Anda di halaman 1dari 19

A.

PENDAHULUAN
B. SEJARAH

Penggunaan istilah triage ini sudah berkembang lama. Konsep awal triase
modern yang berkembang meniru pada zaman Napoleon dimana Baron Dominique Jean
Larrey ( 1766 – 1842 , seorang dokter bedah yang merawat tentara napoleon,
mengembangkan dan melaksanakan sebuah system perawatan dalam kondisi yang
paling mendesak pada tentara yang datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan
mereka. Sistem tersebut memberikan perawatan awal pada luka ketika berada di medan
perang kemudian tentara diangkut ke rumah sakit atau tempat perwatan yang berlokasi
di garis belakang. Sebelum :arrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka
tetap berada di medan peran hingga perang usai baru kemudian diberikan perawatan.

Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kostribusi lanjutan bagi filosofi
triase. Dia mencatat bahwa untuk penyelamatan hidup melalui tindakan pembedahan
akan efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan.

Pada perang dunia I pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban yang
secara langsung akan dibawa ketempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada perang dunia
II di perkenalkan pendekatan triase dimana korban dirawat pertama kali di lapangan
oleh dokter dan kemudiandi keluarkan dari garing perang untuk perawatan yang lebih
baik. Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk membedakan prioritas penanganan
dam medan perang pada perang dunia I, maksud awalnya adalah untuk menangani luka
yang minimal pada tentara sehingga dapat segera kembali ke medan perang berikutnya.
Penggunaan awal kata “Trier” mengacu pada penampisan Screening di medan
perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep
pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan
pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap
hampir 100 juta orang yang memerlukan pertolongan di unit gawat darurat ( UGD )
setiap tahunnya. Berbagai sistem triase mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an
seiring jumlah kunjungan UGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang
ada untuk melakukan penanganan segera. Tujuan dari triase adalah memilih atau
menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD dan menetapkan prioritas
penanganan.

C. PENGERTIAN

Secara Umum Triase berasal dari bahasa Perancis Trier dalam bahasa Inggris
Triage dan dalam bahasa Indonesia disebut triase yang berarti sortir. Yaitu proses
khusus memilih pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan
jenis perawatan gawat darurat. Triage in hospital adalah memilih atau menggolongkan
pasien yang datang ke rumah sakit dengan kondisi kegawatan tertentu atau pemilihan
penderita berdasarkan dengan kebutuhan.

D. PERAN PERAWAT

Pengambilan keputusan triase merupakan proses inheren yang kompleks dan


dinamis. keputusan yang dilakukan dalam lingkungan yang sensitif terhadap waktu,
dengan informasi yang terbatas, untuk pasien yang biasanya tidak memiliki diagnosis
medis. Sifat dari peran triase, mereka melakukan peran yang diperlukan untuk memiliki
pengetahuan khusus serta pengalaman dari berbagai penyakit dan cedera. Menurut
Manchester Triage Group (2006) pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai
serangkaian langkah-langkah untuk mencapai kesimpulan dan terdiri dari tiga tahap
utama :

1. Identifikasi masalah.
Dilakukan dengan mendapatkan informasi dari pasien, penjaga atau personil
perawatan pra-rumah sakit. Fase ini memungkinkan diagram
alur presentasi yang relevan untuk diidentifikasi.
2. Penentuan alternatif
Pemilihan alternatif yang paling tepat.
Mengumpulkan sejumlah besar data tentang pasien mereka menangani. Ini
disusun ke dalam database mental mereka sendiri dan disimpan dalam
kompartemen untuk mengingat mudah, hal ini paling efektif bila terkait dengan
penilaian atau kerangka kerja organisasi. Kerangka ini berfungsi sebagai
panduan untuk penilaian dan diatur sebagai kompartemen dengan sub-judul.
Diagram alur penyajian menyediakan kerangka organisasi untuk memesan
proses pemikiran selama triase. Diagram alur telah berkunjung ke link proses
pengambilan keputusan ke dalam pengaturan klinis. Mereka membantu
pengambilan keputusan dengan menyediakan struktur, dan juga dukungan staf
junior karena mereka memperoleh keterampilan pengambilan keputusan.
3. Mengimplementasikan alternatif yang dipilih
Hanya ada lima kategori triase mungkin untuk memilih. Ini memiliki nama
spesifik dan defenitons. Praktisi triase menerapkan kategori tergantung pada
urgensi dari kondisi pasien.Sekali prioritas dialokasikan jalur perawatan yang
tepat dimulai
4. Memantau pelaksanaan dan mengevaluasi hasil.
Triase adalah dinamis dan harus responsif terhadap kebutuhan pasien dan
departemen. Metode triase yang diuraikan dalam buku ini memastikan bahwa
proses mencapai keputusan itu diatur. Oleh karena itu perawat akan dapat
mengidentifikasi bagaimana dan mengapa mereka mencapai hasil (kategori). Ini
memfasilitasi penilaian ulang dan konfirmasi berikutnya atau mengubah dalam
kategori.

E. STAGE STAGE DALAM TRIAGE

Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera)
untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi
(berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas
atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang
merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses
triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan
tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah.
Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase.

Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme
cedera, usia, dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang
mengharuskan peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera
neurologis berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita
sebelumnya. Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan
dalam satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih
dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat
bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk
menilai dan menstabilkan pasien berkurang.

Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai
hingga berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana
memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini
berakibat pasien cedera serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis
distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik.
Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan
bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan
START (Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana
transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan.

Triase Sistim METTAG

Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban.


Resusitasi ditempat.

Triase Sistem Penuntun Lapangan START

Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status
mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk
memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan
transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko
besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Resusitasi
diambulans.

Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START

Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa
digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau
di Area Tindakan Utama sesuai keadaan.

Penilaian Ditempat Dan Prioritas Triase

Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat
pelayanan, pasien dengan masalah mengancam jiwa dan cedera sistem berganda
ditindak lebih dulu. Bila jumlah korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan *)
dst dibawah algoritma

Tahapan Proses Triase

1. Memperkenalkan diri dan menjalin hubungan

Proses ini dimulai dengan kontak awal antara perawat triase dan pasien .
Perawat harus memperkenalkan dirinya dengan nama, latar belakang dan tujuan.
Informasi ini memberikan pasien atau wali dengan keyakinan saran yang
diberikan oleh berpengetahuan profesional serta membangun hubungan baik dan
mengembangkan kepercayaan. Kepercayaan yang diperoleh selama komunikasi
awal mendorong pasien untuk mengungkapkan informasi, yang memungkinkan
perawat untuk membuat informasi keputusan tentang kesehatan pasien .

Kontak awal antara pasien dan perawat ini dengan jalan komunikasi terapiutik.
Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk
menciptakan hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal
kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam
memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu komunikasi terapeutik
memegang peranan penting memecahkan masalah , menurut Purwanto
komunikasi terapeutik merupakan bentuk keterampilan dasar utnuk melakukan
wawancara dan penyuluhan dalam artian wawancara digunakan pada saat
petugas kesehatan melakukan pengkajian memberi penyuluhan kesehatan dan
perencaan perawatan.

2. Identifikasi masalah pasien

Perawat Triage harus mendengarkan informasi yang diberikan oleh pasien


,pengasuh atau profesional kesehatan lainnya . informasi itu termasuk data
demografis, informasi kesehatan dasar dan gejala diperoleh melalui ringkas dan
dialog terfokus, memberikan dasar untuk penilaian klinisi. Proses penilaian
melibatkan memastikan pasien menyajikan keluhan sambil mengamati :

a. Penampilan umum
b. Airway
c. Breathing
d. Sirkulasi
e. Cacat
f. Faktor-faktor lingkungan
g. Riwayat dalam kaitannya yang menyebabkan masalah
Sehubungan dengan Triage Sistem Manchester ini memungkinkan untuk
diagram alur yang tepat untuk dipilih .
Prioritas triage di rumah sakit pada pasien dewasa menurut BMC Emergency Medical
3. Mengumpulkan dan menganalisa informasi yang berkaitan untuk menetapkan
solusi
Setelah diagram alur telah diidentifikasi dari Manchester Triage Sistem
diskriminator kemudian dapat dicari di setiap tingkat, yang menentukan apa
pertanyaan perawat triase harus untuk menilai prioritas klinis. Morton (1993)
menyarankan menggunakan sistem metode PQRST sama dengan penilaian
nyeri.

4. Mengevaluasi semua alternatif dan memilih salah satu untuk


implementasi
Dari informasi yang diperoleh dokter dapat memilih diskriminator yang sesuai
dengan penilaian yang dibuat . Menerapkan alternatif yang dipilih ada lima
kategori triase mungkin bahwa dapat dipilih : segera ( 0 menit ) , sangat
mendesak ( 10 menit ) , mendesak ( 60 menit ) , standar ( 120 menit ) dan tidak
mendesak (240menit). Perawat menerapkan kategori yang paling sesuai dengan
urgensi kondisi pasien.
5. Memantau pelaksanaan dan mengevaluasi hasil
The Manchester Triage System memungkinkan perawat untuk memastikan
bagaimana mereka telah mencapai keputusan , penilaian ulang sehingga
mendorong dan audit proses . Dengan demikian , jelas, dokumentasi yang akurat
dan ringkas harus disimpan . Penjelasan yang diberikan perawat harus jelas dan
istilah yang sederhana , dan memastikan pasien memahami informasi yang
diberikan (yang juga harus didokumentasikan ) .
Setelah penilaian yang sesuai kategori prioritas diberikan dan pasien
dialokasikan untuk dinas yang paling tepat , untuk Contoh layanan darurat ,
Dalam hal ini, perawat harus berhati-hati , pertanyaan tepat dan mendengarkan
dengan cermat untuk menentukan Perhatian utama pasien . Setelah diidentifikasi
, perawat harus mengikuti protokol yang paling sesuai pasien gejala ( Brown
1994 , Simonsen 1996). Manfaat dari triase yang efektif meliputi:
a. Peningkatan kepuasan bagi mayoritas pasien.
b. Pasien memiliki akses ke perawatan yang tepat pada waktu yang tepat oleh
dokter dan tenkes yang tepat.
c. Penurunan kemungkinan hasil yang merugikan pasien.
d. Kesempatan untuk memberikan pendidikan tentang layanan perawatan darurat
dan promosi kesehatan.
F. KOMUNIKASI DALAM TRIASE

Instalasi Rawat Darurat seringkali merupakan unit dengan aktifitas tinggi dan
emosional, dan ini bisa terjadi di triage. Bayangkan sebuah IRD yang sibuk pasien
berbaris di depan meja, ambulans membawa banyak pasien pada brancard, keluarga dan
anak-anak menangis, anak-anak dan staf yang lain mencari saran dan informasi.
Perawat Triage sering berhubungan dengan semua kondisi tersebut, dan harus mampu
berkomunikasi secara efektif dengan kerabat, petugas ambulans, tenaga perawat medis
dan lainnya, dan staf administrasi dan pengunjung, serta membentuk suatu proses
komunikasi fungsional untuk memungkinkan penilaian pasien efektif.

Sebagai klinisi triage, anda harus membuat penilaian berbasis kebutuhan


berdasarkan informasi yang diperoleh selama pemeriksaan triage. Komunikasi yang
efektif adalah penting untuk memperoleh informasi yang akurat, sehingga dapat
membuat penilaian yang akurat pada waktunya. Saat masalah terjadi dalam proses
komunikasi kemampuan perawat triage untuk mengumpulkan informasi dapat
terganggu. Sangat penting bagi perawat triage untuk menyadari potensi hambatan
komunikasi yang efektif dalam lingkungan triage dan untuk meminimalkan dampak
tersebut pada pelaksanaan triage.

Jadi apa yang kita lakukan jika komunikasi verbal tidak mungkin, seperti dalam
kasus seorang pasien yang tidak sadarkan diri ? Dalam kondisi demikian mempunyai
dasar keterampilan dalam pemeriksaan fisik adalah yang terpenting, sebagai cara
pengumpulan data yang digunakan untuk mengidentifikasi prediktor fisiologis, dan
dengan demikian menentukan tingkat urgensi menjadi metode triage utama. Ingat juga
bahwa dalam beberapa kasus komunikasi melalui orang ketiga seperti pengasuh, kerabat
atau penterjemah dapat berkontribusi dalam proses penilaian. Dalam kasus seperti itu
komunikasi juga mungkin menantang dimana pesan yang dikirim dari orang ketiga
adalah interpretasi mereka sendiri, yang dapat beresiko menjadi hambatan dalam
komunikasi.

Komunikasi adalah proses mengirim dan menerima pesan antar individu dalam
konteks dinamis. Setiap individu membawa tanggung jawab sebagai pengirim maupun
penerima pesan. Seluruh proses komunikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor dan
stimulus.

Ada beberapa isu penting terkait dengan pasien, perawat dan lingkungan yang
dapat berdampak pada kompleksitas dari proses komuniksi. Komunikasi literature
umumnya mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi seperti kebiasaan-kebiasaan
eksternal atau kebisingan fisik, internal atau kebisingan psikologis, sumantik atau
kebisingan interpretasional. Salah satu yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa pasien
mungkin mengalami kesulitan memenuhi tanggung jawab mereka sebagai pengirim dan
penerima komunikasi, karena ‘kebisingan’ yang terjadi dalam triage. Ini berarti bahwa
perawat Triage akan sering membawa tanggung jawab untuk mengenali dan mengelola
faktor-faktor yang mempengaruhi baik dari diri mereka maupun pasien.

Komunikasi adalah proses pengiriman dan menerima pesan antara individu


dalam konteks yang dinamis. Setiap individu memiliki tanggung jawab sebagai
pengirim dan penerima pesan (Bach dan Grant 2009). Pembuatan keputusan didasarkan
pada informasi yang diperoleh selama proses triase, karena itu komunikasi yang efektif
sangat penting untuk memperoleh informasi akurat dan membuat penilaian akurat. Jika
ada kesulitan dalam komunikasi, kemampuan untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan yang menjadi dasar sebuah keputusan klinis akan terhambat. Hal ini penting
bagi staf untuk melakukan fungsi triase sehingga dapat menyadari hambatan potensial
dalam komunikasi triase dan untuk meminimalkan mereka efek negative pada proses
triase. Jika komunikasi verbal tidak mungkin maka diperlukan menggunakan temuan
dari pemeriksaan fisik untuk membuat keputusan triase. Dalam beberapa kasus ,
komunikasi melalui orang ketiga , seperti saudara, penjaga atau interpreter, dapat
berkontribusi untuk penilaian proses. Dalam kasus tersebut, komunikasi harus berhati-
hati, karena pesan yang disampaikan oleh orang ketiga akan mencerminkan interpretasi
berbeda( Pemerintah Australia Departemen Kesehatan dan Penuaan 2007) .

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi selama triase meliputi ( Pemerintah


Australia Departemen Kesehatan dan Penuaan 2007) :

- Lingkungan fisik .
- Kendala waktu .
- Bahasa .
- Perilaku non-verbal .
- Keanekaragaman budaya .
- Sifat masalah kesehatan .
- Harapan dan asumsi .
- Emosi

Mempertahankan kualitas adalah sebuah cara untuk memantau kinerja klinis dan
kepuasan pasien harus dilaksanakan . Hal ini dapat dicapai dengan dokumentasi biasa
oleh rekan-rekan untuk evaluasi praktek dan audit dokumentasi. Umumnya
kecenderungan harus ditinjau dan dievaluasi. ini mungkin mencakup :

- Kepatuhan dengan pedoman dan / atau protokol .


- Kapasitas dan permintaan .
- Kepuasan pasien harus dievaluasi secara teratur .
- Pendidikan berkelanjutan secara regular harus diberikan pada topik-topik seperti
manajemen risiko , praktik berbasis bukti dan bidang yang diminati atau kekhawatiran
masalah hukum.

Semua profesional kesehatan bertanggung jawab untuk hasil profesional tindakan


mereka. Profesional kesehatan tidak hanya bertanggung jawab melalui hukum dan
melalui kontrak kerja mereka, tetapi juga sering tunduk pada peraturan melalui mereka
badan yang menaungi, bagi perawat adalah Keperawatan dan Kebidanan Council (
NMC ) . Kode etik (NMC 2008) menyatakan bahwa perawat harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan latihan yang aman dan efektif dan
tanggung jawab atas tindakan mereka. Pedoman klinis dan protokol memiliki pengaruh
untuk meningkatkan standar perawatan karena mereka sudah sering dikembangkan dari
praktek terbaik dalam diberikan situasi klinis. Namun, mereka tidak harus digunakan
sebagai satu-satunya dasar untuk keputusan klinis keputusan. Pedoman dan protokol
harus hanya mempengaruhi proses pengambilan keputusan di hadapan seorang perawat
terampil sesuai yang memiliki kemampuan untuk menilai dan mengevaluasi pasien
(Hewitt - Taylor 2004). Semua profesi kesehatan harus memiliki beberapa pengetahuan
dasar tentang prinsip-prinsip hukum , yang meliputi persetujuan, unsure kelalaian, duty
of care, kerahasiaan, pentingnya dokumentasi dan bagaimana kebijakan dan pedoman
dapat mempengaruhi praktek. Ada harapan bahwa perawat melakukan peran triase akan
memiliki memiliki pengalaman yang memadai, pelatihan dan pengawasan untuk
melakukan peran. itu majikan perawat juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan
bahwa staf yang cukup siap untuk melakukan peran triase.

G. PENGKAJIAN NYERI DALAM TRIASE

Nyeri adalah gejala yang paling umum dilaporkan oleh pasien yang datang ke
perawatan darurat (Graham 2002). Pengkajian awal memastikan bahwa nyeri pasien
ditangani pada kesempatan paling awal setelah penanganan ABC atau airway,
breathing, circulating system. Manchester Triage Group (2006) menyarankan bahwa
nyeri harus digunakan sebagai diskriminator kunci untuk menentukan urgensi yang
mana seseorang harus menerima perawatan karena keluhannya tersebut, dan sudah
termasuk keparahan yang sakit sebagai faktor dalam menentukan kategori triase.
Manchester Triage Group (2006) juga mengakui beberapa keunggulan dalam menilai
sakit sebagai bagian dari proses triase, Hal ini memastikan bahwa nyeri harus dikelola
pada kesempatan paling awal. Kecemasan pasien berkurang dan komunikasi dengan
pasien ditingkatkan. Namun, Penilaian nyeri membutuhkan pendekatan multi - faceted.
Departemen Pemerintah Kesehatan dan Penuaan Australia (2007) menyarankan untuk
memperhatikan unsur-unsur berikut, seperti untuk mendiskripsikan nyeri yang
dirasakan pasien dengan informasi-informasi diperoleh dari pasien menggunakan
metode PQRST, tanda-tanda fisiologis seperti denyut jantung, laju pernapasan dan
tekanan darah, tanda-tanda non-verbal. Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji
keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :

 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat


nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang
anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat
tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris,
tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan
pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak
ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa
lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah
pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri
sebelumnya atau berbeda?
Telephone Triase
Program telepon triase diselenggarakan oleh organisasi keperawatan secara
sistematik dan terstruktur yang memanfaatkan Perawat terregistrasi (RNs) yang
memiliki keterampilan tinggi, percaya diri dan konsisten dalam merespon kebutuhan
klien. Perawat tersebut akan membantu klien dalam memberikan informasi mengenai
keputusan perawatan kesehatan, sekaligus memperkuat persepsi klien terhadap pemberi
pelayanan, system pelayanan kesehatan, dan manajemen perawatan kesehatan mereka.
Menurut Grossman (2009) program telepon triase dapat berupa :
a. Departemen Emergensi
Saluran telepon triase sering dikelola dan dijalankan oleh anggota Emengency
Departements (DE), dan berdasarkan lokasi terletak atau dekat dengan ED.
Perawat gawat darurat memiliki basis pengetahuan yang luas, terampil dalam
penilaian pasien secara cepat. Dalam telepon triase, perawat ED membutuhkan
rotasi untuk mempertahankan keterampilan klinis mereka.
b. Organisasi Pemeliharaan Kesehatan
Telepon triase merupakan bagian integral dari banyak organisasi pemeliharaan
kesehatan yang menyediakan layanan penting kepada klien melalui system ini.
Tingkat pemanggilan yang sering tinggi, membutuhkan keterampilan organisasi
dan komunikasi yang optimal dari staff keperawatannya.
c. Kantor Swasta
Telepon triase dikembangkan ditempat praktek dokter, sebagai upaya untuk
mengurangi kunjungan pasien yang tidak terlalu penting. Pasien lebih sering
menelpon primary care provider (PCP) yang menanganinya untuk memberikan
saran atau konseling sebelum meminta dibuatkan janji. Perawat triase harus
berpengetahuan luas, memiliki keterampilan wawancara yang baik, dan
menguasai keterampilan pengkajian melalui teleponn dengan baik.
d. Perusahaan Independen
Independent dan/atau program berbasis masyarakat yang diselenggarakan oleh
dokter dan pasiennya. Program ini dikelola oleh RNS terampil yang mengikuti
protocol untuk menilai kondisi pasien dan membuat rekomendasi ke pemanggil.
Dalam hal ini peran perawat otonom yang memungkinkan RN menaseh,ati
pasien tentang berbagai masalah kesehatan, dari mencari perawatan emergensi
sampai pendidikan kesehatan yang diperlukan dirumah.

Menurut Grossman (2009) Ada 6 langkah proses telepon triase, yaitu:


a. Memperkenalkan diri dan menjalin hubungan

b. Melakukan wawancara/interview

c. Menyusun penetapan keputusan yang berdasarkan protocol

d. Memberikan saran yang telah ditentukan

e. Menyimpilkan panggilan tersebut serta tindak lanjut yang diperlukan

f. Dokumentasi panggilan

Sedangkan menurut Rutenberg (2009), proses mengikuti langkah-langkah proses


keperawatan yaitu tahap pengkajian, penetapan diagnose, perencanaan, intervensi, dan
evaluasi.
a. Pengkajian
Ketika komunikasi dilakukan melalui telepon, perawat hanya mengandalkan
pendengaran, intuisi, dan pengetahuan keperawatan. Perawat telepon triase
mendengarkan apa yang dikatakan pasien, apa yang tidak dikatakan pemanggil,
dan mewaspadai isyarat oral. Riwayat penyakit yang diberikan oleh penelepon
sebagai informasi subjektif. Tujuan informasi dapat dikumpulkan dengan
mendengarkan nafas pasien, kejelasan berbicara, dan kesesuaian wacana.
Temuan seperti mengi, takipnea, batuk produktif (kering), bicara cadel,
kebingungan, dan disorientasi adalah contoh data objektif yang dapat langsung
dinilai melalui telepon. Informasi tambahan lain dapat diperoleh dengan
pengamatan langsung oleh pasien/penelepon. Caranya dengan memberikan
instrument khusus (misalnya untuk pasien penyakit kronis yang membutuhkan
pemantauan di rumah) sehingga pasien dapat memberikan pengukuran objektif
seperti suhu, tekanan darah, berat badan, gula darah, dan sirkulasi darah.
Disamping informasi yang dapat diukur secara langsung, penelepon juga dapat
membuat berbagai pengamatan kunci, yang sebelumnya telah dilatih oleh
perawat. Contohnya dalam penilaian luka gores. Jika ditanya, pemanggil akan
menggambarkan lokasi, ukuran, penampilan, adanya materi asing, dan apakah
ada atau tidak adanya perdarahan. Contoh lain mungkin jumlah, karakter, dan
bau muntahan. Meskipun pengamatan ini tidak terlalu tepat, tetapi paling tidak
mereka dapat melaporkan apakah itu “banyak” atau “hanya sedikit”, apakan isi
lambung jelas, kuning/hijau, ada darah, atau seperti ampas kopi, dan apakah ada
bau feses. Aturan praktis yang baik untuk diingat adalah bahwa perawatan
apapun dapat dilakukan dengan mata, tangan, atau hidung dengan arahan yang
cukup dari perawat (Rutenberg, 2009).
b. Diagnosa
Dalam telepon triase, diagnose dinyatakan sebagai ukuran yang mendesak.
Apakan masalah termasuk kedalam kondisi emergensi (mengancam kehidupan,
anggota badan, atau kecacatan), Urgen (mengancam kehidupan, anggota badan,
atau kecacatan), atau rutin atau non-urgen. Diagnosa juga meliputi penentuan
kebutuhan pasien untuk perawatan seperti dukungan, bimbingan, jaminan,
pendidikan, pelatihan, dan perawatan lainnya yang memfasilitasi kemampuan
pasien untuk mencari perawatan atau cukup perawatan diri.
c. Perencanaan
Dalam telepon triase, rencana harus bersifat kolaboratif. Perawat harus dengan
seksama menyelidiki keadaan yang berlaku dengan pasien, mengidentifikasi
factor-faktor kunci yang penting, dan mengembangkan rencana perawatan yang
diterima pasien. Hal ini sering membutuhkan proses negosiasi, didukung dengan
pendidikan pasien. Adalah tugas perawat untk bertindak berdasarkan
kepentingan terbaik pasien dan kemungkinan pasien dapat mengikuti.
Kolaborasi juga mungkin perlu dengan anggota tim kesehatan lain juga.
d. Intervensi
Dalam analisis akhir, bisa memungkinkan bahwa perawat tidak dapat melakukan
apa-apa untuk pasien. Oleh karena itu harus ada pendukung lain yang tersedia,
misalnya dokter untuk menentukan tindakan yang diinginkan. Dalam hal ini,
mungkin perawat perlu melakukan rujukan kepada fasilitas pelayanan kesehatan
lain. Untuk itu, perawat triase harus mengidentifikasi sumber daya untuk
mengangkut pasien dengan tepat. Jika pasien yang dirujuk untuk perawatan,
maka perawat menyarankan tim perawatan kesehatan rujukan dan memberikan
informasi yang relevan kepada personil yang tepat. Oleh karena itu perawat
telepon triase juga memiliki peran penting dalam kesinambungan perawatan
pasien.
Protocol triase atau pedoman tindakan juga dapat dipilih. Protokol ini
memastikan bahwa saran yang diberikan ke pemanggil konsisten dan tepat.
Protokol dapat diperoleh dari system berbasis computer berupa program khusus
atau system manual teks-teks referensi dan kertas laporan.
e. Evaluasi
Langkah terakhir dalam proses keperawatan adalah evaluasi. Ada banyak cara
yang bagus untuk mengevaluasi panggilan telepon. Kita dapat mengukur
kepuasan pasien, sesuai dengan pedoman, rencana keperawatan, atau indicator
kualitas organisasi lainnya. Namun, dalam konteks organisasi keperawatan,
evaluasi adalah ukuran dari apakah tindakan yang diambil tersebut efektif atau
tidak. Jika pasien tidak membaik, perawat memiliki anggung jawab untuk
menilai kembali pasien, mengkonfirmasikan diagnose urgen, merevisi rencana
perawatan jika diperlukan, merencanakan rencana itu, dan kemudian
mengevaluasi kembali. Pertemuan ini bukan yang terakhir, sampai perawat
memiliki keyakinan memadai bahwa pasien akan menelepon kembali atau
mencari perawatan yang tepat jika kondisi mereka memburuk atau gagal untuk
meningkatkan seperti yang diharapkan. Sebagai catatan akhir, adalah penting
bahwa perawat telepon triase harus bertindak hati-hati, karena semua penilaian
pasien melalui telepon, yang mungkin saja mengabaikan parameter penilaian
utama. Jika ada keraguan tentang disposis yang suda dibuat, maka perawat
telepon triase harus selalu bersandar pada arah keselamatan pasien. Dan
dokumentasi seluruh panggilan, termasuk hal yang positif dan negative relevan
serta pemahaman pasien, niat untuk mematuhi, dan kenyamanan dengan rencana
perawatan adalah elemen penting dari total pertemuan.
Jadi menurut American Academy of Ambulatory Care Nursing (AAACN) dapat
disimpulkan bahwa kegiatan dalam telepon triase meliputi :
a. Memberikan penilaian keperawatan
b. Memberikan perawatan
c. Memberikan pendidikan kesehatan dan konseling
d. Memberikan rujukan ke sumber daya kesehatan lain
e. Mengimplementasikan protocol khusus berdasarkan kondisi pasien
f. Mengevaluasi tindakan
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1999. Triage Officers Course. Singapore : Departement of Emergency


medicine Singapore General Hospital

Australian College for Emergency Medicine (ACEM). (2002). The Australian


triage scale. Emergency Medicine; 14: 335-336

Liliweri, Alo. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar


Manchester Triage Group. 2006. Emergency Triage 2nd ed. Blackwell Publishing Ltd:
USA
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta : EGC

Purwanto ,Heri. 1994. Komunikasi untuk Perawat. Jakarta : EGC

Pan American Health Organization, ed. Palupi Widyastuti. 2000. Bencana Alam :
Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC
S. Khatien, dkk. 2000. Emergency Nursing Secrets. Jakarta : EGC

Wayunah (2010). KEPERAWATAN TELEPON TRIASE, SEBUAH PELUANG DALAM


PELAYANAN KEPERAWATAN, diakses melalui
http://www.scribd.com/doc/94949895/Tugas-Uts-Sim-Wayunah-Kmb

Anda mungkin juga menyukai