20.0000 5.1238 2.1079 1.6635 4.5206 55.1238 0.0472
PM 0.9460 6.6667 5.7778 8.0000 3.3460 1.0413 0.9016 2.7429 29.4222 0.0252
PD 3.6190 23.3333 15.3333 31.3333 8.0000 3.2444 2.6857 7.3333 94.8825 0.0812
PR 7.8095 58.6667 45.3333 72.0000 26.0000 8.0000 6.7429 20.0000 244.5524 0.2093
PBS 7.3333 73.3333 54.6667 92.0000 34.0000 9.8667 8.0000 24.0000 303.2000 0.2595
PBK 7.5968 30.4000 22.4000 38.4000 11.6000 4.0000 3.3524 8.0000 125.7492 0.1076
TOTA 37.4508 279.733 206.844 359.7333 120.304 39.0349 32.2286 92.2286 1,168.44 1.0000
L 3 4 8 7

Sehingga peringkat kriteria berdasarkan nilai eigenvector adalah


Tabel 3. Tabel peringkat Eigenvector
Kriteria Bobot
UPL 0.2369  Kriteria terpenting ke dua
APL 0.0331  Kriteria terpenting ke tujuh
PK 0.0472  Kriteria terpenting ke enam
PM 0.0252  Kriteria terpenting ke delapan
PD 0.0812  Kriteria terpenting ke lima
PR 0.2093  Kriteria terpenting ke tiga
PBS 0.2595  Kriteria terpenting ke satu
PBK 0.1076  Kriteria terpenting ke empat

Berdasarkan Pairwase Comparisson Matrix selanjut matriks tersebut harus diperhitungan terhadap Consistensy
Rasio (CR) dimana CR < 0,1 kemudian menentukan vektor jumlah tertimbang (Weighted Sum Vector) yang
merupakan hasil perkalian antara Pairwise Comparison Matrix untuk criteria dengan Prioritas maka didapat hasil
seperti dibawah ini :
Tabel 4. Vektor jumlah pemberat (Weighted Sum Vector)
Kriteria Nilai WSV Jumlah

UPL 0.2369 0.2320 0.3302 0.1763 0.2436 0.2093 0.2595 0.3229 2.0106

APL 0.0338 0.0331 0.0157 0.0755 0.0271 0.0419 0.0371 0.0359 0.3001

PK 0.0338 0.0994 0.0472 0.0755 0.0271 0.0419 0.0371 0.0359 0.3978

PM 0.0338 0.0110 0.0157 0.0252 0.0271 0.0419 0.0371 0.0359 0.2277

PD 0.0790 0.0994 0.1415 0.0755 0.0812 0.0698 0.0865 0.0359 0.6688

PR 0.2369 0.1657 0.2359 0.1259 0.2436 0.2093 0.2595 0.3229 1.7996

PBS 0.2369 0.2320 0.3302 0.1763 0.2436 0.2093 0.2595 0.5381 2.2259

PBK 0.0790 0.0994 0.1415 0.0755 0.2436 0.0698 0.0519 0.1076 0.8683

Selanjutnya dihitung Vector Consistensy (VC) yaitu dengan membagi Weighted Sum Vector dengan prioritas.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 A - 133
Keairan

Tabel 5. Vector Consistensy (VC)


Kriteria WSV Prioritas VC
UPL 2.0106 0.2369 8.4873
APL 0.3001 0.0331 9.0572
PK 0.3978 0.0472 8.4329
PM 0.2277 0.0252 9.0413
PD 0.6688 0.0812 8.2359
PR 1.7996 0.2093 8.5984
PBS 2.2259 0.2595 8.5778
PBK 0.8683 0.1076 8.0685

Selanjutnya menentukan  dan Consistency Index (CI) untuk dapat menentukan Consistency Ratio (CR).
Tabel 6. Nilai 
UPL APL PK PM PD PR PBS PK Jumlah
λ = 8.4873 9.0572 8.4329 9.0413 8.2359 8.5984 8.5778 8.0685 68.4993

λ= 68.4993
8
λ= 8.5624

Untuk n adalah jumlah faktor yang sedang dibandingkan. Dalam hal ini n = 8. Hasil kalkulasi CI adalah
sebagai berikut :
CI = 8.5624 - 8
8 - 1
CI = 0.5624
7
CI = 0.0803

Random Index adalah fungsi langsung dari jumlah alternatif atau sistem yang sedang diperbandingkan.
Tabel 7. Nilai Random Index (RI)
Ukuran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Matrik
R.I. 0 0 0,52 0,89 1,11 1,25 1,35 1,4 1,45 1,49 1,51 1,54 1,56 1,57 1,58

Jumlah kriteria = 8 RI= 1.41


Sehingga nilai CR = 0.0803/1.41
CR = 0.06 <1 maka perhitungan sudah benar
Perbandingan antara hasil AHP dan Realisasi dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


A - 134 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan
















Realisasi 2013 Hasil AHP


Gambar 3. Perbandingan antara Realisasi dengan Hasil AHP

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Metode AHP (Analytic Hierarcy Process) dapat mengetahui prioritas
penanganan dan alokasi biaya, jika dana untuk penangan O & P tidak terpenuhi berdasarkan AKNOP (Angka
Kebutuhan Nyataata Operasi dan Pemeliharaan) Irigasi. Sehingga kegiatan O & P Jaringan Irigasi mampu berjalan
dengan optimal walaupun kondisi kemampuan pendanaan yang terbatas.
Metoda ini dapat digunakan untuk daerah irigasi lainnya dengan menggunakan prosedur yang sam
sama namun urutan
prioritas yang didapat dapat berbeda.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24
24-26 Oktober 2013 A - 135

Anda mungkin juga menyukai