Anda di halaman 1dari 4

DEFINISI :

Halusinasi adalah ketidak mampuan klien menilai dan merespon pada realitas klien tidak
dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan, klien tidak mampu memberi respon secara akurat sehingga tampak berlaku yang
sukar dimengerti dan mungkin menakutkan (Keliat, 2006).

Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1.2.1 Faktor Predisposisi
1) Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.

b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-
masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3) Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stres.

1.2.2. Faktor Prespitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian
individu terhadap stresor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

1) Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.

2) Stres Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.

3) Sumber Koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stresor.

Tahapan, Karakteristik, dan Perilaku yang ditampilkan


TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU PASIEN
Tahap I Memberi rasa
nyaman tingkat ansietas a) Mengalami ansietas, a) Tersenyum, tertawa
sedang secara umum kesepian, rasa bersalah dan sendiri
halusinasi merupakan suatu ketakutan. b) Menggerakkan bibir tanpa
kesenangan. b) Mencoba berfokus pada suara
pikiran yang dapat c) Pergerakan mata yang
menghilangkan ansietas. cepat
c) Pikiran dan pengalaman d) Respon verbal yang
sensori masih ada dalam lambat
kontrol kesadaran (jika e) Diam dan berkonsentrasi.
kecemasan dikontrol)

Tahap II Menyalahkan,
tingkat kecemasan berat a) Pengalaman sensori a) Peningkatan SSO, tanda-
secara umum halusinasi menakutkan tanda ansietas, peningkatan
menyebabkan rasa antipati b) Mulai merasa kehilangan denyut jantung, pernafasan
kontrol dan tekanan darah
c) Merasa dilecehkan oleh b) Rentang perhatian
pengalaman sensori tersebut menyempit
d) Menarik diri dari orang c) Konsentrasi dengan
lain pengalaman sensori
e) Non Psikotik d) Kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan
realita.

Tahap III
Mengontrol tingkat a) Pasien menyerah dan a) Perintah halusinasi ditaati
menerima pengalaman b) Sulit berhubungan dengan

kecemasan berat pengalaman


sensori tidak dapat ditolak sensorinya. orang lain
lagi
b) Isi halusinasi menjadi c) Rentang perhatian
antraktif hanya beberapa detik/
c) Kesepian bila sensori menit
berakhir d) Gejala sisa ansietas
d) Psikotik berat, berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti perintah

Tahap IV Menguasai tingkat


kecemasan panik secara a) Pengalaman sensori a) Perilaku panik
umum diatur dan dipengaruhi
oleh waham
menjadi ancaman b) Potensial tinggi untuk
b) Halusinasi dapat bunuh diri atau
berlangsung selama membunuh.
beberapa jam atau hari c) Tindakan kekerasan,
(jika tidak diintervensi) agitasi menarik diri atau
c) Psikotik ketakutan
d) Tidak mampu
berespon terhadap
perintah yang kompleks
e) Tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

(Purba, Wahyuni, Nasution, Daulay, 2009).

Penatalaksanaan Medis pada Halusinasi


Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, yaitu
:

1) Psikofarmakologis

Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala
psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat-obatan anti-psikosis.

Pengkajian
a. Mengkaji Jenis Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Kira-kira 70% halusinasi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar atau suara, 20% halusinasi penglihatan, dan
10% halusinasi penghidu, pengecap, perabaan, senestik dan kinestik. Mengkaji halusinasi dapat
dilakukan dengan mengevaluasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang
dialami oleh pasien.
b. Mengkaji Isi Halusinasi

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila halusinasi yang
dialami adalah halusinasi dengar. Atau apa bentuk bayangan yang dilihat oleh
pasien, bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang
tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi
pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
c. Mengkaji Waktu, Frekuensi, dan Situasi Munculnya Halusinasi

Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi yang dialami
oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak
larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat
direncanakan frekuensi tindakan untuk pencegahan terjadinya halusinasi. Informasi ini penting
untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan jika pasien perlu diperhatikan saat
mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada pasien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu. Bila mungkin pasien diminta menjelaskan kapan
persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut.
d. Mengkaji Respon Terhadap Halusinasi
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien dapat dikaji dengan
menanyakan apa yang dilakukan oleh pasien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah
pasien masih dapat mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap
halusinasi.

Anda mungkin juga menyukai